• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM KE MAJAPAHIT

D. Dakwah Kaum Sufi

Kedatangan dan perkembangan Islam di Jawa melalui proses yang cukup panjang. Islam pertama kali datang di wilayah Nusantara terutama Jawa, ketika itu masih dalam pengaruh kerajaan Hindu-Buddha yang masih sangat kuat dan mendominasi wilayah Jawa. Kemunculan Islam di Jawa yang pada akhirnya mendominasi wilayah Jawa bahkan Nusantara, telah memunculkan beberapa teori mengenai penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa Islam disebarkan melalui, perdagangan, hubungan diplomatik, dan pernikahan. Masing-masing teori tersebut memang memiliki nilai kebenaran tersendiri. Jika dilihat tujuan dari beberapa teori yang dibahas sebelumnya tentunya akan diketahui beberapa kelemahan dan keunggulan, yang memaksa kita untuk berpikir lebih analisis lagi untuk menyatakan teori tentang masuknya Islam ke wilayah Nusantara. Teori perdagangan memang kuat sebagai salah satu teori mengenai masuknya Islam di Jawa, terutama Majapahit. Kuatnya teori perdagangan terbukti dengan adanya perdagangan dengan bangsa asing sejak munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Nusantara.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teori perdagangan tentang masuknya Islam di Nusantara adalah siapa sebenarnya kaum pedagang tersebut.

19

Ada teori yang menyatakan jika Islam Indonesia berasal dari sumber aslinya yaitu Arab20. Teori ini beranggapan bahwa untuk melihat Islam di Asia Tenggara datang dari mana, maka yang perlu diperhatikan adalah kajian terhadap teks-teks maupun literatur Islam Melayu Indonesia dan sejarah pandang Melayu terhadap berbagai istilah atau konsep kunci yang digunakan oleh para penulis Islam di Asia Tenggara. Oleh karena itu siapa sebenarnya kaum pedagang yang bermukim di Nusantara adalah kaum pedagang sekaligus pendakwah21.

Kedatangan Islam di Jawa sejak Jawa masih dalam pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Keberadaan Islam di Jawa dapat ditentukan dari peninggalan makam di Leran Gresik yaitu, makam Fatimah binti Maimun wafat tahun 1087 M. Situs makam Islam ini telah membuktikan bahwa Islam di Jawa khususnya Jawa Timur, ada sejak masa pemerintahan Hindu tepatnya raja Airlangga. Makam Islam tersebut telah membuktikan bahwa jaringan perdagangan internasional antara kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa dengan India Selatan dan Timur Tengah sudah terjalin sedemikian kuat. Perdagangan internasional terbentuk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tidak bisa dipenuhi sendiri. Salah satu perdagangan yang dilakukan adalah pedagang dari Timur Tengah membawa kain sutra dan permadani sedangkan dari Nusantara dibawa produk pertanian dan perkebunan seperti rempah-rempah yang tidak bisa diproduksi di Timur Tengah. Akibat dai perdagangan internasional daerah-daerah pesisir Jawa menjadi daerah yang disinggahi oleh para imigran, terutama kaum pedagang. Itulah sebabnya daerah

20

Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 61

21

pesisir menjadi daerah ajang pertemuan berbagai tradisi yang datang dari berbagai wilayah22.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam di Jawa memang mulai berkembang melalui daerah pesisir, yang pada waktu itu sebagai tempat bertemunya budaya asing. Nama-nama pelabuhan penting seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya sudah tidak asing lagi bagi. Pelabuhan-pelabuhan ini menjadi transit para pedagang asing, yang akan berdagang ke pusat Majapahit. Para pedagang masuk ke pusat Majapahit memalui sungai Brantas, perlu diketahui bahwa pada waktu itu di sungai-sungai tertentu telah dibangun juga beberapa pelabuhan kecil untuk mempermudah perdagangan menuju ke pusat Majapahit ataupun menuju ke pesisir. Pedagang yang masuk kewilayah Majapahit lambat laun menetap dan menyebarkan keyakinan-keyekinannya.

Bukti-bukti bahwa orang asing maupun bangsa Arab atau bangsa Persia telah datang sampai ke Majapahit adalah temuan arkeologis yang ditemukan di Trowulan. Beberapa temuan yang ditemukan di Trowulan, terdapat bentuk arca yang ditampilkan dalam beragam ekspresi.

Artefak yang bergambar seperti orang asing yang terdapat di museum Majapahit mempunyai ciri dan bentuk sebagai berikut :

1. Orang China. Penggambarannya ditandai dengan beberapa ciri antara lain: bermata sipit dan rambutnya lurus disisir kebelakang. Penggambaran anak-anak dilakukan melalui rambut ekor kuda atau dikuncir...

2. Orang Gujarat atau Persia. Gambaran orang Gujarat atau Persia dari beberapa kepala artefak yang pada bagian bandannya telah hilang. Ciri utamanya tampak dibagian mata, hidung, mulut dan ekspresinya. Matanya besar dan agak lebar, hidung mancung dan besar dengan cuping agak bulat, bibir agak tebal, dan memakai tutup kepala berbentuk kopiah atau surban.

22

3. Orang Eropa. Secara kuantitas figuran yang menggambarkan orang Eropa tidak banyak. Figur orang Eropa dapat diasumsikan sebagai orang Portugis yag dapat diketahui berdasarkan bentuk pakaian yang dikenakan23.

Munculnya orang-orang Gujarat dan Persia di dalam wilayah atau pusat Majapahit berdampak pada benturan kebudayaan yang mereka bawa dalam hal ini adalah agama. Pedagang dari Gujarat maupun Persia bukan pedagang biasa, mereka juga seorang pendakwah Islam sufi.24 Hal ini terbukti dengan corak Islam yang bersifat mistik yang bersesuaian dengan sikap mistik masyarakat di kawasan ini sebelumnya25. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa Islam di Jawa terutama Majapahit disebarkan oleh kaum sufi, sebab sangat tidak mungkin jika Islam disiarkan oleh kaum pedagang secara besar-besaran jika motif mereka adalah mencari keuntungan secara material.

Pengaruh Islam sufi begitu terlihat sangat jelas ketika berdirinya kerajaan Demak. Penyebaran agama Islam di Jawa memang tidak hanya dilakukan oleh kalangan sufi saja melainkan kalangan Islam syiah juga ikut menyebarkan pengaruhnya. Namun Islam syiah di Jawa tidak mendapatkan tempat, hal ini dibuktikan dengan dilarangnya Islam syiah yang dianggap sesat. Salah satu penyebar Islam Syiah adalah Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang. Ajaran dari Syaikh Siti Jenar dianggap sesat, kemudian Syaikh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati.

23

Esa Damar Pinuluh op.cit, hlm. 113 24

Menurut beberapa penulis, dan mereka dalam jumlah yang besar, Sufi dapat dilacak pada kata Arab, dilafalkan shuuf, yang secara harfiah berarti wool, menunjuk pada bahan yang digunakan untuk jubah sederhana para mistikus Muslim awal. Idris Shah, Jalan Sufi, (Surabaya : Risalah Gusti, 1999). Hlm. 6

25

Konsep Islam Sufi di dalam masyarakat Jawa sangat jelas terlihat dari tatacara ritual keagamaannya. Islam Sufi lebih diterima masyarakat Jawa terutama Majapahit karena mampu menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan kepercayaan lokal setempat yaitu Hindu-Buddha. Bentuk integrasi antara Islam Sufi dan kepercayaan lokal dapat terlihat dari budaya masyarakat setempat, bahkan sampai sekarang kebudayaan tersebut masih tetap hidup dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Jawa. Salah satu contoh budaya masyarakat lokal yang terintegrasi dengan Islam Sufi adalah upacara pemujaan arwah leluhur. Perlu diketahui bahwa inti kehidupan keagamaan di Indonesia sejak dahulu kala adalah pemujaan arwah para leluhur26. Agama apapun yang masuk ke Indonesia, akan diisi dengan ritual kuno pemujaan arwah para leluhur.Dalam agama Islam aliran Sufi pemujaan arwah leluhur tetap ada bahkan menjadi salah satu upacara wajib bagi orang yang menganutnya27.

Pada masyarakat Majapahit upacara pemujaan arwah para leluhur disebut dengan upacara Srada. Upacara Srada pada masa Majapahit dilakukan untuk menghormati wafatnya Rajapatni yang diselenggarakan oleh Raja Hayam Wuruk secara besar-besaran. Upacara Srada sangat berhubungan erat dengan konsep pemujaan arwah para leluhur, meskipun pada upacara Srada yang dihormati adalah Rajapatni namun esensi dari upacara ini adalah pemujaan arwah orang yang telah meninggal.

26

Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di nusantara (Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2007) hlm. 249

27

Pemujaan arwah leluhur itu sendiri tidak merupakan agama bagi rakyat, tetapi merupakan bagian unsur penting dalam ibadahnya. Pemujaan arwar para leluhur adalah sisa dari kehidupan

keagamaan pada zaman purba yang masih bertahan dalam perjalanan sejarah hingga sampai sekarang.

Setelah agama Islam masuk kewilayah Majapahit pesta Srada sebagai upacara pengormatan arwah leluhur tetap diadakan. Upacara Srada merupakan salah satu bentuk integrasi budaya yang masih ada sampai sekarang. Upacara ini digunakan kaum pendakwah Sufi sebagai salah satu sarana integrasi agar Islam dapat diterima oleh masyarakat Majapahit. Setelah agama Islam masuk di wilayah Majapahit, pesta Srada tetap dirayakan28. Pesta Srada dalam bahasa Jawa disebut dengan “Nyadran”. Upacara ini diadakan di kuburan para leluhur dalam bulan arwah atau Ruwah, yakni bulan Sya’ban, menghadapi bulan Ramadhan. Dalam upacara ini orang-orang membawa makanan ke kuburan dan berpesta disana demi peringatan atau penghormatan terhadap arwah leluhur. Disamping itu orang-orang juga membawa bunga dan membakar kemenyan serta disertai doa pada setiap makam terutama makam anggota keluarga. Berdasarkan tatacara dan tujuan dari upacara ini sangatlah jelas jika upacara “Nyadran” sama dengan upacara Srada pada masa Majapahit dan sama dengan konsep pemujaan arwah para leluhur pada jaman prasejarah.

28

31

BAB III

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI MAJAPAHIT

Dokumen terkait