• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)

4.3 Pemanfaatan Limbah RPH

Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah Rumah Potong Hewan, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada Rumah Potong Hewan. Limbah Rumah Potong Hewan masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah Rumah Potong Hewan kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified substances).Limbah Rumah Potong Hewan dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan Rumah Potong Hewan, pupuk organik, energi (biogas) dan media berbagai tujuan. Pada makalah ini dibahas pemanfaatan limbah kotoran Rumah Potong Hewan ruminansia manjadi biogas saja, tanpa mengesampingkan manfaat lain yang dapat diambil.

Permasalahan limbah Rumah Potong Hewan, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran Rumah Potong Hewan ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Rumah Potong Hewan ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja Rumah Potong Hewan ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K.

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik

mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer.

Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk biogas (Gambar 2).

Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi biogas sebanyak 1275-4318 l dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan menjalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

Jika ditinjau dari kandungan bahan yang terdapat pada limbah Rumah Potong Hewan ruminansia maka proses pembuatan biogas dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 3. Diagram Pembuatan Biogas Berdasarkan Kandungannya

Kotoran hewan seperti kerbau, sapi, babi dan ayam telah terbukti dalam penelitian ketika diproses dalam alat penghasil biogas (digester) menghasilkan biogas yang sangat memuaskan(Harahap et al., 1980). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam biogas antara kotoran sapi dan campuran kotoran Rumah Potong Hewan dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 1. Komposisi gas dalam biogas (%) antara kotoran sapi dan campuran kotoran Rumah Potong Hewan dengan sisa pertanian(Harahap et al., 1980). Proses pembuatan biogas ini dilakukan secara biologis dengan memanfaatkan sejumlah mikroorganisme anaerob. Bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam tahap-tahap proses pembuatan biogas antara lain:

1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik,

CO2, H2, H2S.

2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat dan hidrogen.

3. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanosarcina.

Adapun proses pembuatan biogas adalah sebagai berikut. Bahan organik dimasukkan ke dalam digester, sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan gas yang disebut biogas. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester lalu dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tangki penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya, misalnya kompor atau lampu.

Jenis limbah Rumah Potong Hewan ruminansia yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas. Selain itu limbah Rumah Potong Hewan ruminansia yang diproses menjadi biogas memerlukan persyaratan dasar tertentu, yaitu persyaratan tertentu yang menyangkut:

1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan.

Salah satu cara untuk menentukan bahan organik yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Perubahan senyawa organik dari limbah Rumah Potong Hewan ruminansia menjadi CH4 (gas metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 – 25. Sehingga kalau menggunakan limbah Rumah Potong Hewan ruminansia hanya berbentuk jerami dengan rasio-C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi.

Juga sebaliknya kalau limbah Rumah Potong Hewan ruminansia yang digunakan berbentuk kotoran saja, semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan mempunyai bandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. Dengan nilai ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya, sehingga mungkin akan rnembahayakan pengguna.

Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses biologis yang memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia.

2. Kadar air

Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio C/N harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, maka semisal limbah Rumah Potong Hewan ruminansia yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur dengan sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering, maka diperlukan penambahan air. Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang sudah mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan hewan atau manure dari peRumah Potong Hewanan. Dalam bahannya sudah terkandung air, sehingga penambahan air tidak akan sebanyak pada bahan yang kering.

Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan), ada perbandingan yang berpengaruh pada optimalisasi konversi gas metan.

3. Temperatur

Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut kondisi optimal hidup bakteri pemroses biogas yaitu antara 27° – 28°C. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai temperatur terlalu rendah , maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih lama.

4. Bakteri penghasil metan (metanogens)

Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Dalam limbah Rumah Potong Hewan ruminansia semisal kotoran kandang, limbah rumah pemotongan ataupun rumput dan jerami, serta bahan-bahan buangan lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.

Untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas (umumnya disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai yang dibutuhkan.

5. Aerasi

Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas harus dalam keadaan tertutup rapat.

sesuai dengan yang diharapkan semisal, pengadukan, pH dan tekanan udara. Tetapi kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar proses pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya.

Dokumen terkait