• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

3.7 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional.

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur

3.8 ALUR PENELITIAN

Gambar 3.1 Alur Penelitian Mempersiapkan alat dan bahan

penelitian Determinasi tanaman

Pembuatan ekstrak

Pembuatan seri konsentrasi ekstrak

Pembuatan suspensi jamur

Identifikasi jamur

Pembuatan media

Uji aktivitas antijamur

Gambar 4.1 Hasil ekstaraksi pertama Gambar 4.2 Hasil ekstraksi kedua

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstrak Kulit Durian

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi dan pelarut etanol 70%. Ekstraksi dilakukan pengulangan dua kali, hasil ekstraksi pertama memiliki karakteristik yang sangat kental. Kekentalan ini diduga menyebabkan ekstrak pertama sulit berdifusi ke media SDA, sehingga peneliti melakukan pengulangan percobaan pembuatan ekstrak dengan metode yang sama namun lebih teliti saat pengadukan dan meminimalisir buih agar hasilnya tidak terlalu kental serta mudah berdifusi ke media. Hasil ekstraksi kedua memiliki karakteristik yang tidak terlalu kental dan dapat dengan mudah berdifusi ke media SDA, hasil inilah yang dipakai peneliti. Hasil Ekstraksi yang pertama dapat dilihat pada gambar 4.1 dan hasil ekstraksi yang kedua dapat dilihat pada gambar 4.2.

Setelah didapati ekstrak kemudian dibuat 8 seri konsentrasi ekstrak yaitu 50%, 25 %, 12,5%, 6,25% untuk uji difusi dan 3,125% ; 3% ; 1,56; 0,78% untuk uji dilusi.

Seri konsentrasi ini dibuat dengan metode pengenceran menggunakan DMSO.

Hasil Pengenceran dapat dilihat pada gambar 4.3

Gambar 4.3 Hasil seri konsentrasi ekstrak

Metode ekstraksi yang dipilih pada penelitian ini mengikuti Farmakope Herbal Indonesia tahun 2017 yaitu metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Metode maserasi memiliki keunggulan dalam isolasi senyawa dan metodenya yang mudah.

Pemilihan penggunaan pelarut etanol dalam penelitian ini dikarenakan kandungan senyawa aktif pada kulit durian bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut dalam pelarut yang juga bersifat polar. Pernyataan ini didukung oleh Pandey dan Barvey (2011) yang menyatakan bahwa Metabolit sekunder yang bersifat polar akan terekstrak oleh pelarut polar, sebaliknya senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar.

Etanol 70 % dipilih karena lebih banyak mengandung air yang bersifat polar dan lebih mudah mengikat senyawa metabolit sekunder yang juga bersifat polar.

Pernyataan ini didukung oleh Taroreh et al (2015) yang menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut yang banyak digunakan untuk ekstraksi karena selain selektif dan tidak beracun, juga pada konsentrasi di atas 20% dapat bercampur dengan air serta mudah diuapkan. Etanol mampu melarutkan berbagai senyawa antara lain alkaloid, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, klorofil, sedikit lemak dan tanin.

Gambar 4.4 Identifikasi Makroskopis Gambar 4.5 Identifikasi Mikroskopis

4.2 Identifikasi Jamur

Pada penelitian ini dilakukan identifikasi makroskopis dan mikroskopis untuk melihat jamur tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Pada identifikasi Makroskopis jamur Candida albicans didapati koloni jamur berbentuk bulat seperti pasta, berwarna krem, halus, licin dan permukaaannya sedikit cembung, identikfikasi makroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.4. Ciri-ciri koloni Candida albicans pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Tjampakasaari (2009) yang menyatakan umumnya koloni Candida albicans berbentuk bulat seperti pasta, berwarna krem dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang lebih tua

Pada identifikasi mikroskopis dengan pewarnaan gram didapati morfologi jamur yang berbentuk bulat-lonjong, dan memiliki budding sel. Identifikasi mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.5. Ciri-ciri mikroskopik tersebut sesuai dengan penelitian Rezeki, S., et al (2017) yang menyatakan bahwa pada identifikasi mikroskopik jamur Candida albicans dengan pewarnaan gram memiliki ciri-ciri sel-selnya berbentuk oval, lonjong atau bulat, terdapat budding sel, pseudohifa dan blastospora.

Gambar 4.7 Zona hambat kontrol positif ketoconazole dan kontrol negatif DMSO

+

-Gambar 4.6 Zona hambat ekstraksi kulit durian konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%

4.3 Zona Hambat (Uji Potensi)

Uji potensi untuk mencari zona hambat dilakukan dengan metode difusi dengan enam perlakuan, yaitu konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, kontrol positif ketokonazol, dan kontrol negatif DMSO. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Pada penelitian ini dilakukan uji potensi dengan dua kali percobaan. Pada percobaan pertama dengan ekstrak pertama, didapati zona hambat membesar seiring dengan penurunan konsentrasi. Umumnya zona hambat membesar seiring peningkatan konsentrasi, diduga kekentalan pada ekstrak pertama mengakibatkan susahnya ekstrak berdifusi. Oleh karena itu, peneliti mencoba uji potensi dengan ekstrak yang kedua yang tidak terlalu kental.

Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans di media

Sabouraud dextrose agar dengan metode difusi agar menggunakan sumuran menunjukkan adanya zona hambat di sekitar area sumuran. Zona hambat yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7

Selanjutnya diameter zona hambat diukur menggunakan jangka sorong. Terlihat pada tabel 4.1 hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kulit durian konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, kontrol positif ketokonazol dan kontrol negatif DMSO.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter zona hambat berbagai konsentrasi ekstrak kulit buah durian

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% memiliki diameter zona hambat.

Didapati rata-rata diameter zona hambat konsentrasi 50% sebesar 11,2 mm, konsentrasi 25% sebesar 15,9 mm, konsentrasi 12,5% sebesar 16,78 mm dan konsentrasi 6,25% sebesar 17,26 mm. Kekuatan Hambatan pada konsentrasi 6,25%

adalah yang paling efektif karena memiliki rata-rata zona hambat terbesar. Untuk kelompok pembanding didapati rata rata diameter zona hambat ketoconazole adalah 21,30 dan DMSO adalah 0 cm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah durian memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans. Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi ekstrak kulit buah durian, semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk.

Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat rata-rata pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kekuatan daya hambat ekstrak kulit durian pada konsentrasi 50% dan 25% adalah sedang, konsentrasi 12,5% dan 6,25% adalah kuat, kontrol kontrol positif Ketokonazol adalah sangat kuat dan negatif DMSO adalah lemah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardiansyah (2005) yang mengatakan bahwa diameter zona hambat diatas 20 mm adalah sangat kuat, 16-20 mm adalah kuat, 10-15 mm adalah sedang dan dibawah 10 mm adalah lemah.

Penelitian ini memiliki judul yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati et al (2013) di Semarang yaitu Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Buah Durian terhadap Jamur Candida albicans. Pada penelitian Setyowati et al (2013) yang menggunakan konsentrasi 15%, 20%, dan 25% memberikan hasil pada konsentrasi ekstrak 25% memiliki daya hambat paling optimal terhadap Candida albicans yang mana konsentrasi 25% memiliki diameter zona hambat 11,5 mm, konsentrasi 15% 6,9 mm dan konsentrasi 20% 8,2 mm.

Terdapat perbedaan diameter zona hambat pada penelitian ini dengan penelitian Setyowati et al (2013) . Pada penelitian ini didapati zona hambat lebih besar dan membesar seiring penurunan konsentrasi. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan pelarut ekstraksi yang mana pada penelitian Setyowati et al (2013) menggunakan pelarut etanol 96% yang memiliki lebih sedikit kandungan air yang bersifat polar dibandingkan etanol 70%. Metabolit sekunder yang ada pada kulit durian bersifat polar sehingga lebih menyukai larut pada etanol 70% yang lebih banyak mengandung air dan lebih bersifat lebih polar. Hal ini didukung oleh pernyataan Mubarak et al (2018) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol 70% lebih polar daripada etanol 96% dan etanol 70% memiliki penarikan senyawa yang lebih baik sehingga memberikan daya hambat yang lebih baik dibanding etanol 50%

dan 96%. Perbedaan ini juga diduga dikarenakan adanya perbedaan faktor internal dan eksternal dari durian tersebut, Faktor internal seperti gen dan faktor eksternal diantaranya seperti cahaya, suhu, kelembaban, pH, kandungan unsur hara didalam tanah dan ketinggian tempat (Katuuk et al (2019)).

Pada uji potensi semakin rendah konsentrasi ekstrak dan tidak terlalu kental maka semakin mudah berdifusi ke media SDA sehingga konsentrasi yang lebih rendah yaitu 6,25% dan 12,5% lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dibanding konsentrasi 25% dan 50%. Namun, bila konsentrasi juga terlalu rendah seperti 3%, 1,56% dan 0,78% maka akan sangat sedikit mengandung metabolit sekunder yang dapat membunuh jamur sehingga jamur dapat tumbuh kembali di konsentrasi yang sangat rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Syadiah et al (2019) bahwa ekstrak kulit durian lebih optimal di konsentrasi lebih rendah yaitu 50% daripada 75% .

Berdasarkan uji potensi didapati semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi bioaktivitas suatu ekstrak tersebut. Ketika konsentrasi ekstrak semakin tinggi maka kandungan metabolit yang bermanfaat untuk menghambat jamur akan semakin sukar berdifusi ke media, maka zona hambat yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Hardiningtyas (2009) yang menyatakan perbedaan diameter zona hambat pada setiap konsentrasi berbeda dikarenakan adanya tingkat atau luasan aktivitas ekstrak pada kertas cakram tergantung pada laju difusi ekstrak pada media agar. Ekstrak mempunyai potensi bioaktivitas yang tinggi bisa saja memiliki sifat yang sukar berdifusi pada media sehingga diameter zona hambat yang terbentuk kecil atau tidak ada.

Berdasarkan hasil uji normalitas didapati setiap variabel memiliki signifikansi diatas 0,05 yang mengartikan data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA didapati nilai signifikansi 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada variasi konsentrasi ekstrak kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Berdasarkan Uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kontrol negatif DMSO, ekstrak 6,25% dan Ekstrak lainnya kemudian didapati Persamaan rata-rata yang signifikan antara kontrol positif ketoconazole dengan ekstrak 6,25%.

4.4 Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Penentuan kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terkecil ekstrak yang mampu menghambat dan membunuh jamur. Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi cair menggunakan range konsentrasi hasil dari uji difusi. Berdasarkan hasil uji potensi, didapatkan konsentrasi terkecil (6,25%) memiliki zona hambat terbesar. Dibuat seri konsentrasi untuk menentukan KHM dan KBM dengan konsentrasi 6,25% sebagai konsentrasi acuan sehingga seri konsentrasi yang digunakan adalah 12,5% ; 6,25%

; 3,125% ; 3% ; 1,56% dan 0,78%. Seri konsentrasi tersebut direplikasi tiga kali menggunakan ekstrak yang sama dengan uji difusi. Hasil uji dilusi dapat dilihat pada Gambar 4.8

Keterangan:

+++ : Sangat keruh ++: Keruh

+: Agak keruh -: Jernih Gambar 4.8 Hasil dilusi kontrol negatif SDB, konsentrasi 12,5%, 6,25%, 3,125%, 3%, 1,56%, 0,78% dan kontrol positif formalin

Hasil dari uji dilusi setiap konsentrasi dibandingkan kekeruhannya dengan kontrol positif berupa formalin dan kontrol negatif berupa media SDB saja.

Kekeruhan menunjukkan adanya pertumbuhan jamur sedangkan media yang jernih menunjukkan tidak adanya pertumbuhan jamur. Hasil pengamatan kekeruhan dirangkum dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pengamatan kekeruhan dilusi ekstrak kulit buah durian terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.

Gambar 4.9 Hasil uji penegasan konsentrasi 12,5%, 6,25%, 3,125%, 3%, 1,56% dan 0,78%

Gambar 4.10 Hasil uji penegasan kontrol negatif dan positif

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan juga pada konsentrasi 6,25%; 3,125% ; 3% ; 1,56% dan 0,78% dari ketiga replikasinya adalah jernih. Berdasarkan hasil pengamatan konsentrasi 0,78% merupakan KHM dikarenakan pada pengamatan konsentrasi 0,78% merupakan konsentrasi terkecil yang jernih. Hal ini sesuai dengan teori Pratiwi (2008) bahwa penentuan KHM ditetapkan dari larutan uji dengan kadar terkecil yang terlihat jernih.

4.5 Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Untuk mencari KBM seluruh seri konsentrasi pada uji dilusi dan kontrol dilakukan uji penegasan dengan metode streak plate. Hasil Uji penegasan dapat dilihat pada gambar 4.9 dan 4.10. Kemudian pertumbuhan koloni jamur dari hasil streak plate dilihat ada atau tidaknya jamur yang tumbuh. Hasil pengamatan pertumbuhan koloni jamur dapat dilihat pada tabel 4.3.

Berdasarkan hasil pengamatan uji penegasan pada Gambar 4.9, pada konsentrasi 3,125% tidak terdapat pertumbuhan koloni jamur pada ketiga replikasinya sedangkan uji penegasan konsentrasi 12,5% ; 6,25%; 3% ; 1,56% dan 0,78% masih terdapat pertumbuhan koloni jamur pada ketiga replikasinya.

Berdasarkan hasil pengamatan Gambar 4.10 terdapat pertumbuhan koloni jamur pada kontrol positif yaitu SDB saja dan tidak terdapat pertumbuhan koloni jamur pada kontrol negatif yaitu formalin.

Tabel 4.3 Hasil pengamatan pertumbuhan koloni Candida albicans pada uji penegasan.

Keterangan:

+ : Tumbuh - : Tidak tumbuh

Berdasarkan tabel 4.3 didapati pada konsentrasi 3,125% merupakan KBM dikarenakan tidak adanya koloni jamur yang tumbuh. Hal ini sesuai dengan teori Pratiwi (2008) bahwa jika pada media hasil uji penegasan tidak terdapat pertumbuhan mikroba setelah diinkubasi maka akan ditetapkan sebagai KBM.

Aktivitas penghambatan Candida albicans oleh ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) disebabkan oleh adanya kandungan senyawa zat aktif dalam ekstrak tersebut. Berdasarkan penelitian Anggraeni dan Anam (2016) bahwa ekstrak etanol kulit durian mengandung saponin, flavonoid, tanin, kuinon, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) masing-masing memiliki mekanisme penghambatan jamur.

Mekanisme flavonoid sebagai senyawa antimikroba adalah dengan membentuk kompleks protein-senyawa fenolik yang menyebabkan kerusakan pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas pada membran dan

Konsentrasi

akhirnya mengakibatkan lisisnya membran sel jamur (Parwata dan Dewi, 2008).

Senyawa alkaloid bekerja dengan menghambat biosintesis asam nukleat jamur, sehingga jamur tidak dapat berkembang dan akhirnya mati (Suparni dan Wulandari, 2012). Terpenoid mempunyai sifat hidrofobik atau lipofilik yang dapat menyebabkan kerusakan sitoplasmik membran, koagulasi sel, dan terjadinya gangguan proton pada sel jamur (Natta et al. 2008).

Saponin berkontribusi sebagai antijamur dengan membuat permeabilitas dinding jamur meningkat yang dapat mengakibatkan cairan intraseluler yang lebih pekat tertarik keluar sel sehingga nutrisi, zat-zat metabolisme, enzim, protein dalam sel keluar dan jamur mengalami kematian. (Hardiningtyas, 2009). Tanin memiliki aktivitas antijamur dengan cara menghambat sintesis kitin yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran sel sehingga pertumbuhan jamur terhambat (Wu et al, 2008).

Kuinon menghambat dengan cara mengganggu permeabilitas membran dari sel jamur, permeabilitas yang terganggu ini mengakibatkan terjadinya kebocoran ion K+ dari dalam sel jamur sehingga mengakibatkan terjadinya kebocoran pada substansia intraseluler yang penting bagi pertumbuhan sel jamur (Tian et al, 2012).

Senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit durian yang telah disebutkan diatas adalah kemungkinan penyebab adanya daya hambat pada pertumbuhan jamur Candida albicans pada penelitian ini.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Proses penelitian dilakukan dengan mengunakan alat dan bahan yang hanya tersedia di laboratorium penelitian. Untuk uji biokimia yang bertujuan mendeteksi senyawa-senyawa yang ada di dalam kulit durian tidak dapat dilakukan karena keterbatasan alat dan bahan, sehingga untuk mengetahui senyawa-senyawa yang ada dalam kulit durian hanya dilakukan dengan peninjauan pustaka.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ekstrak etanol kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans.

2. Pada uji potensi dengan metode difusi, konsentrasi 6,25% adalah konsentrasi yang paling efektif karena memiliki rata-rata zona hambat terbesar.

3. Ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) memiliki nilai KHM 0,78% dan nilai KBM 3,125% terhadap jamur Candida albicans

5.2 SARAN

1. Perlunya dilakukan penelitian mengenai senyawa primer dan sekunder pada ekstrak kulit durian yang menghambat laju difusi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan daya hambat pada konsentrasi tinggi.

2 Perlunya dilakukan penelitian dengan pelarut lain selain etanol seperti etil asetat agar dapat diketahui apakah metabolit sekunder pada ekstrak kulit durian dapat lebih larut dalam etil asetat dan apakah senyawa penghambat laju difusi dapat lebih sedikit larut dalam etil asetat .

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, Desi Mustika. 2014. Pemanfaatan Limbah Kulit Durian (Durio zibethinus Murray) dan Kulit Cempedak (Artocarpus integer) Sebagai Edible Film. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. vol.6, no.1, pp. 27 – 34.

Amelia, Sri. 2011. Obat Anti Jamur (Fungal). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Dilihat: 7 November 2020. < http://repository.usu.ac.id>

Anaissie, E.J. 2007. The Changing Epidemiology of Candida Infection. Dilihat : 31 Maret 2020. <http://www.medscape.com/viewprogram/7208_pnt>.

Anggraeni, E. V. dan Anam, K. 2016. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Identifikasi Kandungan Kimia dan Uji potensi Antimikroba Kulit. Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi. 19(3), 87–93.

Aniszewki T. 2007. Alkaloid-secrets of life. Elsevier.Amsterdam. pp:187.

Ardiansyah. 2005 . Antimikroba dari Tumbuhan. (Bagian kedua). Dilihat : 31 Maret 2020. <http://www.beritaiptek.com>.

Bahry B dan Setiabudy R. 2011. Obat Jamur dalam Famakologi dan Terapi FKUI.

Ed ke-5. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.

Bielecki, W., Poovarodom, S., Vearasilp, S., Gorinstein, S. 2011. Positive effects of durian fruit at different stages of ripening on the hearts and livers of rats fed diets high in cholesterol. European Journal of Integrative Medicine. no.3.

pp.169–181.

Blankenship, J.R., Wormley F.L., Boyce M.K., Schell W.A., Filler S.G., Perfect J.R., Heitman J. 2003. Calcineurin is Essential for Candida albicans Survival in Serum and Virulence Eukaryot Cell.

Balouiri, M., Moulay, S., & Saad, K. (2016). “Methods for in Vitro Evaluating Antimicrobial Activity: A Review.” Journal of Pharmaceutical Analysis 6(2):

71–79. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jpha.2015.11.005.

Brooks G. F., Butel J. S., Ornston L. N. 2020. Mikrobiologi kedokteran. Alih Bahasa. Edi Nugroho, RF Maulany. Edisi 20. EGC. Jakarta.

Brooks G.F., Carroll K.C., Butel J.S., Morse S.A., & Mietzner T.A. 2020. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 26th ed. Mc Graw – Hill. New York

Carey, S. 2015. Perbedaan Efek Ekstrak Jintan Hitam Terhadap Candida Albicans Denture Stomatitis Dan Candida Albicans (ATCC ®10231™). Universitas Sumatera Utara.Medan.

Canuto, M. M. dan Rodero, F. G. 2002. Antifungal drug resistance to azoles and polyenes. The Lancet Publishing Group. vol. 2. pp. 550-60.

Chaffin, W.L., Lopez-Ribot J.L., Casanova M., Gozalbo D., Martínez J.P.1998.

Cell Wall and Secreted Proteins of Candida Albicans: Identification, Function, and Expression. Microbiol Mol Biol Rev. 62: 130–180.

Chandra, A., Novalia, N. 2014. Studi Awal Ekstraksi Batch Daun Stevia Rebaudiana Bertoni dengan Variabel Jenis Pelarut dan Temperatur . Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.

Colombo AL, Nucci M, Park BJ, Nouer AS, Arthington-Skaggs B, da Matta DA, et al. 2004. Epidemiology of candidemia in Brazil: a nationwide sentinel

surveillance of candidemia in Eleven Medical Centers. J Clin Microbiology.

44(8): 2816-23.

Dang, T. N., & Nguyen, B. H. 2015. Study on Durian Processing Technology and Defleshing Machine. Asia Pacific Journal of Sustainable Agriculture, Food and Energy. 3(1):12–16.

Davis, W.W. and T.R Stout. 1971. Disc plate methods of microbiological antibiotic assay. J. Microbiology. 4:659-665.

[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakope Indonesia Edisi II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta.

Dewatisari, W. F. 2016.Uji anatomi metabolit sekunder dan molekuler Sansevieria.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Djaeni, M dan A.Prasetyaningrum. 2010. Kelayakan Biji Durian sebagai Bahan Pangan Alternatif : Aspek NutrisidanTekno Ekonomi. Jurnal Riptek, 4: 37-45.

Emilan T., Kurnia A., Utami B. Diyani L. N. dan Maulana A. 2011. Konsep Herbal Indonesia Pemastian Mutu Produk Herbal. Departemen Farmasi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.

Feng, J., Wang, Y., Yi, X., Yang, W., dan He, X. 2016. Phenolics from Durian Exert Pronounced NO Inhibitory and Antioxidant Activities. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 64(21), 4273–4279.

Finkel JS, Mitchell AP. 2011. Genetic control of Candida albicans biofilm

development. Nat Rev Microbiol. 9:109-18.<http://dx.doi.

org/10.1038/nrmicro2475>.

Gomez, A.A, & Kwanchai A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (Edisi kedua). Terjemahan Endang Sjamsuddin dan Justika S.

Baharsjah. Jakarta :Universitas Indonesia (UI-Press).

Gürbilek, N. 2013. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–

1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Hardiningtyas, S.D. 2009. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Difragmentasi dan Tidak Difragmentasi di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor. Bogor. pp. 67 Hatta, V. H. 2007. Manfaat Kulit Durian Selezat Buahnya. Penelitian Jurusan

Teknik Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unlam.

Heruwidarto. 2009. Uji potensi Minyak Atsiri Kulit Durian sebagai Obat Nyamuk terhadap Nyamuk Aedes Universitas Surakarta. Surakarta.

Ho, L. H., dan Bhat, R. 2015. Exploring the potential nutraceutical values of durian (Durio zibethinus Murray L.) - An exotic tropical fruit. Food Chemistry, 168, 80–89. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2014.07.020

Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2020. Taxonomic: Durio zibethinus. Accessed 5 Mei 2020, Available at : https://www.itis.gov.

Jawetz, Melnick dan Adelberg’s. 2018. Mikrobiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan Maulany R. F. Edisi 27. EGC. Jakarta.

Jumanti D. 2014. Media SDA (Sobouroud Dextrose Agar). Dilihat: 31 Maret 2020

<http://desijumanti.blogspot.com/2014/04/media-sda-soboroud-dextrose-agar.html>.

Kartono Waluyo, T. dan Pasaribu, G. 2015. Aktivitas Antijamur, Antibakteri Dan Penyembuhan Luka Ekstrak Resin Jernang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 33(4), 377–385. https://doi.org/10.20886/jphh.v33i4.937.377-385

Katuuk, R. H. H. et al. 2019. ‘Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado 2) Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado Jl.

Kampus Unsrat Manado.

Kimman, P. 2002. Biodiversity Survey Of The Proposed Kelian Protection Forest.

PT. Kelian Equatorial Mining

Komariah, Sjam, R. 2012. Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut. Departemen Parasitologi FK UI. Jakarta.

Kuleta, J. K., Maria, R. K., dan Andrzej, K. 2009. Fungi Pathogenic To Humans:

Molecular Bases of Virulence of Candida Albicans, Cryptococcus Neoformans and Aspergillus Fumigates. Act Biochim Pol. no.56. pp. 211-224.

Kuswadji. 2007. Kandidosis dalam Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi 5.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp. 106-109

Leontowicz, H., Leontowicz, M., Jesion, I. 2018. Sustainable Agriculture.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta. pp. 136-145.

Levinson, W. 2004. Medical Microbiology Pathogenesis and Immunology;

Examination & Board Review, Eight Edition. The Mcgrow-Hill Companies.

United States of America. pp. 496-497

Lorian, V., 2005, Antibiotics in Laboratory Medicine, Fifth Edition, Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia, pp. 30-31.

Manan, El. 2011. Miss V. Biru. Yogyakarta.

Mansur, M. 2007. Penelitian Ekologi Jenis Durian (Durio spp.) di Desa Intuh Lingau, Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan, 8(3), 211–216.

Mayer, F. L., Wilson, D. dan Hube, B. 2013. Candida albicans pathogenicity mechanisms. Virulence, 4(2), 119–128. https://doi.org/10.4161/viru.22913

Mayer, F. L., Wilson, D. dan Hube, B. 2013. Candida albicans pathogenicity mechanisms. Virulence, 4(2), 119–128. https://doi.org/10.4161/viru.22913

Dokumen terkait