• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARISASI MANAJEMEN RUMAH POTONG HEWAN

4) Persyaratan Bangunan RPH

3.5 Teknik Pemotongan pada Sapi

Pelaksanaan Pemotongan Hewan pada Rumah Potong Hewan/RPH Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda.

Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai:

a. Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah.

b. Lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung.

c. Kulit, kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.

d. Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya.

e. Mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan mendalam dilakukan terhadap semua daging dan bagian hewan potong yang sisembelih tanpa pemeriksaan ante mortem, terhadap semua daging dan bagian hewan yang menderita atau menunjukkan gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorhagic septicemiia, piroplasmosis, surra, influensa equorum, arthritis, hernia, fractura, abces, ephithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis, septichemia, cachexia, hydrops, oedema, brucellosis dan tuberculosis dan apabila berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang menyebabkan perlunya pemeriksaan mendalam. Peredaran daging yang mengalami pemeriksaan mendalam boleh diedarkan setelah menerima hasil pemeriksaan dan diperbolehkan untuk diedarkan ke konsumen (Manual Kesmavet, 1993).

Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.

b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium, myocardium, endocardium, dan katup jantung dan yang terakhir diafragma.

c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis.

d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai.

e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemeriksaan secara mendalam berupa penerapan salah satu atau beberapa tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Pengukuran pH daging.

b. Uji permulaan pembusukan daging. c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah.

d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan). e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi. f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon. g. Pemeriksaan zat warna empedu.

Tata cara penanganan daging diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 (Manual Kesmavet, 1993), sebagai berikut:

a. Daging sebelum diedarkan harus dilakukan pelayuan selama sekurang-kurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik, dan higienis.

b. Daging yang akan diedarkan harus memenuhi syarat (sesuai dengan SK Menpan) yang telah dikeluarkan oleh tanggung jawab dari RPH atau tempat pemotongan hewan.

c. Tidak diperbolehkan menambah bahan atau zat pada daging yang dapat mengubah warna aslinya.

d. Dalam penanganannya daging tidak boleh kontak dengan lantai dan tidak terkontaminasi.

e. Apabila diperlukan membagi karkas menjadi empat bagaian atau kurang dengan cara pemotongan dalam keadaan menggantung atau disediakan meja khusus.

f. Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10oC atau kurang atau dibekukan sampai sushu –15oC dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.

keadaan menggantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya.

h. Selama dalam pengangkutan tidak diperbolehkan seorang pun dalam ruang daging kendaraan pengangkut.

i. Pengangkutan daging untuk tujuan Dati II, Dati I atau negara lain harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Dan Asal Daging yang dikeluarkan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.

j. Untuk tujuan eksport dan antar pulau harus memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.

k. Ruang daging dalam kendaraan angkutan hanya dikhususkan untuk mengangkut daging dan memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: terbuat dari bahan anti karat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan antar dinding melengkung dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan lampu penerang yang cukup, dan untuk pengangkutan yang memerlukan waktu lebih dari 2 jam harus bersuhu setinggi-tingginya 10oC dan untuk daging beku bersuhu setinggi-setinggi-tingginya –15oC. l. Selama perjalanan tempat daging tidak boleh dibuka atau harus ditutup.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tempat penjualan daging di pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Terpisah dari tempat penjualan komoditi yang lain.

b. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah dilepas bagiannya, dinding tembok permukaannya licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih, mempunyai loket yang bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lain serta dilengkapi lampu penerangan yang cukup.

c. Disediakan meja berlapis porselin putih dan tempat serta alat penggantung bagian daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat.

d. Selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat penjualan dan tempat pencucian tangan.

e. Selalu dalam keadaan bersih.

f. Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan di toko daging dan swalayan harus ditempatkan dalam alat pendingin, kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging yang dilengkapi dengan lampu yang pantulan cahayanya tidak merubah warna asli daging.

g. Daging yang dijual dengan menjajakan keliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai tutup, sedapat-dapatnya berwarna putih dan bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.

3.5.1 Pengistirahatan Ternak

Ternak sebelum disembelih sebaiknya dipuasakan dahulu selama 12 sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai maksud agar ternak tidak stres,

darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna (Soeparno, 1992). Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang habis dipekerjakan jika langsung disembelih tanpa pengistirahatan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap yang biasa disebut dark cutting meat, karena ternak mengalami stress (Beef Stress Syndrome), sehingga sekresi hormon adrenalin meningkat yang akan menggangu metabolisme glikogen pada otot (Smith et al., 1978).

Pengistirahatan ternak dapat dilaksanakan dengan pemuasaan atau tanpa pemuasaan. Pengistirahatan dengan pemuasaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kososng (BTK = bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak agresif dan liar. Pengistirahatan tanpa pemuasaan bermaksud agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress (Soeparno, 1992).

Pada saat ternak diistirahatkan juga dilaksanakan pemeriksaan sebelum penyembelihan (antemortem), yang meliputi kesehatan ternak, cidera atau tidaknya ternak dan bunting atau tidaknya ternak (Manual Kesmavet, 1992). Pemeriksaan ante mortem adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum hewan disembelih. Petugas pemeriksaan antemortem adalah dokter hewan. Dokter hewan inilah yang berhak menentukan apakah hewan dapat dipotong atau tidak. Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan hewan sebelum disembelih. Adapun tujuan pemeriksaan antemortem antara lain:

a. Memperoleh ternak yang cukup sehat.

b. Menghindari pemotongan hewan yang sakit/abnormal.

c. Mencegah atau meminimalkan kontaminasi pada alat, pegawai dan karkas.

d. Sebagai bahan informasi bagi pemeriksaan postmortem. e. Mencegah penyebaran penyakit zoonosis.

f. Mengawasi penyakit tertentu sesuai dengan undang-undang. (Anonim, 2009).

3.5.2 Prosessing Karkas Sapi

Setelah sapi lolos pada pemeriksaan pre-mortem oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk, melalui proses regristasi dan dinyatakan memenuhi syarat, maka sapi dibawa masuk ke ruang persiapan penyembelihan untuk melalui prosesing penyembelihan (Manual Kesmavet, 1992).

a. Pemingsanan (Stunning)

Pemingsanan dilaksanakan dengan alasan untuk keamanan, menghilangkan rasa sakit sesedikit mungkin pada ternak (Blakely dan Bade, 1992), memudahkan pelaksanaan penyembelihan dan kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik (Soeparno, 1992).

Pemingsanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan alat pemingsan knocker, senjata pemingsan stunning gun, pembiusan dan arus listrik (Soeparno, 1992). Alat yang sering digunakan adalah captive bolt, yaitu suatu tongkat berbentuk silinder selongsong kosong yang mempunyai muatan eksplosif yang ditembakkan oleh suatu tekanan pada kepala sapi (Blakely dan Bade, 1992).

Alat pemingsan diarahkan pada bagian titik tengan tulang kening kepala sapi sedikit dia atas antara kedua kelopak mata, sehingga peluru diarahkan pada bagian otak. Peluru yang ditembakkan akan mengenai otak dengan kecepatan tinggi, sehingga sapi menjadi pingsan (Soeparno, 1992).

b. Penyembelihan

Penyembelihan hewan potong di Indonesia harus menggunakan metode secara Islam (Manual Kesmavet, 1992). Hewan yang disembelih harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan menurut syariah. Penyembelihan dilaksanakan dengan memotong mari’ (kerongkongan), hulqum (jalan pernapasan) dan dua urat darah pada leher (Nuhriawangsa, 1999).

Hewan yang telah pingsan diangkat pada bagian kaki belakang dan digantung (Blakely dan Bade, 1992). Pisau pemotongan diletakkan 45 derajat pada bagian brisket (Smith et al., 1978), dilakukan penyembelihan oleh modin dan dilakukan bleeding, yaitu menusukan pisau pada leher kearah jantung (Soeparno, 1992). Posisi ternak yang menggantung menyebabkan darah keluar dengan sempurna (Blakely dan Bade, 1992).

c. Pengulitan

Pengulitan dimulai setelah dilakukan pemotongan kepala dan ke empat bagian kaki bawah (Smith et al., 1978). Pengulitan bisa dilakukan di lantai, digantung dan menggunakan mesin (Soeparno, 1992).

Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh (Soeparno, 1992) dan diakhiri dengan pemotongan ekor (Smith et al., 1978). d. Eviserasi

Menurut Smith et al. (1978) proses eviserasi bertujuan untuk mengeluarkan organ pencernaan (rumen, intestinum, hati, empedu) dan isi rongga dada (jantung, eshophagus, paru, trachea).

Tahap-tahap eviserasi menurut Soeparno (1992) dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

2. Rongga abdominal dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal.

3. Memisahkan penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal. 4. Belah bonggol pelvic dan pisahkan kedua tulang pelvic.

5. Buat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik. 6. Pisahkan eshophagus dari trakhea.

7. Keluarkan kandung kencing dan uterus jika ada.

8. Keluarkan organ perut yang terdiri dari intestinum, mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung serta hati dan empedu.

9. Diafragma dibuka dan keluarkan organ dada (pluck) yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trakhea.

Organ ginjal tetap ditinggal di dalam badan dan menjadi bagian dari karkas. Eviserasi dilanjutkan dengan pemeriksaan organ dada (Smith et al., 1978), organ perut dan karkas untuk mengetahui apakah karkas diterima atau ditolak untuk dikonsumsi manusia (Blakely dan Bade, 1992).

e. Pembelahan

Pembelahan dilaksanakan dengan membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan gergaji tepat pada garis tengah punggung. Karkas dirapikan dengan melakukan pemotongan pada bagian-bagian yang kurang bermanfaat dan ditimbang untuk memperoleh berat karkas segar (Soeparno, 1992). Pemotongan dilaksanakan untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan kulit, bekas memar, rambut dan sisa kotoran yang ada (Smith et al., 1978).

Karkas agar lebih baik kualitasnya, maka disemprot air dengan tekanan tinggi dan dilanjutkan dengan dicuci air hangat yang dicampur garam (Smith et al., 1978), dan dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan (Soeparno, 1992).

f. Pendinginan

Karkas ditimbang diberi label dan disimpan pada suhu 28 sampai 32oF pada ruang pendingin agar dingin dengan berkurangnya panas tubuh dengan waktu 12 sampai 24 jam. Karkas kemudian dimasukan dalam ruang pendingin dengan suhu 32 sampai 34oF untuk penyimpanan berikutnya (Smith et al., 1978).

Pendinginan dilakukan pada suhu 2oC selama 24 jam untuk persiapan pemeriksaan kualitas karkas (grading). Karkas disayat pada posisi antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13 untuk membuka loin eye, dan dilakukan penilaian untuk menentukan grade karkas.

3.5.3 Potongan pada Karkas Sapi

Menurut Soeparno (1992) potongan primal karkas sapi dari potongan setengah dibagi lagi mennjadi potongan seperempat, yang meliputi:

Potongan seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) yang terbagi menjadi dua, yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate).

Bagian seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin yang terdiri sirloin dan shortloin, flank beserta ginjal dan lemak yang menyeliputinya.

Pemisahan bagian karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan primal karkas adalah sebagai berikut: hitung tujuh vertebral centra kearah depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumbar. Potong tegak lurus vertebral column dengan gergaji. Pisahkan bagian seperempat depan dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12. Pisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot intercostals atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. Pisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. Pisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kira-kira arah proksimal terhadap tulang siku (olecranon). Paha depan juga dapat dipisahkan (Soeparno, 1992). Cara pemotongan primal karkas seperempat belakang diawali dengan memisahkan ekses lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdomianal. Pisahkan flank dengan memotong dari ujung distal tensor fascialata, anterior dari rectus femoris ke arah rusuk ke-13 (kira-kira 20 cm dari vertebral column). Pisahkan bagian paha dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur. Pisahkan paha atas dari sirloin dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. Sirloin dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6 (Soeparnpo, 1992).

Syarat Tata Cara Pemotongan

Syarat dan tata cara pemotongan hewan diatur di dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 dan dibedakan antara babi dengan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda (Manual Kesmavet, 1993). Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong yang diuraikan dalam Manual Kesmavet (1993):

a. Disertai surat kepemilikan.

b. Disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong. c. Memiliki surat ijin potong.

d. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.

e. Diistirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan. f. Penyembelihannya dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat

pemotongan hewan.

g. Pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang. h. Tidak dalam keadaan bunting.

i. Penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam.

Syarat-syarat tersebut diatas untuk hewan potong bisa tidak dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat. Penyembelihan hewan darurat dapat dilaksanakan jika hewan potong yang bersangkutan menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya dan jika hewan tersebut membahayakan keselamatan manusia dan atau barang. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan di RPH atau tempat pemotongan hewan maka syarat d dan e tidak perlu dipenuhi. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan diluar RPH atau tempat pemotongan hewan, maka syarat c, d, e, f, g, dan h tidak perlu dipenuhi dan setelah penyembelihan hewan harus dibawa ke RPH atau tempat pemotongan hewan untuk penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Untuk penyembelihan hewan potong dalam rangka agama dan adat syarat b dan f tidak perlu dipenuhi (Manual Kesmavet, 1993).

3.5.4 Penilaian Karkas Sapi

Penetapan peringkat karkas sapi ditetapkan berdasarkan pada kualitas dan palatabilitas daging dan jumlah atau hasil potongan-potongan dagingnya (Blakely dan Bade, 1992). Peringkat kualitas karkas menurut USDA terdiri dari Prime, Choice, Good, Standart, Commercial, Utility dan Cutter. Penilaian karkas menurut USDA juga bisa didasarkan pada nilai perdagingan karkas (Yield grade) dengan nilai 1 sampai 5 (Smith et al., 1978).

Penilaian karkas menurut USDA (United State Departement of Agriculture) didasarkan pada:

1. Kualitas karkas (carcass quality) dengan melihat kedewasaan ternak (umur ketika dipotong), susunan daging, tekstur daging dan perlemakan marbling.

2. Potongan-potongan daging (cutability) dengan melihat berat karkas, luas area ribeye, jumlah persentase lemak internal dan ketebalan lemak eksternal (Smith et al., 1978).

3. Kedewasaan ternak diukur berdasarkan bentuk dan proses penulangan serta warna dan tekstur daging tak berlemak. Perlemakan dengan melihat penyebaran lemak di dalam otot pada lokasi antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13. Tekstur dan warna daging tidak berlemak juga ditentukan nilainya pada tulang rusuk ke-12 dan ke-13 (Blakely dan Bade, 1992). Penentuan warna daging, kekerasan daging, tekstur daging, jumlah marbling, distribusi marbling dan tektur marbling dengan menggunakan angka skor 1 sampai 8 dengan keterangan tertentu (Smith et al., 1978).

4. Berat karkas ditentukan dengan menimbang berat karkas segar atau karkas beku yang dikalikan 102%. Ketebalan lemak eksternal diukur dengan melihat ketebalan lemak pada daging ribeye (Gambar 17). Luas area ribeye dengan mengukur luas penampang daging pada ribeye dengan menempelkan pada plastik dengan skala kotak-kotam 0,1 inci (Gambar 8). Presentase lemak internal dengan melihat jumlah lemak ginjal, pelvis dan jantung pada berat karkas segar dikalikan 100% (Smith et al., 1978). 5. Nilai perdagingan karkas (Yield grade) dihitung dengan menggunakan

persamaan menurut USDA, yaitu: 2,50 + (2,50 x tebal lemak punggung dalam inci) + (0,20 x % lemak internal) + (0,0038 x berat karkas dalam lbs) – (0,32 x luas area LD atau ribeye dalam inci2). Hasil perhitungan dibulatkan ke bawah, misal 1,69 dibulatkan menjadi 1,0, nilai tersebut menunjukkan peringkat Yield grade (Swatland, 1984)

3.5.5 SNI Daging Sapi

Karkas sapi Cow carcasses SNI 01-3932 -1995 Daging sapi/kerbau Beef SNI 01-3947 -1995 Bakso daging SNI 01-3818 -1995

Sosis daging SNI 01-3820 -1995Dendeng sapi SNI 01-2908 -1992Keripik paru sapi SNI 014280 1996Persyaratan sapi potong SNI 013523 -1994Standar daging sapi / kerbau SNI 01-3947 -1995Kulit sapi mentah kering SNI 06-0206 -1987(Anonim, 2006).

Dokumen terkait