• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)

4.1 Pengertian Limbah RPH

RUMAH PEMOTONGAN HEWAN merupakan unit atau pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat yang berfungsi sebagai: (a) tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar, (b) tempat dilaksanakannya pemotongan hewan sebelum dipotong (ante-mortem) dan pemeriksaan daging (post-mortem), (c) tempat melacak atau mendeteksi penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan antemortem sebagai pencegahan dan memberantas penyakit hewan menular di daerah asal hewan dan, (d) melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif.

4.1 Pengertian Limbah RPH

Limbah Rumah Potong Hewan adalah buangan dari proses pemotongan hewan potong dan hasil ikutan yang tidak dimanfaatkan. Hasil ikutan adalah hasil samping dari pemotongan hewan potong yang berupa darah, kulit, bulu, lemak, tanduk, tulang dan kuku (Manual Kesmavet, 1993).Limbah Rumah Potong Hewan terdiri dari limbah cair dan padat yang sebagian besar berupa limbah organic yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga berpotensi sebagai pencemar lingkungan (Suryahadi, 2000).

Limbah utama dari RPH berasal dari penyembelihan, pemindahan, pembersihan bulu, pen- jadian(rendening), pengaturan, pemerosesan dan pembersihan. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan /atau kegiatan yang berwujud cair (Permen LH, No 11 Tahun 2009). Menurut Sugi- harto (1987) limbah Rumah Potong Hewan mempunyai sifat-sifat umum yaitu darah, protein, lemak, kelarutan dan campuran zat organik tinggi. Menurut Rialuszaman dan Ismoyo (1994). limbah ialah suatu hasil sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan, dapat berbentuk padat, cair,gas, debu, su- ara, getaran, perusakan dan lain lain yang dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak dikelola dengan baik.

Menurut Jorgensen (1979) Type umum limbah cair Rumah Potong Hewan adalah mengandung lemak, protein & karbohidart dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Pada umumnya limbah cair dapat diolah secara biologic. Proses pengolahan secara biologik menelan biaya yang cukup tinggi, oleh karena limbah cair ini memiliki konsentrasi BOD5 yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah cair rumah tangga, sehingga proses biologi yang dilakukan sering menggunakan dua atau lebih tahapan pengolahan.

Akibat mahalnya biaya pengolahan limbah RPH, maka umumnya limbah RPH tanpa dikelola lebih dahulu langsung dibuang ke sungai (dumping in water) atau dibunag begitu saja ke atas tanah (open dumping) dan biasanya dimakan burung atau binatang lain. Hal tersebut harus dicegah karena dapat menyebarkan

penyakit dengan cepat dan dalam jarak yang cukup jauh. Pencemaran terhadap air permukaan akan mengakibatkan makin banyaknya penggunaan air tanah. Penggunaan air tanah yang berlebihan terutama yang berasal dari sumur-sumur dalam (deep well) dapat mengakibatkan makin cepatnya intrusi air laut ke dalam sumber-sumber air tanah, sehingga makin mengurangi persediaan air bersih.

Karakteristik limbah Rumah Potong Hewan yang mengandung kadar protein tinggi akan menyebabkan penyuburan air, sehingga memungkinkan tumbuhnya tumbuhan air yang tidak dikehendaki atau disebut dengan gulma air. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali akan merusak badan air dan menyebabkan terjadinya pendangkalan.

Limbah organik itu bila dibiarkan tanpa dikelola, tidak hanya akan menunjukkan keburukan sanitasi lingkungan, melainkan juga akan menarik binatang penyebab dan penyebar penyakit seperti insecta, rodentia dan lain sebagainya. Banyak jenis infeksi penyakit melalui makanan (Food Borne Disease) yang ditularkan melalui daging akibat daging terkontamin asi langsung atau tidak langsung oleh limbah RPH. Meat Borne Disesase dapat disebabkan oleh beberapa agent seperti bakteri, jamur, virus, protozoa dan cacing.

Meat Borne Disease yang umum berjangkit disuatu tempat dan erat hubungannya dengan keburukan pengelolaan limbah RPH adalah:

1. Bacterial Meat Borne Disease. a. Salmonellosis

Dapat timbul pada manusia akibat memakan daging yang tercemar oleh kotoran hewan.

b. Dysentri

Disebabkan oleh daging yang tercemar bakteri yang banyak terdapat pada limbah cair.

c. Tuberculosis

Disebabkan oleh karena manusia memakan organ atau daging yang menderita sakit TBC.

d. Anthraxis

Disebabkan oleh Bacillus Anthrax, merupakan kuman yang bersifat patogen dan membentuk spora di dalam daging.

e. Brucellosis

Penyakit ini dipindahkan dari hewan ke manusia akibat memakan daging yang tercemar kuman Brucella.

2. Parasitic Meat Borne Disease

a. Cysticercus Bovis/ Taenia Saginata

Infeksi cacing pita ini pada orang-orang yang memakan daging tercemar tanpa dimasak matang lebih dahulu.

b. Cysticercus Cellulosa/ Taenia Solium

manusia dimana babi terinfeksi oleh telur cacing yang terdapat pada kotoran dan makanan.

c. Hydatidosis/Echinococcus

Kurangnya fasilitas pemotongan yang layak dan pemeriksaan serta pengapkiran organ-organ tubuh yang terinfeksi Cyste Hydatid akan menyebabkan anjing atau kucing memakan limbah tersebut. Echinococcus pada anjing sangat berperan dalam menimbulkan infeksi pada manusia.

d. Trichinella Spiralis

Parasit ini terutama terdapat pada babi, siklus hidup Trichinella spiralis sempurna pada induk semang. Babi terkena infeksi akibat memakan makan sampah yang mengandung Cyste yang berasal dari limbah RPH. Manusia terinfeksi karena memakan daging babi panggang (Grilled Meat) yang hanya matang bagian permukaannya saja.

3. Food Poisioning

a. Keracunan Staphylococcus

Disebabkan oleh Entero toksin yang diproduksi oleh strain Staphylococcus. Manusia keracunan karena makan daging yang seharusnya dibuang.

b. Keracunan Botulismus

Disebabkan oleh Exo toksin dari Clostridium Botulinum. Manusia keracunan karena makan daging yang tercemar Clostridium Botulinum. c. Keracunan Clostridium Perfringens.

Disebabkan oleh Exo toksin dari Clostridium perfringens, manusia keracunan karena makan daging yang mengandung Exo toksin ini, yang biasa terdapat pada daging busuk.

Keracunan nitrat dan nitrit terjadi pada hewan dan manusia karena limbah industry dan lingkungan yang tercemar limbah organik. Di daerah yang airnya banyak mengandung nitrat, keracunan nitrat bisa terjadi pada bayi dan hewan muda (pedet) karena flora di dalam saluran pencernaan mampu mengolah nitrat menjadi nitrit yang toksis (Schenider, 1975). Nitrit di dalam tubuh menyebabkan terbentuknya methemoglobin karena methemoglobin tidak dapat mengikat oksigen, maka akan terjadi Hipoksia atau Anoksia. Disamping nitrit juga mengganggu enzim-enzim untuk metabolisme protein. Nitrit juga mempengaruhi fungsi kelenjar gondok, karena nitrit mengganggu pengambilan yodium oleh kelenjar gondok (mangkoewidjojo, 1985).

Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Sedangkan Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikatagorikan atas limbah padat, cair dan gas (Djajadiningrat S.T. dan H.H. Amir. 1991). Menurut Soemantojo, R.W. (1994) tujuan utama dari suatu pengolahan limbah cair

adalah untuk mendegradasi bahan pencemarnya, sehingga efluen yang dihasilkan kualitasnya memenuhi syarat-syarat tertentu.

Pencemar yang terdapat didalam limbah cair dapat dikurangi atau dihilangkan secara fisik, biologis dan kimia. Metode tersebut diklasifikasikan sebagai unit proses fisik, unit proses biologis dan unit proses kimiawi (Metcalf & Eddy. Inc.1991) .Menurut Sutamiharja ,R.T.M,(1994) penanggulangan sisa buangan (limbah) yang akan dibuang ke perairan umum dan ke air baku adalah suatu pengolahan sisa buangan yang secara umum terdiri atas pengolahan secara : meka- nik, biologic, fisik atau kimia. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan mi- kroorganisme untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organic terlarut dan se- bagian zat-zat organic yang tersuspensi di dalam air sedangkan nilai COD adalah jumlah oksigen (mg O2 ) yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organic yang terdapat dalam 1 liter sample air dengan menggunakan K2Cr2O7 sebagai oksidator (Alaerts ,G dan S. Santika, 1987).

Dalam hasil observasi lapangan di temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu:

1) Limbah Cair

Limbah cair merupakan limbah yang berbentuk cair atau fluida yang sering kali menim- bulkan banyak persoalan lingkungan. Karakteristiknya seringkali menimbulkan persoalan ling- kungan karena efek yang ditimbulkan mencakup area yang luas (Noer E, 2000). Parameter bio- kimia untuk limbah ternak adalah Biochemical Oksigen Demand (BOD) ,Chemical Oksigen Demand (COD), karbon organic total (TOC) dan kebutuhan oksigen padatan tersuspensi(SOD). Limbah cair Rumah Potong Hewan yang terbesar berasal dari darah, menurut Jenie dan Rahayu (1993) darah sapi mempunyai nilai BOD 156.500 mg/l, COD 218.300 mg/l, kadar air 82 % dan pH 7,3. Wisnu- prapto (1990) mengatakan bahwa limbah RPH dan pengepakan daging mempunyai nilai BOD antar 400 – 3.000 mg/l, bahan tersuspensi 400 – 3.000 mg/l dan lemak 200 – 1.000 mg/l.

Limbah Cair Rumah Potong Hewan merupakan seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah potong hewan, yaitu air yang berasal dari pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampung, pembersihan kandang isolasi, dan pembersihan isi perut serta air sisa perendaman. Sanjaya dkk (1996) menyatakan bahwa untuk menangani limbah yang dihasilkan oleh kegiatan RPH, maka ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu identifikasi limbah, karakterisasi dan pengolahan limbah. Hal ini harus dilakukan agar dapat ditentukan suatu bentuk penanganan limbah RPH yang efektif.

Limbah cair adalah limbah hasil buangan dari proses pengandangan hingga proses pemotongan yang berupa:

b. Urine Rumah Potong Hewan

c. Air/limbah cair yang terkontaminasi limbah padat seperti sisa pakan Rumah Potong Hewan dan kotoran Rumah Potong Hewan

Sedangkan dari kegiatan pemotongan Rumah Potong Hewan, limbah cair yang dihasilkan meliputi:

a. Darah dari penyembelihan.

b. Air limbah pencucian pemotongan c. Air limbah pencucian jeroan

d. Cairan rumen

Pengelolaan limbah cair terdiri:

a. Pengelolaan Limbah Air Permukaan Yaitu:

1 Limbah cair berasal dari kandang dialirkan ke drainase dan masuk kesaluran Pengelelolaan limbah cair (IPAL)

2 Cairan darah penyembelihan hewan Rumah Potong Hewan ditampung dalam sebuah wajan/ tempat sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir.

3 Air bekas cucian jeroan, isi perut, dan limbah pembersihan RPH disalurkan ke drainase dan masuk ke kolam pengelolaan limbah cair

4 Semua drainase pada unit kegiatan pengandagan dan rumah potong hewan dibuat dalam satu kesatuan dan dialirkan ke saluran pengolahan limbah cair.

5 Membuat sistem pengolahan limbah cair yang tepat sasaran yaitu menggunakan sistem aneron dan aerob.

b. Pengelolaan Limbah Air Tanah Yaitu:

1 Mengalirkan limbah cair ke unit pengelohan air limbah agar tidak terjadi peresapan terhadap limbah cair ke dalam air tanah.

2 Menghindari dan menimalkan limbah cair yang dihasilkan dari RPH tergenang diatas permukaan tanah agar limbah cair tidak meresap kedalam tanah.

3 Menyediakan septitank dan mengalirkan limbah MCK ke dalamnya.

2). Limbah Padat.

Pengelolaan limbah padat yaitu:

1) Menjaga kandang hewan Rumah Potong Hewan dalam keadaan bersih 2) Membersihkan drainase di sekitar tempat pemotongan hewan dari

limbah padat yang dihasilkan seperti endapan kotoran.

3) Menyediakan septitank sebagai wadah penampungan kotoran Rumah Potong Hewan.

4) Memanfaatkan limbah padat seperti kotoran Rumah Potong Hewan dan lainnya untuk kebutuhan pupuk kandang.

Pengelolaan limbah gas/bau yaitu:

1) Menyediakan ruang terbuka hijau disekitar lokasi kegiatan.

2) Kegiatan pemotongan hewan dilaksanakan dalam ruangan atau tempat pemotongan hewan sehingga kebisingan tidak sampai ke arah luar bangunan gedung.

3) Menggunakan kendarraan yang layak pakai dan telah lolos uji keur

4) Membuat tempat khusus untuk genset sehingga tidak menggangu masyarakat dan aktifitas yang berlangsung di tempat pemotongan hewan. Penelitian tentang pengelolaan limbah cair rumah potong hewan pernah dilakukan oleh Yan El Rizal Unzilatirrizqi Dewantoro (2011) dengan judul Kajian Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Rumah Pemotongan Hewan Desa Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data, memprediksi, dan menganalisis pengaruh pembuangan limbah pemotongan hewan terhadap lingkungan perairan disekitarnya; mengumpulkan data, memprediksi, dan mengkaji persepsi masyarakat sekitar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tentang efek limbah pemotongan hewan terhadap lingkungan sekitarnya; menyusun strategi pengelolaan limbah Rumah Pemotongan Hewan agar tidak mencemari lingkungan disekitarnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah cair yang dilakukan pada IPAL RPH Rumah Potong Hewan Sapi Kota Pontianak saat ini,meliputi efisiensi pada tiap-tiap unit pengolahan limbah cair, waktu tinggal, dan debit air limbah, serta mencari langkah-langkah yang diperlukan untuk mengarah pada sistem pengelolaan limbah cair RPH yang memenuhi standar mutu buangan yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa dimanfaatkan dan limbah. Limbah RPH tergolong limbah organik, berupa darah, lemak, tinja, isi rumen dan usus yang apabila tidak ditangani secara benar akan berpotensi sebagai pencemar lingkungan.

Total limbah yang dihasilkan Rumah Potong Hewanan tergantung dari species Rumah Potong Hewan, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urin merupakan limbah Rumah Potong Hewan yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan Rumah Potong Hewan perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses .

Selain menghasilkan feses dan urin, dari proses pencernaan Rumah Potong Hewan ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon. Kontribusi emisi metan dari peRumah Potong Hewanan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar

karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan .

Limbah Rumah Potong Hewan masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peRumah Potong Hewanan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 107 m3 air. Selain melalui air, limbah peRumah Potong Hewanan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat .

Kehadiran limbah Rumah Potong Hewan dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3).

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah Rumah Potong Hewan ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.

Tinja dan urin dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores.Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora.

Dampak limbah Rumah Potong Hewan memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar 1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya .

Dokumen terkait