PENYALAHGUNAAN NARKOBA
A. Defenisi Narkoba
166
Istilah narkoba muncul sekitar tahun 1998 dimana pada waktu itu banyak terjadi peristiwa perilaku penyalagunaan zat obat-obat terlarang yang menimbulkan kecanduan atau ketergantungan, istilah NARKOBA ini dipergunakan dengan tujuan untuk memudahkan orang berkomunikasi atau membicarakan tanpa harus menyebutkan istilah yang begitu panjang yakni Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya lainnya (Suparmono 2007).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1982) menjelaskan bahwa narkoba merupakan akronim atau singkatan kata dari Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya lainnya. Pada masa sekarang istilah penyalahgunaan narkoba atau drug abuse di dunia International telah mengalami perubahan, yaitu menggunakan istilah substance use disorder (SUD). Istilah tersebut telah memperoleh hasil kesepakatan berdasarkan keputusan APA (American Psychiatric Association) melalui pengklasifikasian dari DSM-V yang diterbitkan pada 18 Mei 2013, yang merupakan pembaharuan dan menggantikan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV), yang telah diterbitkan pada tahun 2000 (Jeste et al. 2013). Berdasarkan perubahan istilah tersebut maka perilaku penyalahgunaan narkoba secara esensial dikategorikan sebagai perilaku yang terbentuk karena ada gangguan mental atau gangguan psikologis dalam diri seseorang.
Secara tegas seorang psikolog klinis Wiramihardja (2004) menyatakan bahwa perilaku penyalahgunaan narkoba disebut sebagai gangguan perilaku atau behavior disorder yaitu suatu bentuk perilaku yang digunakan secara khusus untuk gangguan yang berasal dari kegagalan belajar, baik kegagalan mempelajari kompetensi yang dibutuhkan maupun kegagalan dalam mempelajari pola penanggulangan masalah yang maladaptif.
167
Pada DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV) yang terdiri atas 5 aksis gangguan, perilaku penyalahgunaan narkoba berada pada aksis 1 nomor 4 yang menuliskan bahwa “gangguan yang berhubungan dengan obat dan napza, termasuk penggunaan alkohol, gangguan penggunaan amfetamin, gangguan yang dipicu oleh amfetamin, gangguan yang dipengaruhi oleh kafein, gangguan penggunaan cannabis, gangguan yang dipicu anxiolitic, hipnotic dan sedatif. Aksis ini sangat penting dalam bidang psikologi (Wiramihardja, 2004).
Adapun kategorisasi dari Substance Use Disorder (SUD) berdasarkan DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-V) yang diklasifikansikan secara khusus menurut jenis narkoba yang dikonsumsi atau disalahgunakan yaitu: 303.90 untuk ketergantungan alkohol;
304.00 untuk ketergantungan opioid; 304.10 untuk ketergantungan sedatif, anxiolytic (termasuk benzodiazepine dan barbiturat); 304.20 untuk ketergantungan kokain;
304.30 untuk ketergantungan cannabis; 304.40 untuk ketergantungan amphetamine; 304.50 untuk ketergantungan halusinogen; 304.60 ketergantungan inhalant; 304.70 untuk ketergantungan polysubstance; 304.80 untuk ketergantungan phencyclidine; 304.90 untuk ketergantungan zat lain (tidak diketahui); dan 305.10 untuk ketergantungan nikotin (Jeste et al. 2013).
Walaupun demikian, di Indonesia penggunaaan istilah narkoba masih sangat bervariasi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tepatnya Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat menyebutkan istilah NAPZA yang merupakan akronim Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Manakala istilah masyarakat secara umum mempergunakan istilah narkoba.
Saat ini secara resmi Pemerintah Indonesia menggunakan istilah narkotika. Hal tersebut sesuai dengan
168
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika bagian menimbang, yang menyebutkan (c). bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama’ (Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009).
Defenisi narkoba menurut Undang-Undang Nomor.
35 Tahun 2009 pada pasal 1 dituliskan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini (Undang-Undang RI Nomor. 35 Tahun 2009).
Lebih lanjut pada penjelasan umum Undang-Undang RI Nomor. 35 tahun 2009, diuraikan bahwa: Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional (Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009).
Demikian pula defenisi narkotika menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 22 Tahun 1997 juga
169
menggunakan istilah narkotika. Hal tersebut tertuang pada pasal 1, ayat 1 yang menyebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan (Undang-Undang Nomor, 22 Tahun 1997).
Istilah narkotika berasal dari bahasa Yunani dengan kata “narkoum” yang berarti membuat lumpuh atau membuat mati rasa (Handoyo & Rusli 2008). Manakala Jokosuyono (1980) dan Poeroe (1989) menngartikan narkotika dalam bahasa Yunani lainnya ‘narkotikus ‘ yang berarti suatu keadaan tanpa sensasi.
Pendapat berbeda dilontarkan oleh Allister Vale (dalam Jamaluddin, 2012) yang menguraikan bahwa narkoba berasal dari bahasa Jerman dengan istilah “droge vate“ yang berarti hampas atau kulit kering. Istilah tersebut digunakan secara salah untuk membuktikan kandungannya.
Hal ini bermakna bahwa individu mempergunakan narkoba secara salah akan tetapi individu itu secara penuh kesadaran atau tidak dengan sengaja telah menyalahgunakan narkoba walapun dia mengetahui bahwa perbuatannya itu bertentangan dan melanggar undang-undang. Selanjutnya beliau mendefenisikan narkoba sebagai suatu bahan atau zat yang jika masuk ke tubuh manusia akan menyebabkan berbagai perubahan dalam tubuh, baik dilakukan secara dihirup, ditelan, disuntik, diminum dan sifat ketergantungan pada narkoba sangat sulit dihentikan.
Durand & Barlow (2007) menggunakan istilah substance atau substansi yang merujuk kepada senyawa
170
kimia yang dicerna manusia dengan tujuan untuk mengubah suasana perasaan atau perilaku, selanjutnya dijelaskan bahwa meskipun pada awalnya istilah ini dimaksudkan untuk obata-obatan psikoaktif seperti kokain atau heroin, tetapi defenisi substance sebenarnya juga mencakup obat-obatan legal yang dapat ditemukan dimana-mana seperti alkohol dan nikotin yang terdapat dalam tembakau, serta kafein yang terkandung dalam kopi, minuman ringan, dan coklat. Padahal obat-obatan atau substansi yang dianggap aman ini juga dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku dan juga dapat bersifat adiktif. Substansi psikoaktif ialah zat yang dapat mengubah suasana perasaan dan/atau perilaku sehingga bisa menjadi terintoksikasi (reaksi psikologis pada substansi yang dicerna sehingga menimbulkan mabuk) atau high atau teler menyalahgunakan substansi tersebut dan menjadi ketergantungan atau mengalami adiksi atau kecanduan.
Jadi istilah narkotika, narkoba, napza dan obat-obatan terlarang lainnya disebut sebagai zat atau bahan yang dapat menyebabkan ketergantungan karena narkoba mengandung bahan adiktif dan bahan psikoaktif. Bahan adiktif ini dapat memberikan perubahan-perubahan pada aktivitas otak dan bahan psikoaktif yang sangat membahayakan tubuh manusia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2002).
Narkoba merupakan zat atau bahan yang memberikan kenikmatan sesat tetapi dibalik kenikmatan yang dikandungnya diam-diam tersimpan zat yang dapat membunuh penyalahguna baik secara perlahan-lahan maupun secara langsung. Apabila sesorang dapat terhindar dari kematian, dampaknya pun dapat menimbulkan gangguan dan kerusakan pada fungsi-fungsi organ tubuh manusia (Sinar Indonesia, 2008).
Kamisah Yusof et al. (2011) berargumen bahwa narkoba (drug) memiliki berbagai macam tafsiran, seperti
171
tafsiran dibidang farmasi dan dibidang kesehatan dikenal dengan istilah “drug” yang bermakna obat. Secara umum istilah drug dan narkoba memberikan pemahaman yang sama yakni sejenis bahan kimia alami atau buatan, apabila dimasukkan ke dalam tubuh melalui berbagai cara seperti dihirup, dihisap, disuntik, dan dimakan secara langsung sehingga menimbulkan efek perubahan bahkan kerusakan fungsi-fungsi tubuh individu dari segi fisik dan psikisnya.
Abdul Gaffar (2010) berpendapat bahwa narkoba merupakan bahan yang dapat merusak kesehatan baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani sampai mengakibatkan perilaku ketergantungan atau perilaku kecanduan. Pendapat senada dilontarkan oleh George (1990) yang mengatakan bahwa narkoba merupakan zat kimia psikoaktif yang dipergunakan bukan untuk tujuan pengobatan adalah dilarang, boleh menyebabkan penyalahgunaan secara fisik dan psikologis.
Manakala Jamaluddin (2012) menyatakan narkoba merupakan bahan kimia yang membuat individu kehilangan kesadaran jika disalahgunakan. Berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa narkoba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat mengakibatkan kecanduan baik secara fisik maupun secara psikologis sampai merusak kesehatan bahkan mengakibatkan kematian bagi yang menyalahgunakannya.