• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM KE MAJAPAHIT

C. Melalui Perkawinan

Selain melalui perdagangan dan hubungan diplomatik, masuknya Islam ke Majapahit juga melalui proses perkawinan. Pernikahan yang terjadi dalam hal ini bukan hanya wujud dari rasa cinta seseorang terhadap lawan jenis tetapi lebih dari pada itu. Pernikahan yang dilakukan merupakan strategi politik atau bisa dikatakan sebagai perkawinan politik. Biasanya seorang raja meminang putri dari kerajaan lain untuk mempertahankan wilayah suatu kerajaan, membina hubungan baik antar kerajaan, menggabungkan kedua wilayah kerajaan, atau bahkan pengakuan kedaulatan.

12

Pernikahan semacam ini pernah terjadi di dalam kerajaan Majapahit. Usaha pernikahan politik yang sangat terkenal adalah pernikahan raja Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka Citraresmi. Namun usaha Raja Hayam Wuruk memperistri Dyah Pitaloka Citraresmi gagal yang berujung perang yang kemudian dinamakan dengan perang Bubat. Perang Bubat terjadi karena kesalahpahaman antar dua kerajaan Majapahit dan Sunda. Patih Madu diutus untuk mengundang orang Sunda, maksudnya untuk menikahkan putri kerajaan Sunda dengan raja Hayam Wuruk, lalu orang Sunda datang ke Majapahit, namun Maharaja tidak bersedia mempersembahkan putrinya13.

Hal yang perlu mendapat perhatian sehubungan Majapahit dengan Islam adalah, ketika rombongan kerajaan Sunda tiba di Majapahit. Rombongan tersebut tiba untuk pertama kali di Masigit Agung, lalu mereka terus berjalan kearah kepatihan. Dalam hal ini kata Masigit Agung sangat mirip dengan kata masjid Agung. Mengingat telah ditemukannya inskripsi Islam di Leran serta situs makam Tralaya yang berada di pusat kekuasaan Majapahit bukan tidak mungkin di pusat Majapahit telah dibangun Masjid.

Pada awal pembahasan sub bab ini telah dijelaskan bahwa Majapahit tidak hanya sekali melakukan perkawinan politik. Telah tercatat dalam hikayat raja-raja Pasai bahwa telah terjadi usaha pernikahan politik antara putri dari Majapahit Gemerenceng dengan putra mahkota Abdul Jalil dari Pasai. Pernikahan ini

13

Orang Sunda harus meniadakan selamatan (tidak mengharapkan adanya upacara pesta perkawinan), kata sang utusan. Sang maha patih tidak menghendaki pernikahan resmi sebab ia menganggap putri sebagai upeti. Karena merasa terhina maka raja Sunda menolak keinginan tersebut, raja Sunda merasa sejajar dengan Majapahit, sehingga terjadilah perang Bubat pada Selasa Wage tanggal 13 bulan Badra tahun 1279 S/1377 M.

kembali gagal karena terbunuhnya putra mahkota Abdul Jalil oleh ayahnya14. Kegagalan pernikahan yang akhirnya memicu peperangan antara Majapahit dengan kerajaan Samudrai Pasai yang pada akhirnya dimenangkan oleh Majapahit. Peperangan ataupun usaha pernikahan yang gagal merupakan bukti bahwa Majapahit pada waktu itu telah berinteraksi dengan Islam. Mengingat pernikahan yang akan dilakukkan, kemungkinan di dalam wilayah pusat Majapahit Islam sudah mulai tumbuh dan berkembang meskipun masih minoritas.

Hikayat Melayu juga memiliki catatan pernikahan antara Raja Mansyur Syah dengan Candra Kirana dari Majapahit. Setelah perkawinan itu dilakukan kemudian Raja Mansyur Syah meminta kepada raja Majapahit untuk memerintah di Indragiri15. Permintaan itu kemudian dikabulkan bahkan jika ia menginginkan Palembang maka akan diberikannya pula. Sikap raja Majapahit tersebut tentunya akan mempermudah perkembangan agama Islam, meskipun perkembangan tersebut jauh berada di luar pusat pemerintahan Majapahit. Sikap toleran tersebut sesuai dengan konsep politik Majapahit terhadap daerah taklukan dimana daerah taklukan dibebaskan untuk mengembangkan daerahnya sendiri. Sebagai wujud kesetian dengan Majapahit maka kerajaan vasal hanya berkewajiban mengirimkan upeti dan utusan pada waktu-waktu tertentu.

Perkawinan politik didalam kerajaan Majapahit terus berlangsung. Raja Wikramawardhana alias Hyang Wisesa kawin dengan putri Cina. Dari

14

Yaitu raja Ahmad perahu yang ditumpanginya ditenggelamkan kelaut. Karena marahnya raja Majapahit mengirimkan armada ke Pasai untuk menghukum atau menuntut balas atas kejadian tersebut.

15

perkawinan itu melahirkan Arya Dhamar, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Perkawinan politik ini menyebabkan Majapahit semakin berhubungan erat dengan Cina. Pengaruh perkawinan ini semakin terasa ketika banyaknya golongan muslim Cina yang datang untuk berdagang di Majapahit. Semakin banyaknya orang Islam Cina yang datang maka akan semakin banyak pula pengaruhnya bagi masyarakat Jawa yang pada waktu itu masih beragama Hindu-Buddha.

Perkawinan dengan putri Cina ternyata juga tidak dilakukan oleh Raja Wikramawardhana saja, tetapi raja Majapahit yang lainnya. Raja Kertabhumi juga kawin dengan putri Cina, dari perkawinan tersebut melahirkan Jin Bun alias Raden Patah16. Dari perkawinan inilah kemudian Islam berkembang sangat pesat di Majapahit karena putri Cina yang dinikahi raja Kertabhumi merupakan seorang muslim. Dalam Babad Tanah Jawi, dan Serat Kanda dijelaskan bahwa Prabu Brawijaya V, Dyah Kertawijaya (1447 – 1451) menikah dengan Muslimah dari kerajaan Campa Anarawati, yang kemudian bergelar Putri Dwarawati.

Interaksi Majapahit dengan Islam melalui perkawinan tidak dilakukan oleh elit kerajaan, akan tetapi oleh para penguasa di bawahnya demikian juga dengan masyarakat umum. Pada awal pembahasan makalah ini telah dijelaskan bahwa pedagang yang kewilayah Nusantara terutama pulau Jawa berasal dari berbagi negeri asing misalnya Arab, Persia, Gujarat, Sri Langka, dan Benggala. Karena faktor musim yang menjadi waktu penentu pelayaran maka mereka terpaksa

16

tinggal di bandar-bandar yang mereka datangi17. Tinggalnya mereka di kota-kota pelabuhan disambut baik oleh para penguasa setempat. Para pedagang asing tersebut diberi tempat khusus yang sering disebut dengan Pakojan18. Pakojan itu sendiri merupakan perkampungan khusus untuk para pedang-pedagang muslim yang tinggal di kota-kota pelabuhan menunggu angin musim.

Menetapnya kaum pedagang muslim di Pakojan, lambat laun telah merubah pola kehidupan masyarakat pribumi. Para pedagang muslim tidak hanya melakukan kegiatan perdagangan saja, mereka juga mulai mengajarkan agama Islam kepada penduduk setempat, terutama bagi mereka yang telah melakukan pernikahan dengan para pedagang muslim. Penyebaran agama Islam kemudian semakin meluas hal ini karena masyarakat pribumi yang beragama Hindu kemudian tertarik dengan agama Islam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perkawinan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim yang kemudian ikut berpindah agama menjadi Islam. Salah faktor yang menarik penduduk pribumi adalah Islam tidak mengenal dan membedakan status sosial seseorang. Sedangkan agama Hindu membedakan status sosial seseorang yang disebut dengan kasta. Dengan demikian masyarakat pribumi tertarik dengan agama Islam dan mulai menganut agama Islam.

Faktor lain yang menyebabkan banyaknya penduduk pribumi menikah dengan pedagang muslim ataupun berpindah agama adalah faktor ekonomi. Menurut Van Luer bahwa motif ekonomi dan politik sangatlah penting bagi

17

Ibid,hlm. 129

18

dalam masuknya Islam di Nusantara19. Menurutnya para penguasa pribumi ingin meningkatkan perdagangan mereka menerima Islam sebagai konsekuensinya. Dengan menjadi muslim mereka tentunya akan mendapatkan dukungan dari pedagang Muslim sebagai penguasa ekonomi waktu itu.

Dokumen terkait