• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Keterkaitan Ke Belakang Sektor Industri Agro

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO

5.3. Kinerja Sektor Industri Agro Indonesia, China dan Thailand

5.4.1. Dampak Keterkaitan Ke Belakang Sektor Industri Agro

Keterkaitan antarsektor dikelompokkan dalam empat bagian, yakni: (1) keterkaitan langsung kebelakang, (2) keterkaitan langsung kedepan, (3) daya

sebar kedepan, dan (4) daya sebar kebelakang. Dampak ke belakang sektor industri agro untuk Indonesia, Thailand dan China terdapat pada Tabel 24 dan 26. Di negara Indonesia sepertinya sektor industri agro yang paling tinggi memberi efek sebar terhadap perekonomian domestik pada tahun 1995 adalah industri barang dari karet yang memiliki multiplier terbesar, yakni 2.1427.

Angka ini dapat diartikan jika ada injeksi sebesar satu dolar pada komponen permintaan akhir di sektor industri barang dari karet maka total penerimaan dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan akan meningkat sebesar 2.1427 dolar. Selain industri barang dari karet, sektor lainnya yang cukup besar memberi efek sebar terhadap perekonomian domestik adalah industri kayu dan kayu olahan yang memiliki multiplier sebesar 1.9523. Setelah itu industri makanan, minuman dan tembakau, serta industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, masing-masing dengan nilai multiplier sebesar 1.8796 dan 1.8763 untuk kurun waktu yang sama. Adapun yang paling rendah efek sebarnya adalah industri pulp, kertas dan percetakan yang memiliki nilai multiplier sebesar 1.7816.

Pada tahun 2000, terjadi perubahan yang cukup mendasar pada efek ke belakang sektor industri agro terhadap perekonomian Indonesia. Di tahun ini, bukan lagi sektor industri barang dari karet yang memiliki pengaruh ke belakang terbesar, tetapi sektor makanan, minuman dan tembakau, dengan nilai multiplier sebesar 1.9178. Setelah itu industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri kayu dan kayu olahan merupakan sektor industri agro yang dapat memberi efek sebar ke belakang cukup besar terhadap perekonomian, masing-masing memiliki multiplier sebesar 1.8422 dan 1.8914 untuk waktu yang sama

Dari penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (2005) ditemukan bahwa terdapat kemajuan industrialisasi di Indonesia pada tahun 1985–2000. Sebaliknya, terlihat dengan jelas bahwa industrialisasi di Indonesia telah dikembangkan dengan kelemahan struktural seperti tertundanya penguatan keterkaitan antar industri. Hampir sama dengan di Indonesia, sektor industri agro di Thailand yang paling dominan pengaruhnya ke belakang terhadap

perekonomian adalah industri makanan, minuman dan tembakau baik itu pada tahun 1995 maupun tahun 2000. Untuk tahun 1995, industri tersebut mempunyai angka multiplier paling besar yakni 1.9415, dan di tahun 2000 meningkat menjadi 1.9466. Setelah itu industri tekstil, kulit dan produk ikutannya juga terlihat paling besar memberi efeknya ke belakang, yaitu pada tahun 1995 mempunyai multiplier sebesar 1.9015 dan tahun 2000 sebesar 1.9909.

Lain halnya dengan negara China, sebagian besar sektor industri agronya kelihatan memberi efek sebar yang relatif sama besar di tahun 1995 dan 2000. Di antara dua tahun tersebut juga tidak terlihat perubahan efek sebar yang menyolok. Dalam kurun waktu itu, industri kayu dan kayu olahan tetap menjadi sektor industri agro yang menyumbang efek sebar paling tinggi dalam perekonomian, yakni 2.3713 untuk tahun 1995 dan 2.5659 tahun 2000.

Selain memberi dampak terhadap perekonomian domestik Indonesia, adanya injeksi pada sektor industri agro dapat juga mempengaruhi ke belakang perekonomian suatu negara lain. Pada tahun 2000 misalkan, sektor industri agro di Indonesia yang paling besar pengaruhnya terhadap perekonomian Thailand dan China adalah industri tekstil, kulit dan produk ikutannya dengan nilai multiplier

sebesar 0.0047 untuk Thailand, dan 0.0131 untuk China. Angka multiplier sebesar 0.0047 dan 0.0131 mengandung makna bila ada injeksi sebanyak satu dolar dalam komponen permintaan akhir industri tekstil, kulit dan produk ikutannya di negara Indonesia, maka total penerimaan dalam perekonomian Thailand akan meningkat sebesar 0.0047 dolar.

Dengan injeksi yang sama sebanyak satu dolar dalam komponen permintaan akhir industri tekstil, kulit dan produk ikutannya di negara Indonesia

Tabel 24. Koefisien Backward Linkage Effect Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 1995 dan 2000

Sektor 1995 2000

Indonesia Thailand China Total Indonesia Thailand China Total

Ind

one

si

a

Makanan, minuman, dan tembakau 1.8796 0.0015 0.0035 1.8846 1.9012 0.0052 0.0113 1.9178 Tekstil, kulit, dan produk

turunannya 1.8763 0.0047 0.0131 1.8941 1.7922 0.0104 0.0395 1.8422 Kayu dan produk olahannya 1.9523 0.0011 0.0041 1.9575 1.876 0.0037 0.0117 1.8914 Pulp, kertas, dan percetakan 1.7816 0.0027 0.006 1.7904 1.6275 0.0081 0.0132 1.6488 Produk karet 2.1427 0.0031 0.0092 2.155 1.6468 0.0183 0.0222 1.6873

T

ha

il

and

Makanan, minuman, dan tembakau 0.0048 1.9286 0.0081 1.9415 0.011 1.9163 0.0192 1.9466 Tekstil, kulit, dan produk

turunannya 0.0085 1.8572 0.0358 1.9015 0.0144 1.9078 0.0687 1.9909 Kayu dan produk olahannya 0.0024 1.5392 0.0065 1.5481 0.0214 1.479 0.017 1.5174 Pulp, kertas, dan percetakan 0.0206 1.4581 0.0175 1.4962 0.0226 1.5146 0.0169 1.5541 Produk karet 0.005 1.7909 0.0197 1.8155 0.013 1.8665 0.038 1.9175

C

hi

na

Makanan, minuman, dan tembakau 0.0025 0.0069 2.2453 2.2548 0.0036 0.0018 2.2102 2.2156 Tekstil, kulit, dan produk

turunannya 0.0021 0.0031 2.3578 2.363 0.0038 0.003 2.4886 2.4953 Kayu dan produk olahannya 0.0264 0.0017 2.3432 2.3713 0.0156 0.0032 2.5471 2.5659 Pulp, kertas, dan percetakan 0.015 0.002 2.3326 2.3496 0.0296 0.0068 2.2151 2.2515 Produk karet 0.0101 0.0278 2.0839 2.1218 0.006 0.0031 2.5301 2.5393

Tabel 25. Disagregasi Koefisien Backward Linkage Effect Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 1995 dan 2000 Sektor 1995 2000 008 009 010 011 014 Rata-rata 008 009 010 011 014 Rata-rata Indone si a 1. Pertanian 0.4565 0.0193 0.3218 0.0243 0.0084 0.1661 0.3930 0.0549 0.2473 0.0273 0.2237 0.1893 2. Pertambangan 0.0096 0.0170 0.0160 0.0245 0.0149 0.0164 0.0139 0.0447 0.0308 0.0356 0.0475 0.0345 3. Perindustrian 1.2077 1.5911 1.2789 1.4400 1.8801 1.4795 1.2204 1.4752 1.2606 1.3054 1.1966 1.2917 4. Jasa 0.2108 0.2668 0.3408 0.3017 0.2516 0.2743 0.2904 0.2673 0.3527 0.2804 0.2195 0.2821 T ha il and 1. Pertanian 0.4220 0.0204 0.0268 0.0169 0.0129 0.0998 0.3638 0.0214 0.0476 0.0171 0.3382 0.1576 2. Pertambangan 0.0063 0.0103 0.0074 0.0148 0.0056 0.0089 0.1391 0.0225 0.0106 0.0138 0.0149 0.0402 3. Perindustrian 1.2437 1.5718 1.2470 1.2211 1.5397 1.3647 1.1763 1.5973 1.2082 1.2618 1.2519 1.2991 4. Jasa 0.2695 0.2991 0.2669 0.2434 0.2573 0.2672 0.2673 0.3498 0.2510 0.2614 0.3125 0.2884 C hi na 1. Pertanian 0.5094 0.2773 0.1299 0.1216 0.0816 0.2240 0.4902 0.1632 0.1116 0.0862 0.1852 0.2073 2. Pertambangan 0.0267 0.026 0.0621 0.0501 0.0277 0.0385 0.0325 0.0372 0.0575 0.0527 0.0600 0.0480 3. Perindustrian 1.4287 1.7621 1.8162 1.8101 1.7433 1.7121 1.4058 1.9560 1.8738 1.6671 1.8788 1.7563 4. Jasa 0.2900 0.2975 0.3631 0.3677 0.2692 0.3175 0.2870 0.3389 0.5230 0.4455 0.4152 0.4019 keterangan :

008 : makanan, minuman, dan tembakau 011 : pulp, kertas, dan percetakan 009 : tekstil, kulit, dan produk ikutannya 014 : barang dari karet

010 : kayu dan kayu olahan

akan membuat penerimaan China naik sebanyak 0.0131 dolar. Karena multiplier

efek sebar dihitung dari penggunaan input antara, maka dapat dikatakan bahwa semakin besar angka multiplier antar negara, semakin besar industri mengimpor input antara dari negara yang menerima hal itu.

Singkatnya, industri yang mempunyai multiplier antar negara paling besar menandakan industri tersebut sangat tergantung kepada kebutuhan impor input antara. Dapat juga disebut industri bersangkutan merupakan industri yang berbasis impor, sedangkan kebalikannya adalah industri berbasis domestik. Dengan demikian, industri makanan, minuman dan tembakau di Indonesia adalah industri yang berbasis domestik oleh karena mempunyai multiplier antar negara paling rendah pada tahun 1995, yakni sebesar 0.0050 yang terdistribusi sebesar 0.0015 untuk Thailand dan 0.0035 untuk China. Sedangkan industri tekstil, kulit dan produk ikutannya lebih mengarah kepada basis impor karena mempunyai angka multiplier antar negara paling tinggi dalam tahun yang sama, yaitu sebesar 0.0178 yang tersebar pada perekonomian Thailand 0.0047 dan China 0.0131.

Fenomena yang menarik untuk diamati dari efek sebar antar negara adalah mengenai hubungan simetris keterkaitan ke belakang antar negara pada setiap sektor industri agro. Seperti disajikan dalam Tabel 26 berikut, tampak sektor industri agro Indonesia bila dihadapkan dengan sektor industri agro China, ternyata memberi efek sebar lebih banyak terhadap negara China ketimbang menerima efek sebar dari China.

Sebagai contoh untuk industri makanan, minuman dan tembakau Indonesia dapat memberi efek sebar sebanyak 0.0113 kepada perekonomian China. Namun industri makanan, minuman dan tembakau China hanya memberi

efek sebar terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0.0036. Terlebih lagi untuk industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, dampak ke belakang lebih banyak diberikan oleh negara Indonesia kepada China, yaitu sebesar 0.0395, ketimbang China memberi Indonesia, yakni hanya sebesar 0.0038.

Tabel 26. Hubungan Simetris dalam Efek Sebar Sektor Industri Agro di Indonesia, Thailand dan China Tahun 2000

Industri Negara Indonesia Thailand China Total Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Indonesia 1.9012 0.0052 0.0113 1.9178 Thailand 0.0110 1.9163 0.0192 1.9466 China 0.0036 0.0018 2.2102 2.2156 Total 1.9158 1.9233 2.2407 6.0800 Industri Tekstil,

Kulit dan Produk Ikutannya

Indonesia 1.7922 0.0104 0.0395 1.8422 Thailand 0.0144 1.9078 0.0687 1.9909 China 0.0038 0.003 2.4886 2.4953 Total 1.8104 1.9212 2.5968 6.3284 Industri Kayu dan

Kayu Olahan Indonesia 1.8760 0.0037 0.0117 1.8914 Thailand 0.0214 1.4790 0.017 1.5174 China 0.0156 0.0032 2.5471 2.5659 Total 1.913 1.4859 2.5758 5.9747 Industri Pulp, Kertas dan Percetakan Indonesia 1.6275 0.0081 0.0132 1.6488 Thailand 0.0226 1.5146 0.0169 1.5541 China 0.0296 0.0068 2.2151 2.2515 Total 1.6797 1.5295 2.2452 5.4544 Industri Barang dari Karet Indonesia 1.6468 0.0183 0.0222 1.6873 Thailand 0.0130 1.8665 0.0380 1.9175 China 0.0060 0.0031 2.5301 2.5393 Total 1.6658 1.8879 2.5903 6.1441 Namun berbeda dengan Thailand, sepertinya Indonesia lebih diuntungkan karena dampak keterkaitan ke belakang yang lebih besar dari Thailand ke Indonesia dibandingkan Indonesia ke Thailand untuk sebagian besar komoditi industri agro, khususnya dari industri makanan, minuman dan tembakau, industri kayu dan kayu olahan, serta industri barang dari karet. Untuk industri kayu dan

kayu olahan, dampak ke belakang dari Thailand ke Indonesia adalah sebesar 0.0124, sedangkan dari Indonesia ke Thailand sebesar 0.0037.

Berdasarkan hubungan simetris dari dampak ke belakang antar negara tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan sektor industri agro di negara Indonesia lebih banyak memberi pengaruh terhadap perekonomian China, dibandingkan Thailand. Sebaliknya, perekonomian Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan industri agro di Thailand dibandingkan di China.