• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 September-Desember 2015

4.2.1.1 Deiksis Eksofora

Setelah peneliti melakukan pengumpulan data deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September hingga Desember 2015, peneliti menemukan wujud deiksis yang berupa deiksis eksofora. Menurut Purwo (1984: 19) deiksis eksofora lebih membicarakan bidang sematik leksikal. Maka, deiksis eksofora adalah kata atau frasa yang rujukannya berada di luar teks/tidak

dungkapkan secara langsung oleh penutur/penulis. Berdasarkan buku tulisan Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia deiksis eksofora dibagi menjadi tiga yaitu deiksis eksofora persona, deiksis eksofora ruang, dan deiksis eksofora waktu.

4.2.1.1.1 Deiksis Persona

Deiksis persona berkaitan dengan leksem-leksem berbentuk nominal dan pronominal (kata ganti). Maka referen yang ditunjuk oleh kata kanti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh perserta tindak ujaran (Purwo, 1984: 22). Purwo dalam penelitiannya bahwa memilih menggunakan kata persona, karena kata Latin persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon yang artinya “topeng” (topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan yang juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama atau persona pertama merujuk pada orang yang sedang berbicara. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai “topeng” yang disebut persona kedua atau persona kedua merujuk pada pendnegar atau pembaca. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi mejadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi “topeng” yang disebut persona ketiga atau persona ketiga merujuk pada seseorang yang tidak hadir dalam pembicaraan atau menjadi bahan pembicaraan atau tidak terlibat langsung dalam pembicaraan. Maka, jika disimpulkan deiksis eksofora secara sederhananya terdapat tiga bagian

yaitu deiksis persona pertama, deiksis persona kedua, dan deiksis persona ketiga. Berikut pemaparan deiksis eksofora persona lebih rincinya.

1) Deiksis Persona Pertama

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Purwo (1984: 22) mengandaikan dalam sebuah drama bahwa orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Chaer (2011: 91) kata ganti orang pertama yaitu kata yang menggantikan diri orang yang berbicara. Kata ganti persona pertama dibagi menjadi dua yaitu persona tunggal dan persona jamak. Becker dan Okka dalam Purwo (1984: 24) menunjukkan pengertian jamak dalam bahasa Jawa Kuna ditandai dengan pemarkah jamak (seperti banyak, semua). Karena itulah bahasa Austronesia dikenal dengan bentuk ekslusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga), dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua) bentuk ekslusif dalam bahasa Indonesia adalah kami,sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Chaer (2011: 91) bahwa kata benda yang menyatakan orang seringkali diganti kedudukannya di dalam pertuturan dengan sejenis kata yang lazin disebut kata ganti. Kata ganti orang pertama yaitu kata yang menggantikan diri orang yang berbicara, yang termasuk kata ganti orang pertama yaitu saya, aku (-ku, ku-, daku), kami, dan kita (Chaer, 2011: 91). Jadi, kata ganti persona pertama tunggal antara lain saya, aku (-ku, ku-, daku), sedangkan kata ganti persona pertama jamak antara lain kami, dan kita, seperti yang sudah dijelaskan dikalimat di atas. Berdasarkan pengertian tersebut penulis menemukan deiksis persona pertama yang rujukannya pada persona yang sedang berbicara.

Berikut akan diuraikan satu persatu hasil temuan deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

a. Saya

Kata saya merupakan salah satu jenis kata ganti orang yang menggantikan diri orang yang berbicara (Chaer, 2011: 91). Kata saya digunakan dalam situasi formal dan digunakan berkomunikasi ketika penutur belum kenal dengan mitra tutur. Kata saya merupakan salah satu deiksis persona pertama tunggal karena menunjuk pada seorang diri penutur.

Perhatikan contoh data berikut yang mengandung deiksis persona pertama tunggal.

(1W) Tuntutan penghapusan pajak royalti buku (pajak penghasilan penulis) saya kira tidak tepat.

(Koran Tempo, 8 September 2015)

(konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Agus M. Irkham seorang pegiat literasi yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 8 September 2015 kepada pembaca. Kalimat ini berkaitan dengan adanya Peraturan dari Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang pemerintah yang memberikan pembebasan pajak pertambahan nilai terhadap beberapa sub-sektor industri keratif dan jasa hiburan. Peraturan dari Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 membuat pekerja buku dan penulis buku juga memperjuangkan penghapusan PPN buku non-pelajaran dan royalti buku)

(2W) Jadi menurut saya, masalah itu sudah selesai, janganlah terus dipersoalkan bahwa Soekrno ingkar janji, apalagi dikatakan berkhianat.

(Koran Tempo, 2 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Asvi warman Adam seorang sejarawan LIPI yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan pembuatan dan peluncuran film berjudul Jenderal Soedirman pada tanggal 27 Agustus 2015 di salah satu bioskop di Jakarta, Indonesia yang menceritakan

perjuangan Soedirman melawan Belanda. Beberapa adegan film yang menceritakan Soekarno bahwa dalam pidato Soekarno akan melawan Belanda dengan ikut bergerilya, akan tetapi sidang kabinet tidak mengizinkan Soekarno untuk bergerilya).

Kalimat pada data (1W) mengandung wujud deiksis saya yang merupakan deiksis persona pertama tunggal. Kata saya disebut deiksis persona pertama tunggal yang berfungsi untuk menggantikan kata ganti orang pertama yakni orang yang sedang melakukan pembicaraan dan dapat diketahui pula bahwa penulis/pembicara dari data (1W) adalah Agus M. Irkham. Rujukan tersebut dapat diketahui karena disampaikan oleh Agus M. Irkham seorang pegiat literasi yang yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 8 September 2015 pada pembaca. Munculnya data (1W) berkaitan dengan munculnya Peraturan dari Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang pemerintah yang memberikan pembebasan pajak pertambahan nilai terhadap beberapa sub-sektor industri keratif dan jasa hiburan, sehingga membuat pekerja buku dan penulis buku juga memperjuangkan penghapusan PPN buku non-pelajaran dan royalti buku.

Kalimat pada data (2W) mengandung wujud deiksis saya yang merupakan deiksis persona pertama. Kata saya disebut deiksis persona pertama tunggal yang berfungsi untuk menggantikan kata ganti orang pertama yakni orang yang sedang melakukan pembicaraan dan dapat diketahui pula bahwa penulis/pembicara dari data (2W) adalah Asvi warman Adam. Rujukan dapat diketahui karena disampaikan oleh Asvi warman Adam seorang sejarawan LIPI yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (2W) berkaitan dengan peluncuran film

berjudul Jenderal Soedirman pada tanggal 27 Agustus 2015 di salah satu bioskop di Jakarta, Indonesia yang menceritakan perjuangan Soedirman melawan Belanda. Beberapa adegan film yang menceritakan Soekarno bahwa dalam pidato Soekarno akan melawan Belanda dengan ikut bergerilya, akan tetapi sidang kabinet tidak mengizinkan Soekarno untuk bergerilya, sehingga membuat Asvi Warman Adam kurang menyetujui adegan yang menceritakan Soekarno yang berbohong.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (1W) dan data (2W) telah dijelaskan bahwa bentuk kata saya mempunyai rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga dapat diasumsikan bahwa wujud saya merupakan deiksis terutama deiksis persona pertama tunggal. Rujukan dari kata saya memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan /tergantung dengan konteks tuturan itu. Meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata saya, data (1W) dan data (2W) memiliki rujukan dan konteks yang berbeda-beda.

b. Kami

Kata kami merupakan salah satu bagian dari deiksis persona pertama, khususnya deiksis persona pertama jamak. Kata kami menggantikan diri orang yang berbicara dengan jumlah yang berbicara (Chaer, 2011: 91). Disebut kata ganti orang pertama jamak karena menggantikan diri orang yang berbicara yang jumlahnya lebih dari satu orang. Dalam deiksis kata kami merupakan bentuk inklusif yaitu gabungan antara persona pertama dan kedua.

Perhatikan contoh data berikut yang mengandung deiksis persona pertama jamak bentuk ekslusif.

(3W) Berbulan-bulan, bertahun-tahun, kami menghadiri banyak sekali acara kampanye, advokasi, dan seminar mengenai hutan, lingkungan hidup, pertumbuhan hijau, pembangunan berkelanjutan, dan lain-lain.

(Koran Tempo, 8 Oktober 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Moazzam Malik seorang Duta Besar Inggris dan Stig Traavik seorang Duta Besar Norwegia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 8 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan masalah perubahan iklim di dunia yang sudah mulai tampak atau terjadi di Indonesia).

(4W) Untuk itu, kami mengusulkan Patriot Trail Jakarta menjadi ruang publik berwawasan kebangsaan yang merefleksikan jejak sejarah perjuangan bangsa sepanjang lima zaman, dari era Hindu ( Sunda Kelapa), Islam (Jayakarta), Kolonial (Batavia), Republik Indonesia (Jakarta), dan gobal (Jakarta Baru).

(Koran Tempo, 20 Oktober 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Martono Yuwono seorang arsitek restorasi Kota Tua Jakarta yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 20 Oktober 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan mulai menghilangnya kearifan lokal sejumlah kota di Jakarta yang merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan negara Indonesia. Martono Yuwono teringat dengan usaha yang dilakukan oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta tahun 1966-1977 yang melakukan restorasi Kota Tua Batavia menjadi Taman Fatahillah agar masyarakat Indonesia tetap mengingat sejarah Indonesia terutama sejarah dari Jakarta).

Kalimat pada data (3W) di atas mengandung wujud deiksis kami yang merupakan deiksis eksofora persona pemarkah jamak bentuk ekslusif. Kata kami data (3W) menggantikan gabungan dari persona satu dan persona tiga (persona pertama bentuk ekslusif) atau merupakan penutur yang jumlahnya lebih dari satu ketika berbicara dengan mitra tutur. Maka, pembicara/penulis rubrik opini di harian Koran Tempo edisi 8 Oktober 2015 yaitu Moazzam Malik seorang Duta Besar Inggris dan Stig Traavik seorang Duta Besar Norwegia. Pembicara/penulis

yang jumlahnya lebih dari satu menggunakan kata ganti kami ketika mengajak berbicara baik lisan maupun tulisan dengan mitra tutur/pembaca. Rujukan dapat diketahui karena disampaikan oleh Moazzam Malik seorang Duta Besar Inggris dan Stig Traavik seorang Duta Besar Norwegia yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 8 Oktober 2015 kepada pembaca. Kemuculan data (3W) berkaitan dengan mulainya perubahan iklim di dunia yang mulai terlihat atau terjadi di Indonesia. Penulis (Moazzam Malik seorang Duta Besar Inggris dan Stig Traavik seorang Duta Besar Norwegia) menceritakan pengalamannya dalam merasakan perubahan iklim di dunia, khususnya ketika penulis (Moazzam Malik seorang Duta Besar Inggris dan Stig Traavik seorang Duta Besar Norwegia) berada di Lombok dan bertemu dengan petani mutiara yang sedih karena hasil panennya berkurang karena perubahan iklim.

Kalimat pada data (4W) di atas mengandung wujud deiksis kami yang merupakan deiksis eksofora persona pemarkah jamak bentuk ekslusif. Kata kami data (4W) menggantikan gabungan dari persona satu dan persona tiga (persona pertama bentuk ekslusif) atau merupakan penutur yang jumlahnya lebih dari satu ketika berbicara dengan mitra tutur. Pembicara pada tuturan di atas adalah penulis opini di harian Koran Tempo edisi 20 Oktober 2015 yaitu Martono Yuwono seorang arsitek restorasi Kota Tua Jakarta. Walaupun, penulis opini di harian Koran Tempo edisi 20 Oktober 2015 yaitu Martono Yuwono, tetapi pada data (4W) Martono Yuwono mewakili teman-teman seprofesinya sebagai arsitek dalam mengungkapkan/menuliskan pendapatnya, sehingga penulis (Martono Yuwono) menggunakan kata ganti “kami”. Rujukan dapat diketahui karena

disampaikan oleh Martono Yuwono (mewakili teman seprofesinya) seorang Arsitek Restorasi Kota Tua Jakarta melalui opini di harian Koran Tempo edisi 20 Oktober 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (4W) bekaitan dengan berkaitan dengan mulai pudarnya kearifan lokal sejumlah kota di Jakarta yang merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan negara Indonesia.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (3W) dan data (4W) telah dijelaskan bahwa bentuk kata kami mempunyai rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga dapat diasumsikan bahwa wujud kami merupakan deiksis terutama deiksis persona pertama jamak bentuk ekslusif. Rujukan dari kata kami memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata kami, data (3W) dan data (4W) memiliki rujukan dan konteks yang berbeda-beda.

c. Kita

Kata kita merupakan salah satu bagian dari deiksis persona pertama, khususnya deiksis persona pertama jamak. Kata kita menggantikan diri orang yang berbicara dengan jumlah yang berbicara (Chaer, 2011: 91). Dalam deiksis kata kita merupakan bentuk ekslusif yaitu gabungan antara persona pertama dan ketiga.

Perhatikan contoh data berikut yang mengandung deiksis persona pertama jamak bentuk inklusif.

(5W) Sebetulnya, kita memiliki program penanggulangan kemiskinan serupa Bolsa Familia yakni Program Keluarga Harapan (PKH). (Koran Tempo, 26 September 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Kadir seorang yang berkerja di Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 26 September 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan statistik kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 September 2015 terkait kenakan harga BBM pada akhir 2014 mengalami kenaikan, sehingga memberikan dampak buruk berupa peningkatan kemiskinan. Brasil juga memiliki kasus yang sama berupa peningkatan masyarakat miskin, kemudian Brasil mengurangi penduduk miskin menggunakan program Bolsa Familia dengan mengirim uang kepada keluarga miskin di Brasil. Indonesia memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) yang sama seperti yang dimiliki oleh Brasil berupa Bolsa Familia).

(6W) Beberapa langkah yang perlu dilakukan di antaranya penyederhanaan perizinan usaha dan pemotongan biaya-biaya birokrasi yang menyebabkan produk kita tidak efisien.

(Koran Tempo, 2 Desember 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Anjar Priyono seorang Direktur Pusat Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015 di seruruh dunia dan dimulainya pula perebutan keutungan/”kue” ekonomi antara negara-negara anggota MEA).

Kalimat pada data (5W) di atas mengandung wujud kita yang merupakan deiksis persona pertama jamak bentuk inklusif. Kata kita data (5W) menggantikan gabungan dari persona satu dan persona dua (persona pertama bentuk inklusif). Dapat dilihat bahwa persona satu merupakan pembicara/penulis pada data (5W) adalah penulis di rubrik opini harian Koran Tempo edisi 26 September 2015 yaitu Kadir seorang yang berkerja di Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan persona dua merupakan pembaca rubrik opini harian Koran Tempo edisi 26

September 2015 . Maka, kata kita mempunyai rujukan penulis pendapat di rubrik pendapat harian Koran Tempo edisi 26 September 2015 yaitu Kadir seorang yang berkerja di Badan Pusat Statistik (BPS) dan pembaca rubrik opini harian Koran Tempo edisi 26 September 2015. Kata “kita” pada data (5W) disebut sebagai kemunculan deiksis eksofora persona pemarkah jamak bentuk inklusif. Rujukan dapat diketahui karena sampaikan oleh Kadir seorang yang berkerja di Badan Pusat Statistik (BPS) penulis opini di harian Koran Tempo edisi 26 September 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (5W) berkaitan dengan hasil rilisan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan kenaikan harga BBM pada akhir 2014 mengalami kenaikan. Penulis (Kadir) menunjukkan kepada pembaca kenaikan harga BBM pada akhir 2014, sehingga memberikan dampak buruk berupa peningkatan kemiskinan. Penulis (Kadir) teringat dengan Brasil juga memiliki kasus yang sama berupa peningkatan masyarakat miskin, kemudian Brasil mengurangi penduduk miskin menggunakan program Bolsa Familia dengan mengirim uang kepada keluarga miskin di Brasil. Penulis (Kadir) mengingatkan bahwa negara tempat tinggal penulis dan pembaca di Indonesia juga memilki Progran Keluarga Harapan (PKH) yang mirip dengan Bolsa Familia. Maka, penulis menggunakan kata kita dalam tuturannya dalam menyebutkan penulis (Kadir) dan pembaca.

Kalimat pada data (6W) di atas mengandung wujud kita yang merupakan deiksis persona pemarkah jamak bentuk inklusif. Kata kita data (6W) menggantikan gabungan dari persona satu dan persona dua (persona pertama bentuk inklusif). Dapat dilihat bahwa persona satu merupakan pembicara/penulis

pada data (6W) adalah penulis pendapat di rubrik pendapat harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 yaitu Anjar Priyono seorang Direktur Pusat Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sedangkan persona dua merupakan pembaca rubrik opini harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 . Maka, kata kita mempunyai rujukan penulis rubrik opini harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 yaitu Anjar Priyono seorang Direktur Pusat Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta dan pembaca rubrik pendapat/opini harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015. Kata kita pada data (6W) disebut sebagai kemunculan deiksis eksofora persona pemarkah jamak bentuk inklusif. Rujukan dapat diketahui karena disampaikan oleh Anjar Priyono seorang Direktur Pusat Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta melalui opini di harian Koran Tempo edisi 2 Desember 2015 kepada pembaca. Kemunculan data (6W) berkaitan dengan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015 di seluruh dunia dan dimulainya pula perebutan keutungan/”kue” ekonomi antara negara-negara anggota MEA. Penulis yang berasal dari Indonesia dan opininya diterbitkan di Indonesia menggunakan kata “kita” merujuk pada penulis dan pembaca atau masyarakat Indonesia. Maka, penulis menggunakan kata kita dalam tuturannya dalam menyebutkan penulis (Anjar Priyono) dan pembaca.

Berdasarkan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa data (5W) dan data (6W) telah dijelaskan bahwa bentuk kata kita mempunyai rujukan dan konteks yang berbeda, sehingga dapat diasumsikan bahwa wujud kita merupakan

deiksis terutama deiksis persona pertama jamak bentuk inklusif. Rujukan dari kata kita memiliki rujukan yang berbeda-beda atau berpindah-pindah yang disesuaikan/tergantung dengan konteks tuturan. Meskipun memiliki kata deiksis yang sama yakni kata kita, data (5W) dan data (6W) memiliki rujukan dan konteks yang berbeda-beda.

2) Deiksis Persona Kedua

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Purwo (1984: 22) mengandaikan dalam sebuah drama bahwa apabila pembicara/seseorang yag berbicara/bercerita tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka pembicara/seseorang yag berbicara/bercerita berganti memakai “topeng” yang disebut persona kedua. lebih jelasnya deiksis persona kedua memiliki rujukan pada pada pendengar atau pembaca. hal ini sejalan dengan pandangan Chaer (2011: 91) menyatakan bahwa kata benda yang menyatakan orang sering kali digantikan kedudukannya di dalam pertuturan dengan sejenis kata yang lazim disebut kaga ganti. Kata ganti orang kedua yaitu kata yang menggantikan diri orang yang diajak bicara. Dalam hal ini, orang yang diajak bicara oleh pembicara/penulis adalah pembaca. Chaer (2011: 92) pun menunjukkan bahwa yang termasuk kata ganti orang kedua adalah kamu (-mu), engkau (kau, dikau), Anda, kalian. Persona kedua dibagi menjadi persona kedua tunggal (merujuk pada satu orang yang diajak berbicara atau merujuk mitra tutur/pembaca) berupa kamu (-mu), engkau (kau, dikau),dan Anda. Sedangkan persona kedua jamak (merujuk pada lebih dari satu orang yang diajak berbicara atau lebih dari satu orang) yang berupa kalian. Berikut akan didisajikan beberapa contoh hasil temuan dan analisis data.

a. Anda

Kata Anda merupakan bagian dari kata ganti orang kedua yaitu kata yang menggantikan diri orang yang diajak bicara/mitra tutur. Kata Anda digunakan kepada orang yang belum dikenal dan diperkirakan usia sebaya atau dalam situasi resmi. Seperti halnya pada opini di harian Koran Tempo yang bersifat resmi/formal karena dibaca oleh semua orang yang memiliki bermacam-macam latarbelakang pendidikan. Selain itu, penulis opini juga belum atau tidak mengatahui siapa pembaca opininya. Maka, penulis menggunakan kata ganti Anda untuk menyebut mitra tutur. Kata Anda disebut persona kedua tunggal karena menunjuk pada mitra tutur/pembaca yang biasanya setiap koran dibaca oleh satu orang , maka agar lebih dekat penulis menggunakan kata Anda yang menunjuk pada satu orang.

Perhatikan contoh data berikut yang mengandung deiksis persona kedua tunggal. (7W) Sekedar saran, bila ingin mencegah terjadinya kelambanan gerak

atau apalagi chaos dalam organisasi Anda, pertimbangkan masak-masak bila Anda ingin mendeklarasikan organisasi Anda sebagai penganut manajenen demokratis.

(Koran Tempo, 3 Oktober 2015)

(Konteks tuturan: Tuturan ini disampaikan oleh Pongki Pamungkas seorang Penulis Buku The Answer is Love yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 3 Oktober 2015 kepada pembaca. Tuturan ini berkaitan dengan penerapan manajemen demokrasi di salah satu perusahaan teman penulis yang sebagai CEO perusahaan berupa kasus kemarahan teman penulis sebagai CEO kepada karyawan karena terjadi perdebatan rencana perubahan jalur keluar-masuk kendaraan di kantor, sehingga menyebabkan para karyawan tidak mempedulikan pekerjaannya masing-masing dan mengurusi yang bukan tanggung jawabnya). (8W) Anda saat ini disuguhi berita sekitar Dewan Perwakilan Rakyat

dengan kasus yang sedang panas dan popular dengan istilah “Papa Minta Saham”.

(Koran Tempo, 11 Desember 2015)

(Konteks tuturan: Kalimat ini disampaikan oleh Bramantyo Djohanputro seorang Dosen PPM School of Management yang merupakan penulis opini di harian Koran Tempo edisi 11 Desember 2015 kepada pembaca. Kalimat ini berkaitan dengan Sudirman Said Menteri ESDM yang membeberkan bahwa Setya Novanto Ketua DPR RI yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia atau biasa disebut “Papa minta saham” pada 16 November 2015. Kasus “Papa minta Saham” kemudian ditangani oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan sejak tanggal 16 November 2015 sampai tulisan ini dibuat/diterbitkan MKD melakukan tahapan sidang untuk mengadili Setya Novanto). Kalimat pada data (7W) mengandung wujud deiksis Anda yang merupakan

Dokumen terkait