• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pengembangan Minapolitan

Bab 3 Klaster Perikanan

3.3 Konsep Pengembangan Minapolitan

Salah satu prime mover perekonomian Indonesia adalah sumberdaya perikanan. Pada kenyataannya Indonesia memiliki keunggulan komparatif seperti:

1. Jumlah dan Keragaman sumberdaya perikanan yang besar 2. Keterkaitan industri perikanan dengan industri lainnya 3. Industri perikanan Indonesia berbasis sumberdaya lokal 4. Potensi sumberdaya ikan yang tinggi

Sektor perikanan saat ini pada kondisi yang belum optimal dan belum menjadi prioritas pembangunan, sehingga tantangan yang diperlukan adalah mewujudkan unggulan perikanan yang tadinya komperatif menjadi kompetitif. Perubahan yang tepat dan cepat ini akan membawa kinerja perikanan menjadi lebih baik.

Permasalahan-permasalahan dari industri perikanan yang terjadi dan harus ditanggulangi secara tepat seperti: kurangnya akses terhadap permodalan dan pengkreditan, tingginya biaya produksi, rendahnya kapasitas pembudidaya/nelayan, kurangnya akses terhadap bibit/benih,

rendahnya penanggulangan penyakit ikan, lemahnya penanganan pasca panen dan rendahnya pengelolaan lingkungan budidaya perikanan. Kondisi pasar yang terbuka merupakan tantangan tersendiri bagi pembangunan perikanan regional dan nasional. Permasalahan dan tantangan yang telah dikemukakan harus dapat ditanggulangi sehingga tidak ada hambatan dalam peningkatan daya saing perikanan, untuk itu konsep pendekatan klaster menjadi solusi dan relatif tepat dalam strategi meningkatkan daya saing perikanan. Pada negara lainnya, industri basis klaster sudah terbukti mampu menembus pasar dan berkelanjutan. Strategi pendekatan klaster ini membawa pembangunan ekonomi lebih komprehensif dan efektif. Keberhasilan dari pendekatan ini terletak pada komitmen kerjasama yang kuat antara pemangku kepentingan perikanan.

Porter (2000) menyatakan bahwa pendekatan klaster dibentuk atas pemusatan aktifitas perikanan di wilayah tertentu. Friedmann (1966) menyatakan bahwa dalam pengembangan klaster ini, sub-sistem hulu ke hilir dan jasa pendukung harus saling mendukung satu dan lainnya. Ciri klaster perikanan yang baik dapat dinilai dari tingginya tingkat keterkaitan beragam kegiatan yang saling mendukung satu dan lainnya juga antar pelaku satu dengan pelaku lainnya. Beberapa elemen kunci dalam klaster perikanan yang harus diperhatikan dengan baik adalah sebagai berikut: a) Terjalinnya kemitraan dan jaringan kerjasama yang baik antar stake-

holders. Adanya kerjasama antar institusi/lembaga/perusahaan yang baik merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya untuk memperoleh sumber daya, namun juga dalam hal fleksibilitas, dan proses pembelajaran bersama antar institusi/lembaga/perusahaan. Fleksibilitas akan tercipta misalnya dalam hal penentuan jumlah produksi, sedangkan proses pembelajaran bersama, misalnya dalam transfer dan penyebaran teknologi yang dapat meningkatkan keahlian pelaku perusahaan yang ada dalam klaster.

b) Adanya inovasi, riset dan pengembangan di sektor perikanan. Inovasi harus terus dikembangkan untuk proses produksi atau produk, se- dangkan riset dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c) Sumberdaya manusia yang handal. Dengan kapasitas sumberdaya manusia yang mumpuni dan semangat kewirausahaan yang tinggi, maka keberadaan modal maupun institusi dapat dijalankan dengan baik.

d) Penentuan lokasi klaster perikanan yang sesuai dengan daya dukung. Lokasi ditentukan berdasarkan keterpaduan berbagai faktor kunci

seperti biaya transportasi/logistik, struktur pasar, ketersediaan sum- ber daya alam dan manusia, harga dari faktor lokal, adanya kompetisi dan ketersediaan informasi, serta kemungkinan proses produksi dan substitusi,

Perwujudan strategi peningkatan sumberdaya perikanan yang berdaya saing tinggi dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:

1) Pemenuhan kebutuhan dasar suatu klaster yakni iklim investasi/per- modalan yang kondusif dan efisien, stabilitas ekonomi makro yang mantap, dan jaminan terhadap penyelenggaran hukum yang terper- caya.

2) Percepatan dalam meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia dari pelaku yang ada pada tiap klaster dilakukan dengan mengem- bangkan keterampilan melalui kursus/pelatihan, pendampingan dan kegiatan sejenis lainnya.

3) Pengembangan berbagai kelembagaan yang mendukung kegiatan klaster dengan fokus pada pendidikan dan penelitian, pembiayaan dan penyuluhan/pendampingan. Kelembagaan ini diharapkan akan meningkatkan akses para pelaku di tiap klaster terhadap ketersediaan informasi IPTEK, inovasi, dan kapital dan sebagainya yang diperlu- kan untuk menambahn kinerja dari klaster.

4) Penentuan lokasi/wilayah klaster berdasarkan hasil pemetaan dan identifikasi karakteristik wilayah dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi. Hal ini penting agar klaster dapat berkembang seiring dengan peningkatan daya saing produksi perikanan domestik mau- pun internasional.

Pertambahan penduduk dan perubahan konsumi masyarakat ke arah protein hewani yang lebih sehat adalah salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan produk perikanan. Sementara pasokan ikan dari hasil penangkapan cenderung semakin berkurang, dengan adanya kecenderungan semakin meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas lingkungan, terutama wilayah perairan tempat ikan memijah, mengasuh dan membesarkan anak. Guna mengatasi keadaan ini, maka pengembangan budidaya laut merupakan alternatif yang cukup memberikan harapan. Hal ini didukung oleh potensi alam Indonesia yang memiliki 81.000 km garis pantai dan penduduk yang telah terbiasa dengan budaya pantai dengan segala pernik-perniknya. Kegiatan budidaya laut dan pantai berpeluang besar menjadi tumpuan bagi sumber pangan hewani di masa depan, karena peluang produksi perikanan tangkap yang terus menurun.

Dasar hukum minapolitan adalah Permen KKP No.12 tahun 2010 tentang minapolitan, Kepmen KKP No.32 tahun 2010 tentang penetapan kawasan minapolitan, dan Kepmen KKP No.18 tahun 2011 tentang pedoman umum minapolitan. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan, sedangkan kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. Tujuan dari minapolitan adalah untuk (a) meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; (b) meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan (c) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Karakteristik kawasan minapolitan meliputi : (a) Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan; (b) Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi; (c) Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan (d) Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya.

Persyaratan kawasan minapolitan adalah : (a) kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) kabupaten/ kota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan; (b) memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi; (c) letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan; (d) terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait; (e) tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan; (f) kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan; (g) komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan; (h) keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan; dan (i) ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.

Persyaratan kawasan minapolitan diatas dapat dipenuhi dengan beberapa metode kuantitatif dari pendekatan sistem. Bab-bab berikut akan menjelaskan prinsip-prinsip metode kuantitatif yang dapat dipakai dalam penilaian kawasan minapolitan.

3.4 Penutup

Klaster minapolitan atau klaster dengan sumberdaya perikanan merupakan suatu bentuk pendekatan dengan pemusatan kegiatan perikanan di suatu wialyah/lokasi tertentu. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan menekan pembiayaan dari hulu ke hilir dalam suatu produksi. Pola pemusatan yang dilakukan pada suatu kawasan yang tersedia sub-sistem dalam aktivitas agribisnis sektor perikanan dari sub-sistem hulu sampai hilir serta jasa penunjang dari kegiatan ini. Catatan penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan klaster perikanan adalah biaya produksi yang masih tinggi, lemahnya permodalan, lemahnya kemampuan pembudidayaan ikan, baik benih, pakan, penyakit, pengelolaan lingkungan budidaya dan penanganan pasca panen.

Dokumen terkait