• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuota ekspor (export quota) merupakan kebijakan pembatasan langsung

atas jumlah barang yang boleh di ekspor, yang diterapkan oleh pemerintah negara eksportir. Pembatasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengendalikan suplai di pasar dalam negeri, sehingga harga di dalam negeri tidak terlalu tinggi. Pembatasan ekspor akan efektif jika besarnya pembatasan tersebut lebih kecil dari besarnya ekspor sebelum diberlakukannya kebijakan (Tweeten, 1992). Kebijakan kuota ekspor biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa individu atau perusahaan domestik untuk mengekspor produk tertentu yang jumlahnya langsung dibatasi oleh pemerintah (Krugman, 2003).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dampak praktek pemberlakuan kuota ekspor pada suatu komoditi adalah menurunkan harga komoditi ekspor di negara eksportir tersebut. Namun pada negara importir, harga bisa naik atau tetap tergantung dari status negara eksportir tersebut, apakah sebagai negara kecil (smallcountry)atau sebagai negara besar (big country)dalam pasar perdagangan

komoditi tersebut. Jika negara eksportir sebagai negara besar maka harga dinegara importir akan naik mengikuti harga dunia, namun harga tersebut akan tetap jika negara eksportir merupakan negara kecil.

Secara lebih jelas dampak pemberlakuan kuota ekspor dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 6, dengan asumsi bahwa hanya ada dua negara yang melakukan perdagangan, yaitu negara eksportir dan negara importir. Negara eksportir diasumsikan sebagai negara besar. Pada Gambar 6A kurva DE merupakan kurva permintaan domestik negara eksportir dan kurva DE’ merupakan kurva permintaan total (permintaan domestik ditambah ekspor), sedangkan kurva SE merupakan kurva penawaran di negara eksportir. Misalnya sebelum negara eksportir menerapkan kebijakan kuota ekspor, harga yang berlaku di kedua negara sama, yaitu sebesar Pw. Pada saat itu jumlah ekspor negara eksportir sebesar (Q2-Q1) dimana besarnya sama dengan jumlah impor negara importir yaitu sebesar (Q2-Q1), sehingga terbentuk keseimbangan di pasar perdagangan dengan volume perdagangan sebesar Q12.

Kemudian, jika pemerintah negara eksportir memberlakukan kebijakan kuota atau pembatasan ekspor, dimana volume ekspor dibatasi sebesar (Q4-Q3), maka pada tingkat harga Pw, penawaran barang yang bersangkutan di negara

Q12

ED

Q4 Q1

0 Q1 0 0

A. Pasar Negara Eksportir B. Pasar Dunia

SE DE Q2 Q3 Q3 Q4 ES Q34 a b c d e j g h i SI Harga Jumlah Q2 E Jumlah Pw Harga Q0 Pe ES’ E’ E” DE’ f Pw DI Harga Sumber : Tweeten, 1992

Gambar 6. Dampak Penerapan Kuota Ekspor di Negara Besar

Jumlah C. Pasar Negara Importir (importir)

tersebut lebih besar dari permintaan domestik plus ekspor [masih ada excess

supply yang tidak laku dijualsebesar (Q2-Q0)]. Keadaan ini menyebabkan harga

di negara eksportir turun sampai tercipta suatu titik keseimbangan baru dimana permintaan domestik plus ekspor sama dengan penawaran (yaitu pada titik perpotongan antara kurva DE’ dengan SE (Gambar 6A), sehingga harga domestik turun dari Pw menjadi Pe.

Pembatasan ekspor sebesar (Q4-Q3)menyebabkan kurva ES (kurva excess

supply) pada gambar 6B patah pada titik E’, karena mulai pada titik tersebut

mekanisme pasar gagal. Mulai pada titik tersebut berapapun peningkatan harga yang ditawarkan negara importir, volume ekspor tetap sebesar (Q4-Q3) pada Gambar 6A, yang besarnya sama dengan Q34 pada Gambar 6B. Oleh karena negara eksportir yang melakukan ekspor dalam kasus ini merupakan negara besar, maka adanya kebijakan kuota ekspor di negara tersebut menyebabkan adanya excess demand di negara importir yang tidak dapat dipenuhi pada tingkat

harga Pw yaitu sebesar [(Q2-Q4) + (Q3-Q1)], pada gambar 6C. Hal ini juga menyebabkan ada excess demand dunia yang tidak dapat dipenuhi, yang besarnya

sama dengan di negara importir, yaitu sebesar (Q12-Q34) pada Gambar 6B. Adanya excess demand dunia yang tidak dapat dipenuhi pada tingkat harga Pw

menyebabkan harga dunia bergerak naik sampai terbentuk suatu keseimbangan baru yaitu pada titik E” (dimana excess suplly dunia sama dengan excess demand

dunia), sehingga harga dunia naik dari Pw (sebelum ada kebijakan) menjadi Pw. Jadi, diberlakukannya kebijakan kuota ekspor di negara eksportir yang merupakan negara besarmenyebabkan penurunan harga di negara tersebut dari Pw menjadi Pe, serta meningkatkan harga dunia maupun harga di negara importir dari Pw menjadi

Pw. Dampak kebijakan kuota ekspor terhadap kesejahteraan produsen, dan konsumen, disajikan pada Tabel 11. Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa adanya kuota ekspor menyebabkan kesejahteraan negara importir mengalami penurunan sebesar (g + h + i). Hal ini terjadi karena peningkatan surplus produsen jauh lebih rendah dibandingkan dengan penurunan surplus konsumen. Sementara itu, kesejahteraan

Tabel 11. Dampak Penerapan Kuota Ekspor di Negara Besar

Perubahan Kesejahteraan

Home (eksportir) foreign (importir) Surplus Konsumen

Surplus Produsen

Penerimaan Kuota (Pedagang) Net National Welfare

a + b – ( a + b + c + d + e ) c + d + f f – e – (j + g + h + i ) j - – (g + h + i ) Net World Welfare

en (oleh karena f = h) – ( e +g + i)

negara eksportir akan meningkat, jika luas area f melebihi luas area e, dan sebaliknya (Gambar 6A). Semakin elastis kurva demand di negara eksportir maka

besarnya area e akan semakin kecil, sehingga kesejahteraannya nasionalnya akan meningkat. Namun secara umum kebijakan kuota ekspor akan menurunkan kesejahteraan dunia sebesar ( e +g + i).

Namun jika negara eksportir merupakan negara kecil, maka kebijakan

kuota ekspor yang dikeluarkan tidak akan mempengaruhi harga dipasar dunia, namun hanya akan menurunkan harga di negara itu sendiri. Dampak pemberlakuan kuota ekspor dinegara kecil dapat diilustrasikan pada Gambar 7. Misalnya sebelum adanya kebijakan, harga yang berlaku dinegara tersebut adalah sama dengan harga dunia yaitu sebesar Pw. Pada saat itu, jumlah produksi dalam

negeri sebesar Q2, sementara permintaannya hanya sebesar Q1, sehingga ada excess supply sebesar (Q2-Q1), yangselanjutnya akan diekspor ke negara lain.

Selanjutnya, jika pemerintah memberlakukan kuota atau pembatasan ekspor, dimana volume ekspor dibatasi sebesar (Q4-Q3), maka pada tingkat harga Pw (harga sebelum ada pembatasan) penawaran barang yang bersangkutan lebih besar dari permintaan domestik plus ekspor (masih ada excess supply yang tidak

bisa dijual sebesar [(Q2-Q4) + (Q3-Q1)]. Keadaan ini menyebabkan harga domestik bergerak turun sampai tercapai suatu titik keseimbangan baru dimana permintaan domestik plus ekspor sama dengan penawaran yaitu pada titik F’, sehingga tercapai harga keseimbangan baru setelah adanya kebijakan, yaitu sebesar Pd. Penurunan harga tersebut menyebabkan penawaran dalam negeri menurun sebesar (Q2-Q4), namun meningkatkan permintaan konsumen domestik sebesar (Q3-Q1). Pemberlakuan kuota ekspor di negara kecil telah menurunkan harga di negara

Sumber : Krugman, 2003

Gambar 7. Dampak Penerapan Kuota Ekspor di Negara Kecil Pw Q4 0 Q1 SE DE Q2 Q3 a b c d e Jumlah Harga Pd F’

eksportir dari Pw menjadi Pd, sehingga hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan kesejahteraan baik produsen maupun konsumen di negara tersebut.

Dampak pemberlakuan kebijakan kuota ekspor sebesar (Q4-Q3) di negara kecil sama dengan dampak kebijakan tarif ekspor (spesific tax) sebesar (Pw-Pd).

Dampak pemberlakuan kuota ekspor di negara kecil dapat dilihat pada Tabel 12. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan kuota atau pembatasan volume ekspor di negara eksportir yang merupakan negara kecil, secara nasional akan merugikan negara itu sendiri. Hal ini terjadi karena peningkatan surplus konsumen dan penerimaan kuota oleh pedagang jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan surplus produsen.

Tabel 12. Dampak Penerapan Kuota Ekspor di Negara Kecil

Perubahan Kesejahteraan di negara home (eksportir)

Surplus Konsumen Surplus Produsen

Penerimaan Kuota (Pedagang) Net National Welfare

a + b

-(a + b + c + d + e) d

-(c +e) Net World Welfare -( c +e)