• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5 Kesesuaian Lahan dan Kelayakan Usaha

5.3 Daya Dukung Lahan

UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung didefinisikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus- menerus tanpa merusak alam (Price, 1999).

Daya dukung merupakan alat perencanaan, digambarkan sebagai kemampuan dari suatu sistem tiruan atau alami untuk mendukung permintaan dari berbagai penggunaan sampai suatu titik tertentu yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan, penurunan, atau kerusakan (Godschalk and Park, 1978). Roughgarden (1979) menyatakan bahwa daya dukung adalah suatu ukuran jumlah organisme yang dapat di dukung oleh lingkungan pada sumberdaya yang dapat diperbaharui.

Dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pesisir, faktor daya dukung lahan/lingkungan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan apabila dikelola dengan tetap memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungannya. Daya dukung dapat dinaikkan kemampuannya oleh manusia dengan memasukkan dan menambahkan ilmu dan teknologi ke dalam suatu lingkungan. Namun demikian peningkatan daya dukung lingkungan memiliki batas-batas dimana pada keadaan tertentu cenderung sulit atau tidak ekonomis lagi bahkan tidak mampu lagi dinaikkan kemampuannya karena akan terjadi kerusakan pada sumberdaya atau ekosistem. Penggunaan IPTEK yang tidak bijaksana justru akan menghancurkan daya dukung lingkungan.

Kelestarian, keberadaan atau optimisasi manfaat dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan merupakan salah satu persyaratan dilakukannya penilaian daya dukung (carrying capacity). Tujuan utama dari penilaian

ini adalah untuk mempertahankan atau melestarikan potensi sumberdaya alam dari areal tersebut pada batas-batas penggunaan yang diperkenankan atau yang dimungkinkan. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan atau pendekatan daya dukung dari sumberdaya alam dan lingkungan adalah penting untuk menentukan bentuk-bentuk pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut terutama dalam tujuan menjaga, mengendalikan, dan juga melestarikan lingkungan.

Penilaian yang sistematik terhadap sumberdaya alam dan lingkungan yang menjadi dasar dari kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dilakukan terutama untuk mengetahui potensinya. Dengan pendekatan ini maka akan dapat diketahui kapasitas dari suatu kawasan atau ekosistem yang dinilai, yang selanjutnya akan dapat merupakan ukuran dan/atau nilai pendugaan terhadap kualitas sumberdaya alam dan lingkungan.

Contoh Kasus: Penilaian Kesesuaian Lahan dan Kelayakan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung di Kecamatan Kupang Barat Tahun 2012

Potensi kelautan di perairan Kabupaten Kupang sangat beragam, hal ini dikarenakan wilayah perairan laut yang subur dan kaya akan unsur hara. Secara khusus dalam bidang budidaya laut ada lima budidaya yang pernah/sedang berjalan seperti rumput laut, keramba jarring apung, tiram mutiara, dan teripang. Penentuan potensi unggulan untuk dikembangkan dalam kawasan minapolitan melalui beberapa tahapan pengidentifikasian potensi.

Adapun metode analisis data yang dipakai dalam mengidentifikasi potensi Kabupaten Kupang seperti analisis spasial (kesesuaian lahan), daya dukung lahan, dan kelayakan usaha budidaya laut. Analisis spasial digunakan untuk melihat kesesuaian perairan untuk budidaya laut, analisis daya dukung lahan digunakan untuk mengetahui kemampuan lahan dalam menampung suatu kegiatan budidaya laut, dan kelayakan usaha dipakai dalam mengkaji pengembangan usaha budidaya laut dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kondisi masyarakat setempat.

Jenis data yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi di Kabupaten Kupang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan adalah data perairan hasil pengukuran di lapangan dan data hasil penjajakan dengan menggunakan kuesioner seperti data biaya dan penerimaan usaha budidaya laut dan data skoring dari pendapat pakar. Data sekunder berupa data citra Landsat, peta ruba bumi indonesia (RBI), peta lingkungan pantai indonesia (LPI), peta penggunaan lahan, data curah

hujan, sifat fisik dan kimia perairan, data jumlah penduduk, produksi dan produktivitas budidaya, dan luas lahan perairan.

Metode pengumpulan data primer dalam identifikasi potensi dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di Kupang dilakukan melalui diskusi dan/atau wawancara, kuesioner, dan pengamatan/survei di lapangan dengan para responden/aktor kunci di lokasi studi yang terdiri dari para pakar dan pemangku kepentingan yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian.

Metode analisis data dalam identifikasi potensi terbagi atas tiga bagian yaitu analisis spasial/keruangan, analisis daya dukung dan analisis kelayakan usaha/finansial. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga analisis tersebut.

1. Analisis Spasial – Kesesuaian Lahan

Analisis keruangan digunakan untuk melihat kesesuaian pemanfaatan ruang secara visual dalam bentuk peta untuk beberapa potensi sumberdaya perairan di kawasan budidaya laut. Analisis dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (1) mendeliniasi batas kajian yang mencakup lahan daratan dan perairan di sekitar Kabupaten Kupang, (2) untuk lahan perairan, pengumpulan data lapangan berupa titik (point information) yang mengandung informasi karakteristik perairan, (3) menganalisis secara spasial titik yang berisi informasi tersebut dengan metode interpolasi yaitu pengolahan data titik menjadi area (poligon) untuk membuat tema-tema yang akan di overlay berdasarkan kriteria kesesuaian pada masing-masing peruntukan.

Metode ini menggunakan metode Nearest Neighbour (Burrough & McDonnell, 1998; Morain, 1999), (4) untuk lahan daratan, pengumpulan data primer dan sekunder berupa data tabular (attribute) dan spasial yang dihimpun dalam suatu basis data. Peta tematik yang dihasilkan dari hasil interpolasi tersebut, selanjutnya diberikan skor dan bobot kemudian di overlay untuk mendapatkan lokasi yang sesuai bagi berbagai peruntukan berdasarkan berbagai kriteria kesesuaian lahan yang disusun sebelumnya. Pada setiap tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan Software Arc View GIS. Informasi yang diharapkan dari hasil analisis spasial ini adalah kesesuaian peruntukan ruang untuk pengembangan minapolitan budidaya laut berdasarkan hasil analisis peta land system, peta kemiringan lahan (slope), peta land use, dan peta RBI.

Analisis kesesuaian lahan berdasarkan nilai hasil pembobotan dan skoring pada masing-masing parameter yang menjadi indikator kesesuaian. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh : keterlindungan dan kedalaman mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk budidaya keramba dan rumput laut dibandingkan dengan penangkapan ikan.

Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter/kriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Adapun kriteria dan matriks kesesuaian lahan (lokasi) yang dapat digunakan sebagai acuan pada setiap peruntukan dan urutan overlay dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam peneltian ini, penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada klasifikasi menurut FAO (1976), namun dengan pertimbangan lahan yang dievaluasi (perairan) cukup sempit sehingga kelas kesesuaian dibagi ke dalam tiga kelas yaitu kelas sangat sesuai (SS), sesuai (S) dan tidak sesuai (TS) dengan nilai skor masing-masing 3, 2, dan 1 (DKP, 2002).

Analisis overlay yang digunakan adalah index overlay model. Benham dan Carter (1994) dalam Subandar (1999), menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot (weight) dan setiap kelas dalam model memiliki nilai (score) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Dalam model ini setiap coverage memiliki urutan kepentingan dimana coverage yang memiliki pengaruh yang paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya, begitu juga dengan urutan overlay harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau pengaruh yang paling besar ke tingkat yang paling kecil. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pengembangan budidaya keramba jaring apung akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukan kawasan tersebut. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah.

Hasil Analisis Spasial/Keruangan dari Budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Kupang Barat

Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan dalam studi ini merupakan kesesuaian lahan pada saat ini, dimana kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan pada data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi/usaha perbaikan bagi tingkat pengelolaan

yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang ada. Evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini ada empat peruntukkan budidaya keramba jaring apung.

Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dengan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatan Semau, Sulamu, dan Kupang Barat disajikan pada Tabel 10, sedangkan peta kesesuaian untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 26.

Tabel 10 Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya KJA

Kecamatan Kesesuaian lahan (km2) Jumlah total perairan yang sesuai (km2) Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Kupang Barat 1,33 3,96 25,11 5,29

Sumber: Hasil analisis 2011

Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan yang didapatkan (Tabel 10) terungkap bahwa lokasi yang memiliki kesesuaian untuk usaha keramba jaring apung tersebar pada tiga kecamatan namun Kecamatan Semau yang memiliki potensi kesesuaian lahan yang luas sebesar 2,13 km2. Adapun

persentase masing-masing kategori yang sesuai terhadap luas wilayah perairan kecamatan yaitu Semau 100%, Sulamu 99,99% dan Kupang Barat 100%. Penentuan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti kecepatan arus, kedalaman air, muatan padatan tersuspensi, material dasar perairan, oksigen terlarut, kecerahan perairan, suhu, salinitas, pH, fosfat, nitrat, kepadatan fitoplankton dan klorofil-a.

Gambar 26 Peta kesesuaian lahan budidaya keramba jaring apung di perairan Kecamatan Kupang Barat

Hasil pengamatan lapangan di Kecamatan Kupang Barat diperoleh kedalaman perairan 20-25 m, kecepatan arus 15-19 cm/dtk dengan jenis substrat dasar perairan berpasir, serta kecerahan perairan 10-15 m memungkinkan untuk dikembangkannya budidaya ikan kerapu dengan KJA. Kedalaman perairan sangat berperan dalam pengoperasian KJA untuk mengetahui kedalaman jaring yang akan digunakan dapat ditentukan. Parameter kecepatan arus sangat berperan untuk membawa/membilas sisa pakan atau kotoran ikan tetapi tidak sampai mengganggu jaring sehingga mengurangi luasan ruang ikan dalam keramba. Kecerahan perairan juga mempengaruhi kegiatan budidaya KJA dalam menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan adalah kandungan lumpur, plankton, dan bahan-bahan yang terlarut lainnya.

Keadaan tersebut dapat mengurangi laju fotosintesis serta mengganggu pernapasan hewan di air dan bahkan tidak layak untuk pengamatan lapangan bahwa suhu perairan berkisar antara 26-30 0C, salinitas perairan

berkisar antara 29-35 gr/kg, pH air laut berkisar antara 7-9. Menurut Baveridge (1987) dalam pemilihan lokasi untuk pengembangan KJA di laut kriteria (suhu, salinitas, DO, pH, kekeruhan, pencemaran, padatan terlarut dan alga) lebih diperuntukkan pada kondisi fisika-kimia air laut yang akan menentukan bagi pemilihan/perkembangan ikan budidaya.

2. Analisis Daya Dukung Lahan

Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambahan yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal (permukiman) maupun untuk kegiatan pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung suatu kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada.

Daya dukung yang dianalisis dalam kajian ini hanya dibatasi pada daya dukung kemampuan lahan (ruang) dalam menampung suatu kegiatan ditinjau dari aspek kesesuaian lahan (fisik) dan sosial budaya masyarakat setempat, sedangkan daya dukung lingkungan perairan yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Hasil analisis ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar luas lahan dan jumlah unit kegiatan dalam mendukung suatu kawasan tertentu untuk diusahakan. Berikut ini uraian analisis daya dukung bagi berbagai peruntukan yang akan dikembangkan pada kawasan Kabupaten Kupang. Pertama, untuk

perhitungan daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut menurut Rauf (2008) antara lain: Luas lahan budidaya keramba jaring apung, kapasitas lahan perairan, luasan unit budidaya, daya dukung lahan.

Kedua, analisis daya dukung lahan perairan Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai dan kapasitas lahan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain:

a) Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai: luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan.

b) Kapasitas lahan perairan: besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya keramba jaring apung.

Hasil Analisis Daya Dukung Lahan dari Budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Kupang Barat

Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai) dan kapasitas lahan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan kerapu dengan KJA di Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan tersebut diperoleh luas kapasitas lahan untuk kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar 3,91 km2 dan 8,80 km2 sedangkan jumlah unit KJA

yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebanyak 61.001 unit dan 137.411 unit. Tabel 11 Daya dukung lahan perairan untuk budidaya KJA

Kecamatan Luas Lahan

(km2)

Kapasitas lahan (km2)

Daya dukung lahan (jumlah unit

budidaya KJA) Sangat Sesuai Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Kupang Barat 1,33 3,96 1,33 3,96 20.756 61.926

Keterangan Tabel:

1. Kapasitas lahan perairan adalah 99,99% dari luas lahan yang sesuai (sangat

sesuai dan sesuai)

2. Luas satu unit budidaya dengan metode KJA = (8 x 8) m2 = 64 m2 atau

0,000064 km2

3. DD lahan (jumlah unit) = kapasitas lahan/luas unit budidaya KJA

3. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung

Dalam mengkaji suatu pengembangan usaha, di samping menganalisis tingkat kelayakan lahan dan perairan yang sesuai bagi peruntukannya juga dilakukan analisis terhadap kelayakan usaha dari sisi finansial. Analisis kelayakan usaha dimaksudkan untuk menilai keberhasilan usaha pada suatu bidang produksi dengan menilai besarnya pendapatan (keuntungan) yang diperoleh, sedangkan analisis finansial diperlukan untuk penetapan alternatif pemanfaatan budidaya dan pegembangan minapolitan secara berkelanjutan. Untuk menentukan keuntungan, dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) yang diperoleh dan besarnya biaya (cost) yang dikeluarkan selama satu kali produksi (Soekartawai, 1986). Selanjutnya untuk menentukan prospek pengembangan berbagai kegiatan peruntukan di Kabupaten Kupang, maka dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) dan besarnya biaya (cost) yang dihitung berdasarkan nilai sekarang (net present value).

Hasil Analisis Kelayakan Usaha dari Budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Kupang Barat

Analisis kelayakan usaha budidaya keramba jaring apung dimaksudkan untuk melihat peluang usaha dan profil investasi komoditas atau produk unggulan daerah Kabupaten Kupang khususnya dalam bidang/kegiatan budidaya laut sebagai suatu peluang investasi yang sangat fisibel yang dapat mendorong peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang.

Untuk mendirikan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA), dibutuhkan sejumlah dana untuk membiayai investasi dan modal kerja. Komponen-komponen biaya investasi ini meliputi: a) pembuatan rakit berukuran 8 m x 8 m, b) pembuatan waring berukuran 1 m x 1 m x 1,5 m, c) pembuatan jaring ukuran 3 m x 3 m x 3 m, d) pembuatan rumah jaga, dan e) pengadaan fasilitas/sarana kerja. Sedangkan untuk modal kerja meliputi: biaya pengadaan benih, pakan, bahan bakar, upah/gaji, dan lain-lain.

Adapun jumlah dana untuk membiayai berbagai komponen biaya di atas, dihitung berdasarkan tingkat harga di lokasi penelitian dan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Umur investasi 5 tahun

2. Sumber dana untuk membiayai kegiatan investasi khusus untuk biaya investasi berasal dari pinjaman sebesar Rp15.000.000,00 dengan tingkat bunga 18% per tahun (flat) dalam jangka waktu 5 tahun 3. Pajak penghasilan 15% per tahun

4. Penyusutan atas aktiva tetap dihitung dengan metoda garis lurus dengan sisa = 0 dan umur ekonomis dari setiap aset 5 tahun

5. Benih yang ditebarkan berukuran 4-5 cm sebanyak 2.500 ekor dengan tingkat kehidupan sampai umur panen 65% dengan berat 450 gr/ekor 6. Jangka waktu pembesaran atau umur produksi untuk mencapai berat

jual/panen adalah 12 bulan (1 tahun) 7. Harga jual Rp317.000,00 per kg

Atas dasar asumsi-asumsi di atas, perkiraan biaya investasi dan biaya variabel disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Perkiraan biaya investasi usaha budidaya ikan kerapu

Komponen Jumlah (Rp) %

Biaya investasi 28.597.500,00 26,2

Biaya variabel 68.851.500,00 63,0

Biaya tetap 11.839.000,00 10,8

Total 109.288.000,00 100,0

Total besarnya biaya investasi, biaya variabel dan biaya tetap sebesar Rp109.288.000,00 di mana biaya terbesar adalah biaya variabel mencapai 63% diikuti oleh biaya investasi 26,2% dari total biaya. Rincian biaya investasi, biaya variabel, dan biaya tetap yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang, sedangkan perhitungan/analisis rugi laba dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang ini didasarkan pada asumsi- asumsi seperti yang telah dikemukan terdahulu. Hasil analisis rugi laba seperti ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13 Analisis rugi laba usaha budidaya ikan kerapu

No Uraian Total (Rp)

1 Total biaya 735.896.000,00

2 Total penerimaan 1.212.525.000,00

3 Total pendapatan sebelum pajak 476.629.000,00

4 Pajak penghasilan (15%) 71.494.000,00

5 Total pendapatan bersih setelah pajak 405.134.000,00

Dari Tabel 13, terlihat bahwa usaha budidaya ikan kerapu tikus selama 5 tahun atau 5 kali siklus produksi memberikan pendapatan memberikan pendapatan bersih setelah pajak sebesar Rp405.134.000,00. Analisis cash flow dan kelayakan Investasi yang menggambarkan proyeksi arus peneri- maan dan arus pengeluaran dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA selama 5 tahun usaha.

Tabel 14 Kriteria kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA

No Kriteria kelayakan Nilai kelayakan

1 Net present value/NPV pada DF 18% (Rp) 247.506.000,00

2 Net B/C pada DF 18% 1,65

3 Internal rate of return/IRR (%) 46,6

4 Payback period/PBP tahun ke-1

5 Break event point/BEP :

· unit (kg) · unit (Rp/kg)

333 138.000,00

Kriteria-kriteria dan nilai kelayakan finansial dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 16. Investasi di bidang usaha budidaya ikan kerapu di Kabupaten Kupang dengan teknologi dan kapasitas produksi yang ada, mampu memberikan adanya surplus pendapatan bagi pihak investor.

Dari Tabel 14 terlihat bahwa dalam jangka waktu 1 tahun lebih atau tepatnya 1 tahun 1 bulan produksi dana yang diinvestasikan itu dapat

diperoleh kembali, sedangkan untuk total dana yang diinvestasikan untuk usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang saat ini, nilai uang yang diterima selama masa investasi (NPV) sebesar Rp247.506.000,00 dengan net B/C 1,65 pada tingkat diskon (DF) 18%. Angka yang ada menunjukkan bahwa kegiatan investasi di bidang usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang secara finansial layak atau memiliki daya keuntungan yang tinggi.

Dari hasil analisis diperoleh IRR sebesar 46,6% yang bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman 18% per tahun, hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang layak untuk diusahakan. Berikutnya untuk mencapai BEP, maka jumlah hasil budidaya ikan kerapu tikus ini setiap tahunnya minimum sebanyak 333 kg atau Rp138.000,00 per kg.

5.4 Penutup

Klaster perikanan merupakan suatu kawasan industri perikanan terpadu, kegiatan dari hulu sampai hilir perikanan berada dalam satu kawasan baik dari darat sampai perairan. Penentuan klaster perikanan berdasarkan kesesuaian perairan beserta daya dukung lahan/kawasan, tingkat perkembangan wilayah yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dan kelayakan usaha dari luasan lahan produksi.

Dokumen terkait