• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 41 Profil permukaan air setelah 1 detik palka kembali tegak.

5.4 Uji Coba Mitigasi Risiko Terhadap Ketahanan Hidup Benih Ikan Kerapu Bebek

5.4.4 Dampak simulasi gerakan rolling kapal

Simulasi gerakan rolling terhadap unit percobaan dilakukan selama 20 detik, dengan rolling periode selama 1 detik. Gerakan rolling terjadi dengan sudut oleng sebesar 25 ºC. Perlakuan simulasi gerakan rolling ini dimaksudkan untuk mengkaji dampak gerakan rolling terhadap tingkah laku benih ikan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling dilakukan. Selain itu, simulasi gerakan rolling ini juga dilakukan untuk melihat dampak pemasangan sirip peredam terhadap konsentrasi oksigen terlarut di dalam model palka.

(1) Dampak terhadap tingkah laku benih ikan

Pada saat simulasi gerakan rolling dilakukan, aktivitas benih ikan yang teramati adalah menggerakkan-gerakkan siripnya. Diduga benih-benih ikan tersebut berusaha beradaptasi atau mempertahankan posisinya terhadap pergerakkan massa air yang terjadi. Jika dianalogkan, aktivitas yang dilakukan oleh benih-benih ikan tersebut adalah sama dengan upaya manusia yang merentangkan kedua tangannya untuk menjaga posisi tegaknya saat terjadi gempa. Adapun posisi benih ikan yang teramati pada saat terjadinya gerakan rolling model kapal adalah menyebar mulai dari dasar hingga di bagian tengah model palka. Dapat dikatakan bahwa pada saat terjadi gerakan rolling

model kapal, benih-benih ikan tersebut tersebar mulai dari dasar hingga kolom air sambil menggerak-gerakan siripnya.

Pada Gambar 57 disajikan grafik perbandingan antara aktivitas benih ikan di dalam model palka sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling dilakukan. Jumlah benih ikan yang disajikan pada Gambar 54 adalah merupakan jumlah benih ikan rata- rata dari 15 kali pengamatan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa sebelum dilakukannya simulasi gerakan rolling, aktivitas yang dilakukan oleh benih-benih ikan di dalam model palka adalah sebanyak 59 % benih ikan hanya diam, kemudian sebanyak 28 % melakukan aktivitas menggerakkan siripnya saja, dan sisanya sebanyak 14 % berenang kecil. Kemudian setelah dilakukan gerakan simulasi rolling, benih ikan yang melakukan aktivitas diam bertambah menjadi 81 %. Adapun benih ikan yang melakukan aktivitas menggerakkan sirip dan berenang kecil lebih sedikit, yaitu masing- masing menjadi 16 % dan 3 %.

203

Gambar 57 Rata-rata aktivitas benih ikan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling.

Pada Gambar 58 disajikan grafik perbandingan antara posisi keberadaan benih ikan di dalam model palka, sebelum dan sesudah dilakukan simulasi gerakan rolling. Jumlah benih ikan yang disajikan pada Gambar 58 adalah merupakan rata-rata jumlah benih ikan dari 15 kali pengamatan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa sebelum dilakukan simulasi gerakan rolling, sebanyak 83 % benih ikan berada di dasar model palka, dan yang berada di tengah dan permukaan model palka masing-masing sebanyak 11 % dan 6 %. Setelah simulasi gerakan rolling dilakukan, semakin banyak benih ikan yang berada di dasar model palka, yaitu sebanyak 96 %. Sisanya yaitu sebanyak 4 % berada di tengah model palka. Dapat dikatakan bahwa sesaat setelah terjadinya gerakan

rolling model kapal, benih-benih ikan tersebut hanya diam saja tanpa menggerakkan siripnya di dasar air di dalam model palka.

204

Gambar 58 Rata-rata posisi ikan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling.

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa perubahan aktivitas dan posisi benih ikan di dalam model palka setelah dilakukannya simulasi gerakan rolling tidak terlalu nyata. Pernyataan ini diperkuat dari hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa aktivitas dan posisi benih ikan di dalam palka tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah simulasi rolling (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa gerakan rolling

tidak mempengaruhi kondisi benih ikan di dalam palka. Kondisi ini diduga disebabkan karena tidak terlalu bergesernya posisi benih ikan di dalam palka saat terjadinya gerakan

rolling. Tidak terlalu bergesernya posisi benih ikan selama terjadinya gerakan rolling

diperkirakan karena tertahannya pergerakan air oleh sirip peredam yang di pasang di dinding dalam model palka.

(2) Dampak terhadap konsentrasi oksigen terlarut

Pengukuran terhadap konsentrasi oksigen terlarut dilakukan pada air laut yang terdapat di dalam model palka yang berisi benih ikan dan air laut di dalam model palka yang tidak berisi benih ikan. Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling. Hasil pengukuran terhadap konsentrasi oksigen terlarut, disajikan pada Gambar 59 dan 60.

205

Gambar 59 Nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling (tanpa benih ikan di dalam model palka)

Pada Gambar 59 terlihat bahwa nilai konsentrasi oksigen terlarut di dalam air yang tidak berisi benih ikan, setelah terjadinya gerakan rolling cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai konsentrasi oksigen terlarut sesudah gerakan rolling

berkisar antara 0,1 – 0,6 mg O2/liter. Dari hasil uji statistik (lampiran 7), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling pada model palka yang tidak berisi benih ikan. Diduga bahwa peningkatan nilai konsentrasi oksigen terlarut setelah terjadinya gerakan rolling

disebabkan karena keberadaan sirip peredam yang dipasang di dinding dalam model palka. Pada saat gerakan rolling terjadi, permukaan air bergerak menuju ke arah kemiringan model kapal. Akan tetapi keberadaan sirip peredam menahan pergerakan air tersebut. Pada saat gerakan air tertahan oleh sirip peredam, terjadilah turbulensi air di sepanjang sirip peredam yang berada di lintasan pergerakan air. Turbulensi air inilah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut.

Konsentrasi oksigen terlarut juga cenderung meningkat pada air laut yang terdapat di dalam model palka yang berisi benih ikan setelah dilakukannya simulasi gerakan rolling sebagaimana disajikan pada Gambar 60. Perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut yang terjadi berkisar antara 0,1 – 0,3 mg O2/liter. Pada grafik yang

206

terdapat pada Gambar 60 terlihat bahwa pada umumnya terjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut antara 0,1 – 0,3 mg O2/liter, walaupun demikian pengurangan nilai konsentrasi oksigen terlarut pun terjadi pada beberapa pengukuran, yaitu sebesar 0,1 mg O2/liter. Selain itu terdapat pula hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut yang tidak mengalami perubahan antara sebelum dan sesudah gerakan rolling. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya penggunaan oksigen terlarut yang berbeda oleh benih-benih ikan yang terdapat di dalam model palka setelah terjadinya gerakan rolling. Fenomena ini diperkuat dari hasil uji statistik (Lampiran 7) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai konsentrasi oksigen sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling pada model palka yang diisi benih ikan.

Gambar 60 Rata-rata nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling (dengan ikan di dalam model palka)

Walaupun terjadi perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah gerakan rolling, akan tetapi pada pengukuran 4 jam setelah simulasi gerakan

rolling dilakukan, konsentrasi oksigen terlarut di dalam model palka kembali normal yaitu berkisar antara 5,4 – 6,8 mg O2/liter (sesuai hasil pengukuran pada sub sub bab 5.4.3.2 (1)).

207