• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM DADA

Dalam dokumen Sastra Yogya PERIODE (Halaman 85-90)

LINGKUNGAN PENDUKUNG TAHUN 1945

DALAM DADA

(Darmadji Sosropuro)

gemuruh gunung api, adakah kaudengar yang menggelegar lewat lobanglobang bumi

dari hari ke hari, dan lewat cerobongcerobong pabrik tenaga perkasa, adalah gemuruh dada ini

gelombang laut, adakah pernah kau lihat yang berdentam lintas lewat selat, tenaga abadi tangantangan jutaan mengacung tinggi ke langit di sinilah ia di sini, gemuruh dada ini

gemuruh perut gunung, gelombang laut, semoga kau tau bukan batuk setan dalam loronglorong hitam

gemuruh gunung, gelombang pasang atas batubatu karang adalah suarasuara berat tertelan

dari malaikat bersayap putih, bernyanyi pelahan

menghembus tenaga hidup, di bumi, di laut, dan di dada ini. Yogya, 1964 Puisi Darmadji Sosropuro yang heroik tadi adalah salah satu contoh karya para penyair Yogyakarta yang aktif menulis pada tahun 1960-an. Puisi-puisi karyanya dimuat dalam antologi karya bersama, dengan cetakan sederhana, dari Percetakan Trikarya, Yogyakarta. Mulai tahun 1960-an, pembauran penyair asli Yogyakarta dengan penyair pendatang tampak jelas melalui penayangan karya-karya mereka yang berbaur dalam komunitas sastra, atau melalui rubrik-rubrik sastra di media massa terbitan Yogyakarta. Antologi ketiga penyair dalam Sajak Putih (1967) tersebut menunjukkan toleransi penyair asli dari Yogyakarta (Darmadji Sosropuro) dengan penyair dari luar Yogyakarta (Djadjak M.D. dan Darmanto Jatman).

Sejak kemerdekaan, Yogyakarta banyak menarik perhatian masyarakat dari luar. Daya tarik pertama ialah sebagai Kota Budaya, walaupun di dekat Yogyakarta masih ada pula kerajaan Jawa Baru, yaitu Surakarta Hadiningrat. Yogyakarta, sebagai sebuah kota yang memiliki bekas kerajaan besar, hingga sekarang aura kulturalnya masih kuat walaupun harus berhadapan dengan banyak faktor modernisme yang muncul bersamaan dengan sangat kontras. Misalnya, transportasi dalam kota yang hingga sekarang masih menempatkan transportasi tradisional andhong, sepeda, dan becak, berdampingan dengan aneka jenis kendaraan bermontor serta pesawat. Selain itu, dalam hal kuliner, Yogyakarta memiliki berjenis masakan tradisional, yang dikembangkan secara berdampingan dengan berjenis masakan fast food. Akan tetapi, bila dilihat dari sisi lain, kebudayaan tradisional yang masih tersisa di kota ini masih mampu menandainya sebagai cirri daerah yang khas. Misalnya, hingga saat kini, di Yogyakarta masih banyak pemakai aktif bahasa daerah, pelaku dan pelestari kebudayaan daerah, dan masih banyak juga makanan tradisional dijual di pasar atau di gerai makanan, baik dalam bentuk asli maupun yang sudah dikemas dengan bentuk lebih

baik.

Keberhasilan itu didukung oleh banyak spesifikasi dari kota Yogyakarta itu sendiri. Hingga sekarang, kerajaan tetap membuka pintu lebar-lebar bagi berbagai atraksi kultural, diskusi, dan pameran aspek-aspek arkhaik Yogyakarta, baik dengan biaya dalam negeri, dengan biaya mandiri oleh keraton, maupun dengan bantuan biaya dari lembaga asing. Di sektor pariwisata, kegiatan sederhana itu secara pasti telah memberi devisa untuk negara dan menjadi bagian dari pendapatan daerah.di kota ini.20

Kota Yogyakarta juga mampu mengundang banyak cende-kiawan dan budayawan dari luar daerah (baik dari luar Pulau Jawa maupun dari Pulau Jawa) untuk bergabung dengan aktivitas masya-rakat, yang pada gilirannya menjadi bagian mereka, walaupun seringkali hanya untuk “keperluan sesaat”, seperti berorganisasi, bekerja, belajar/kuliah. Namun, meskipun tujuan mereka beraneka, kehadiran mereka di kota ini bukan hanya sekedar berdarmawisata. Para pemuda yang datang pada setiap tahun di kota Yogyakarta itu lebih banyak didorong untuk belajar atau bekerja karena Yogyakarta memiliki beberapa vasilitas penting untuk relajar. Misalnya, Yogya-karta mempunyai beberapa perguruan nasional yang bergengsi, yaitu Universitas Negeri Gadjah Mada, yang secara resmi berdiri pada bulan Desember 1949), juga Perguruan Taman Siswa (berdiri tahun 1922), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), Akademi Seni Kera-witan, Akademi Seni Rupa Indonesia (selanjutnya menjadi ASRI, dan kini menjadi bagian dari ISI). Perguruan-perguruan tersebut ialah pusat-pusat pendidikan berbagai disiplin ilmu di kota ini, yang banyak dicari orang serta menjadi magnit yang manggil masyarakat luar untuk datang.

20 Gambaran kehadiran tentang jenis kendaraan bermotor dan kuliner itu menggambarkan suasana Yogyakarta yang tidak mutlak didominasi oleh selera tradisional, tetapi tidak juga didominasi oleh selera modern. Namun, di dunia mode, perkembangan busana sejak pasca 1970-an tergeser ke arah pakaian Barat, dan secara pasti mencoba menggantikan pakaian sehari-hari, seperti kain, sarong, kebaya, baju kurung, dan sebagainya dengan pakaian model Barat yang dinilai lebih praktis.

Dibandingkan dengan para penyair pendatang, jumlah penyair asli atau yang lahir di Yogyakarta sebenarnya memang populasinya tidak berimbang. Jumlah penyair asli Yogyakarta yang kreatif di sepanjang tahun 1945--2000 dapat dihitung dengan cepat. Dalam antologi Malioboro: Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta

1945--2000 (2007), misalnya, dapat dilihat secara kasar bahwa dari 81

orang penyair yang nama dan karya-karyanya terekamdi Yogyakarta sepanjang tahun 1945--2000, jumlah mereka hanya 36 orang. Selebihnya ialah pengarang pendatang dari luar, baik yang hanya tinggal secara temporal, maupun yang selanjutnya menetap di Yogyakarta.

Para pengarang (termasuk penyair) pendatang dari luar Yogyakarta tidak semuanya dari luar Jawa karena banyak dari mereka datang dari kota-kota di Jawa Misalnya, Umar Kayam (Ngawi), Budi Darma (Rembang), Soebagio Sastrowardojo (Madiun), W.S. Rendra (Solo), Piek Sengojo (Gatak, Semarang), dan Trisno Soemardjo (Tarik, Surabaya). Kelompok berikutnya, antara lain, Sujarwo (Solo), Sapardi Djoko Damono (Solo), Subakdi Sumanto (Solo), Rachmat Djoko Pradopo (Klaten), Lastri Fardani, Jasso Winarso (Sragen), Djadjak MD (Magelang), Waluyo DS (Klaten), dan Arifin C. Noor (Tegal). Baik pendatang dari kota-kota di Jawa (di luar Yogyakarta) maupun dari luar Pulau Jawa adalah generasi muda yang pada awal kedatangan mereka di Yogyakarta memang ingin belajar di berbagai bidang studi yang tersedia di kota itu. Dengan demikian, bila dilihat dari keberanekaan asal pengarang di Yogyakarta itu dapat disimpulkan bahwa pluralitas kepengarangan atau kepenyairan di Yogyakarta terbangun oleh akulturasi kreativitas pemuda Yogyakarta dengan berbagai pemuda dari luar, yang diasumsikan bahwa masing-masing dari mereka membawa tradisi dari daerah masing-masing pula.

Dalam buku Tugu: Antologi Puisi 32 Penyair Yogya (1986) susunan Linus Suryadi Ag. dipaparkan secara ringkas tentang jumlah penyair di Yogyakarta. Dalam dua buku penting tersebut dapat diketahui bahwa nama-nama seperti Kirdjomuljo, Darmanto Yatman, Rachmat Djoko Pradopo, W.S. Rendra, Ahmadun Y. Herfanda, Iman Budi Santosa, Landung Rusyanto S., Sudjarwanto, Andrik Purwasito,

Bakdi Sumanto, Linus Suryadi AG, Darwis Khudhori, Dhenok Kristianti, Suminta A. Sayuti, Ragil Pragolapati, dan sederet nama lainnya dalam antologi tersebut tidak semuanya penyair kelahiran Yogyakarta. Nama-nama seperti Darmanto Jatman, Rachmat Djoko Pradopo, Subakdi Sumanto, Ahmadun Y. Herfanda, Iman Budi Santosa, Andrik Purwasito, Suminto A. Sayuti, Ragil Suwarno Pragolapati, Suryanto Sastroatmojo, dan Sutrisno Maetoatmojo adalah penyair dari luar Yogyakarta. Sebaliknya, antologi tersebut tidak menyebutkan nama-nama Mahatmanto, Darmadji Sosropuro, Iman Soetrisno, dan Soekarno Hadian, Mohammad Diponegoro, Koentari, dan Lastri Fardani Soekarton, yang lahir di Yogyakarta. Namun, nama-nama penyair dalam antologi Tugu: Antologi Puisi

Karya 32 Penyair Yogya (1986) itu memang diakui sebagai penyair

Yogyakarta. Dengan demikian, nama-nama penyair seperti W.S. Rendra, Subagio Sastrowardojo, Sapardi Djoko Damono, Subakdi Sumanto, Rachmat Djoko Pradopo, Ahmadun Y. Herfanda, Suminto A. Sayuti, Korrie Layun Rampan, Djadjak M.D., Waluyo DS, Iman Budhi Santosa, Ulfatin Ch., Abidah El Khalieqy, Evi Idawati hingga Hamdi Salad juga harus diakui sebagai kelompok penyair pendatang, baik dari kota-kota di luar Yogyakarta, maupun kota-kota dari Pulau Jawa. Sebagian dari mereka, misalnya Sapardi Djoko Damono, W.S. Rendra, Korrie Layun Rampan, Waluyo D.S., Djadjak M.D., dan Ahmadun Y. Herfanda meninggalkan Yogyakarta untuk bekerja atau tinggal di kota lain.

Di sepanjang tahun 1945--2000, data penyair yang lahir di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat meliputi nama-nama Mahatmanto (1924), Kirdjomuljo (1930), Iman Soetrisno (1939), Muhammad Diponegoro (1939), Sukarno Hadian (1939), Darmadji Sosropuro (1938), Kuntawijoyo (1943), Fauzi Absal (1951), Jabrohim (1952), Linus Suryadi Ag. (1951), Landung Rusyanto S. (lahir tahun 1951), Suhindriyo (1953), Mustofa W. Hasyim (1954), Kuswahyo S.S. Rahardjo (1954), Sudjarwanto (lahir tahun 1955), Darwis Khudori (1956), Bambang Widiatmoko (1959), Purwatmadi (1960), Bambang Suryanto (lahir tahun 1960), Dhenok Kristiani (lahir tahun 1961), dan Sunardian Wirodono (lahir tahun 1961), Dhenok Kristiani (1961), Sri Wintolo Achmad (1964), hingga Yenny

Siregar (1974).21 Nama-nama penyair domestik tersebut berbaur dengan nama penyair pendatang, baik yang hanya sementara bermukim di Yogyakarta, atau juga yang menetap di Yogyakarta. Karya-karya mereka itu pun “menayatu” dalam khazanah sastra Yogyakarta. Hal itu terlihat jelas ketika karya mereka muncul dalam antologi, bahkan dalam antologi Tugu: Antologi Puisi Karya 32

Penyair Yogyakarta (1986) yang disusun oleh Linus Suryadi Ag.

Berikut beberapa contoh puisi karya penyair kelahiran Yogyakarta yang dipilih secara acak, dan tersusun secara kronologis (berdasarkan tahun kelahiran), dari tahun 1960-an--2000. Susunan tayangan puisi-puisi tersebut, yaitu (1) Darmadji Sosropuro (lahir tahun 1938), (2) Kuntowijoyo (1943), (3) Jabrohim (1952), (4) Kuswahyo S.S. Rahardjo (1954), (5) Linus Suryadi Ag., (6) Darwis Khudori (1956), (7) Sunardian Wirodono (lahir tahun 1961), dan (10) Yenny Siregar (lahir tahun 1974).

(1)

PACEM IN TERRIS

Dalam dokumen Sastra Yogya PERIODE (Halaman 85-90)

Dokumen terkait