• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Dan Tujuan Keterbukaan Nominee Share Agreement Dalam Penanaman Modal Asing

NOMINEE SHAREE AGREMENT

A. Dasar Hukum Dan Tujuan Keterbukaan Nominee Share Agreement Dalam Penanaman Modal Asing

Dasar hukum keterbukaan nominee share agreement diatur dalam Undang Undang No 25 Tahun 2007 Tentang penanaman modal, dimana Undang Undang Penanaman modal sangat menyadari bahwa salah satu permasalahan dalam penanaman modal di Indonesia adalah lemahnya penerapan prinsip keterbukaan.

Lemahnya keterbukaan ini mengakibatkan lemahnya kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan investor untuk menanamkan modalnya secara langsung (direct investment). Sehubungan dengan hal tersebut UUPM memberikan perhatian terhadap prinsip keterbukaan. Setidaknya terdapat dua pasal penting dalam UUPM yang terkait langsung dengan prinsip keterbukaan, yakni :131

1. Pasal 3 ayat (1) huruf b yang mencantumkan prinsip keterbukaan sebagai salah satu asas dalam penyelengaraan penanaman modal di Indonesia.

2. Pasal 15 yang menetapkan kewajiban penanaman modal melaksanakan prinsip tata kelolaan yang baik dan membuat laporan kegiatan penanaman modal. Pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik tidak bisa dipisahkan dari prinsip keterbukaan itu sendiri.

Asas keterbukaan dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) b UUPM diartikan sebagai asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi

131 Ramadhani Dyna, Loc Cit

yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. UU ini menggunakan kriterian benar, jujur dan tidak diskriminatif tanpa menyebutkan adanya kategori informasi material. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa UUPM mewajbkan penyampaian seluruh informasi yang relevan tentang kegiatan penanaman modal.

Berdasarkan kriteria dalam pengertian asas keterbukaan dalam UUPM dapat dijelakan bahwa kewajiban pelaksanaan asas keterbukaan tidak saja ditujukan kepada investor tetapi juga kepada pemerintah sebagai regulator.

Dengan demikian dimensi tujuan pelaksanaan asas keterbukaan dalam UUPM setidaknya meliputi dua hal :132

1. Untuk meningkatkan kepercayaan investor menanamkan modalnya di Indonesia dengan meletakkan kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur persyaratan-persyaratan penanaman modal secara terbuka dengan mempublikasikan secara terbuka dengan mempublikasikan secara terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal. Biasanya sebelum calon penanaman modal/investor akan menambahkan modalnya disuatu negara, termasuk di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi perhatian negara calon investor. Beberapa hal ini seringkali menjadi perhatian bagi investor agar mereka dapat meminimalisasi risiko dalam berinvestasi, antara lain transparansi, yaitu kejelasan mengenai

132 Dwi Linda Wati, Tesis: ―Tinjauan Yuridus Penerapan Prinsip Keterbukaan Pada Perusaan Publik Terkait Dengan Prospektus PT MNC TBK. Pada Saat Pelaksanaan Intial Public Offering (IPO) , (Yogyakarta : UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, 2014).

peraturan perundang-undangan, prosedur administarasi yang berlaku, serta kebijakan investasi.

2. Sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan penanaman modal dengan menetapkan kewajiban penerapan asas keterbukaan terhadap investor yang melaksanakan kegiatan penanaman modal di Indonesia.

Dimensi pertama sangat dipengaruhi oleh kesepakatan internasional seperti Agreement on Trade Related Invesment Measures, General Agreement on Trade in Servies dan Domestic Regulation yang memerintahkan pemerintah negara tujuan investasi (host Country) untuk menerapkan keterbukaan dengan mempublikasikan secara terbuka segala peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal. Transparansi atau keterbukaan, istilah GATT suatu prinsip bahwa langkah-langkah kebijakan nasional yang mempengaruhi perdagangan internasional harus benar-benar jelas dan terbuka untuk dinilai mitra dagangnya

Dasar hukum keterbukaan juga di atur dalam UU No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materil sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.133

Undang undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM) telah mewajibkan keterbukaan, dimana kewajiban keterbukaan tersebut secara substansial menentukan pengungkapan informasi pada saat-saat yang telah

133 Bisdan Sigalingging , Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal, (http://bisdan-sigalingging.blogspot.com/2013/03/prinsip-keterbukaan-di-pasar-modal-oleh.html, diakses pada 03-01-2020, jam 6-51 WIB)

ditentukan, dan yang lebih penting undang-undang tersebut menentukan pengawasan, waktu, tempat dan bagaimana perusahaan melakukan keterbukaan.

Pasal 1 angka 25 UUPM menyatakan bahwa prinsip keterbukaan adalah pedomoan umum yang mensyaratkan Emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut. Sedangkan mengenai informasi material sebagaimana ditentukan Pasal 1 angka 7 UUPM adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadianm atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemoodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.134

Prinsip keterbukaan merupakan pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik dan pihak lain tunduk pada UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat pada waktu yang tepat seluruh informasi mengenai efek emiten yang dapat berpengaruh terhadap keputusan investor terhadap harga efek dimaksud.135

Kepatuhan melaksanakan prinsip keterbukaan merupakan kunci utama dalam mencitpakan pasar modal yang adil dan efisien, prinsip keterbukaan menjadi persoalan yang sangat penting di pasar modal dan sekaligus merupakan

134 Bismar Nasution , Peraturan Keterbukaan Laporan Keuangan Perusahaan Publik, (https://bismarnasution.com/peraturan-keterbukaan-laporan-keuangan-perusahaan-publik/, diakses pada 03-03-2020, jam 03.04.)

135 Ibid

jiwa pasar modal itu sendiri. Penegasa prinsip keterbukaan ditemukan dalam pasal 1 angka (25) UU No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, menentukan :

Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tesebut.136

Adapun Tujuan dari prinsip keterbukaan dalam Undang Undang No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Adalah Untuk menciptakan efisiensi dalam transaksi efek dimana para investor dalam perdaganan efek dapat melakukan perdaganan secara transparan, adil, dan bijaksana.

Keterbukaan juga diatur di dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Terorisme, Keterbukaan atau transparansi (disclosure) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh perseroan terbatas. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjelaskan prinsip keterbukaan adalah pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan Hal ini diperlukan untuk mengenali pemilik manfaat yang ada didalam suatu perseroan terbatas. Pemerintah beranggapan bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh

136 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Pasal 1 angka 2

pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.137

Orang perseorangan dapat dikatakan sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) apabila memiliki penghasilan dan/atau keuntungan akibat kepemilikan saham, modal, kekayaan awal, sumber pendanaan, atau hak-hak lain yang dapat menimbulkan keuntungan dari korporasi. Di samping itu, meskipun orang perseorangan tidak memiliki kekayaan di korporasi, ia juga dikategorikan sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) jika memiliki kewenangan tidak terbatas terkait penunjukan perangkat pengurus korporasi dan pengendalian korporasi tanpa harus mendapat persetujuan dan otoritasi dari pihak manapun, atau merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan korporasi.

Hadirnya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang mulai diundangkan sejak 1 Maret 2018 membuat PT sebagai bagian dari Korporasi harus melakukan transparansi. Transparansi tersebut dilakukan dengan mewajibkan pengungkapan sekaligus penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat perusahaan (Beneficial Ownership).

Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat, dalam sebuah perseroan terbatas harus membuka paling sedikit satu pemilik manfaat yang memperoleh manfaat dari PT dan untuk mencegah adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik manfaat dari PT. Hal ini sulit

137 Amanda Serena , 2019, Tinjauan Yuridis Terhadap Keterbukaan Pemilik Manfaat Dalam Perseroan Terbatas Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018, USU Law Journal, Vol.7. No.7, Desember 2019, 27- 33 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

dilakukan karena pemilik manfaat belum tentu bersedia untuk terbuka atas manfaat yang diperolehnya dari perseroan terbatas yang mungkin saja dapat tergolong rahasia.138

Alasan mengapa beneficiary menggunakan nominee sebagai perpanjangan tangan dalam perseroan salah satunya karena ada keinginan untuk menguasai 100% (seratus persen) kepemilikan saham PT dalam hal ini dilarang oleh UUPT.

UUPT mensyaratkan agar pemegang saham dalam suatu perseroan minimal 2 (dua) orang, apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka pemegang saham tunggal akan mengakibatkan tanggung jawab tidak terbatas atau tanggung jawab pribadi.

Dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 disebutkan adapun pemilik manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria :

a) Memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar.

b) Memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar.

c) Menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun.

d) Memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris.

138 Ibid

e) Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun.

f) Menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau

g) Merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas

Pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dilakukan oleh instansi yang berwenang. Dalam Pasal 13 ayat (3) butir a diatur yang dimaksud dengan instansi berwenang adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk perseroan terbatas, yayasan, dan perkumpulan. Bila melihat pada kem enterian atau lembaga yang berwenang untuk mengatur urusan perseroan terbatas adalah merupakan kewenangan dari Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).139

Dalam rangka keterbukaan mengenai beneficial owner, instansi berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan instansi peminta dalam lingkup nasional maupun internasional. Selama ini akses pihak berwenang di Indonesia terhadap informasi tentang beneficial owner dibatasi. Walaupun dalam undang-undang anti pencucian uang menyatakan bahwa Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) boleh mengakses informasi tentang anti-pencucian uang yang terkait, saat ini satu satunya sumber langsung tentang beneficial owner adalah informasi yang dikumpulkan oleh

139 Ibid

lembaga keuangan atau berdasarkan permintaan. Selama ini tidak ada daftar tentang beneficial owner dan perseroan terbatas hanya diwajibkan untuk menyimpan informasi tentang kepemilikan resmi, bukannya individu yang justru memegang kendali akhir.

Tujuan keterbukaan dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018 adalah untuk mewajibkan pemilik manfaat perusahaan (beneficial ownership) untuk membuka identitasnya secara jelas dan transparan. Hal ini sebagai upaya pengawasan dan pencegahan penyimpangan pemilik perusahaan, mulai dari pencucian uang hingga pendanaan terorisme. Kewajiban tersebut tertuang dalam Perpres No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).140

B. Mekanisme Keterbukaan Nominee Share Agreement Dalam Penanaman