• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Kadipaten Islam Demak

DAMPAK PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM BAGI KERAJAAN MAJAPAHIT

A. Munculnya Kadipaten Islam Demak

Banyak berita ataupun buku menulis tentang kerajaan Majapahit runtuh pada tahun saka 1400 karena serangan dari kerajaan Islam Demak. Namun apakah Majapahit runtuh hanya karena serangan dari kerajaan Islam Demak, yang pada waktu itu baru seumur jagung, atau ada beberapa faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap runtuhnya kerajaan Majapahit. Untuk mengetahui bagaimana kronologi runtuhnya kerajaan Majapahit maka perlu juga diketahui kondisi Majapahit pada waktu itu.

Sistem pemerintahan Majapahit yang sangat terbuka, membuat Majapahit menerima banyak hal baru dari waktu kewaktu. Salah satu perubahan yang muncul adalah adanya komunitas Islam dalam kerajaan Majapahit. Dalam hal ini ada beberapa pejabat kerajaan yang telah memeluk Islam. Islam tidak hanya berkembang dari dalam kerajaan saja, melainkan dari daerah pesisir. Daerah pesisir pada waktu itu sangatlah ramai dengan adanya perdagangan Internasional. Bersamaan dengan perdangan internasional lalu muncul pendakwah-pendakwah Islam dari Arab, dan juga dari negeri tetangga yang telah memeluk Islam.

Melalui Jalur perdagangan yang kemudian mereka menetap karena faktor angin, membuat para pendekwah Islam melakukan pernikahan dengan penduduk pribumi. Pernikahan campur ini semakin membuat persebaran Islam semakin pesat. Islam yang tidak mengenal sistem kasta tentunya memiliki daya tarik

tersendiri bagi penduduk pribumi yang pada waktu itu masih memeluk agama Hindu-Buddha. Daerah pesisir kemudian berkembang pesat tidak hanya agama saja yang berkembang, namun perekonomian daerah pesisir ikut berkembang dengan pesat. Pertumbuhan ekonomi dan agama Islam membuat daerah pesisir menjadi daerah yang kaya, dan mulai memiliki kekuatan politik. Meskipun demikian pada awal perkembangannya daerah pesisir masih mengakui dan tunduk dengan kerajaan Majapahit. Sebagai buktinya daerah pesisir yang telah memeluk Islam masih mengirimkan upeti wajib bagi kerajaan Majapahit, meskipun perbedaan Ideologi antara kerajaan Majapahit dan daerah pesisir yang sudah memeluk Islam telah mulai muncul.

Disisi lain konflik suksesi kerajaan Majapahit juga menjadi salah satu pendorong munculnya kekuatan-kekuatan politik baru. Setelah meneninggalnya Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit telah dilanda krisis suksesi yang berkepanjangan. Perebutan tahkta kerajaan telah menimbulkan peperangan yang teramat panjang di dalam tubuh kerajaan Majapahit. Perang Paregreg bukanlah satu-satunya perang saudara. Bahkan boleh dikatakan bahwa perang Paregreg merupakan awal rentetan perang saudara demi perebutan tahta kerajaan antara keturunan raja Kertarajasa Jayawardhana. Peperangan yang terjadi ternyata telah menyita perhatian Majapahit sehingga melupakan daerah-daerah taklukan Majapahit.

Dalam krisis inilah kemudian Islam mulai berkembang di daerah pesisir yang kemudian tumbuh menjadi kekuatan politik sendiri.Berdasarkan berita Portugis dapat digambarkan bahwa masyarakat pesisir utara Jawa abad ke 16 M,

telah dapat direkontruksi yaitu : pertama penduduk bandar-bandar di utara Jawa kebanyakan orang Islam, baik keturunan asing asli maupun campuran1. Kedua, kekuasaan politik dalam komunitas bandar ini sudah ada ditangan adipati yang beragama Islam.2 Karena telah beragama Islam lama-lama para adipati yang telah beragama Islam membangkang kepada pemerintahan Majapahit, maka dihukumlah para adipati tersebut yang kemudian dikenal dengan peristiwa Cirebon 1470.

Lepasnya daerah pesisir yang memegang peranan penting dalam bisnis perdagangan. Memasuki babak akhir dari masa kejayaan kerajaan Majapahit ditandai dengan menguatnya pengaruh Islam di daerah pesisir. Penguasa daerah pesisir tampil sebagai kelompok baru dalam masyarakat yang memiliki kekayaan lebih baik dan telah menganut agama Islam. Dulu mereka adalah pejabat-pejabat Majapahit. Mereka tidak lagi merasa terikat dengan dasar keagamaan dengan pemerintah pusat kerajaan Majapahit sehingga kesetiaan mereka sangat lemah. Hilangnya dukungan dari wilayah pesisir berpengaruh sangat besar bagi perkembangan Majapahit secara perlahan , karena tidak memiliki aspek perdagangan dalam dalam kehidupan perekonomian3.

Munculnya kerajaan Islam Demak merupakan salah satu akibat dari menguatnya Islam di daerah pesisir. Penyebab lain munculnya kerajaan Islam Demak adalah konflik internal diantara keturunan Prabu Hayam Wuruk itu sendiri. Perang suksesi yang berkepanjangan membuat Majapahit semakin lemah serta banyak daerah taklukannya melepaskan diri. Konflik ini mencapai

1

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 71

2

Ibidem.

3

puncaknya ketika tampilnya Raden Patah yang menginginkan tahkta Majapahit. Mengapa Raden Patah menginginkan tahkta Majapahit siapa sebenarnya Raden Patah? Dalam Babad Tanah Jawi,diceritakan bahwa Prabu Brawijaya, kecuali menikah dengan Ni Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri Cina4. Putri Campa, Istri Prabu Brawijaya nomor tiga, tidak senang dimadu dengan putri Cina. Ia mendesak sang prabu agar putri Cina itu diusir, namun putri Cina itu sudah hamil. Prabu Brawijaya kemudian menuruti kemauan putri Campa, putri Cina itu kemudian dihadiahkan kepada Arya Damar. Hadiah dari Prabu Brawijaya diterima baik oleh Arya Damar dan dibawa ke Palembang Bayi dalam kandungan putri Cina itu lahir di Palembang, yang kemudian diberi nama raden Patah.

Uraian dalam Babad Tanah Jawi di atas seolah-olah memberikan kesan kalau Raden Patah adalah saudara sebapak dengan Arya Damar. Hal ini sangat berbeda dengan berita menurut kronik Tionghoa, dari kelenteng Semarang, Ayah Arya Damar adalah Hyang Wisesa dan Ayah Raden Patah adalah Kung Ta Bu Mi (Kertabumi)5. Menurut Babad Tanah Jawi, Arya Damar memperoleh seorang putra dengan putri Cina hadiah dari Prabu Brawijaya, bernama Raden Kusen. Demikianlah maka Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung, berlaianan bapak6. Berdasarkan berita dari kronik Tionghoa dari klenteng Semarang ialah bahwa Jin Bun dan Kin San diasuh bersama-sama oleh Swan Liong. Nama Kin San boleh diartikan sama sebagai Kusen. Dalam masyarakat

4

Babad Tanah Jawi, I, hlm. 27. Babad Tanah Jawi (Tembang), II, hlm. 9

5

Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa Dan Timbulnya Negara- Negara Islam di Nusantara (Yogyakarta : LkiS, 2007), hlm. 88

6

Jawa Kin San lebih dikenal sebagai Kusen, nama Kusen hampir mirip bunyinya dengan Kin San, Husein (Kusen) adalah nama Islamnya7.

Dalam Babad Demak juga diceritakan tentang pengakuan Arya Damar kepada Raden Patah, bahwa Arya Damar bukan ayah kandung Raden Patah. Pada saatnya Arya Damar menjelaskan kepada kedua orang putranya bahwa sebenarnya Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya di Majapahit. Diterangkan juga bahwa ibu Raden Patah diperistri Arya Damar sudah dalam keadaan Hamil8 Ketika itu Prabu Brawijaya khawatir jika putra dan istrinya nanti akan berkuasa di Majapahit, dengan menggeser kedudukan bondaserati, yaitu putra Prabu Brawijaya dengan permasyurinya.

Mendengar semua keterangan Adipati Arya Damar itu, Raden Patah merasa telah dibuang oleh Prabu Brawijaya. Ia merasa telah banyak berhutang budi kepada Arya Damar yang telah mengasuhnya sejak bayi sampai dewasa. Atas anjuran Adipati Arya Damar pula, raden Patah akan pergi ke Majapahit mengabdi kepada Prabu Brawijaya bersama-sama dengan Raden Timbal9.

Menurut versi Babad Demak, setelah mendengar cerita dari Arya Damar, Raden Patah bersama Raden Timbal (Kusen) meminta pamit kepada kedua orang tuanya. Raden Patah dan Raden Timbal (Kusen) pergi berlayar ke Majapahit. Kira-kira tiga hari perjalanan sebelum sampai ke Majapahit, Raden Patah menghentikan perjalanannyadengan maksud akan beristirahat. Pada kesempatan itu, Raden Patah menyarankan Raden Timbal untuk terus meneruskan perjalanan ke Majapahit, dan mengabdi kepada Prabu Brawijaya. Raden Patah mempunyai

7

Ibid, hlm. 90

8

Suwaji, Babad Demak I, (Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1981), hlm. 38

9

tujuan lain, yaitu akan memperdalam ajaran agama Islam10. Maka Raden Timbal meneruskan perjalanan ke Majapahit untuk mengabdi kepada Prabu Brawijaya, sedangkan Raden Patah meneruskan perjalanan menuju Ampelgading. Sesampainya Raden Patah di Ampelgading, kemudian ia bertemu dengan Sunan Ampel. Sunan Ampel sendiri sebenarnya sudah tidak asing lagi terhadap jatidiri Raden Patah, maka ia diambil sebagai menantu Sunan Ampel. Atas Petunjuk Sunan Ampel maka Raden Patah bersama-sama dengan Istrinya pergi ke hutan Bintara dengan maksud membabat hutan.

Berita pembabatan hutan Bintara akhirnya diketahui oleh Prabu Brawijaya, sang prabu sangat marah mendengar berita tersebut. Kemarahan Prabu Brawijaya, karena hutan Bintara pada waktu itu memang masih dalam kekuasaan Majapahit. Untuk menyikapi hal tersebut maka Prabu Brawijaya memrintahkan Raden Kusen untuk memeriksa keadaan di hutan Bintara. Setibanya di hutan Bintara Raden Kusen akhirnya tahu, jika yang membabat hutan adalah kakanya sendiri. Setelah bertemu dengan Raden Patah, kemudian Raden Kusen menyarankan agar Raden Patah mau menemui Prabu Brawijaya, sebab bagaimanapun ia merupakan putranya11.

Di hadapan Prabu Brawijaya, Raden Kusen mengatakan bahwa yang berada di hutan Bintara bukan tidak lain adalah kakak Raden Kusen sendiri. Dikatakan pula bahwa Raden Patah adalah anak Prabu Brawijaya sendiri, yang terlahir dari putri Cina yang dulu dihadiahkan kepada Arya Damar. Tujuan Raden Patah tidaklah memerangi Majapahit, tetapi hanya akan menyebarkan agama Islam.

10

Ibid,hlm. 40

11

Berdasarkan keterangan Raden Kusen, kemudian Prabu Brawijaya mengizinkan Raden Patah terus membabat Hutan dan mendirikan masjid. Seterusnya Bintara diserahkan kepada raden Patah, dan nama Raden Patah diganti dengan Adipati Natapraja.

Menurut berita Cina dari klenteng Sam Po Kong Jin Bun dan Kinsan berangkat ke pulau Jawa pada tahun 147412. Mereka berdua mendarat di Semarang. Di Kota Semarang mereka singgah di masjid untuk bersembayang. Perjalanan Jin Bun kemudian dilanjutkan menuju Ngampel untuk bertemu dengan Bong Swi Ho (Sunan Ampel). Pada tahun 1475, setelah ia menetap kira-kira setahun di Jawa, atas permintaannya sendiri Jin Bun ditempatkan di daerah kosong dan daerah rawa di sebelah timur Semarang, di kaki gunung Muria oleh Bong Swi Ho13. Daerah yang ditempati Jin Bun sangatlah subur dan sangat strategis, tempat itu memiliki potensi yang bagus untuk menguasai pelayaran di pantai Utara.

Di Demak Jin Bun menjadi seorang ulama. Jinbun mengumpulkan pengikut agama Islam yang fanatik, baik dari masyarakat Jawa maupun Tionghoa. Hanya dalam waktu tiga tahun saja Jin Bun memiliki pengikut kira-kira berjumlah 1000 orang. Para pengikut Jin Bun selain selain mendapatkan ajaran agama, juga mendapat latihan kemiliteran. Dari berita ini dapat dijelaskan bahwa Jin Bun, setelah beberapa tahun menetap di Jawa memiliki kepentingan sendiri dengan membentuk kekuatan politik yang awalnya memiliki pengikut sebanyak 1000 orang. Tidak dijelaskan secara pasti dalam Babad Demak, Babad Tanah Jawi,

12

Ibid,hlm. 90

13

maupun Kronik Tionghoa dari klenteng Sam Po Kong apakah tujuan Jin Bun mendirikan kekuatan politik baru itu. Kemungkinan yang muncul dari pembentukan kekuatan politik tersebut adalah Jin Bun ingin merebut tahkta kerajaan di Majapahit dengan cara melakukan kudeta atau ingin mendirikan negara sendiri berdasarkan Islam, karena memang pemeluk Islam pada waktu itu sudah sangat banyak di wilayah pantai Utara Jawa. Jika dihubungkan dengan alasan Jin Bun berpisah dengan Raden Kusen, maka dapat dipastikan Jin Bun ingin mendirikan pemerintahan sendiri terlepas dari Majapahit. Dalam Babad Demak telah diuraikan Raden Patah menolak ajakan Raden Kusen untuk mengabdi kepada raja Majapahit dengan alasan ia tidak sudi mengabdi kepada raja kafir.

Pada tahun 1477, Raden Patah menyerbu kota Semarang. Seluruh kota dapat ditaklukan dan diduduki oleh tentara Demak kecuali klenteng Sam Po Kong. Setelah mampu menakklukan Semarang, Raden Patah tidak menghukum orang-orang Semarang yang non muslim. Mereka semuanya dapat digunakan demi kepentingan tujuan yang masih jauh untuk dicapai14. Sikap Raden Patah sangatlah cerdik dan bijaksana, ia mampu melihat peluang yang ada di sekitarnya.

Penyerbuan kota Semarang yang dilakukan Raden Patah, dalam Babad

Tanah Jawi, memang tidak pernah dikisahkan. Babad tanah Jawi, hanya

menguraikan tentang pembabatan hutan di Bintoro yang dilakukan Raden Patah. Untuk memastikan kebenaran berita tersebut maka Prabu Brawijaya mengutus

14

Ibid,hlm. 91. Orang-orang Tionghoa Semarang sangat mahir dalam pembuatan kapal,

Patih Gadjah Mada untuk memeriksa15. Raden Kusen kemudian menceritakn kepada Raja Brawijaya, bahwa yang membabat hutan itu adalah kakaknya sendiri Raden Patah. Raden Kusen diutus ke Demak untuk membawa kakaknya ke Majapahit. Prabu Brawijaya mengakui Raden Patah sebagai putranya, dan diberi pengukuhan atas daerah baru Bintara, ia diangkat menjadi adipati Bintara16.

Uraian Babad Tanah Jawi, diatas sesuai dengan berita kronik dari klenteng Sam Po Kong Semarang. Dalam Kronik itu diuraikan bahwa, Jin Bun menghadap raja Majapahit Prabu Kertabumi, bersama Bong Swi Hoo. Jin Bun diakui sebagai putranya, dan atas usul Bong Swi Hoo, Jin Bun diangkat sebagai bupati di Bin Ta La (Bintara) dengan gelar pangeran Jin Bun berkedudukan di Demak.

Berdasarkan uraian dari Babad Tanah Jawi, Babad Demak, dan berita Cina dari klenteng Sam Po Kong Semarang, ada sebuah persamaan yang penting, yaitu Raja Majapahit Prabu Brawijaya, atau Kertabumi mengakui Raden Patah atau Jin Bun sebagai putranya. Raja Majapahit Prabu Brawijaya atau Kertabumi memberikan kedudukan kepada Raden patah atau Jin Bun untuk menempati Demak dan mengangkatnya sebagai Bupati di sana. Persamaan uraian tersebut secara tidak langsung memberikan kesimpulan bahwa raja Majapahit Prabu Kertabumi memberikan daerah Bintara kepada Raden Patah dan mengangkatnya sebagai Bupati. Pengangkatan Raden Patah sebagai bupati maka resmilah Demak sebagai sebuah kadipaten yang bernafaskan Islam. Demak menjadi kadipaten yang berlandaskan agama Islam pada saat Majapahit masih berkuasa, oleh karena

15

Slamet Mulyana, op. cit., hlm. 92. Patih Gadjah Mada memberikan keterangan tentang pembabatan hutan Bintoro. Untuk mendapatkan keterangan lebih jelas Raden Kusen dipanggil.

16

itu Demak pada awal berdirinya masih dalam kekuasaan Majapahit dan hanya berstatus sebagai Kadipaten saja belum sebagai sebuah kerajaan.

Dokumen terkait