PENYALAHGUNAAN NARKOBA
NEUROLEPTIK Phenothiazines
Chlorpromazine 1 100 – 1000
Thiordazine
Mesoridazine 1
2 100 - 800
50 - 400
182
183
184
Maslim (1999) menjelaskan bahwa mayarakat luas seringkali tidak dapat membedakan antara obat psikotropika dangan obat narkotika. Obat psikotropika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat dan memiliki efek utama tehadap aktivitas mental dan perilaku. Obat psikotropika niasanya digunakan untuk memberikan terapi kepada individu yang mengalami gangguan psikiatrik atau gangguan psikologis.
Manakala obat narkotika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri. Obat narkoyika biasanya digunakan untuk analgesic (anti rasa sakit), antitusif (mengurangi batuk), anti pasmodik (mengurangi rasa mual atau mulas), dan pramedikasi anastesi dalam praktek kedokteran.
Passer & Smith (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor tingkat analisis yang berkaitan dengan narkoba yakni a) faktor biologis diantaranya akibat agonistik atau antagonistik pada neurotransmisi, melewati saraf dan pusat otak akibat reaksi narkoba, respon pada kompensasi dan toleransi terhadap pemberian narkoba; b) faktor genetik yang mempengaruhi reaktivitas biologi terhadap obat tertentu; c) faktor psikologis seperti sikap terhadap pengggunaan narkoba, harapan mengenai efek narkoba, dan tingkat penyesuaian pribadi individu; d) faktor lingkungan seperti norma budaya dan pengalaman yang mempengaruhi harapan, aturan fisik, konteks sosial dan perilaku penyalahgunaan narkoba.
Argumen yang sama telah dijelaskan oleh Maramis (1994) bahwa efek yang ditimbulkan narkoba jenis psikotropika diantaranya terjadi hipotensi ortostatik yaitu
185
tekanan daran turun ketika individu dalam keadaan berdiri, adanya gejala neurologik seperti tremor atau gemetar, parkinsonisme (langkah kaki kecil-kecil dan posisi badan kaku), dyskinesia (gangguan pengendalian gerakan) seperti lidah keluar tak terkendali, gerakan mata yang juga tidak dapat dikendalikan.
Selanjutnya dijelaskan efek samping lainnya adalah gangguan autonomic, vegetative atau hormonal seperti mengantuk, lelah, mulut kering, tachycardia (detak jantung menjadi cepat), sukar buang air kecil, konstipasi (sukar buang air besar), pada perempuan adanya gangguan menstruasi,penurunan potensi seks, adanya gejala psikiatrik seperti hipomanik (kegembiraan secara berlebihan), alergi dan icterus (badan menjadi kuning).
Walaupun demikian, ada beberapa hal yang memungkinkan terjadi terkait dengan penggunaan obat psikotropika yang diberikan oleh dokter menurut Slamet &
Markam (2006), yaitu:
Terkadang pasien mengurangi dosis yang dianjurkan dengan alasan terganggu oleh rasa kantuk, beberapa pasien juga menganggap bahwa hanya dengan satu kali minum obat mereka akan sembuh, hal ini menyebabkan obat yang sudah tepat diberikan oleh dokter pun tidak berguna.
Pemberian obat psikotropika haruslah sesuai dengan dosis tertentu dan memperhatikan efek samping yang mungkin terjadi.
Beberapa pasien atau keluarga pasien sangat percaya pada obat psikotropika ini sehingga melalaikan psikoterapi. Hal yang harus diingat adalah bahwa tujuan dari pemberian obat psikotropika ini adalah menghilangkan atau mengurangi gejala sasaran bukan
“menyembuhkan”.
186
Beberapa pasien lain tidak mengonsumsi obat psikotropika ini karena takut akan mengalami addiction atau ketergantungan.
Ketergatungan narkoba atau ketergantungan substance menurut Durand & Barlow (2006) adalah pola penggunaan substance yang maladaptif yang ditandai oleh kebutuhan yang semakin meningkat terhadap substance itu untuk memperoleh efek yang diinginkan, efek-efek fisik negatif ketika pemakaian substance dihentikan, upaya yang gagal untuk mengontrol penggunaannya, dan dibutuhkan usaha yang substanceal untuk mendapatkannya atau untuk pulih dari efek-efeknya. Ketergantungan substance melibatkan pola penggunaan substance yang maladaptif meskipun tidak selalu menjadi tergantung yang mengakibatkan distres yang signifikan seperti yang tampak pada salah satu gejala kriteria di bawah ini dalam kurun waktu 1 tahun, kriteria-kriteria adanya gangguan ketergantungan substance, yakni:
Toleransi yang semakin tinggi untuk substance tersebut yang ditandai adanya kebutuhan dalam jumlah yang lebih besar untuk mencapai efek yang sama atau berkurangnya efek dengan menggunakan jumlah yang sama.
Gejala-gejala withdrawal atau penggunaan substance secara berkelanjutan untuk menghindari gejala-gejalanya. Withdrawal adalah reaksi fisiologis yang negatif dan berat terhadap ketiadaan psikoaktif yang dapat diredakan atau dikurangi dengan substance yang sama atau serupa.
Substance seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar dan dalam waktu yang lebih lama dari maksud awalnya.
187
Keinginan yang persisten atau usaha yang tidak pernah berhasil untuk mengontrol penggunaan substance.
Diperlukan waktu lama untuk memperoleh atau menggunakan substance atau pulih dari efek-efeknya.
Kegiatan sosial, kegiatan terkait pekerjaan atau kegiatan rekreasional yang penting berkurang secara signifikan atau dihindari karena penggunaan substance tersebut.
Penggunaan substance berlanjut meskipun diketahui bahwa hal tersebut mengakibatkan berbagai masalah fisiologis maupun psikologis.
Penjelasan yang sama juga dilontarkan Durand &
Barlow (2006) menggolongkan substance menjadi lima kategori umum, yaitu:
1. Depresan
Substance-substance psikoaktif ini membuat perilaku menjadi tenang dan dapat menginduksi relaksasi, seperti alkohol atau ethyl alcohol, obat-obat sedatif atau penenang, hipnotik atau obat tidur dan anxiolityc atau mengurangi kecemasan yang termasuk keluarga barbiturat seperti amytal, seconal, nembutal dan keluarga benzodiazepin seperti valium, zanaz, rohypnol dan halcion. Substance kategori ini terutama dapat menurunkan aktivitas sistem saraf pusat.
Barbiturat adalah keluarga kelompok sedatif yang disintesiskan pertama kali di Jerman pada tahun 1882. Obat-obat itu diresepkan untuk membantu agar dapat tidur dan untuk menggantikan obat-obatan seperti alkohol dan opium.
Barbiturat diresepkan secara meluas oleh para dokter selama tahun 1930-an sampai 1940-an sebelum properti adiktifnya dipahami sepenuhnya. Pada tahun 1950-an barbiturat termasuk obat yang paling banyak disalahgunakan oleh dewasa di Amerika Serikat.
188
Pada kondisi rendah, barbiturat merelakskan otat-otat dan dapat menghasilkan perasaan menjadi bugar. Pada dosis yang lebih besar dapat menimbulkan hasil-hasil yang serupa dengan minum berat dan mengalami masalah dalam berjalan, berkonsentrasi dan bekerja. Pada dosis yang sangat tinggi otot-otot diafragma bisa sangat relaks sehingga dapat mengakibatkan mati lemas. Overdosis barbiturat merupakan cara yang banyak digunakan untuk bunuh diri.
Benzodiazepin yang beredar seperti valium, zanaz, rohypnol dan halcion gtelah digunakan sejak tahun 1960-an.
Pada mulanya obat-obatan ini disosialisasikan sebagai sebuah cara pengobatan ajaib untuk mengatasi kecemasan hidup ditengah masyarakat berteknologi tinggi yang penuh tekanan. Walaupun pada tahun 1980-an Food and Drug Assosiation menginformasikan bahwa benzodiasepin bukanlah obat yang semestinya untk mengurangi ketegangan dan kecemasan akibat stres dan ketegangan hidup sehari-hari. Secara umum benzodiasepin jauh lebih aman dibandingkan barbiturat dengan resiko penyalahgunaan dan ketergantungan yang lebih rendah (Warneke, 1991). Tujuan bezodiasepin digunakan untuk menenangkan individu dan menginduksi tidur, efektif untuk mengatasi kecemasan, berpotensi tinggi mangatasi gangguan panik, memengaruhi penglihatan pendengaran, kontrol motorik, waktu reaksi dan ingatan, minim memiliki kemampuan untuk menolak dorongan atau godaan melakukan perbuatan tertentu, kemam;uan intelektual makin menurun, gangguan pada proses berpikir, nerasakan dan berperilaku.
Alkohol efek awalnya berupa stimulasi yang nyata, pada umumnya mengalami perasaan bugar, hambatan berkurang dan menjadi lebih outgoing disebabkan karena awalnya tertekan atau melambat adalah pusat-pusat hambatan di otak, yang menghalangi kemampuannya berfungsi dengan baik, merasa bingung, kemampuan
189
menentukan keputusan berkurang, penglihatan dan pendengaran rusak sehingga sangat berbahaya jika menyetir.
Alkohol memengaruhi banyak bagian di tubuh manusia, setelah dicerna alkohol melewati esofagus atau kerongkongan, lalu masuk ke dalam lambung, sebagian kecil diserap, kemudian masuk ke usus halus, di usus halus alkohol dengan mudah diserap ke dalam aliran darah.
Sistem sirkulasi mendistribusikan alkohol ke seluruh tubuh dan mengalami kontak dengan beberapa organ utama seperti jantung, sebagian masuk ke paru-paru. Alkohol menguap dan dihembuskan. Suatu fenomena yang mendasari test breath analyzer yang mengukur tingkat intoksikasi. Ketika alkohol berjalan melalui hati, ia pecah atau dimetabolisasikan menjadi karbon dioksida dan air oleh enzim-enzim (Maher, 1997). Orang berukuran tubuh sedang mampu memetabolisasi sekitar 7-10 gram alkohol per jam. Jumlah tersebut sebanding dengan satu botol bir atau satu gelas anggur atau 1 ons spritus 90-proof (Moak &
Anton, 1999).
Durand & Barlow (2006) juga memberikan kriteria gangguan intoksikasi alkohol, meliputi perubahan perilaku atau psikologis yang maladaptif dan signifikan karena mengkonsumsi alkohol, terdapat satu atau lebih dari tanda-tanda cara bicara seperti tertelan atau slurred speech, koordinasi yang terganggu, cara berjalan yang sempoyongan, terganggu pada perhatian dan ingatan, dan koma.
Dampak utamanya menurunkan tingkat kepekaan fisiologis dan dapat membuat rileks. Kategori depresan dapat menghasilkan gejala-gejala ketergantungan atau kecanduan, toleransi (kebutuhan substance yang semakin banyak untuk mencapai efek yang diinginkan dan hilangnya
190
efek dengan terus memakainya dalam jumlah yang sama lagi) dan withdrawal secara fisik.
Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan penggunaan obat sedatif, hipnotik dan anxiolityc tidak memberikan perbedaan yang substansial. Kriteria gangguan yang dapat terjadi adalah perilaku maladaptif atau perubahan psikologis selama taua setelah menggunakan substance tersebut; terdapat satu atau lebih tanda-tanda seperti bicara seperti tertelan atau slurred speech, koordinasi yang terganggu, cara berjalan yang sempoyongan, terganggu pada perhatian, ingatan, nystamus atau gerakan bola mata yang tidak terkendali, koma bahkan meninggal (Durand &
Barlow, 2006).
2. Stimulan
Substance-substance psikoaktif ini membuat perilaku lebih aktif, siaga, dan mengangkat suara perasaan seperti amfetamin, kokain, nikotin atau produk-produk tembakau atau rokok dan kafein seperti kopi dan coklat.
Pada dosis rendah amfetamin dapat menginduksi perasaan gembira, girang, giat, dan mengurangi kelelahan, merasa up atau naik ke puncak tetapi setelah periode elevasi akan kembali turun dan crush atau terjatuh, dan merasa depresi. Pada kuantitas yang cukup, stimulan dapat menimbulkan amphetamine use disorder atau gangguan penggunaan amfetamin. Amfetamin dimanufaktur di laboratorium dan disintesiskan pertama kali pada tahun 1877 yang digunakan untuk asma dan sebagai nasal decongestant atau melegakan sumbatan di hidung, sebagian orang mengkonsumsinya untuk mengurangi berat badan atau mengurangi nafsu makan. Sebagian obat ini (ritalin) diberikan kepada anak-anak Attention Deficit/Hyperactivity Disorder atau ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas.
191
Gejala-gejala fisiologis yang dapat muncul selama atau tidak lama setelah amfetamin dicerna adalah perubahan detak jantung, perubahan tekanan darah, berkeringat atau menggigil kedinginan, mual, muntah, kehilangan berat badan, kelemahan otot, depresi, nyeri dada, kejang-kejang, waktu tidur yang lebih panjang atau koma.
Amfetamin juga mengakibatkan halusinasi, panik, agitasi, delusi paranoid, depresi dan irritabilitas. Amfetamin menstimulasi sistem saraf pusat dengan meningkatkan aktivitas norepinefrin dan dopamin. Secara spesifik amfetamin membantu pelepasan neurotransmitter ini dan memblokir reuptake sehingga membuat ketersediaan di seluruh sistem menjadi banyak. Jika amfetamin banyak dikonsumsi maka norepinefrin dan dopamin dalam sistem juga banyak sehingga dapat menimbulkan skizofrenia.
Seperti pada amfetamin, kokain dalam jumlah kecil juga dapat meningkatkan kesiagaan, menghasilkan euforia, menaikkan tekanan darah dan denyut nadi, mengakibatkan insomnia dan kehilangan nafsu makan. Efek kokain hanya dapat berlangsung selama lebih kurang 1 jam. Selama mengkomsumsi kokain membuat orang menjadi paranoid, jantung berdetak lebih kencang dan tidak beraturan. Kokain berada dalam kelompok stimulan ini memiliki efek up and down di otak pada sistem dopamin. Kokain memasuki aliran darah dan diangkut oleh darah ke otak, di otak molekul-molekul kokain memblokir reuptake dopamin.
Neurotransmitter yang dilepaskan di sinapsis menstimulus neuron berikutnya dan didaur ulang kemudian dikembalikan ke neuron asalnya. Tampaknya kokain terjepit ditempat-tempat dimana neurotransmitter dopamin masuk kembali ke neuron asalnya dan memblokir reuptake.
Dopamin yang tidak diambil oleh neuron itu akan tetap tinggal di sinapsis menyebabkan stimulasi berulang-ulang pada neuron berikutnya. Stimulasi neuron dopamin di
“pleasure pathway” (tempat di otak yang dapat
192
menumbuhkan perasaan nikmat) menimbulkan keadaan
‘high’.
Nikotin dalam dosis kecil menstimulasi sistem saraf pusat, dapat menurunkan stres, dan memperbaiki suasana perasaan tetapi juga dapat menyebabkan hipertensi, resiko penyakit kanker dan jantung. Pada dosis tinggi membuat penglihatan kabur, membuat bingung atau kacau bahkan kematian.
Nikotin dihirup masuk ke paru-paru kemudian ke aliran darah. Hanya dalam waktu 7-9 detik orang menghirup asapnya, nikotin pun sampai di otak. Nikotin menstimulasi reseptor-reseptor tertentu nicotine acetylcholine reseptors pada formasi retikular oatk tengah dan sistem limbik. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa nikotin dapat memengaruhi otak janin dan dapat meningkatkan peluang anak-anaknya menjadi perokok dimasa mendatang jika ibunya merokok selama hamil.
Kafein adalah substansi psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi orang, dipakai secara reguler lebih 90% dari seluruh orang Amerika. Kafein disebut juga gentle stimulant atau stimulan yang lembut karena dipandang paling tidak merugikan dibandingkan semua obat adiktif tetapi kafein masih tetap dapat mengakibatkan caffeine use disorder seperti sakit kepala, mengantuk, suasana perasaan yang secara umum tidak menyenangkan jika tidak minum kopi.
Obat ini ditemukan pada teh, kopi, minuman kola dan produk-produk kokoa atau biji coklat.
Kafein dosis kecil dapat meningkatkan suasana perasaan dan mengurangi kelelahan. Pada dosis tinggi kafein membuat gugup dan insomnia karena kafein memerlukan waktu yang lama untuk meninggalkan tubuh manusia.
Kafein mempunyai blood-half life sekitar 6 jam sehingga tidur menjadi terganggu jika dicerna menjelang