• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 September-Desember 2015

4.2.1.2 Deiksis Endofora

4.2.1.2.1 Deiksis Anafora

Deiksis anafora mengacu pada konstituen disebelah kirinya (Purwo, 1984: 104). Maksud dari konstituen di sebelah kiri yaitu kata/kalimat rujukannya berada sebelum kata yang mengandung deiksis muncul. Berdasarkan buku Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia, deiksis anafora dibagi menjadi dua bagian yaitu pemarkah anafora bentuk persona/deiksis anafora persona dan pemarkah anafora yang bukan persona/deiksis anafora bukan persona.

Berdasarkan pembagian tersebut, di bawah ini akan dijabarkan mengenai dua bagian deiksis anafora yaitu pemarkah anafora bentuk persona/deiksis anafora persona dan pemarkah anafora yang bukan persona/deiksis anafora bukan persona.

1) Deiksis Anafora Persona

Deiksis anafora persona merupakan bagian dari deiksis endofora. Maka, rujukan dari deiksis endofora anafora persona berada di dalam teks yang mengacu pada konstituen di sebelah kiri atau sebelum kata yang mengandung deiksis muncul dan dikhususkan merujuk pada insan atau persona. Deiksis anafora persona menurut Purwo (1984: 105) bahwa di antara bentuk-bentuk persona hanya kata ganti persona ketiga yang dapat menjadi pemarkah anafora dan katafora. Menurut Chaer (2011: 92) kata ganti orang ketiga yaitu menggantikan diri orang yang dibicarakan. Yang termasuk kata ganti diri orang ketiga adalah ia, dia, -nya, beliau, dan mereka. Kata ganti orang ketiga terdapat kata gati orang ketiga tunggal dan jamak. Kata ganti orang ketiga tunggal dapat berupa ia, dia, -nya, dan beliau, sedangkan kata ganti orang ketiga jamak dapat berupa mereka. Maka, peneliti akan memberikan penjabaran terkait hasil temuan berupa deiksis anafora persona, sebagai berikut.

a. ia

Kata ganti ia merupakan salah satu bagian dari kata ganti orang ketiga, yaitu menggantikan diri orang yang dibicarakan (Chaer, 2011: 92). Hal ini sejalan dengan Purwo (1984: 22) yang mengandaikan dalam bentuk sandiwara bahwa persona ketiga merupakan orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya

pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif). Kata ganti ia merupakan bentuk persona ketiga tunggal. Perhatikan data berikut yang mengandung deiksis anafora persona.

(42W) Tentu saja secara manusiawi, Soedirman memiliki kelemahan, seperti kecanduan merokok yang menyebabkan ia menderita TBC dan akhirnya paru-parunya tinggal sebelah.

(Koran Tempo, 2 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Asvi warman Adam seorang sejarawan LIPI yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan peluncuran film berjudul Jenderal Soedirman pada tanggal 27 Agustus 2015di salah satu bioskop di Jakarta, Indonesia. Film berjudul Jenderal Soedirman menceritakan perjuangan Jenderal Soedriman dalam memperjuangkan Indonesia ditangan penjajah Belanda walaupun di saat Soedirman sedang sakit parah).

(43W) Namun, ia menyinggung isu-isu yang lebih luas, dari bantuan militer Tiongkok dalam pembentukan Angkatan Kelima hingga kemungkinan transfer teknologi nuklir Tiongkok kepada Indonesia. (Koran Tempo, 29 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh A. Dahana seorang Guru Besar Studi Cina, Universitas Indonesia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 29 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan Peringatan G30 S/PKI atau Gestapu/PKI (Partai Komunis Indonesia) yang akan diperingati pada 30 September 2015. Penulis teringat akan makalah Zhou Taomo yang menceritakan dugaan bantuan RCC/militer Tiongkok dalam pemberontakan G 30 S/ PKI tahun 1965 di Indonesia).

Kalimat pada data (42W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud ia. Kata ia pada data (42W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (42W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (42W) dan kata ia pada data (42W) rujukannya

berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata ia pada data (42W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Asvi warman Adam) melalui pendapat di rubrik pendapat harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 yaitu Jenderal Soedirman. Rujukan data (42W) dapat diketahui karena data (42W) disampaikan oleh Asvi warman Adam seorang sejarawan LIPI melalui opini harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (42W) berkaitan dengan ran film berjudul Jenderal Soedirman yang berlangsung tanggal 27 Agustus 2015 di salah satu bioskop di Jakarta, Indonesia. Film berjudul Jenderal Soedirman menceritakan perjuangan Jenderal Soedirman dalam memperjuangkan Indonesia ditangan penjajah Belanda walaupun di saat Soedirman sedang sakit parah. Pada opininya sebelum penulis (Asvi warman Adam) menggunakan wujud ia telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama Jenderal Soedirman.

Kalimat pada data (43W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud ia. Kata ia pada data (43W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (43W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (43W) dan kata ia pada data (43W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata ia pada data (43W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (A. Dahana) melalui pendapat di rubrik pendapat harian Koran Tempo edisi 30 September 2015 yaitu Zhou Taomo. Rujukan dapat data (43W) dapat diketahui karena disampaikan oleh A. Dahana seorang Guru Besar Studi Cina, Universitas

Indonesia melalui opini di harian Koran Tempo edisi 29 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (43W) berkaitan dengan akan diadakannya peringatan G30 S/PKI atau Gestapu/PKI (Partai Komunis Indonesia) yang akan diperingati pada 30 September 2015. Peringatan G30 S/PKI pada 30 September 2015 membuat penulis (A. Dahana) teringat akan makalah Zhou Taomo yang menceritakan dugaan bantuan RCC/militer Tiongkok dalam pemberontakan G 30 S/ PKI tahun 1965 di Indonesia. Pada opininya sebelum penulis (A. Dahana) menggunakan wujud ia telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama Zhou Taomo.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (42W) dan data (43W) memiliki kata deiksis berupa ia memiliki rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga diasumsikan bahwa wujud ia merupakan deiksis anafora persona karena memiliki rujukan berupa insan atau persona yang berada di dalam pembicaraan/di dalam teks tepatnya sebelum kata yang mengandung deiksis muncul (diucapkan/dituliskan). Rujukan dari wujud ia memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Maka, meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata ia, data (42W) dan data (43W) masing-masing memiliki rujukan/referen dan konteks yang berbeda-beda.

b. Dia

Kata ganti dia untuk menyatakan diri orang ketiga atau orang yang dibicarakan, yang dapat digunakan sebagai variasi kata ganti ia (Chaer, 2011: 97). Purwo (1984: 22) yang mengandaikan dalam bentuk sandiwara bahwa persona

ketiga merupakan orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif). Kata ganti dia merupakan bentuk persona ketiga tunggal. Perhatikan data berikut yang mengandung deiksis anafora persona.

(44W) Dia lahir di Ivano-Frankivsk, Ukraina, pada 31 Mei 1948, dan besar di Belarus, negara dengan pemerintahan yang totaliter. (Koran Tempo, 16 Oktober 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Amri Mahbub seorang pegawai Tempo yang merupakan penulis opini di Koran Tempo edisi 16 Oktober 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan Komite Nobel yang memberikan penganugrahan Nobel Sastra 2015 kepada Svetlana Alexievich).

(45W) Pertama, dia ditelepon Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem.

(Koran Tempo, 9 November 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Lestantya R. Baskoro seorang Wartawan Tempo yang merupakan penulis opini di Koran Tempo edisi 9 November 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan kasus Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumatera Utara) yang melibatkan Jaksa Agung H.M. Prasetyo pilihan Presiden RI Jokowi dengan kasus berupa korupsi dana bansos. Jaksa Agung H.M. Prasetyo ketika mulai masuk menjadi Jaksa Agung menuai kritik karena berasal dari partai NasDem yang diketuai oleh Surya Paloh, padahal untuk menjadi Jaksa Agung seseorang harus steril dari pihak, sedangkan H.M. Prasetyo merupakan anggota partai. Ada dua indikasi yang menyebabkan H.M. Prasetyo terlibat kasus dana bansos berupa Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem yang menelpon H.M. Prasetyo dan janji Sekertaris Jenderal NasDem, Patrice Rio Capella, yang akan menyelesaikan urusan kasus Gubernur Sumatera Utara di Kejaksaan Agung).

Kalimat pada data (44W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud dia. Kata dia pada data (44W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (44W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau

dapat dijadikan rujukan pada data (44W) dan kata dia pada data (44W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata dia pada data (44W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Amri Mahbub) melalui pendapat di rubrik pendapat harian Koran Tempo edisi 16 Oktober 2015 yaitu Svetlana Alexievich. Rujukan data (44W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Amri Mahbub seorang pegawai Tempo melalui opini di harian Koran Tempo edisi 16 Oktober 2015 kepada pembaca. kemunculan data (44W) berkaitan dengan Komite Nobel yang memberikan penganugrahan Nobel Sastra 2015 kepada Svetlana Alexievich. Pada opininya sebelum penulis (Amri Mahbub) menggunakan wujud dia telah mengungkapkan secara langsung/tertulis I dalam opininya dengan menyebutkan nama Svetlana Alexievich.

Kalimat pada data (45W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud dia. Kata dia pada data (45W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (45W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (45W) dan kata dia pada data (45W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata dia pada data (45W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Lestantya R. Baskoro) melalui rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 9 November 2015 yaitu H.M. Prasetyo. Rujukan data (45W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Lestantya R. Baskoro seorang Wartawan Tempo melalui opini di harian Koran Tempo edisi 9 November 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (45W) berkaitan dengan kemunculan kasus Gatot

Pujo Nugroho (Gubernur Sumatera Utara) yang melibatkan Jaksa Agung H.M. Prasetyo pilihan Presiden RI Jokowi dengan kasus berupa korupsi dana bansos. Sejak masuknya Jaksa Agung H.M. Prasetyo di Kejaksaan Agung sudah menuai kritik karena berasal dari partai NasDem yang diketuai oleh Surya Paloh, padahal untuk menjadi Jaksa Agung seseorang harus steril dari pihak, sedangkan H.M. Prasetyo merupakan anggota partai. Pada opininya sebelum penulis (Lestantya R. Baskoro) menggunakan wujud dia telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama H.M. Prasetyo.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (44W) dan data (45W) memiliki kata deiksis berupa dia memiliki rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga diasumsikan bahwa wujud dia merupakan deiksis anafora persona karena memiliki rujukan berupa insan atau persona yang berada di dalam pembicaraan/di dalam teks tepatnya sebelum kata yang mengandung deiksis muncul (diucapkan/dituliskan). Rujukan dari wujud dia memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Maka, meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata dia, data (44W) dan data (45W) masing-masing memiliki rujukan/referen dan konteks yang berbeda-beda.

c. Beliau

Kata ganti Beliau untuk menyatakan diri orang ketiga atau orang yang dibicarakan (Chaer, 2011: 98). Purwo (1984: 22) yang mengandaikan dalam bentuk sandiwara bahwa persona ketiga merupakan orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) atau yang

hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif). Kata ganti Beliau merupakan bentuk persona ketiga tunggal karena merupakan orang (satu orang) yang dibicarakan oleh penutur dalam tuturannya.

Perhatikan data berikut yang mengandung deiksis anafora persona.

(46W) Saya sendiri, ketika selesai membaca buku ini, mencoba menariknya dengan pengalaman pribadi ketika berhubungan dengan beliau.

(Koran Tempo, 28 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Fadel Muhammad seorang Ketua Komisi XI DPR RI yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 28 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan ada peluncuran buku yang berjudul “Reinventing Indonesia” ditulis oleh Ginandjar Kartasasmita dan Joseph J. Stern pada 9 September 2015 di Universitas Indonesia. Isi buku berjudul “Reinventing Indonesia” menceritakan tentang krisis ekonomi-politik periode 1997-1999 dan menguraikan tranformasi demokrasi di Indonesia dan sekitar tahun 1997-1999 B.J. Habibie memiliki peran penting dalam pemantapan demokrasi di Indonesia).

(47W) Beliau mungkin sudah mulai membaca gelagat, bila demokrasi “murni” yang berjalan, bangsa ini tidak akan kemana-mana. (Koran Tempo, 3 Oktober 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Pongki Pamungkas seorang Penulis Buku The Answer is Love yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 3 Oktober 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan manajemen demokrasi yang ada di salah satu perusahaan teman penulis sebagai CEO yang memiliki kasus berupa kemarahan teman penulis kepada karyawan karena terjadi perdebatan rencana perubahan jalur keluar-masuk kendaraan di kantor, sehingga menyebabkan para karyawan tidak melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan mengurusi masalah yang bukan tugasnya. Penulis teringat dengan pidato Bung Karno (Presiden RI pertama di Indonesia) yang lebih senang menerapkan Demokrasi Terpimpin ketika memerintah di Indonesia, karena menurut Bung Karno demokrasi terpimpin lebih cocok diterapkan di Indonesia dibandingkan demokrasi “murni”).

Kalimat pada data (46W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud Beliau. Kata Beliau pada data (46W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (46W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (46W) dan kata Beliau pada data (46W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata Beliau pada data (46W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Fadel Muhammad) melalui rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 28 September 2015 yaitu B.J. Habibie. Rujukan data (46W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Fadel Muhammad seorang Ketua Komisi XI DPR RI melalui opini di harian Koran Tempo edisi 28 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (46W) berkaitan dengan peluncuran buku yang berjudul “Reinventing Indonesia” ditulis oleh Ginandjar Kartasasmita dan Joseph J. Stern pada 9 September 2015 di Universitas Indonesia. Buku berjudul “Reinventing Indonesia” menceritakan tentang krisis ekonomi-politik periode 1997-1999 dan menguraikan tranformasi demokrasi di Indonesia dan sekitar tahun 1997-1999 B.J. Habibie memiliki peran penting dalam pemantapan demokrasi di Indonesia. Pada opininya sebelum penulis (Fadel Muhammad) menggunakan wujud Beliau telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama B.J. Habibie.

Kalimat pada data (47W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud Beliau. Kata Beliau pada data (47W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (47W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (47W) dan kata Beliau pada data (47W)

rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata Beliau pada data (47W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Pongki Pamungkas) melalui rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 3 Oktober 2015 yaitu Bung Karno. Rujukan data (47W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Pongki Pamungkas seorang penulis buku The Answer is Love melalui opini di harian Koran Tempo edisi 3 Oktober 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (47W) berkaitan dengan penulis (Pongki Pamungkas) yang telah bertemu dengan temannya sebagai CEO suatu perusahaan yang menganut manajemen demokrasi. Teman penulis (Pongki Pamungkas) bercerita kepada penulis (Pongki Pamungkas) terkait kemarahan teman penulis kepada karyawan karena terjadi perdebatan rencana perubahan jalur keluar-masuk kendaraan di kantor, sehingga menyebabkan para karyawan tidak melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan mengurusi masalah yang bukan tugasnya. Setelah mendengar cerita temannya, penulis (Pongki Pamungkas) teringat dengan pidato Bung Karno saat menjadi Presiden RI yang menilai bahwa Indonesia lebih cocok menerapkan demokrasi terpimpin daripada demokrasi “murni”. Pada opininya sebelum penulis (Pongki Pamungkas) menggunakan wujud Beliau telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama Bung Karno.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (46W) dan data (47W) memiliki kata deiksis berupa Beliau memiliki rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga diasumsikan bahwa wujud Beliau merupakan deiksis anafora persona karena memiliki rujukan berupa insan atau persona yang berada

di dalam pembicaraan/di dalam teks tepatnya sebelum kata yang mengandung deiksis muncul (diucapkan/dituliskan). Rujukan dari wujud Beliau memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Maka, meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata Beliau, data (46W) dan data (47W) masing-masing memiliki rujukan/referen dan konteks yang berbeda-beda.

d. –nya

Kata ganti –nya untuk menyatakan diri orang ketiga atau orang yang dibicarakan. Purwo (1984: 22) yang mengandaikan dalam bentuk sandiwara bahwa persona ketiga merupakan orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif). Bentuk –nya dapat berbentuk persona ketinga tunggal dan persona ketiga jamak (Chaer, 2011: 108-109). Dari sekilan banyak kata ganti persona ketiga, bentuk –nya dapat mengacu nomina bukan insan dan nomina insan. Maka, pada bagian ini kata ganti –nya mengacu pada nomina insan/persona.

Perhatikan data berikut yang mengandung deiksis anafora persona dengan kata ganti -nya bentuk persona ketiga tunggal.

(48W) Sayub-sayub namanya kini muncul dalam pencarian daring sebagai mantan pegawai Kementerian Penerangan dan juga pendiri Persatuan Artis Film Indonesia (PAFI) pada 10 Maret 1956.

(Koran Tempo, 17 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Muhidin M. Dahlan anggota @WARUNGARSIP yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 17 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan Kotot Sukardi yang mendapatkan

penganugrahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dilaksanakan sejak 4 September 2015 dan puncak acara pada tanggal 22 September 2015. Kotot Sukardi tidak memiliki profesi yang pasti karena pernah menjadi penulis naskah drama, tokoh seniman Lekra, pendiri Persatuan Artis Film Indonesia (PAFI), mantan pegawai Kementerian Penerangan, dan sebagainya).

(49W) Hal ini juga tergambar secara tersirat dari pengunduran diri Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito yang dilatarbelakangi oleh ketidakmampuannya mencapai target penerimaan negara dari pajak. (Koran Tempo, 30 Desember 2015) (Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Ronny P. Sasmita seorang analis ekonomi politik Financeroll Indonesia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 30 Desember 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan penerimaan uang pajak yang seret atau tidak mencapai target yang sudah ditetapkan APBN. Tidak tercapainya target pajak sesuai dengan APBN juga disebabkan oleh keadaan ekonomi di dunia yang sedang lesu dan kondisi keuangan pemerintah Indonesia yang seret. Sigit Priadi Pramudito merupakan Direktur Jenderal Pajak).

Kalimat pada data (48W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud -nya. Kata -nya pada data (48W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (48W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (48W) dan kata -nya pada data (48W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata -nya pada data (48W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Muhidin M. Dahlan) melalui rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 17 September 2015 yaitu Kotot Sukardi. Rujukan data (48W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Muhidin M. Dahlan anggota @WARUNGARSIP melalui opini di harian Koran Tempo edisi 17 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (48W) berkaitan dengan Kotot Sukardi yang mendapatkan penganugrahan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan

oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dilaksanakan sejak 4 September 2015 dan puncak acara pada tanggal 22 September 2015. Kotot Sukardi yang mendapat penghargaan kemudian membuat pengalaman pekerjaannya terbuka di umum yang menunjukkan bahwa Kotot Sukardi pernah menjadi penulis naskah drama, tokoh seniman Lekra, pendiri Persatuan Artis Film Indonesia (PAFI), mantan pegawai Kementerian Penerangan, dan sebagainya. Pada opininya sebelum penulis (Muhidin M. Dahlan) menggunakan wujud -nya telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama Kotot Sukardi.

Kalimat pada data (49W) di atas memiliki deiksis anafora persona dengan wujud -nya. Kata -nya pada data (49W) disebut deiksis anafora persona karena sebelum kalimat (49W) muncul terdapat kalimat/kata yang menerangkan atau dapat dijadikan rujukan pada data (49W) dan kata -nya pada data (49W) rujukannya berupa persona ketiga tunggal. Jika dikaitkan dengan teori deiksis bahwa kata -nya pada data (49W) memiliki rujukan pada seseorang yang dibicarakan oleh penulis (Ronny P. Sasmita) melalui rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 30 Desember 2015 yaitu Sigit Priadi Pramudito seorang Direktur Jenderal Pajak. Rujukan/refren data (49W) dapat diketahui karena disampaikan oleh Ronny P. Sasmita seorang analis ekonomi politik Financeroll Indonesia melalui opini di harian Koran Tempo edisi 30 Desember 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (49W) berkaitan dengan penerimaan uang pajak yang seret atau tidak mencapai target yang sudah ditetapkan APBN karena keadaan ekonomi di dunia yang sedang lesu dan kondisi keuangan pemerintah Indonesia yang seret.

Penerimaan uang pajak yang seret/tidak mencapai target membuat Sigit Priadi Pramudito seorang Direktur Jenderal Pajak mengundurkan diri. Pada opininya sebelum penulis (Ronny P. Sasmita) menggunakan wujud -nya telah mengungkapkan secara langung/tertulis di dalam opininya dengan menyebut nama Sigit Priadi Pramudito seorang Direktur Jenderal Pajak.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (48W) dan data (49W) memiliki kata deiksis berupa -nya memiliki rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga diasumsikan bahwa wujud -nya merupakan deiksis anafora persona karena memiliki rujukan berupa insan atau persona yang berada di dalam pembicaraan/di dalam teks tepatnya sebelum kata yang mengandung deiksis muncul (diucapkan/dituliskan). Rujukan dari wujud -nya memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Maka, meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata -nya, data (48W) dan data (49W) masing-masing memiliki rujukan/referen dan konteks yang berbeda-beda.

Dokumen terkait