• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARISASI MANAJEMEN RUMAH POTONG HEWAN

3.2 FUNGSI RUMAH POTONG HEWAN

Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Permentan No. 13/2010 tentang RPH). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:

a. pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);

b. pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem

inspection) dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspektion) untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia;

c. pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan

post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit

hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lestari (1994) bahwa Rumah Pemotongan Hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai:

a. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak, pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal tata niaga hasil ternak.

b. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.

c. Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.

d. Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH untuk memohon ridlo Yang Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang manusiawi.

e. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.

Pada pasal 62 UU 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dinyatakan, bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang memenuhi persyaratan teknis. Dari pernyataan ini, jelaslah bahwa undang- undang mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk memenuhi persyaratan teknis RPH di wilayahnya. Namun, pada realitanya RPH yang memiliki fungsi utama melindungi konsumen terhadap kehalalan ternak yang dipotong, kesehatan daging dan menjaga kualitas daging yang dihasilkan, pada saat ini fungsi tersebut masih terabaikan. Para pengusaha jagal (pemotong ternak) masih berfikir sangat sederhana, yaitu pemotongan ternak dan prosesing daging dilakukan asal halal menurut syariat Islam.

Sesungguhnya dalam proses pemotongan, ternak perlu diistirahatkan dengan waktu yang cukup, dan perlakuannya tidak boleh “dilakukan penyiksaan”. Seharusnya ternak sebelum dipotong dalam keadaan istirahat, dimandikan

dan dipotong pada keadaan tenang sehingga proses ketegangan otot dapat dihindarkan. Faktanya, dalam proses pemotongan, ternak masih diperlakukan semena-mena. Dampak dari cara pemotongan yang tradisional tersebut, diperoleh daging yang berkualitas rendah.

Selain itu, dalam proses pasca pemotongan ternak, hampir tidak pernah dilakukan pelayuan, daging atau karkas langsung dibawa oleh pedagang dan dijual dalam “keadaan panas” (hot meat). Keadaan ini dilakukan karena konsumen lebih menyukai daging panas dari pada daging dingin (chill meat atau frozen meat). Hal inilah yang menyebabkan seluruh RPH bekerja pada malam hari, karena setelah dilakukan pemotongan, pada malam itu juga daging didistribusikan ke pasar-pasar yang mulai berdagang pada dinihari dan sampainya di konsumen rumah tangga pada pagi hari.

Kenyataan tersebut yang menyebabkan, turunan bisnis pemotongan sapi yang berlanjut pada kegiatan “prosessing meat” atau “meat handling” berjalan dan dilakukan secara terpencar di masing-masing pasar, bukannya disuatu tempat yang mudah diawasi. Akibatnya seluruh bisnis ini menjadi tidak efesien, para jagal tidak menikmati keuntungan yang seharusnya diperoleh lebih besar, demikian pula halnya pemerintah tidak memperoleh manfaat dan sangat sulit melakukan pembinaan kepada para para jagal dan bisnis turunannya.

3.3 DESAIN DAN TATA RUANG RPH

Desain dan tata ruang akan membicarakan permasalahan kompleks Rumah Potong Hewan yang meliputi bangunan dan perlengkapannya beserta denah dari berbagai tipe RPH. Pembahasan ini banyak diambil dari pendapat Lestari (1993b).

3.3.1 Bangunan Utama dan Peralatan

Lestari (1993b) menerangkan , secara umum bangunan dan peralatan Rumah Potong Hewan meliputi fasilitas sebagai berikut:

a. Tempat penyembelihan hewan yang merupakan suatu bangunan berguna untuk tempat hewan disembelih. Ruang ini dilengkapi dengan alat penjepit sapi, pemingsan sapi, pisau sembelih dan penampungan saluran darah.

b. Tempat proses penyelesaian penyembelihan merupakan bangunan yang digunakan untuk pengulitan hingga proses pembelahan karkas untuk dipasarkan. Ruangan ini dilengkapi dengan beberapa peralatan hoist dan kait penggerek/pembentang karkas sapi, meja/rak pengulitan, gergaji atau pisau pengulitan dan pengeluaran jeroan, gerobak transportasi, gergaji pembelah karkas dan tangga untuk pembelah karkas.

Gambar 3.1 Ruang penyembelihan

c. Tempat pemeriksaan kesehatan daging merupakan suatu ruang fasilitas pemeriksaan kesehatan baik ante mortem dan post mortem. Ruang ini diusahakan berdampingan dengan rel kepala dan jeroan sehingga mudah untuk mencocokan antara karkas dengan jeroan atau kepalanya. Rel dilengkapi dengan rel rijek yang berfungsi untuk tempat memberhentikan karkas.

d. Penimbangan merupakan

ruang yang dilengkapi dengan alat penimbangan secara langsung yang menyatu dengan rel dan secara otomatis akan mencatat berat karkas tersebut.

Gambar 3.2 Ruang bagi daging

e. Ruangan kulit merupakan ruangan penampungan kulit dan kaki dari hewan yang sudah disembelih yang diperlengkapi dengan sarana pencucian dan penggaraman.

f. Ruang jeroan/isi rumen merupakan ruangan untuk proses membersihan jeroan yang diperlengkapi dengan sarana pengeluaran kotoran, meja dan tempat perebusan.

g. Ruang kepala, hati, jantung dan paru-paru merupakan ruangan yang berguna untuk pengeluaran otak dan pencucian yang diperlengkapi dengan alat penggantung.

h. Ruang pelayuan adalah ruang untuk melayukan karkas. Ruang ini tergantung pada tipe dari RPH. Untuk tipe D hanya diperlengkapi dengan sistem rel saja, tipe C ditambah dengan ekshauser, untuk tipe A dan B ditambah dengan perlengkapan pendingin/chiller yang bersuhu 18oC.

Gambar 3.3 Ruang pelayuan

i. Ruang deboning merupakan ruangan untuk memotong bagian-bagian karkas sampai dengan bagian-bagian daging untuk dikemas yang dilengkapi dengan peralatan meja pemotong daging, gergaji daging, vacum packaging, pisau deboning, tempat pencucian alat dan daging dan AC dengan temperatur 10oC untuk tipe A dan temperatur 18oC untuk tipe B.

j. Ruang cold storage dan blast freezer ruang ini merupakan ruang pembekuan secara cepat daging maupun karkas dan ruang penyimpanan sebelum pemasaran. Kedua ruang ini dikhususkan untuk RPH tipe A dan B.

k. Ruang pengepakan merupakan ruang untuk mengepak daging maupun bagian-bagian karkas. Perlengkapan yang ada timbangan duduk dan timbangan digital pada sistem rel dan karton pembungkus untuk membungkus daging sebelum dipasarkan.

3.3.2 Bangunan Penunjang dan Perlengkapan lain

Untuk memperlancar kerja RPH maka perlu diperlengkapi bangunan penunjang dan sistem alat yang terintegrasi. Beberapa peralatan dan bangunan penunjang ini akan diuraikan sebagai berikut sesuai dengan pendapat Lestari (1993b):

Dokumen terkait