• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik

Ilmu bahasa memiliki dua makna yaitu makna pragmatik dan makna semantik. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh Rahardi (2003: 16) bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji dalam pragmatik adalah maksud penutur dan menyampaikan tuturannya, maka dapat dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna yang dikaji

secara internal. Sesungguhnya perbedaan antara semantik dan pragmatik adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satual lingual tertentu secara eksternal, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang dikaji dalam semantik bersifat diadik (dyadic meaning), sedangkan pragmatik makna bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik juga mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan lingual an sich, yang notabene tidak perlu disangkut pautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

Maksud dalam pragmatik menurut Leech (1993: 45) menggunakan „implikatur‟ untuk arti yang lebih luas. Walaupun begitu dia tetap mengikuti Grice yang menyatakan bahwa adanya implikatur percakapan harus mampu dijelaskan. Menurut Leech semua implikatur bersifat probabilistik, karena apa yang dimaksud oleh si penutur dengan tuturannya tidak pernah dapat kita ketahui dengan pasti sekali. Ada beberapa faktor yang menentukan apa yang dimaksud oleh n dengan tuturannya (T), yaitu kondisi-kondisi yang dapat diamati, tuturan, dan konteks; berdasarkan faktor-faktor ini t bertugas menyimpulkan interpretasi yang paling mungkin. Leech (1993: 53) menjelaskan „makna‟ sebagaimana digunakan dalam pragmatik (yaitu dalam rumus „n bertujuan D melalui tuturan T‟, n = penutur, D = daya, T = tuturan), merupakan suatu maksud refleksif yaitu suatu maksud yang hanya dapat dicapai bila maksud tersebut diketahui oleh t. Maka, dalam

penjelasan Leech juga menunjukkan bahwa dalam analisis maksud pragmatik harus melihat konteks dari tuturan itu.

Maksud sebagai sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri (Chaer, 1990: 35). Oleh sebab itu, mitra tutur harus mampu menafsirkan maksud sebuah tuturan berdasarkan konteksnya. Jika dikaitkan dengan teori pragmatik yang menjelaskan bahwa ilmu pragmatik mengkaji maksud tuturan berdasarkan konteksnya. Maka, dapat diketahui bahwa maksud (khususnya dalam pragmatik) merupakan sebuah pemahaman/penafsiran yang dimiliki oleh mitra tutur tentang isi ujaran dari penutur yang dihubungkan dengan konteks (siapa penuturnya, kepada siapa, kapan dituturkan, dimana dituturkan, dan berkaitan dengan apa tuturan itu diucapkan). Maksud memiliki peranan yang sangat penting karena tanpa sebuah maksud penutur tidak akan melakukan ujaran dengan mitra tuturnya. Ketika penutur dan mitra tutur berkomunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung, maksud harus dipahami secara benar dan jelas oleh mitra tutur karena jika tidak tersampaikan dengan jelas maksud itu, maka akan terjadi sebuah kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur. Hal ini dalam kaitannya dengan ilmu pragmatik, maksud dikaji dalam sebuah tuturan, maka ini menjadi hal yang paling diutamakan. Sebuah maksud dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur/pembaca juga tidak lepas dari konteks. Suatu maksud akan dapat

dipahami oleh mitra tutur dari penutur karena adanya konteks yang mendukung dari maksud si penutur atau penulis.

2.2.6 Opini

Menurut Kuncoro dalam Rahardi (2012: 29) artikel opini atau opini adalah tulisan lepas yang dibuat seseorang – lazimnya bukan orang yang berada dalam redaksi media yang bersangkutan – untuk mengupas masalah aktual dan/atau masalah kontroversial tertentu. Melalui hal itu dapat diketahui bahwa opini merupakan pendapat seseorang terhadap sesuatu hal. Opini dalam wujudnya dapat berupa opini lisan dan tulis. Opini lisan berupa ucapan/perkataan dari seseorang/tanggapan seseorang secara langsung terhadap sesuatu hal. salah satu contohnya adalah seorang pakar yang diundang disalah satu stasiun televisi untuk dimintai komentar/pendapatnya terhadap suatu topik berita. Sedangkan, opini tulis biasanya berupa opini seseorang/argument seseorang terhadap sesuatu hal dengan cara menuliskannya pada lembaran kertas. Jika dilihat pendapat ahli di atas opini tulis biasanya berada disurat kabar yang berada di rubrik opini. Pada bagian itulah penulis opini dapat mencurahkan semua pikiran/idenya terhadap sesuatu hal. penulis bebas mengkritisi sesuatu hal tanpa dipengaruhi oleh pihak lain, subjektivitas pada opini sangatlah kental, sehingga opini kadang dapat mempengaruhi atau menyakinkan seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahardi (2012: 34) yang mengatakan bahwa opini digunakan untuk memengaruhi dan meyakinkan atau menegaskan. Opini memang dapat pula digunakan untuk menghibur – karena “persikerasan” di dalam opini, apalagi kalau opini itu sampai

dapat mengundang polemik, sering kali juga akan “menghibur” banyak orang. Sejalan pula dengan pendapat Kuncoro dalam Rahardi (2012: 34) yang menyatakan bahwa tujuan opini adalah untuk memberi tahu, mempengaruhi, meyakinkan, atau menghibur pembaca. Selain itu, penulis opini disurat kabar pasti dituliskan identitas si penulis dan disertakan pula identitas dimana/menjabat sebagai apa si penulis opini itu hal ini dikarenakan untuk menghindari si penulis opini adalah orang dalam sebuah redaksi surat kabar. Contohnya pada harian Koran Tempo pada rubrik opini ditulis Heri Priyatmoko, Dosen Sejarah Fakultas sastra Universitas Sanata Dharma. Artikel opini yang sangat kental dengan subjektivitas si pengarang sejalan dengan pendapat Rahardi (2012: 25) yang mengatakan bahwa views merupakan pandangan atau pendapat, yang tentu saja sangat kentas dengan nuansa subjektivitasnya. Dikatakan bersifat subjektif nuansanya karena di situ ketajaman dan keluasan cakrawala pandang pribadi penulisnya menjadi tolok ukur bagi baik-tidaknya tulisan yang berdimensi views itu. Selajan pula dengan pendapat Sagiya dalam Rahardi (2012: 34) yang mengatakan opini itu merupakan ide, gagasan, dan pendapat subjektivitas penulisnya. Views menurut Kuncoro dalam Rahardi (2012: 21) disebut artikel – dapat mencangkup esai, opini, kolom, dan tajuk rencana/editorial.

Menurut Rahardi (2012: 22) artikel dimedia massa entah berupa opini, kolom, esai, atau yang lainnya, selalu merujuk pada dimensi subjektivitas. Artinya, salah satu penanda pokok dimensi views di dalam suatu media massa itu sesungguhnya adalah pandangan pribadi subjektif dari penulis. Maka segala bentuk views harus ditempatkan pada halaman khusus secara tersendiri dalam

media massa. Itulah yang lazim disebut sebagai halaman opini dalam media massa. Menurut Sa‟ud dan Komaidi dalam Rahardi (2012: 30) mengatakan bahwa ketika menulis artikel opini harus berfokus pada pendapat pribadi penulis (penulis menjadi pengendali penyampaia gagasan) dan berisi argumen-argumen yang logis dan juga berisi pemikiran kritis terhadap masalah aktual dan/atau kontroversial. Selajan dengan pandangan di atas Rahardi (2012: 26) juga mengatakan bahwa views (opini, kolom, dan esai) harus memenuhi dua syarat sebuah artikel yaitu aktual dan kontroversialan (semua persoalan yang bersifat pro-kontra atau tema yang sedang diangkat itu mengandung perbedaan pendapat atau bahkan pertentangan). Dimensi aktual di dalam views mencangkup dua dimensi yaitu aktual dalam dimensi waktu (hal yang baru saja terjadi/peristiwa yang baru saja terjadi) dan aktual dalam dimensi tema (suatu peristiwa yang mungkin saja telah berlangsung cukup lama, tetapi bisa aktual bila dituliskan sekarang).

Melalui hal di atas dapat diketahui bahwa opini dalam media massa merupakan murni berisi pandangan diri si penulis tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. penulis opini bebas mengutarakan pendapatnya asalkan pendapat/argumen itu diutarakan secara logis dan kritis. Bukan hanya itu saja, sebelum penulis membuat sebuah argumen tentang suatu topik, penulis harus mampu mencari topik yang aktual, baik topik/peristiwa baru saja terjadi atau sudah lama terjadi dan melihat apakah topik yang akan diberi argumennya mengandung kontroversi, sehingga argument yang ditulisnya di media massa terutama surat kabar disukai oleh pembaca. Penyediaan rubrik khusus opini pun juga diadakan agar antara

opini dan berita dalam media massa terutama surat kabar dapat terpisah dengan jelas.

Dijelaskan dalam buku milik Kunjana Rahardi yang berjudul Menulis Artikel Opini dan Kolom Dimedia Massa dalam menulis opini seorang penulis harus mampu memberikan argumen-argumen yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, argumen-argumen yang dibuat logis harus didahului dengan sajian data/fakta yang cukup mendasar, argumen-argumen harus diikuti dengan alternatif-alternatif solusi yang benar-benar baik, dan dalam opini data hanya diberi tempat sekitar 10% dari keseluruhan konstruksi opini itu; porsi yang paling besar adalah pada argument yakni sekitar 40% atau 50%; serta porsi solusi tidak jauh berbeda dengan porsi argumen. Dalam opini argument subjektif dan alternatif solusi (solution giving) atas persoalan yang diargumentasikan itulah yang menjadi titik fokusnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa opini adalah tulisan lepas yang dibuat oleh seseorang dengan mewakili lembaga tempat penulis bekerja untuk mengupas masalah atau peristiwa yang sedang hangat dimasyarakat. Tulisan opini memiliki sifat subjektivitas atau berdasarkan pandangan premade oleh seseorang/penulis. Memiliki tujuan untuk meyakinkan, memberitahu, dan sebagainya. sebuah tulisan opini harus didukung dengan fakta yang benar. Penulis opini pun juga harus mampu dan dapat mengukur sendiri porsi-porsi yang pas dalam penyajian data dengan argumentasinya serta solusi atas topik yang diberi pendapat. Sebuah opini akan lebih baik diberi solusi yang

baik sehingga pembaca akan merasa senang atas argument yang ditulis oleh penulis.

Dokumen terkait