BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.8 Hipotesis
2.8.2 Hipotesis Minor
a. Ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 50%
memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
b. Ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 25%
memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
c. Ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 12,5%
memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
d. Ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 6,25%
memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
e. Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan ketokonazol dalam menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratorik (Experimental Research Laboratory). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Posttest only control group design. Pada penelitian ini, ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) berbagai konsentrasi diuji terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans
3.2 LOKASI PENELITIAN 3.2.1.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2020.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, tempat pertama yaitu Laboratoriumbarium Medanese (MEDA) Universitas Sumatera Utara sebagai tempat untuk mendeterminasikan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu durian (Durio zibethinus Murray), tempat kedua Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat ASPETRI SUMUT sebagai tempat untuk pembuatan ekstrak kulit buah durian dan tempat ketiga Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebagai tempat untuk melakukan penelitian eksperimen uji daya hambat.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah:
1. Kelompok I : Kontrol positif menggunakan ketokonazol.
2. Kelompok II : Kontrol negatif menggunakan DMSO
3. Kelompok III : Eksperimen ekstrak etanol 70% kulit durian
Jamur Candida albicans yang digunakan merupakan jamur Candida albicans dari sampel klinis yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sebelum jamur digunakan, dilakukan uji identifikasi dan pewarnaan Gram untuk memastikan jamur tidak terkontaminasi. Sampel selanjutnya adalah kulit durian (Durio zibethinus Murray) yang diperoleh dari dari kebun buah durian di Desa Sinda Raya Kabupaten Simalungun.
Menurut Gomez dan Kwanchai (1995) penentuan banyaknya pengulangan masing-masing konsentrasi berdasarkan perhitungan rumus :
t (r– 1) ≥ 21 Keterangan :
t = Perlakuan r= Pengulangan
21 = Faktor nilai derajat kebebasan umum
Berdasarkan rumus diatas jika jumlah perlakuan (t) = 6 maka jumlah pengulangan dapat diketahui sebagai berikut :
Berdasarkan rumus Gomez dan Kwanchai diatas, diperoleh banyaknya pengulangan minimal adalah 5 kali. Namun, jumlah ini harus diolah untuk diperhitungkan kembali agar dapat mengantisipasi rusaknya unit eksperimen, dengan rumusan sebagai berikut (Yana, E., 2014).
N= 𝑛
(1−𝑓)
Keterangan:
N = besar sampel koreksi n = jumlah pengulangan
f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
Dari rumusan tersebut sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut:
N = 𝑛
Pada penelitian ini peneliti akan melakukan pengulangan sebanyak enam kali.
Dengan deskripsi perlakuan sebanyak 6 kali berupa ekstrak kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%, kontrol positif ketokonazol dan kontrol positif DMSO. Keenam perlakuan ini akan diulangi sebanyak enam kali sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 36 biakan.
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi 3.3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi sampel penelitian adalah:
1. Biakan murni jamur Candida albicans laboratorium mikrobiologi FK USU.
2. Kulit durian (Durio zibethinus Murray) diperoleh dari kebun buah durian di Desa Sinda Raya Kabupaten Simalungun dengan ciri-ciri kulit durian yang masih utuh, berwarna hijau sampai cokelat, memiliki duri tajam dan berbentuk heksagonal.
3.3.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi sampel penelitian adalah:
1. Cawan petri rusak.
2. Media yang tidak ditumbuhi biakan jamur Candida albicans.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung oleh penelitinya sendiri dari hasil pengukuran berupa diameter zona hambat ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) yang diukur menggunakan jangka sorong.
3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, kain lap, kertas saring, cawan penguap, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi, spatula, batang pengaduk, corong, cawan petri, ose, pembakar bunsen, gelas objek, deck glass, mikroskop (Olympus), pipet tetes, mikropipet, inkubator, laminar air flow, timbangan digital, autoklaf, microwave, pelubang gabus, vortex, dan jangka sorong.
3.4.1.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit durian (Durio zibethinus Murray), Sabouraud’s Dextrose Agar, Sabouraud’s Dextrose Broth, ketokonazol, air, aquades, etanol 70%, Dimethyl Sulfoxide (DMSO), reagen pewarnaan Gram, standar McFarland, dan suspensi jamur Candida albicans.
3.4.2 Determinasi Tanaman
Tahap pertama penelitian adalah menggunakan determinasi tanaman durian (Durio zibethinus Murray). Determinasi tanaman dilakukan dengan menunjukkan tanaman durian beserta buah durian lalu ditetapkan kebenarannya sesuai ciri-ciri
morfologi. Determinasi dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanese (MEDA) Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pembuatan Ekstrak
Ekstrak kulit durian dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. 1 kilogram kulit durian segar dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan dijemur dibawah sinar matahari selama 2 minggu.
Kemudian, kulit durian dihaluskan menjadi serbuk dengan menggunakan alu kemudian dihaluskan lagi dengan blender. Setelah itu, kulit durian yang telah halus dimaserasi dengan dicampurkan 3 L etanol 70% di dalam bejana kemudian ditutup rapat dan direndam selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah 24 jam, larutan ekstrak kulit durian disaring sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Selanjutnya, dilakukan perendaman kembali terhadap ampas tersebut dengan menggunakan etanol 70% sebanyak 3 L selama 24 jam sambil sesekali diaduk kemudian filtrat disaring menggunakan corong dan kertas saring lalu ditampung. Selanjutnya filtrat yang tersisa diuapkan menggunakan cawan penguap di dalam waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.
3.4.4 Pembuatan Seri Konsentrasi Ekstrak
Ekstrak kulit durian yang terbentuk (kadar konsentrasi 100%) akan diencerkan dengan menggunakan Dimethyl Sulfoxide (DMSO) dengan tingkat konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, dan 50% menggunakan rumus pengenceran:
N1 x V1 = N2 x V2
Keterangan :
N1 = Konsentrasi 100% (%)
V1 = Volume larutan dengan konsentrasi 100% yang diperlukan (mL) N2 = Konsentrasi yang diinginkan (%)
V2 = Volume konsentrasi yang diinginkan (mL)
3.4.5 Pembuatan Suspensi Jamur
Diambil satu mata ose biakan jamur Candida albicans yang berumur 24 jam, kemudian dicampurkan ke dalam tabung reaksi yang berisi cairan NaCl 0,9%
sebanyak 10 mL. Suspensi jamur dihomogenkan dengan vortex kemudian kekeruhannya disamakan dengan standar McFarland 0,5.
3.4.6 Identifikasi Jamur
3.4.6.1 Identifikasi Makroskopis
Diambil sampel 36uspense dengan penyerapan menggunakan lidi kapas steril selama satu sampai lima menit lalu diinokulasikan pada cawan petri yang berisi Sabouraud Dextrose Agar (SDA) secara merata kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam dan koloni Candida albican akan terlihat.
3.4.6.2 Identifikasi Mikroskopis
Pertama teteskan larutan KOH 10% pada objeck glass kemudian dibasahi ujung ose dengan menggunakan larutan KOH 10% dan diambil koloni dengan menggunakan ose lalu diletakkan koloni pada tetesan KOH 10% dan ditutup dengan deck glass dan hindari terjadinya gelembung udara selanjutnya dilewatkan sediaan tersebut beberapa kali diatas nyala api terakhir diperiksa di bawah mikroskop mula-mula dengan perbesaran 10x dan perbesaran 40x. Kemudian diamati bagian-bagiannya seperti blastospora dan psudohifa.
3.4.6.3 Pewarnaan Gram
Suspensi jamur Candida albicans diambil sebanyak satu ujung mata ose dan diratakan pada gelas objek yang telah dibersihkan dan bebas dari lemak. Kemudian, fiksasi spesimen jamur dengan melayangkan gelas objek di atas nyala api bunsen hingga kering dan spesimen siap diwarnai.
Spesimen yang telah siap diwarnai digenangi dengan zat warna crystal violet selama satu menit. Setelah itu, spesimen dicuci dengan air sampai zat warna luntur.
Kemudian, spesimen digenangi dengan larutan lugol selama satu menit.
Selanjutnya, spesimen dicuci kembali dengan air. Spesimen kembali digenangi dalam alkohol 96% selama 30 detik dan dibilas dengan air. Spesimen digenangi lagi dengan safranin selama 1-2 menit dan spesimen kembali dibilas dengan air. Setelah itu, spesimen dikeringkan di udara dan spesimen siap diamati di bawah mikroskop.
Struktur yang perlu diperhatikan secara mikroskopis dengan pewarnaan Gram adalah sel-selnya berbentuk oval, lonjong atau bulat, budding sel, pseudohifa dan blastospora.
3.4.6.4 Uji Biokimia
Koloni yang tumbuh pada media Sabouraud Dextrose Agar diambil sedikit untuk diidentifikasi dengan cara tes fermentasi terhadap glukosa 1%, maltosa 1%, laktosa 1% dan sakarosa 1% diinkubasi pada suhu kamar 1-2 hari. Pertumbuhan diamati dengan adanya perubahan yang terjadi, kemampuan jamur tersebut dalam memfermentasi gula – gula menjadi asam dan gas atau tanpa gas. Fermentasi asam dilihat dari perubahan warna media dari ungu menjadi kuning dan dengan terbentuk gas atau tidak. Pembentukan gas dapat dilihat dari adanya gelembung udara pada tabung (Jawetz, 2018). Hasil Positif Candida albicans yaitu jamur Candida albicans dapat meragikan glukosa, sukrosa dan maltosa menghasilkan asam dan gas dan tidak bereaksi dengan laktosa (Jawetz, 2018).
3.4.7 Pembuatan Media Sabouraud Dextrose Agar
Serbuk Sabouraud Dextrose Agar sebanyak 65 gram dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan dilarutkan dengan 1000 mL aquades hingga homogen.
Suspensi yang dihasilkan dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya, tabung dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit. Media Sabouraud Dextrose Agar yang telah mengalami perlakuan tersebut diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37°C tanpa dibalik.
3.4.8 Uji Potensi Antijamur (Difusi)
Metode yang digunakan untuk uji potensi antijamur ini adalah metode difusi dengan cara sumuran. Suspensi jamur Candida albicans diambil satu ujung ose yang telah dipanaskan, kemudian dilakukan metode streak plate atau penggoresan ke media SDA. Setelah itu dilakukan metode sumuran, metode ini menggunakan sumur sebagai tempat meletakkan zat antijamur yang akan diuji. Media Sabouraud Dextrose Agar yang telah padat dilubangi menggunakan alat pelubang gabus dengan diameter 7 mm (Balouiri et al., 2016). Kemudian ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%
masing-masing sebanyak 0,2 ml dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Media Sabouraud Dextrose Agar yang telah mengalami perlakuan tersebut diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37°C tanpa dibalik. Pada penelitian ini, kontrol positif digunakan ketokonazol, sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan DMSO.
Hasil aktivitas antijamur ekstrak etanol kulit durian (Durio zibethinus Murray) diamati secara visual dengan mengukur diameter zona hambat di sekitar sumuran menggunakan jangka sorong.
3.4.9 Penentuan KHM (Dilusi)
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair. Pada pengamatan hasil, dilihat zona hambat yang terbentuk di sekitar sumuran. Setelah mendapatkan zona hambat, range konsentrasi zona hambat digunakan untuk menentukan KHM dengan metode dilusi cair. Variasi konsentrasi dilusi cair dibuat berdasarkan konsentrasi terkecil yang masih memberikan zona hambat dari uji potensi antijamur.
Uji daya hambat minimal ekstrak kulit durian dilakukan dengan metode dilusi cair. Diawali dengan memasukkan suspense jamur sebanyak 0,1 ml dan 0,9 ml larutan uji ekstrak dalam berbagai konsentrasi ke dalam tiap tiap tabung yang berisi 9 ml larutan Sabaroud Dextrose Broth (SDB) kemudian di vortex agar homogen.
Campuran suspense jamur dan larutan uji ekstrak tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Seri konsentrasi tersebut direplikasi tiga kali. Hasil dari penentuan KHM ini dibandingkan kekeruhannya dengan kontrol positif formalin
dan kontrol negatif SDB saja. Kekeruhan menunjukkan adanya pertumbuhan jamur sedangkan media yang jernih menunjukkan tidak adanya pertumbuhan jamur.
Media yang sangat keruh diberi notasi (+++), keruh (++), agak keruh (+) dan media yang jernih diberi notasi – untuk memudahkan pengamatan (Murtiwi, 2014).
3.4.10 Penentuan KBM (Uji Penegasan)
Hasil dari dilusi cair selanjutnya dilakukan uji penegasan untuk mengetahui KHM dan KBM. Tabung yang paling jernih (dipilih dua konsentrasi terkecil) dilakukan uji penegasan. Uji penegasan dilakukan tiga kali sesuai dengan replikasi yang dilakukan pada uji dilusi. Uji penegasan dilakukan dengan menggoreskan ose pada media SDA steril dengan metode streak Plate. Diinkubasi selama 24 jam dan diamati, bila masih terdapat pertumbuhan jamur disekitar goresan streak plate maka menunjukkan KHM, sedangkan bila tidak terdapat pertumbuhan jamur di sekitar goresan streak plate maka menunjukkan KBM
Penentuan KHM pada metode dilusi ditetapkan dari larutan uji dengan kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji. Penentuan KBM pada uji penegasan ditetapkan jika media tersebut tidak terdapat pertumbuhan mikroba (Pratiwi, 2008).
3.5 METODE ANALISIS DATA
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Statistical Product Service Solution for Windows (SPSS). Data yang telah didapat dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk. Uji ini digunakan untuk melihat normalitas distribusi data, mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal memiliki nilai p>0,05, sedangkan data yang tidak berdistribusi normal memiliki nilai p<0,05.
Selanjutnya apabila data berdistribusi normal, dilakukan analisis varian satu arah (One Way ANOVA). Ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Kemudian dilakukan Uji Post-Hoc untuk mengetahui variabel mana yang berbeda secara signifikan.
3.6 VARIABEL PENELITIAN 3.6.1 Variabel Independen
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi tersebut diuji secara bertahap dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%.
3.6.2 Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah Diameter zona hambat pertumbuhan jamur Candida albicans dan nilai KHM & KBM ekstrak kulit buah durian terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.
3.7 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.1 Definisi operasional.
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
3.8 ALUR PENELITIAN
Gambar 3.1 Alur Penelitian Mempersiapkan alat dan bahan
penelitian Determinasi tanaman
Pembuatan ekstrak
Pembuatan seri konsentrasi ekstrak
Pembuatan suspensi jamur
Identifikasi jamur
Pembuatan media
Uji aktivitas antijamur
Gambar 4.1 Hasil ekstaraksi pertama Gambar 4.2 Hasil ekstraksi kedua
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstrak Kulit Durian
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi dan pelarut etanol 70%. Ekstraksi dilakukan pengulangan dua kali, hasil ekstraksi pertama memiliki karakteristik yang sangat kental. Kekentalan ini diduga menyebabkan ekstrak pertama sulit berdifusi ke media SDA, sehingga peneliti melakukan pengulangan percobaan pembuatan ekstrak dengan metode yang sama namun lebih teliti saat pengadukan dan meminimalisir buih agar hasilnya tidak terlalu kental serta mudah berdifusi ke media. Hasil ekstraksi kedua memiliki karakteristik yang tidak terlalu kental dan dapat dengan mudah berdifusi ke media SDA, hasil inilah yang dipakai peneliti. Hasil Ekstraksi yang pertama dapat dilihat pada gambar 4.1 dan hasil ekstraksi yang kedua dapat dilihat pada gambar 4.2.
Setelah didapati ekstrak kemudian dibuat 8 seri konsentrasi ekstrak yaitu 50%, 25 %, 12,5%, 6,25% untuk uji difusi dan 3,125% ; 3% ; 1,56; 0,78% untuk uji dilusi.
Seri konsentrasi ini dibuat dengan metode pengenceran menggunakan DMSO.
Hasil Pengenceran dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Hasil seri konsentrasi ekstrak
Metode ekstraksi yang dipilih pada penelitian ini mengikuti Farmakope Herbal Indonesia tahun 2017 yaitu metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Metode maserasi memiliki keunggulan dalam isolasi senyawa dan metodenya yang mudah.
Pemilihan penggunaan pelarut etanol dalam penelitian ini dikarenakan kandungan senyawa aktif pada kulit durian bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut dalam pelarut yang juga bersifat polar. Pernyataan ini didukung oleh Pandey dan Barvey (2011) yang menyatakan bahwa Metabolit sekunder yang bersifat polar akan terekstrak oleh pelarut polar, sebaliknya senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar.
Etanol 70 % dipilih karena lebih banyak mengandung air yang bersifat polar dan lebih mudah mengikat senyawa metabolit sekunder yang juga bersifat polar.
Pernyataan ini didukung oleh Taroreh et al (2015) yang menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut yang banyak digunakan untuk ekstraksi karena selain selektif dan tidak beracun, juga pada konsentrasi di atas 20% dapat bercampur dengan air serta mudah diuapkan. Etanol mampu melarutkan berbagai senyawa antara lain alkaloid, minyak atsiri, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, klorofil, sedikit lemak dan tanin.
Gambar 4.4 Identifikasi Makroskopis Gambar 4.5 Identifikasi Mikroskopis
4.2 Identifikasi Jamur
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi makroskopis dan mikroskopis untuk melihat jamur tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Pada identifikasi Makroskopis jamur Candida albicans didapati koloni jamur berbentuk bulat seperti pasta, berwarna krem, halus, licin dan permukaaannya sedikit cembung, identikfikasi makroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.4. Ciri-ciri koloni Candida albicans pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Tjampakasaari (2009) yang menyatakan umumnya koloni Candida albicans berbentuk bulat seperti pasta, berwarna krem dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang lebih tua
Pada identifikasi mikroskopis dengan pewarnaan gram didapati morfologi jamur yang berbentuk bulat-lonjong, dan memiliki budding sel. Identifikasi mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 4.5. Ciri-ciri mikroskopik tersebut sesuai dengan penelitian Rezeki, S., et al (2017) yang menyatakan bahwa pada identifikasi mikroskopik jamur Candida albicans dengan pewarnaan gram memiliki ciri-ciri sel-selnya berbentuk oval, lonjong atau bulat, terdapat budding sel, pseudohifa dan blastospora.
Gambar 4.7 Zona hambat kontrol positif ketoconazole dan kontrol negatif DMSO
+
-Gambar 4.6 Zona hambat ekstraksi kulit durian konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%
4.3 Zona Hambat (Uji Potensi)
Uji potensi untuk mencari zona hambat dilakukan dengan metode difusi dengan enam perlakuan, yaitu konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, kontrol positif ketokonazol, dan kontrol negatif DMSO. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Pada penelitian ini dilakukan uji potensi dengan dua kali percobaan. Pada percobaan pertama dengan ekstrak pertama, didapati zona hambat membesar seiring dengan penurunan konsentrasi. Umumnya zona hambat membesar seiring peningkatan konsentrasi, diduga kekentalan pada ekstrak pertama mengakibatkan susahnya ekstrak berdifusi. Oleh karena itu, peneliti mencoba uji potensi dengan ekstrak yang kedua yang tidak terlalu kental.
Hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak kulit buah durian (Durio zibethinus Murray) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans di media
Sabouraud dextrose agar dengan metode difusi agar menggunakan sumuran menunjukkan adanya zona hambat di sekitar area sumuran. Zona hambat yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7
Selanjutnya diameter zona hambat diukur menggunakan jangka sorong. Terlihat pada tabel 4.1 hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kulit durian konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, kontrol positif ketokonazol dan kontrol negatif DMSO.
Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter zona hambat berbagai konsentrasi ekstrak kulit buah durian
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murray) dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% memiliki diameter zona hambat.
Didapati rata-rata diameter zona hambat konsentrasi 50% sebesar 11,2 mm, konsentrasi 25% sebesar 15,9 mm, konsentrasi 12,5% sebesar 16,78 mm dan konsentrasi 6,25% sebesar 17,26 mm. Kekuatan Hambatan pada konsentrasi 6,25%
adalah yang paling efektif karena memiliki rata-rata zona hambat terbesar. Untuk kelompok pembanding didapati rata rata diameter zona hambat ketoconazole adalah 21,30 dan DMSO adalah 0 cm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah durian memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans. Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah konsentrasi ekstrak kulit buah durian, semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk.
Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat rata-rata pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kekuatan daya hambat ekstrak kulit durian pada konsentrasi 50% dan 25% adalah sedang, konsentrasi 12,5% dan 6,25% adalah kuat, kontrol kontrol positif Ketokonazol adalah sangat kuat dan negatif DMSO adalah lemah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardiansyah (2005) yang mengatakan bahwa diameter zona hambat diatas 20 mm adalah sangat kuat, 16-20 mm adalah kuat, 10-15 mm adalah sedang dan dibawah 10 mm adalah lemah.
Penelitian ini memiliki judul yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati et al (2013) di Semarang yaitu Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Buah Durian terhadap Jamur Candida albicans. Pada penelitian Setyowati et al (2013) yang menggunakan konsentrasi 15%, 20%, dan 25% memberikan hasil pada konsentrasi ekstrak 25% memiliki daya hambat paling optimal terhadap Candida albicans yang mana konsentrasi 25% memiliki diameter zona hambat 11,5 mm, konsentrasi 15% 6,9 mm dan konsentrasi 20% 8,2 mm.
Terdapat perbedaan diameter zona hambat pada penelitian ini dengan penelitian Setyowati et al (2013) . Pada penelitian ini didapati zona hambat lebih besar dan membesar seiring penurunan konsentrasi. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan pelarut ekstraksi yang mana pada penelitian Setyowati et al (2013) menggunakan pelarut etanol 96% yang memiliki lebih sedikit kandungan air yang bersifat polar dibandingkan etanol 70%. Metabolit sekunder yang ada pada kulit durian bersifat polar sehingga lebih menyukai larut pada etanol 70% yang lebih banyak mengandung air dan lebih bersifat lebih polar. Hal ini didukung oleh pernyataan Mubarak et al (2018) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol 70% lebih polar daripada etanol 96% dan etanol 70% memiliki penarikan senyawa yang lebih baik sehingga memberikan daya hambat yang lebih baik dibanding etanol 50%
dan 96%. Perbedaan ini juga diduga dikarenakan adanya perbedaan faktor internal dan eksternal dari durian tersebut, Faktor internal seperti gen dan faktor eksternal diantaranya seperti cahaya, suhu, kelembaban, pH, kandungan unsur hara didalam tanah dan ketinggian tempat (Katuuk et al (2019)).
Pada uji potensi semakin rendah konsentrasi ekstrak dan tidak terlalu kental maka semakin mudah berdifusi ke media SDA sehingga konsentrasi yang lebih rendah yaitu 6,25% dan 12,5% lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dibanding konsentrasi 25% dan 50%. Namun, bila konsentrasi juga terlalu rendah seperti 3%, 1,56% dan 0,78% maka akan sangat sedikit mengandung metabolit sekunder yang dapat membunuh jamur sehingga jamur dapat tumbuh kembali di konsentrasi yang sangat rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Syadiah et al (2019) bahwa ekstrak kulit durian lebih optimal di konsentrasi lebih rendah yaitu 50% daripada 75% .
Berdasarkan uji potensi didapati semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi bioaktivitas suatu ekstrak tersebut. Ketika konsentrasi ekstrak semakin tinggi maka kandungan metabolit yang bermanfaat untuk menghambat jamur akan semakin sukar berdifusi ke media, maka zona hambat yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Hardiningtyas (2009) yang menyatakan perbedaan diameter zona hambat pada setiap konsentrasi berbeda
Berdasarkan uji potensi didapati semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi bioaktivitas suatu ekstrak tersebut. Ketika konsentrasi ekstrak semakin tinggi maka kandungan metabolit yang bermanfaat untuk menghambat jamur akan semakin sukar berdifusi ke media, maka zona hambat yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Hardiningtyas (2009) yang menyatakan perbedaan diameter zona hambat pada setiap konsentrasi berbeda