• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA SAING INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA

Harlem Marpaung

Ketua Himpunan Kimia Sumatera Utara

ABSTRAK

Untuk meningkatkan industri kelapa sawit dapat bersaing secara global, peranan kimia diperlukan untuk menaikan nilai tambah dengan mengembangkan industri hilir. Dalam makalah ini dibahas ulang perkembangan bahan kimia yang berasal dari minyak (oleokimia).

PENDAHULUAN

Kenaikan produksi industri hasil perkebunan kelapa sawit di Indonesia termasuk Sumatera Utara diikuti oleh kenaikan hasil produksi negara lain seperti Malaysia, Kolombia, Guatemala dan lain- lain. Hal ini merupakan suatu tantangan bagaimana up[aya untuk mempertahankan hasil produksi ddapat besaing secara global terutama dalam menbghadapi pemmenuhan peraturan yang ada dalam dsetiap Negara terutamnya masyarakat eroph dengan maksud melindungi kesehatan konsumen melalui standar mutu dan mempertahankan kontribusi industri kelapa sawit tetap memjadi pendukung ekonomi Indonesia. Oleh Karen itu industri kelapa sawit harus dikelola dengan teknologi yang berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan kesehatan konsumen

Disanping itu perlu dilakukan penelitian dan perkembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit supaya jangan bergantung pada minyak mentah kelapa sawit (CPO) adan minyak inti kelapa sawit. Dalam kaitan ini peran kimia diperlukan untuk memproduksi turunan minyak kelapa sawit (oleokimia)

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011

untuk berbagai industri olekimia dimana 90% adalah untuk pembuatan surfaktan.

i. Pemanfaatan Biomassa : Perkebunan kelapa sawit

menghasilkan 55 ton / hektar / thn total bahan kering. Minyak dan inti sawit sebanyak 5,5 ton sehingga ada 49,5 ton bio massa untuk dimanfaatkan

Pemanfaatan biomassa merupakan sutau tantangan dan peluang bagi kimia dengan memanfaatkan biomassa melalui reaksi - reaksi sintesa polimeroisasi untuk menghasilkan berbagai produk material yang bernilai seperti medium density fiber board (MDF), composite board, pulp dan kertas, thermoplastik, komposit thermoset, karbon aktif dan energi terbarukan.

Ekstraksi pelarut selulosa dan lignin dari biomassa minyak sawit telah dikembangkan (3) selulosa yang tidak mengandung belerang sangat cocok untuk makanan dan industri farmasi sedangkan lignmini sanat baik untuk zat perekat kayu. Pemakaian serat minyak sawit adalah sebagai pengisi (filler) komposit termoplastik yang telah digunakan oleh Proton mobil buatan Malaysia

I. Oleokimia

Bahan kimia yang diperoleh dari minyak dan lemak disebut oleokimia. Oleokimia sangat bermanfaat untuk diproses lebih lanjut melalui reaksi dan proses kimia menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Bahan-bahan yang dihasilkan adalah berbagai produk, antara lain poliuretan (PU), yang digunakan untuk insulator dalam lemari pendingin dan material konstruksi seperti pengganti asbes dan kayu pelapis dinding. Karena semakin berkurangnya minyak bumi, pemanfaatan oleokimia untuk maksud ini sangat menjanjikan dimana pada tahun 2000 diperlukan 8,65 juta ton PU di seluruh dunia(3). Di Indonesia pengembangan industri hilir minyak sawit adalah berdasarkan metal ester seperti pada gambar 1. (4).

I.1. Surfaktan

Pengembangan oleokimia tidak hanya seksistensi teknologi yang sudah ada, tetapi harus dikembangkan dari pemikiran lingkungan, keselamatan dan kesehatan. Oleh karena itu pengembangan industri hilir (oleokimia haruslah spesifik untuk minyak kelapa sawit dengan menggunakan karakteristiknya). Dibawah ini dibahas surfaktan yang baru, murah dan ramah lingkungan.

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011

Sejak 1960, MES telah diketahui dan diproduksi. Tetapi tidak sukses karena teknologi sulfonasinya sangat sulit dibandingkan dengan surfaktan lainnya. Masalah pembuatan MES adalah warnanya jelek ( coklat kuning) dengan hasil samping yang tidak diinginkan, antara lain sebagai garam disodium. Uatu proses baru telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 2 adala diagram pembuatan MES yang lama,dimana untuk langkah sulfonasi, metal ester asam lemak dialirkan kedalam dinding reaktor dan dihubungkan dengan gas sulfonasi. Ketika tersulfonasi, metil ester asam lemak menjadi berwarna dan diperlukan perlakuan pemutihan ( bleaching ). Bahan pemutih yang dipakai adalah Hidrogen peroksida dengan methanol. Kemudian asam tersulfonasi dinetralkan dengan larutan alkali encer untuk menghasilkan MES yang netral. Adanya methanol akan mencegah pembentukan garam disodium.

Proses sulfonasi yang baru yang lebih sederhana telah dikembangkan seperti pada gambar 3. Langkah sulfonasi dibuat dengan memasukkan metil ester asam lemak dan zat penghilang warna ke dalam suatu reactor lalu sulfonasi dilakukan dengan memasukkan gas melalui pipa. Kemudian diikuti dengan langkah aging. Karena adanya zat penghilang warna, maka asam tersulfonasi yang dihasilkan berwarna lebih lemah daripada warna yang dihasilkan dengan cara lama. Langkah esterifikasi dilakukan dengan methanol yang dimasukkan dengan pipa, kemudian asam tersulfonasi dinetralkan dengan larutan alkali yang encer untuk menghasilkan MES netral lalu kemudian diputihkan/ dikelantang ( bleaching). MES mempunyai karakter yang menarik untuk detergen karena ramah lingkungan daripada surfaktan yang lain ; Pemakaian MES untuk deterjen anionic akan berkembang luas pada abad 21 ini.

II. Metil Ester Etoksilat ( MEE)

Sama dengan surfaktan anionic, non-ionik, surfaktan banyak dipakai untuk deterjen cair dan deterjen bubuk maupun kosmetik. Conroh surfaktan anionic adalah alcohol etoksilat (AE) yang dibuat dari

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011

Ekstraksi secara komersil telah dikembangkan dengan menggunakan kesetimbangan Metil Ester, methanol dan air (6).

Bila air mengandung larutan methanol dicampur dengan metil ester CPO, campuran menjadi terpisah dua lapisan. Lapisan atas berwarna pucat dan lapisan bawah berwarna ,\merah gelap yang berisi karoten. Proses ekstraksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini ( Gambar 5). Mula- mula CPO diubah menjadi metil ester pada temperature rendah agar karoten tidak terurai. Campuran ini dipisahkan menjadi karoten yang pekat dan ester tak berwana. Karoten yang diperoleh dimasukkan dengan kromatografi adsorpsi. CPO juga mengandung 635-1000ppm tokoferol(9). Tokoferol CPO ini terkonsentrasi dalam residu destilasi ketika proses pembuatan metil ester yang merupakan cara murah untuk memperoleh tokotrienol dibandingkan dari minyak bebas (9).

Penelitian yang baru menunjukkan bawha karoten dari minyak sawit (CPO) memiliki aktivitas anti-kanker yang jauh lebih efektif daripada yang dibuat secara sintesis dan berguna untuk mencegah kanker kulit, hati, dan paru-paru.(8).

IV. Minyak Sawit Merah (Red Palm Oil)

Minyak dari CPO yang diperoleh dengan proses lembut (mild) sehingga sebagian besar karoten alami tertahan(11). Produk ini kaya akan pro-vitamin A (400-500ppm) dan vitamin E ( 500-600 ppm). Warna merah disebabkan oleh karoten. Minyak ini dapat digunakan sebagai sumber warna alami dan provitamin A, bahan tambahan makanan, misalnya mie, keju, dll.

V. Biodiesel

Biodiesel adalah sejenis diesel yang diperoleh dari lemak dan minyak tumbuhan atau binatang yang juga disebut metil ester asam lemak(10). Sifat fisika dan pembakaran biodiesel hampir sama dengan bahan baker petrokimia ringan, dan dapat langsung dipakai oleh mesin diesel . Biodiesel mempunyai keuntungan tidak mudah terbakar, sehingga lebih mudah disimpan dan digunakan, lagipula merupakan bahan kimia yang hijau yaitu dapat diperbaharui dan terbiodegradasi, mengurangi emisi SO2, CO, dan debu. CPO dapat dibuat biodiesel

dengan cara transesterifikasi dengan methanol, dengan adanya katalis pada kondisi tertentu(12). Pembuatan biodiesel secara enzimatik juga telah dilakukan, untuk beberapa jeis minyak yang mempunyai keuntungan yaitu air cucian yang tidak mengandung sabun yang

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011

reaksi efektif untuk menghasilkan biodiesel dari minyak tumbuh- tumbuhan atau limbah minyak.

VI. Modifikasi Minyak

Minyak kelapa sawit yang banyak mengandung asam lemak jenuh (misalnya asam palmitat) merangsang/menginduksi pengumpulan kolesterol dalam darah dan terbukti dari hasil percobaannya terhadap hewan. Oleh karena itu perhatian untuk menurunkan kandungan asam lemak jenuh dalam minyak kelapa sawit telah memacu produsen industri minyak kelapa sawit untuk menurunkan kandungan lemak jenuh ini melalui berbagai penelitian kima untuk memodifikasi komposisi asam lemak dengan mengubah posisi asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam rantai asam lemak pada minyak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Proceeding of Chemistry and Technology Conference. “Enhancing Oil Palm Industry Development through Environmental Friendly Technology”. Bali, 8-12 Juli 2002.

2. Itsuo Hanna and Kazuo Ohbu, “New Technology and Development on te use of Palm Oil in Oleochemical Industry”. Proceeding of Chemistry and Technology Conference. Bali, 8-12 Juli 2002. Halaman 46-59.

3. Yusof Basiron, Mohd Basri Wahid, and Chan Kook Weng, “Advances in Research and Development for the Oil Palm Industry in Malaysia”. Proceedinf of Chemistry and Technology Conference. Bali, 8-12 Juli 2002. Halaman 14-22.

4. R.H.Trisnamurti, Wuryaningsih SR, A.Sulaswatty. “Research on Down Stream Processing of Palm Oil and its Oleomaterials”. Proceeding of Chemistry and Technology Conference. Bali,8-12 Juli 2002. Halaman 137-148.

5. M. Nakamura and K.Oba. J. Japan Oil Chemical Society, 46(1997), p.957.

6. R.Iwasaki and M.Murakoshi. INFORM, 3(1992), p.210. 7. I. Hanna et.al. Surfactants and Detergents,1(1998), p.93.

Prosiding Seminar Nasional Kimia 2011