• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Sistem Dinamis dalam

Bab 6 Sistem Dinamis Perikanan

6.4 Pendekatan Sistem Dinamis dalam

Simulasi model merupakan cara untuk menirukan keadaan yang sesungguhnya (Robert, 1983), sedangkan menurut Muhammadi et al., 2001, simulasi model merupakan peniruan perilaku suatu gejala atau proses.

Tujuan simulasi adalah untuk memahami gejala atau proses, membuat analisis, dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Dengan menggunakan perangkat lunak powersim, variabel-variabel akan saling dihubungkan membentuk suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya. Hubungan antar variabel dinamakan diagram alir (flow diagram), dimana variabel ini digambarkan dalam bentuk simbol yaitu simbol aliran (flow symbol) yang dihubungkan dengan level (level symbol). Penghubung antara flow dan level disebut proses aliran yang digambarkan melalui panah aliran. Hasil simulasi model berupa gambar atau grafik yang menggambarkan perilaku dari sistem. Kelebihan dilakukannya simulasi dalam analisis kesisteman adalah bahwa permasalahan yang penuh dengan ketidakpastian dan sulit dipecahkan dengan metode analisis lainnya, dapat diselesaikan dengan simulasi model.

Model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan interaksinya. Komponen-komponen yang terkait adalah pertumbuhan penduduk, luas lahan kawasan minapolitan, luas lahan permukiman, luas lahan industri, luas lahan budidaya, produksi dan keuntungan usaha nelayan, pendapatan pemanfaatan industri, biaya industri pengolahan, keuntungan, dan sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Kupang.

Model dinamik yang dibangun terdiri atas tiga sub model yang mewakili dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yaitu (1) sub model lahan minapolitan yang menggambarkan perkembangan kebutuhan lahan untuk permukiman, budidaya, fasilitas, dan lahan untuk industri pengolahan serta dinamika pertumbuhan penduduk; (2) sub model budidaya laut yang menggambarkan perkembangan produksi, jumlah rumput laut yang dipakai pada kebun bibit, penjualan bibit, keuntungan dari pembibitan keuntungan usaha nelayan minapolitan; dan (3) sub model industri pengolahan rumput laut yang menggambarkan biaya pengolahan, keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan serta PDRB.

Perilaku model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Kupang dianalisis dengan menggunakan program powersim constructor. Struktur model minapolitan ini dapat dilihat pada Gambar 27. Analisis dilakukan untuk 30 tahun yang akan datang, dimulai pada tahun 2007 dan berakhir pada tahun 2037. Waktu 30 tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran perkembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang untuk masa jangka panjang. Beberapa data awal dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini antara lain:

1. Simulasi model minapolitan berbasis budidaya laut ini merupakan simulasi dari tiga kecamatan pesisir di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu. Luas lahan minapolitan terdiri atas dua lahan yaitu lahan minapolitan darat dan lahan minapolitan laut.

2. Jumlah penduduk kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu masing-masing sebesar 6.280 jiwa, 14.234 jiwa dan 14.457 jiwa pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Kupang, 2008). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kupang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, namun saat ini faktor perpindahan penduduk juga mempunyai pengaruh yang cukup besar. Luas lahan perairan untuk pengembangan minapolitan budidaya laut masing-masing kecamatan sekitar 689,22 ha untuk Kecamatan Semau, 3040,47 ha untuk Kecamatan Kupang Barat, dan 365,34 ha untuk Kecamatan Sulamu. 3. Komoditas budidaya yang dimodelkan meliputi komoditas rumput

laut yang merupakan komoditas unggulan di lokasi studi. Produksi budidaya rumput laut untuk Kecamatan Semau sebesar 600 ton dan Kecamatan Kupang Barat sebesar 1.100 ton tahun 2007 sedangkan untuk Kecamatan Sulamu data tidak tersedia.

4. Hasil rumput laut akan diolah menjadi dodol dan pilus. Untuk mengolah tersebut dibutuhkan industri pengolahan dengan tenaga kerja. Pembudidaya rumput laut tahun 2007 di Kecamatan Semau sejumlah 995 jiwa dan Kecamatan Kupang Barat sejumlah 1650 orang. 5. Lahan budidaya adalah lahan dengan kelas sangat sesuai, sedangkan

untuk lahan dengan kelas sesuai dan tidak sesuai dipakai sebagai lahan konservasi.

6. Sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Kupang dihitung dari PDRB perikanan yang meliputi komoditas rumput laut.

Gambar 27 Struktur model dinamik pengembangan kawasan minapolitan berbasis rumput laut di Kabupaten Kupang

6.5 Penutup

Sistem adalah obyek yang akan diteliti dengan berpikir sistematik. Berdasarkan pemahaman akan kejadian sistematik akan lebih mudah mengungkapkan kompleksitas masalah secara sederhana. Dalam perkembangannya, penyederhanaan kompleksitas tersebut telah dikembangkan menjadi pola-pola struktur dinamis yang memiliki perbedaan pola perilaku dinamis. Pola-pola perilaku dinamis tersebut dapat dipakai sebagai pedoman awal membangun struktur dinamis yang lebih rinci atau sesuai dengan keperluan analisis. Pola perilaku dinamis dikenali dari hasil simulasi model. Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses dengan tujuan memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Pemahaman ini berguna untuk memperoleh solusi yang terbaik mengenai masalah yang dihadapi dalam manajemen dan memperkirakan kecenderungan keadaan di masa mendatang.

Pustaka

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang. 2010. Kabupaten Kupang Dalam Angka. No. Katalog : 1403.5303. Kupang. NTT.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2002. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun 2002. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

[Kemenko Ekonomi] Kementerian Koordinator Perekonomian RI. 2010. Kebijakan Pengembangan Ekonomi dan Pembiayaan Usaha Kelautan dan Perikanan. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional KKP. Jakarta.

[Kemenko Ekonomi] Kementerian Koordinator Perekonomian RI. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Cetakan 1. Jakarta. 212hal.

[KKP]. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Dewan Kelautan Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Cetakan 1. Jakarta. 212hal.

Baveridge, M.C.M. 1987. Cage and Open Farming: Carrying Capacity Models and Environmental Impact. FAO Fish Tech. Paper. 225. FIRT/ T255, 131p. Experiment Station, Auburn University. Alabama. 482p. Burrough P.A., and R.A. McDonnel. 1998. Principles Of Geographycal

Dacles, T., Beger,M., Ledesma, G.L. 2000. Southern Negros Coastal Development Programme Recommendations for Location and Level of Protection of Marine Protected Areas in Municipality of Sipalay. Phillipine Reef and Rainforest Conservation Foundation Inc. and Coral Cay Conservation Ltd.

Djojomartono, M. 2000. Dasar-dasar Analisis Sistem Dinamik. Program Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55hal.

Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Edisi Ketiga IPB Press. Bogor.

Eryatno dan F. Sofyar. 2007. Riset Kebijakan, Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPB Press. Bogor. 79hal.

Eryatno dan Ma’arif. 1989. Analisa Sistem Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Friedmann, J. 1966. Regional Development Policy: a case study of Venezuela. Cambridge: MIT Press.

Godschalk DR, Park FH. 1978. Carrying capacity: a key to environmental planning. J. Soil Water Conserv. 30, 160 –165.

Hall, C.A.S and J.W. Day.1977. Ecosystem Modelling in Theory and Practise an Introduction with Case Historie. John Wiley and Son. New York. Hardjomidjojo, H. 2006. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Materi

Kuliah Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. 23hal. Hirschman, A. O. 1958. The Strategy of Economic Development. New

Haven : Yale University Press.

Iriawan. N, dan Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kapestky, J.M., L. Mc Gregor, and H. Nanne. 1987. A Geographical kinformation System and Satellite Remote Sensing to Plan for Aquaculture Development: A FAO – UNEP/GRID Cooperative Study in Costa Rica. FAO Fish. Tech. Pap. (287):51p.

Manetsch, T.J and G.L. Park. 1979. System Analysis and Simulation with Application to Economic and Social System (terjemahan). Part I 3rd

edition. Departement of Electrical Enginering and System Science. Michigan State University East Lansing. Michigan. 64p.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jakarta. 197hal.

Marimin. 2009. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta.

Morain, S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical-Political Equation. On Word Press. USA, 361pp. Muhammadi, E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis,

Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta. 414hal.

Myrdal, G. 1975. Economic Theory and Under-development Regions. London: Duckworth.

Nurhayati, M. (2013). Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Sektor Non Jasa. Jurnal Keuangan dan Bisnis, Vol. 5, No. 2.Pauli, G. 2010. Blue Economy-10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs. Paradigm- Pubs. New Mexico.

Porter, M. 2000. Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy. Economic Development Quarterly, 14(1): 15-34, February 2000. Harvard Bussiness School Press. Boston, MA.

Price D.1999. Carrying Capacity Reconsidered. Populat. Environ. 21 (1), 5–26. Program Pascasarjana IPB.

Puspitawati dan Madjid. 2015. Penerapan Blue Economy dalam Keberlanjutan Ketersediaan Sumberdaya Laut guna Meningkatkan Daya Saing Indonesia Menyongsong MEA. Prosiding Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN: Perspektif Hukum dan Perlindungan Sumberdaya Laut. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. DI Yogyakarta.

Rauf. 2008. Pengembangan Terpadu Pemanfaatan Ruang Kepulauan Tanakeke Berbasis Daya Dukung. (Disertasi) Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 211hal.

Robert, N. 1983. Introduction for Computer Simulation: A System Dinamics Modelling Approach. Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts.

Roughgarden J. 1979. Theory of Population Genetics and Evolutionary Ecology: An Introduction. Macmillan, New York.

Soekartawai. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

UNEP. 2011. Global Guidance Principles for Life Cycle Assessment Database (A Basis for Greener Process and Products).

UNEP. 2009. The UNEP Large Marine Ecosystem Report No.182 - A perspective on changing conditions in the LMEs of the World‘s Regional Seas. ISBN:978-92-807-2773-9, www.unep.org.

Glosarium

Backwash Effect : Istilah dalam teori pembangunan

wilayah yang menunjukkan kaitan antara pembangunan di daerah maju akan menciptakan hambatan bagi pembangunan di daerah belakangnya.

Delay Time : Waktu tunda (biasanya diperlukan untuk

mengukur kualitas)

Dendogram : Diagram bercabang-cabang

menyerupai pohon yang dipakai untuk menggambarkan derajat kekerabatan atau kesamaan.

Ekonomi Biru : Suatu paradigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem.

Minapolitan : Konsepsi pembangunan ekonomi

kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan, sedangkan kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. Module Oriented

Programming (MOP)

: Kerangka kerja formal yang dipakai untuk pengembangan perangkat lunak dan analisis, di mana pengembang menentukan ciri yang diinginkan

menggunakan formalisme spesifikasi yang ditetapkan, bersamaan dengan kode untuk mengeksekusi ketika properti divalidasi.

MP3EI : Pendekatan yang didasari semangat “not business as usual” melalui perubahan pola pikir bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya bergantung pada pemerintah saja tapi dengan kolaborasi Bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta. Singkatan dari masterplan percepatan dan pembangunan ekonomi.

Polarisasi Ekonomi : Teori yang dikemukakan oleh Gunar Myrdal, dalam pengertiannya setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran. Pusat pertumbuhan tersebut juga mempunyai daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian terus-menerus akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi pertumbuhan ekonomi (polarization of economic growth). Public-Private

Partnership (PPP)

: Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS dalam Bahasa inggris Public Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta.

Revolusi Biru : Suatu kebijakan pembangunan ekonomi berbasis perikanan di suatu kawasan agribisnis melalui program minapolitan dan peningkatan produksi perikanan.

Spread Effect : Istilah dalam teori pembangunan

wilayah yang menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerah-daerah yang kurang makmur, hal ini meliputi : meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta teknologi.

Trickling Down Effects : Konteks menetes ke bawah, berarti pertumbuhan ekonomi sekian persen, bisa menciptakan lapangan kerja sekian ratus ribu yang turut mensejahterakan masyarakat.

A Agribisnis 58-59, 62, 65. B Bisnis 4, 6, 10-18, 20-24, 58-59, 62, 65. E Ekonomi 1-51, 54, 58-66, 76, 78, 80, 82-83, 86, 94-95, 103. Ekosistem 1-3, 5, 7-8, 14, 17, 50, 54-83, 86, 98- 105. I Indeks 30, 80-82. Industri 4, 6-14, 16, 19-20, 22-24, 31-32, 34-35, 39, 41, 47-50, 59-61, 76, 97, 102-104. K Kapasitas 4, 9, 12, 16, 48, 58-65, 86, 92-93, 96. Klaster 39, 47,49, 52-58, 60-63, 65, 82-83, 97-105. L Lingkungan 1, 4-8, 10-20, 22-23, 46, 50, 52, 54, 61, 63, 65, 102. M MP3EI 1, 2, 25-28, 35-37, 51. P

Indeks

Perikanan 4, 6, 9, 12-14, 17-20, 22, 25, 31-32, 42-50, 52-67, 69, 75, 78, 82-83, 97-98, 104. PDB 28-29,43. S Sistem 1-5, 7-15, 17, 19-20, 29, 35- 36, 40, 52-54, 58-60, 62, 65, 76, 83- 86, 94-97, 98-102, 103. SLoC 32. U UNCLOS 1. UNEP 4, 32.

Dokumen terkait