• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015."

Copied!
383
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Damayanti, Reni. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015. Penelitian ini termasuk penelitian deskripsi kualitatif. Hal ini dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015 dan mendiskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015.

Sumber data penelitian ini adalah rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015, yang merupakan sumber data tertulis. Data penelitian ini adalah kalimat yang ada pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang mengandung ungkapan deiksis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dengan teknik catat dan teknik dokumentasi dokumen. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode padan dan teknik analisis deskriptif.

Pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang telah dianalisis, peneliti menemukan adanya penggunaan wujud deiksis eksofora dan wujud deiksis endofora. Penggunaan wujud deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 lebih banyak muncul deiksis endofora daripada deiksis eksofora. Terbukti dengan ditemukannya deiksis endofora sejumlah 129 deiksis dan deiksis eksofora sejumlah 68 deiksis. Wujud deiksis eksofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Wujud deiksis endofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis anafora dan (2) deiksis katafora. Maksud deiksis dalam penelitian ini, ditentukan oleh jenis deiksis dan konteks tuturan yang dapat ditemukan melalui latarbelakang pengetahuan peneliti dan peristiwa/kejadian yang memiliki kaitan dengan isi tuturan. Dengan begitu, setiap wujud deiksis memiliki maksud rujukan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan jenis deiksis dan konteks tuturan itu. Peneliti menemukan 5 maksud deiksis yaitu (1) maksud merujuk pada persona, (2) maksud merujuk pada ruang/tempat, (3) maksud merujuk pada waktu, (4) maksud rujukan anafora, dan (5) maksud rujukan katafora.

(2)

ABSTRACT

Damayanti, Reni. 2016. The Deictic Phenomena on Opinion Rubric in Koran Tempo September-December 2015. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research discusses the deictic phenomena on opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. This research is a qualitative descriptive research. The purpose of this research is to describe the forms and meaning of the deictic phenomena in opinion rubric Koran Tempo September-December 2015.

The source of this research is the opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. It is a written source. The data of this research is the sentences in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 containing deictic expression. The method applied to gather the research data is listening method with note-taking and document documentation techniques. The analysis method applied is identity method and descriptive analysis technique.

The research shows that exophoric and endophoric deixis are used in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015. More endophoric deixis occurs in the opinion rubric Koran Tempo than exophoric deixis as the finding shows that there are 129 endophoric deixis and 68 exophoric deixis occur in the opinion rubric. The exophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 are: (1) person deixis, (2) place deixis, and (3) time deixis. The endophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo are: (1) anaphoric deixis and (2) cataphoric deixis. The type and meaning of the deixis in this research is determined by the speech context defined by the researcher’s background and the events related to the speech content. Therefore, each deictic form has its own reference depending on the type of the deixis and the speech context. There are 5 purposes of using deixis found in this research: (1) referring to pronoun, (2) referring to place, (3) referring to time, (4) referring to anaphoric, and (5) referring to katafora.

(3)

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER – DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER – DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

SKRIPSI

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARlAN KORAN

TEMPO EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Disusun oleh: Reni Damayanti

121224066

Tanggal: 28 April 2016 Dr.R. Kunja4ta Rahardi, M.Hum.

(6)

SKRIPSI

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARlANKORAN TEMPOEDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Dipersiapkan dan disusun oleh Reni Damayanti

121224066

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 18 Mei 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Ketua Sekretaris Anggota 1 Anggota2 Anggota3

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap

: Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. : Dr.R.Kunjana Rahardi, M.Hum. : Dr.R.Kunjana Rahardi, M.Hum. : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.

: Dr. B. Widharyanto, M.Pd.

Tanda Tangan

Yogyakarta, 18 Mei 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

-Rohandi, Ph.D.

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Saya persembahkan Skripsi ini kepada:

 Untuk Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat, rahmat, dan karunia-Nya.

 Untuk Kedua Orang Tuaku Tersayang, Kartiyana dan Suradiyem, yang telah tulus dan sabar memberikan doa, semangat, dan motivasi agar keberhasilan dapat kuraih sesuai dengan harapan.

 Untuk Keluarga Besarku, yang belum sempat penulis sebut satu-persatu, memberikan doa dan semangat agar saya berhasil dalam studi dengan hasil yang memuaskan.

(8)

v MOTTO

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau

menunggu, namun hanya didapat oleh mereka yang

bersemangat mengejarnya.”

(Abraham Lincoln)

“Kualitas bukanlah suatu kebetulan; kualitas selalu

berasal dari usaha yang cerdas”

(John Ruskin)

“Sebuah usaha keras dengan keyakinan dan doa, pasti

akan menghasilkan hasil yang memuaskan”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Mei 2016 Penulis

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Reni Damayanti

Nomor Induk Mahasiswa : 121224066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang bejudul:

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2015

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau di media lainnya untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 18 Mei 2016

Yang menyatakan,

(11)

viii ABSTRAK

Damayanti, Reni. 2016. Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015. Penelitian ini termasuk penelitian deskripsi kualitatif. Hal ini dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015 dan mendiskripsikan maksud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015.

Sumber data penelitian ini adalah rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015, yang merupakan sumber data tertulis. Data penelitian ini adalah kalimat yang ada pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang mengandung ungkapan deiksis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dengan teknik catat dan teknik dokumentasi dokumen. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode padan dan teknik analisis deskriptif.

Pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yang telah dianalisis, peneliti menemukan adanya penggunaan wujud deiksis eksofora dan wujud deiksis endofora. Penggunaan wujud deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 lebih banyak muncul deiksis endofora daripada deiksis eksofora. Terbukti dengan ditemukannya deiksis endofora sejumlah 129 deiksis dan deiksis eksofora sejumlah 68 deiksis. Wujud deiksis eksofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis persona, (2) deiksis ruang, dan (3) deiksis waktu. Wujud deiksis endofora yang ditemukan dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 yaitu (1) deiksis anafora dan (2) deiksis katafora. Maksud deiksis dalam penelitian ini, ditentukan oleh jenis deiksis dan konteks tuturan yang dapat ditemukan melalui latarbelakang pengetahuan peneliti dan peristiwa/kejadian yang memiliki kaitan dengan isi tuturan. Dengan begitu, setiap wujud deiksis memiliki maksud rujukan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan jenis deiksis dan konteks tuturan itu. Peneliti menemukan 5 maksud deiksis yaitu (1) maksud merujuk pada persona, (2) maksud merujuk pada ruang/tempat, (3) maksud merujuk pada waktu, (4) maksud rujukan anafora, dan (5) maksud rujukan katafora.

(12)

ix ABSTRACT

Damayanti, Reni. 2016. The Deictic Phenomena on Opinion Rubric in Koran Tempo September-December 2015. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Literary Education Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research discusses the deictic phenomena on opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. This research is a qualitative descriptive research. The purpose of this research is to describe the forms and meaning of the deictic phenomena in opinion rubric Koran Tempo September-December 2015.

The source of this research is the opinion rubric in Koran Tempo September-December 2015. It is a written source. The data of this research is the sentences in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 containing deictic expression. The method applied to gather the research data is listening method with note-taking and document documentation techniques. The analysis method applied is identity method and descriptive analysis technique.

The research shows that exophoric and endophoric deixis are used in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015. More endophoric deixis occurs in the opinion rubric Koran Tempo than exophoric deixis as the finding shows that there are 129 endophoric deixis and 68 exophoric deixis occur in the opinion rubric. The exophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo September-December 2015 are: (1) person deixis, (2) place deixis, and (3) time deixis. The endophoric deictic forms found in the opinion rubric Koran Tempo are: (1) anaphoric deixis and (2) cataphoric deixis. The type and meaning of the deixis in this research is determined by the speech context defined by the researcher’s background and the events related to the speech content. Therefore, each deictic form has its own reference depending on the type of the deixis and the speech context. There are 5 purposes of using deixis found in this research: (1) referring to pronoun, (2) referring to place, (3) referring to time, (4) referring to anaphoric, and (5) referring to katafora.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir/skripsi dengan judul Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 ini dengan baik dan lancar. Tugas akhir yang berupa skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 dan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan berdasarkan kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terselesaikannya tugas akhir/skripsi ini dengan baik dan lancar tidak lepas dari bimbingan/bantuan, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan akademis kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberikan berbagai arahan serta masukan bagi penulis dalam pengerjaan awal hingga akhirnya tugas akhir/skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku triangulator data dalam tugas akhir ini. 5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI)

(14)

xi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dalam mempelajari ilmu pendidikan khususnya pendidikan bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bekal penulis untuk memasuki dunia pendidikan yang sebenarnya sebagai guru. 6. Robertus Marsidiq, selaku karyawan Sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu sabar dan penuh perhatian dalam memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan baik dalam administrasi maupun penyelesaian tugas akhir/skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Kartiyana dan Ibu Suradiyem, yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang selama penulis studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Teresia Noberti, Elisabet Ani Ayu S, Yohacim Tito Setyo B, dan Didi Setiadi, teman-teman sepayung yang seperjuangan dalam pengerjaan tugas akhir/skripsi ini.

9. Vivi Damayanti yang telah memperbolehkan penulis untuk beristirahat di kos selama studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

10.Vivi Damayanti, Maria Ani Marini, dan Elisabet Ani Ayu S yang penulis anggap sebagai sahabat penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan bersama-sama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

11.Agustina Wulan Rosanti dan Monica Lisa Novita, teman sepermainan yang selalu memberikan semangat selama penulis studi di Universitas sanata Dharma Yogyakarta.

12.Melyda Agustini Rahman, yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

(15)

xii

Kayep, Sisilia Yosi Nour Indrasari, Maria Ratih Pramitasari, Sarlyn Est Andini Haning, Emanuel Adrianus Moat, Karmelia Galih Runti, Yohacim Tito Setyo B, Muhammad Fauzi Lestari, Edi Tri Haryanto, Septian Purnomo Aji, Markus Jalu Vianugrah, Alfonsus Novendi, Nety Putri Perdani, Yupinus Tsunme, Emanda Sekar Yumita, Ryan Pamula Sari, Skolastika Cyntia Maharani, Claria Fransisca Meylani, dan Sisilia Pripita Tyas, yang sudah menjadi keluarga selama penulis studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

14.Pihak lainnya, yang memberikan dukungan dan bantuan bagi penulis dalam keseluruhan proses studi penulis di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang tidak sempat disebutkan satu-satu dalam tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir/skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sebelumnya meminta maaf apabila tulisan ini masih terdapat kekurangan. Maka, saran, ide, dan kritik yang membangun bagi kesempurnaan tulisan ini, sangat diterima oleh penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 18 Mei 2016

Penulis

(16)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...……… iv

HALAMAN MOTO ………...….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….……… vii

ABSTRAK ………...………….. viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ……….. x

DAFTAR ISI ……….… xiii

DAFTAR BAGAN ……… xvi

DAFTAR TABEL ………. xvii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ………..………..……….… 1

1.2 Rumusan Masalah ………..……….. 6

1.3 Tujuan penelitian ……….……… 6

1.4 Manfaat Penelitian ………..……….. 7

1.5 Batasan Istilah ………..………. 8

1.6 Sistematika Penulisan ……..………..………. 9

BAB II LANDASAN TEORI ………..……….. 10

2.1 Penelitian yang Relevan ……….…. 10

2.2 Kajian Teori ……….… 15

2.2.1 Pengertian Pragmaik ……….……….. 15

2.2.2. Konteks ………..……….. 17

2.2.3 Ruang Lingkup Pragmatik ………...………….……….. 19

(17)

xiv

2.2.3.2 Implikatur ………..……… 20

2.2.3.3 Tindak Ujaran ………..…………. 21

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik ……….………. 23

2.2.4.1 Deiksis Luar-Tuturan (Eksofora) ……….. 27

2.2.4.1.1 Deiksis Persona …….……….... 27

2.2.4.1.2 Deiskis Ruang ………….………...…… 29

2.2.4.1.3 Deiksis waktu ….………...………… 30

2.2.4.2 Deiksis Dalam-Tuturan (Endofora) ………….………. 31

2.2.4.2.1 Deiksis Anafora ……….….……….. 31

2.2.4.2.2 Deiksis Katafora ……….….. 34

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik ……….……… 35

2.2.6 Opini ……….……… 38

2.3 Kerangka Berpikir ……….………..………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 44

3.1 Jenis Penelitian ………..……….… 44

3.2 Data dan Sumber Data ………..………….… 45

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 46

3.4 Instrumen Penelitian ……….. 49

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ………...……….. 50

3.6 Triangulasi Data ………...……….. 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 56

4.1 Deskripsi Data ……….………..……….…… 56

4.2 Analisis Data ………..……..……….…. 59

4.2.1 Wujud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015………..…... 59

4.2.1.1 Deiksis Eksofora ……….………….. 60

4.2.1.1.1 Deiksis Persona ………….……… 61

4.2.1.1.2 Deiksis Ruang ……….... 76

(18)

xv

4.2.1.2 Deiksis Endofora ………..……….….… 126

4.2.1.2.1 Deiksis Anafora ……….……….… 126

4.2.1.2.2 Deiksis Katafora ……….……….... 176

4.2.2 Maksud Deiksis pada Rubrik Opini Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 ………. 195

4.2.2.1 Maksud Deiksis Eksofora ……….……… 196

4.2.2.1.1 Maksud Rujukan Persona ….……… 196

4.2.2.1.2 Maksud Rujukan Ruang ………..………...………….. 203

4.2.2.1.3 Maksud Rujukan Waktu ……....……….…………... 208

4..2.2.2 Maksud Deiksis Endofora ………...……….…. 235

4.2.2.2.1 Maksud Rujukan Anafora (Konstituen sebelah kiri)………..…….. 235

4.2.2.2.2 Maksud Rujukan Katafora (Konstituen sebelah kanan) …...….. 257

4.3 Pembahasan ………..……….….…. 267

BAB V PENUTUP ……….…. 306

5.1 Simpulan ………..……….… 306

5.2 Saran ……… ……….….. 307

DAFTAR PUSTAKA ... 309

(19)

xvi

DAFTAR BAGAN

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

[image:20.595.86.511.201.626.2]
(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian bab pendahuluan ini akan dipaparkan antara lain: (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika penulisan. Uraian secara lengkap bagian bab pendahuluan akan dipaparkan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang

(22)

maka masyarakat Indonesia ini disebut masyarakat bahasa karena mereka dalam berkomunikasi antar masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, langue merupakan objek yang abstrak/berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara secara keseluruhan. Ketiga, langage merupakan objek yang paling abstrak/berwujud sistem bahasa secara universal. Melalui ketiga hal itu, parole-lah yang dikaji secara langsung oleh linguistik. Hal ini dikarenakan parole berwujud konkret, nyata, dapat diamati, atau diobservasi. Hal ini, membuktikan bahwa bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting bagi hidup manusia terutama untuk berinteraksi sosial dalam sebuah masyarakat.

Dalam perkembangannya, linguistik memiliki beberapa cabang, salah satunya adalah pragmatik. Pragmatik dalam analisisnya, lebih menganalisis pada makna tuturan. Makna tuturan pada pragmatik ini berbeda dengan makna tuturan dari semantik yang berupa makna pada kalimat. Tuturan dalam pragmatik merupakan pengujaran kalimat pada konteks yang nyata. Makna dalam pragmatik lebih terikat dengan konteks. Sedangkan semantik lebih ke makna kata yang bebas dengan konteks. Maka, Rahardi (2003: 78) memberikan definisi bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur eksternal bahasa. Eksternal bahasa di sini maksudnya berupa konteks.

(23)

salah satu cabang pragmatik yaitu deiksis. Deiksis merupakan salah satu cabang pragmatik. Purwo (1990: 17) menyatakan bahwa pragmatik memiliki empat cabang yaitu praanggapan, tindak ujaran, implikatur, dan deiksis. Deiksis pada pragmatik merupakan kata yang acuannya berpindah-pindah bergantung dimana, kapan, pada waktu apa kata/kalimat itu diucapkan, dan siapa yang mengatakan. Hal itu, sesuai dengan pernyataan Purwo (1984: 1) bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.

Berdasarkan pengertian deiksis di atas, deiksis memiliki peran yang yang sangat penting dalam ujaran seseorang. Banyak sedikitnya deksis yang digunakan oleh penutur, akan mempengaruhi pemahaman si mitra tutur. Maka penting sekali penutur dan mitra tutur juga mengetahui konteks, karena salah satu keberhasilan komunikasi antara penutur dan mitra tutur juga dipengaruhi oleh konteks yang dapat membantu penutur dan mitra tutur saling memahami atau komunikasi akan berjalan lancar. Degan begitu pula, maksud si penutur dapat tersampaikan dengan jelas oleh mitra tutur.

(24)

pembaca yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Hal ini, dikarenakan banyak penulis belum mengetahui apakah kata yang digunakan dalam menuliskan pendapatnya mengandung deiksis. Maka, peneliti akan melakukan penelitian terhadap deiksis pada harian Koran Tempo dengan judul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September - Desember 2015”. Peneliti memilih opini di harian Koran Tempo karena sangat menarik untuk diteliti dan opini/pendapat pada surat kabar harian Koran Tempo berisi pendapat dari orang-orang secara tidak langsung mewakili institusinya menyampaikan pendapat terhadap sesuatu hal kepada orang banyak, sehingga jika dilihat lebih dalam isi pendapat dari orang-orang yang menulis pendapat di harian Koran Tempo mengandung banyak deiksis yang menarik untuk diteliti.

(25)

penulis opini, kemudian diikuti pula saran yang diberikan penulis terhadap masalah atau topik opini.

(26)

sebuah teks, maka sebelum guru memberikan teks kepada siswa guru dapat menggunakan teori deiksis apakah teks yang akan diberikan kepada siswa layak atau tidak. Jadi, fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo yang sudah diterbitkan secara nasional ini sangat menarik untuk diteliti dengan menggunakan salah satu cabang pragmatik yaitu deiksis.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Apa sajakah wujud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015?

b. Apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015?

1.2 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan wujud fenomena deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

(27)

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di

Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015” ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang deiksis dalam bahasa Indonesia sebagai fenomena pragmatik.

(28)

1.4 Batasan Istilah

Beberapa istilah yang perlu diberi batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. (Yule dalam Wahyuni, 2006: 3).

b. Deiksis

Deiksis adalah kata yang apabila referensinya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo, 1984: 1).

c. Konteks

(29)

d. Maksud

Maksud sebagai sesuatu yang luar ujaran dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri (Chaer, 1990: 35).

e. Opini

Artikel opini atau opini adalah tulisan lepas yang dibuat seseorang – lazimnya bukan orang yang berada dalam redaksi media yang bersangkutan – untuk mengupas masalah aktual dan/atau masalah kontroversial tertentu (Kuncoro dalam Rahardi, 2012: 29).

1.5 Sistematika Penulisan

(30)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisi uraian tentang (1) penelitian yang relevan, (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang topik-topik penelitian yang sejenis dengan peneliti lain. Kajian teori berisi tentang berbagai teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, terdiri atas teori pragmatik, konteks, ruang lingkup pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik (jenis-jenis deiksis sudah termasuk di dalamnya), maksud dalam pragmatik, dan konsep opini. Keranga berpikir berisi tentang acuan teori berdasarkan penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah. Uraian secara lengkap akan dipaparkan dalam bab landasan teori ini.

2.1 Penelitian yang Relevan

(31)

(2013) yang berasal dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Widiastuti, Naswati Bangkit (2011) yang skripsinya yang berjudul Pemakaian Deiksis Sosial Pada Opini Harian Republika Edisi Maret-April 2011. Penelitian ini bertujuan: 1) memaparkan bentuk-bentuk deiksis sosial yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011, 2) memaparkan kategorisasi deiksis sosial yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011, dan 3) memaparkan fungsi deiksis sosial yang terdapat dalam harian Republika edisi Maret-April 2011. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitiannya adalah opini di harian Republika. Edisi Maret-April 2011. Subjek penelitiannya adalah deiksis sosial. Sumber data adalah data tertulis yang terdapat dalam opini harian Republika edisi Maret-April 2011. Data penelitian berupa kata dan frasa yang mengandung deiksis sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ini adalah teknik simak bebas lipat cakap dan teknik catat.

(32)

penggunaan gelar keagamaan; dan 3) penggunaan gelar kebangsawanan), profesi ( yaitu 1) profesi ekonom; 2) profesi pasukan; dan 3) profesi kolumnis), dan julukan (yaitu 1) julukan pelaku, dan mafia; 2) julukan ulama, kaum, dan umat; dan 3) julukan pemimpin, dan pendiri). Eufimisme meliputi 1) deiksis sosial bermakna positif; dan 2) deiksis sosial bermakna negatif.

Hastuti, Erna Dwi (2013) yang dengan skripsinya yang berjudul Deiksis Sosial Pada Opini Surat Kabar Harian Jawa Pos Edisi April 2012. Penelitian yang dilakukan peneliti ini bertujuan: 1) Memaparkan bentuk deiksis sosial pada opini harian Jawa Pos edisi April 2012. 2) Memaparkan kategori deiksis sosial pada opini harian Jawa Pos edisi April 2012. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa teknik simak. Teknik analisis menggunakan metode agih dan metode padan. Subjek penelitian adalah opini harian Jawa Pos edisi April 2012. Objek penelitiannya adalah deiksis sosial. Sumber data dalam penelitian berupa data media cetak yang tertulispada opini surat kabar harian Jawa Pos edisi April 2012.

(33)

penyebutan nama jabatan, yaitu : (1) jabatan Menteri, Wakil Menteri, dan Mantan Menteri, (2) Gubernur, Bupati, dan Pimpinan, (3) Ketua, Wakil Ketua, dan Mantan Ketua, (4) Bupati, Pimpinan, jaksa, (5) Ketua, Wakil Ketua, dan Mantan Ketua, (6) Anggota, Hakim dan Mantan Hakim; penggunaan gelar, yaitu: (1) gelar Akademis yaitu Prof, (2) gelar Keagamaan, yaitu KH, (3) gelar Kebangsawanan yaitu Raden Ayu, Pangeran, Raden Mas; profesi, yaitu nelayan, petani, hakim, dokter, nahkoda, dan dosen; dan julukan, yaitu berupa geng, ulama, kaum dan umat.

Pastia, Andi Lisano (2013) yang dengan skripsinya yang berjudul Analisis

Deiksis Persona pada Novel Laksmana Jangoi Karya Muharroni. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis-jenis deiksis persona dan penggunaan bentuk deiksis persona pada novel Laksmana Jangoi Karya Muharroni. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah teknik dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti di atas menemukan

penggunaan deiksis persona pada novel berjudul Laksmana Jangoi Karya

(34)

dia 50 penemuan, ia 42 penemuan, dan –nya 377 penemuan. Penggunaan deiksis persona bentuk jamak mereka 75 penemuan. Penggunaan deiksis persona yang paling dominan pada novel berjudul Laksmana Jangoi karya Muharroni yaitu deiksis persona ketiga bentuk tunggal –nya.

(35)

2015”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan wujud deiksis pada

rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 dan mendeskripsikan maksud deiksis pada rubrik opini di harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

2.1 Kajian Teori

Penelitian yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian

Koran Tempo Edisi September-Desember 2015” dalam analisisnya menggunakan beberapa teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis, diantaranya pragmatik, konteks, ruang lingkup pragmatik, deiksis sebagai fenomena pragmatik (jenis-jenis deiksis sudah termasuk di dalamnya), maksud, dan opini. Namun, teori yang digunakan sebagai dasar dalam menganalisis data pada rubrik opini di harian Koran Tempo adalah teori deiksis, maksud, dan konteks. Berikut pemaparan terkait teori yang menjadi landasan peneliti dalam penelitian ini.

2.1.1 Pengertian Pragmatik

(36)

penjelasan Rahardi (2006: 45) bahwa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik.

Levinson dalam Tarigan (1986: 33) menyatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa. Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain: memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik =

makna – kondisi-kondisi kebenaran. Dengan demikian dalam pragmatik, makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa atau makna dalam pragmatik yang terikat dengan konteks. Maka, makna dalam pragmatik dapat diketahui dengan melihat konteks tuturan. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

(37)

pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud.

Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian dari para ahli pragmatik di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang penggunaan bahasa atau makna tuturan yang didasarkan pada konteksnya. Seorang mitra tutur akan mengetahui maksud/makna tuturan dari si penutur apabila mitra tutur mengetahi konteks dari tuturan itu. Oleh sebab itu konteks dalam tuturan sangat penting dipahami dan diketahui oleh mitra tutur, agar maksud dari suatu tuturan dapat tersampaikan dengan baik. Secara garis besar pragmatik mempelajari maksud/makna tuturan yang didasarkan oleh konteks/situasi ujar.

2.1.2 Konteks

(38)

Rahardi (2003: 78) memberikan definisi bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur eksternal bahasa. Eksternal bahasa di sini maksudnya berupa konteks. Menurut Rahardi (2003: 20) mengatakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai latar pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh mitra tutur atas apa yang dimaksud oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai konteks tuturan, yang identitas atau jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh para pelibat pertuturan, jelas-jelas akan dapat membantu para pelibat pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan di dalam setiap pertuturan.

(39)

Berdasarkan pengertian beberapa ahli terkait konteks, dapat diketahui atau disimpulkan bahwa konteks merupakan segala latarbelakang pengetahuan atau segala situasi yang ada di luar teks yang dapat membuat mitra tutur/pembaca memahami maksud sebuah tuturan atau bacaan. Konteks dapat mencakup siapa penuturnya, kepada siapa, kapan dituturkan, dimana dituturkan, dan berkaitan dengan apa tuturan itu diucapkan. Konteks memiliki peran penting dalam analisa pragmatik.

2.2.3 Ruang Lingkup Pragmatik

Menurut Purwo (1990: 17) ilmu pragmatik memiliki empat jenis ruang lingkup yang telah disepakati yaitu (1) praanggapan (presupposition), (2) implikatur (conversational implicature), (3) tindah ujaran (speech acts), dan (4) deiksis. Keempat ruang lingkup tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

2.2.3.1 Praanggapan

(40)

penutur. Hal ini sejalan dengan pandangan Purwo (1990: 18) yang mengatakan bahwa jika suatu kalimat diucapkan, selain dari makna yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula tambahan makna, yang tidak dinyatakan, tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat itu.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah segala sesuatu yang dianggap oleh penutur sudah diketahui oleh mitra tuturnya. Jadi, penutur menganggap ketika si penutur membicarakan sesuatu hal, mitra tuturnya sudah mengetahui dari maksud si penutur atau sudah mengetahui apa yang diucapkan si penutur.

2.2.3.2 Implikatur

Menurut Rahardi (2006: 42) menyatakan bahwa di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Sejalan dengan pernyataan Purwo (1990: 20) yang menyatakan bahwa jika ada dua orang yang bercakap-cakap, percakapan itu dapat berlangsung dengan lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama”. Kesepakatan itu

(41)

menyebut implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam prakmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas terdapat persamaan yaitu ketika seseorang melakukan percakapan terdapat sebuah kesepakatan bersama yang tidak tertulis/memiliki pemahaman yang sama tentang sesuatu hal/tentang hal yang sedang dibicarakan. Contohnya:

A: “Pak mohon izin saya mau ke belakang.”

B: “Ya, silahkan.”

Kata ke belakang di atas memiliki maksud untuk ke toilet atau kamar mandi (semua orang mengetahui kalau ke belakang itu pasti ke kamar mandi).

2.2.3.3 Tindak Ujaran

Menurut Purwo (1990: 19) menyatakan bahwa di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. Di dalam pengucapan kalimat ia juga “menindakkan”

(42)

datang tepat waktu”, “Saya minta maaf karena datang terlambat”, “Saya

menamakan kapal ini Elisabeth”, maka yang bersangkutan tidak hanya

mengucapkan tetapi juga melakukan tindakan berjanji, meninta maaf, dan menamakan. Tuturan-tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif.

Tindak ujaran juga mengadung tiga hal yang penting dalam tindak ujaran. John R Searle dalam Rahardi (2003: 70-72) menyatakan ada tiga macam tindak ujaran/tindak tutur antara lain tindak lokusioner (locutionary acts), tindak ilokusioner (illocutionary acts), dan tindak perlokusioner (perlocutionary acts). Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak tutur ini disebut juga the act of saying something. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disapaikan oleh si penutur. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi yang tertentu pula. Tindak tutur ini disebut the act of doing something. Pada tindakan ini penutur berharap mitra tutur melakukan sesuatu atas perkataannya. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengauh kepada diri sang mitra tutur. Tindak tutur semacam ini disebut the act of effecting someone.

Berdasarkan hal di atas jika disimpulkan untuk pengertian tindak tutur/tindak ujaran adalah suatu ujaran berupa frasa atau kalimat yang disertai dengan sebuah tindakan yang dapat memberikan pengaruh bagi mitra tutur. Contohnya selain pada paragraf pertama ialah Lokusi “Kepalaku pusing”

(43)

bukan hanya mengetahui kalau penutur sakit kepala atau pusing tetapi penutur berharap jika mitra tutur mengambilkan atau membelikan obat sakit kepala, memijit kepala penutur, dan sebagainya. Perlokusi tuturan Kepalaku pusing juga memberikan efek takut kepada mitra tutur (kepada anak kecil) supaya tidak melihat permainan tong setan, karena jika melihat itu mitra tutur dapat pusing melihat permainan itu, sehingga mitra tutur menjadi takut untuk melihat permainan itu.

2.2.4 Deiksis sebagai Fenomena Pragmatik

Linguistik yang merupakan ilmu tentang bahasa seiring dengan perkembangannya telah melahirkan cabang-cabang ilmu baru, salah satunya pragmatik. Menurut Levinson (1983: 9) pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Jadi pragmatik mempelajari bahasa kaitanya dengan konteks. Konteks di sini merupakan situasi dan keadaan ketika ujaran itu diucapkan.

(44)

Perkembangan pragmatik yang begitu pesat akhir-akhir ini, memunculkan banyak ahli tentang pragmatik. Akan tetapi perkembangan seorang ahli pragmatik pada akhir-akhir ini lebih banyak terfokus pada satu cabang pragmatik. Bambang Kaswanti Purwo merupakan salah satu ahli pragmatik yang berasal dari Indonesia dengan fokus bukunya pada cabang deiksis. Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktitos, yang berarti‟hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah elenctic yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of the Oxford English Dictionary 1971: 151). Untuk istilah deiksis beberapa ahli bahasa lain Sturtevant dan Jespersen dalam Purwo (1984: 2) memakai istilah shifters. Akan tetapi istilah shifters dipakai pula untuk mencangkup pengertian yang lebih luas, yaitu untuk menunjuk pada arti yang berganti-ganti menurut konteks. Dalam bukunya Bambang kaswanti Purwo deiksis dibagi menjadi dua yaitu deiksis eksofora dan deiksis endofora. Deiksis eksofora memiliki tiga cabang lainnya yaitu deiksis persona (kamu, dia, mereka, dan sebagainya), deiksis waktu (kemarin, hari ini, dan sebagainya), dan deiksis tempat (di sini, di sana, dan sebagainya), sedangkan deiksis endofora lebih kepada katafora dan anafora.

(45)

sebagainya), sedangkan deiksis endofora terdapat dua jenis yaitu deiksis sosial dan deiksis wacana.

Ketika seseorang berbicara atau berkomunikasi dengan lawan tutur sering menggunakan kata-kata yang menunjuk pada orang, tempat, maupun waktu, sehingga ketika seseorang yang diajak bicara/mitra tutur tidak dapat memahami maksud dari penutur dengan baik, maka komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar dan terhambat oleh faktor pemahaman oleh mitra tutur. Hal inilah yang kadang orang ketika menggunakan banyak kata penunjuk yang tidak sesuai dengan tempatnya membuat mitra tutur bingung dengan apa yang sedang dibicarakan. Maka keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan mitra tutur sedikit banyak tergantung dengan pemahaman deiksis yang digunakan oleh penutur. Contoh lain yang diberikan oleh Mey dalam Nadar (2009: 55) yaitu seorang tamu hotel di negara asing yang sedang berada di kamarnya. Tiba-tiba ada ketukan di pintu kamarnya, dan dia bertanya “Who is there?” (Siapa di sana?), serta dijawab dengan “It’s me”. Bagitamu hotel tersebut, kata me (saya) tidak

memperjelas siapa penuturnya, karena me (saya ) menunjuk pada seseorang yang bagi tamu tersebut juga tidak jelas. Dengan demikian me (saya) adalah kata deiksis, dan menunjukkan pada diri orang yang mengucapkannya. Kalau orangnya berubah, maka me (saya) menunjuk pada orang yang berbeda pula.

(46)

hingga menghasilkan sebuah buku yang dikhususkan dalam analisis deiksis secara lengkap. Sedangkan Levinson dan Nadar dalam buku mereka tidak menjabarkan secara detail seperti milik Bambang Kaswanti Purwo. Levinson dan Nadar tidak secara rinci atau mengkhususkan membuat buku yang dikhususkan untuk penelitian deiksis, seperti milik Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia.

Menurut Purwo (1984: 1) mengatakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jika dijelaskan bahwa kata yang disebut deiksis dapat berpindah-pindah acuannya. Kata seperti saya, sini, sekarang (merupakan sebagian kecil contoh) adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata seperti ini tidak memiliki referen yang tetap. Kata saya bisa megacu pada saya sendiri (peneliti) dan orang lain, tergantung siapa yang mengucapkan kata saya. Misalnya kata saya jika si X yang mengatakan maka saya adalah si X, akan tetapi jika kata saya diucapkan si Y maka saya adalah si Y. Hal ini tergantung siapa yang mengucapkan kata saya. Contoh lain Saya (Reni) sedang makan, maka kata saya merujuk pada Reni. Namun, jika yang mengucapkan kalimat tersebut orang lain (Maya), maka kata saya merujuk pada orang lain (Maya), bukan Reni karena yang mengucapkan kalimat tersebut berbeda orangnya.

(47)

membagi deiksis mejadi dua wujud utama yaitu deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis eksofora, lebih menekankan pembahasan dibidang semantik leksikal. Deiksis eksofora terbagi atas deiksis persona (bentuk-bentuk nominal dan pronominal.), deiksis tempat/ruang (leksem verbal dan adjektival), dan deiksis waktu (leksem adverbial), sedangkan deiksis endofora lebih menekankan ke masalah sintaksis. Deiksis endofora juga terbagi atas deiksis endofora anafora (deiksis yang penunjukkannya/referensinya berada di kiri atau sebelum ungkapan deiksis muncul) dan deiksis endofora katafora (deiksis yang penunjukkannya/referensinya berada di kanan atau setelah ungkapan deiksis muncul).

2.2.4.1 Deiksis Luar-Tuturan (Eksofora)

Dalam deiksis luar-tuturan (eksofora) yang dipersoalkan adalah bidang semantik leksikal, meskipun bidang sintaksis tidak dapat lepas sama sekali dari pembahasan bidang semantik leksikal ini. Deiksis Eksofora menurut Purwo (1984: 19) terbagi menjadi tiga yaitu deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis persona membicarakan tentang bentuk-bentuk nominal dan pronominal. Deiksis ruang membicarakan tentang leksem verbal dan adjektival. Deiksis waktu membicarakan tentang deiksis adverbial.

2.2.4.1.1 Deiksis Persona

(48)
(49)

berbicara/mitra tutur. Secara khusus deiksis persona pertama jamak dijelaskan oleh Becker dan Okka dalam Purwo (1984: 24) menunjukkan pengertian jamak dalam bahasa Jawa Kuna ditandai dengan pemarkah jamak (seperti banyak, semua). Karena itulah bahasa Austronesia dikenal dengan bentuk ekslusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga), dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua) bentuk ekslusif dalam bahasa Indonesia adalah kami,sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita.

Agar lebih memahami deiksis eksofora persona, lihat contoh ini: “Anda dapat mencoba agar lebih tertarik”

Pada kalimat di atas, kata Anda merujuk di luar bahasa yang diucapkan oleh penutur, yang artinya kata deiksis Anda merupakan deiksis eksofora-persona.

2.2.4.1.2 Deiksis Ruang

(50)

letaknya dekat dengan penutur/penulis atau bisa pula dekat dengan mitra tutur/pembaca, bisa juga dekat dengan seorang lain yang dibicarakan dalam topik tuturan, sedangkan deiksis ruang lokatif memiliki maksud rujukan pada lokasi/tempat yang letaknya dekat dengan penutur/penulis atau bisa pula dekat dengan mitra tutur/pembaca, bisa juga dekat dengan seorang lain yang dibicarakan dalam topik tuturan dengan wujud deiksis diikuti oleh preposisi (di, ke, atau dari).

Contoh kalimat deiksis ruang: A: Dimana kau taruh mobilku? B: di sana.

Kata di sana bersifat deiksis karena untuk mengetahui tempat yang dimaksud diperlukan pengertian di mana posisi penutur. apabila objek yang dituju adalah tempat persona itu berada, maka tempat itu sendiri wajib disebut bersama personanya. Maka, kata penunjuk tempat sini, situ, sana masing-masing dapat dirangkai dengan di, ke, dari. Maka pada kalimat tersebut pada kata sana mendapat imbuhan di.

2.2.4.1.3 Deiksis Waktu

(51)

lalu, dua pekan lalu, September mendatang, Mei lalu, bulan lalu, waktu itu, selama ini, saat itu, kini, saat ini, tahun ini, tahun depan, tahun lalu, masa itu, kala itu.

Contoh deiksis waktu:

“Tahun depan Presiden RI Joko Widodo akan melakukan kunjungan ke

Amerika”

Pada kalimat di atas terdapat kata yang deiksis yaitu tahun depan yang merujuk di luar bahasa. Tahun depan pada kalimat di atas merujuk pada tahun 2016, karena jika penutur mengucapkan kata tersebut pada tahun 2015 maka tahun depan merujuk tahun 2016, jika penutur mengucapkan kata tersebut di tahun 2014 maka tahun depan merujuk pada tahun 2015.

2.2.4.2 Deiksis Dalam – Tuturan (Endofora)

Menurut Purwo (1984: 103) deiksis endofora ini lebih menyoroti masalah sintaksis /kalimat. Dalam deiksis ini terdapat dua hal yaitu anafora dan katafora. Anafora mengacu pada konstituen di sebelah kirinya, sedangkan katafora mengacu pada konstituen di sebelah kanannya. Dalam buku karangan Bambang kaswanti Purwo kata depan diganti menjadi sebelah kiri dan belakang diganti menjadi sebelah kanan.

2.2.4.2.1 Deiksis Anafora

Purwo (1984: 104) menjelaskan deiksis anafora memiliki acuan pada konstituen disebelah kirinya. Agar lebih paham berikut contoh deiksis anafora.

(52)

(1)Sue introduced me to her mother. (2)# He‟s saying that your hair will fall out.

Kalimat pada (1) merupakan anafora, sedangkan kalimat (2) tidak. Kata he pada kalimat (2) menunjuk pada hal yang di luar bahasa (eksoforis). Kasus kata he pada kalimat (2), kata her pada kalimat (1) adalah endoforis. Kata her mengacu pada konstituen formatif Sue (sesuatu yang berada di dalam bahasa), meskipun kata Sue itu sendiri menunjuk pada orang tertentu (sesuatu yang di luar bahasa). Kata her yang merupakan bentuk anafora, mengacu pada konstiuen di sebelah kirinya. Maka, kasus seperti di dalam kalimat (1) yang disebut anafora, sedangkan kalimat (2) tidak. Deiksis endofora anafora dibagi mejadi dua bagian yaitu deiksis anafora bentuk persona dan deiksis anafora bentuk bukan persona.

Deiksis anafora bentuk persona, memiliki konstituen disebelah kiri dengan yang ditunjuk berupa persona. Purwo (1984: 05) menyatakan bahwa di antara bentuk-bentuk persona hanya kata ganti persona ketiga yang dapat dijadikan pemarkah anafora dan katafora. Purwo (1984: 22) menyatakan bahwa orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi “topeng” yang disebut

(53)

yang merupakan deiksis endofora persona yang memiliki acuan pada konstituen disebelah kiri, maka wujud ia pada kalimat tersebut merujuk pada Shakira.

(54)

2.2.4.2.2 Deiksis Katafora

Purwo (1984: 104) menjelaskan bahwa suatu bentuk yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya disebut katafora. Misalnya Dalam pidatonya, Presiden RI Joko Widodo mempertegas keinginannya dalam melakukan restorasi maritim di Indonesia. Pada kalimat tersebut memiliki deiksis katafora dengan wujud -nya. Deiksis katafora memiliki rujukan atau acuan terhadap konstituen disebelah kanannya atau mengacu pada kata/frasa setelah wujud deiksis muncul. Maka, kalimat tersebut memiliki rujukan pada Presiden RI Joko Widodo. Purwo menjelaskan bahwa deiksis endofora katafora memiliki dua bagian yaitu deiksis katafora bentuk persona dan deiksis katafora bukan bentuk persona.

Sama seperti deiksis anafora persona, deiksis katafora persona memiliki konstituen disebelah kanan dengan yang ditunjuk berupa persona. Purwo (1984: 05) menyatakan bahwa di antara bentuk-bentuk persona hanya kata ganti persona ketiga yang dapat dijadikan pemarkah anafora dan katafora. Purwo (1984: 22) menyatakan bahwa orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi “topeng” yang disebut persona ketiga. Yang termasuk kata ganti diri orang

(55)

rujukan konstituen disebelah kanannya. Maka, kalimat tersebut dengan wujud -nya memiliki rujukan pada Nasaruddin.

Deiksis katafora bentuk bukan persona telah dikelompokkan oleh Purwo (1984: 119) yang dapat menjadi pemarkah katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu, dan berikut. deiksis katafora bentuk bukan persona memiliki rujukan/konstituen disebelah kanannya dan dikhususkan rujukan pada bukan persona. Misalnya Pengolahan sampah dapat dilakukan dengan cara terpadu yaitu 3R, extended producer responsibility (EPR), pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan kalimat tersebut terdapat wujud yaitu yang memiliki rujukan konstituen disebelah kanannya. Maka, kalimat tersebut dengan wujud yaitu memiliki rujukan pada 3R, extended producer responsibility (EPR), pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Maka, dapat diketahui bahwa deiksis katafora (deiksis katafora persona dan deiksis katafora bukan persona) memiliki rujukan pada konstituen sebelah kanan.

2.2.5 Maksud dalam Pragmatik

(56)

secara internal. Sesungguhnya perbedaan antara semantik dan pragmatik adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satual lingual tertentu secara eksternal, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal. Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang dikaji dalam semantik bersifat diadik (dyadic meaning), sedangkan pragmatik makna bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik juga mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan lingual an sich, yang notabene tidak perlu disangkut pautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

Maksud dalam pragmatik menurut Leech (1993: 45) menggunakan „implikatur‟ untuk arti yang lebih luas. Walaupun begitu dia tetap mengikuti Grice

yang menyatakan bahwa adanya implikatur percakapan harus mampu dijelaskan. Menurut Leech semua implikatur bersifat probabilistik, karena apa yang dimaksud oleh si penutur dengan tuturannya tidak pernah dapat kita ketahui dengan pasti sekali. Ada beberapa faktor yang menentukan apa yang dimaksud oleh n dengan tuturannya (T), yaitu kondisi-kondisi yang dapat diamati, tuturan, dan konteks; berdasarkan faktor-faktor ini t bertugas menyimpulkan interpretasi yang paling mungkin. Leech (1993: 53) menjelaskan „makna‟ sebagaimana digunakan dalam

pragmatik (yaitu dalam rumus „n bertujuan D melalui tuturan T‟, n = penutur, D =

(57)

penjelasan Leech juga menunjukkan bahwa dalam analisis maksud pragmatik harus melihat konteks dari tuturan itu.

(58)

dipahami oleh mitra tutur dari penutur karena adanya konteks yang mendukung dari maksud si penutur atau penulis.

2.2.6 Opini

(59)

dapat mengundang polemik, sering kali juga akan “menghibur” banyak orang.

Sejalan pula dengan pendapat Kuncoro dalam Rahardi (2012: 34) yang menyatakan bahwa tujuan opini adalah untuk memberi tahu, mempengaruhi, meyakinkan, atau menghibur pembaca. Selain itu, penulis opini disurat kabar pasti dituliskan identitas si penulis dan disertakan pula identitas dimana/menjabat sebagai apa si penulis opini itu hal ini dikarenakan untuk menghindari si penulis opini adalah orang dalam sebuah redaksi surat kabar. Contohnya pada harian Koran Tempo pada rubrik opini ditulis Heri Priyatmoko, Dosen Sejarah Fakultas sastra Universitas Sanata Dharma. Artikel opini yang sangat kental dengan subjektivitas si pengarang sejalan dengan pendapat Rahardi (2012: 25) yang mengatakan bahwa views merupakan pandangan atau pendapat, yang tentu saja sangat kentas dengan nuansa subjektivitasnya. Dikatakan bersifat subjektif nuansanya karena di situ ketajaman dan keluasan cakrawala pandang pribadi penulisnya menjadi tolok ukur bagi baik-tidaknya tulisan yang berdimensi views itu. Selajan pula dengan pendapat Sagiya dalam Rahardi (2012: 34) yang mengatakan opini itu merupakan ide, gagasan, dan pendapat subjektivitas penulisnya. Views menurut Kuncoro dalam Rahardi (2012: 21) disebut artikel – dapat mencangkup esai, opini, kolom, dan tajuk rencana/editorial.

(60)

media massa. Itulah yang lazim disebut sebagai halaman opini dalam media massa. Menurut Sa‟ud dan Komaidi dalam Rahardi (2012: 30) mengatakan bahwa

ketika menulis artikel opini harus berfokus pada pendapat pribadi penulis (penulis menjadi pengendali penyampaia gagasan) dan berisi argumen-argumen yang logis dan juga berisi pemikiran kritis terhadap masalah aktual dan/atau kontroversial. Selajan dengan pandangan di atas Rahardi (2012: 26) juga mengatakan bahwa views (opini, kolom, dan esai) harus memenuhi dua syarat sebuah artikel yaitu aktual dan kontroversialan (semua persoalan yang bersifat pro-kontra atau tema yang sedang diangkat itu mengandung perbedaan pendapat atau bahkan pertentangan). Dimensi aktual di dalam views mencangkup dua dimensi yaitu aktual dalam dimensi waktu (hal yang baru saja terjadi/peristiwa yang baru saja terjadi) dan aktual dalam dimensi tema (suatu peristiwa yang mungkin saja telah berlangsung cukup lama, tetapi bisa aktual bila dituliskan sekarang).

(61)

opini dan berita dalam media massa terutama surat kabar dapat terpisah dengan jelas.

Dijelaskan dalam buku milik Kunjana Rahardi yang berjudul Menulis Artikel Opini dan Kolom Dimedia Massa dalam menulis opini seorang penulis harus mampu memberikan argumen-argumen yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, argumen-argumen yang dibuat logis harus didahului dengan sajian data/fakta yang cukup mendasar, argumen-argumen harus diikuti dengan alternatif-alternatif solusi yang benar-benar baik, dan dalam opini data hanya diberi tempat sekitar 10% dari keseluruhan konstruksi opini itu; porsi yang paling besar adalah pada argument yakni sekitar 40% atau 50%; serta porsi solusi tidak jauh berbeda dengan porsi argumen. Dalam opini argument subjektif dan alternatif solusi (solution giving) atas persoalan yang diargumentasikan itulah yang menjadi titik fokusnya.

(62)

baik sehingga pembaca akan merasa senang atas argument yang ditulis oleh penulis.

2.2 Kerangka Berpikir

Penelitian berjudul “Fenomena Deiksis Pada Rubrik Opini di Harian

Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 menggunakan teori pragmatik. Ilmu pragmatik memiliki empat bagian atau dinamakan merupakan bagian dari ruang lingkup pragmatik. Hal ini berdasarkan Purwo (1990: 17) bahwa Ilmu pragmatik memiliki empat jenis ruang lingkup yang telah disepakati yaitu (1) praanggapan (presupposition), (2) implikatur (conversational implicature), (3) tindah ujaran (speech acts), dan (4) deiksis. Salah satu ruang lingkup dalam pragmatik menjadi fokus utama dalam pemelitian yang berjudul Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di Harian Koran Tempo Edisi September-Desember 2015 yaitu deiksis. Peneliti membuat dua rumusan masalah yaitu apa sajakah wujud fenomena deiksis para rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015 dan apa sajakah maksud fenomena deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015. Maksud deiksis yang ditemukan pada wujud deiksis dianalisis atau ditemukan berdasarkan konteks. Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di

(63)

BAGAN 1 Kerangka Berpikir

FENOMENA DEIKSIS PADA RUBRIK OPINI DI HARIAN KORAN TEMPO EDISI SEPTEMBER – DESEMBER 2015

MAKSUD RUANG LINGKUP PRAGMATIK

DEIKSIS

EKSOFORA

TEORI PRAGMATIK

ENDOFORA

(64)

44 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab III ini akan membahas tentang metodologi penelitian yang mencangkup tentang (1) jenis penelitian, (2) sumber data penelitian, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) Instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, dan (6) trianggulasi data. Uraian secara lengkap bagian bab metodologi penelitian akan dipaparkan sebagai berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif menurut Strauss & Corbin dalam Syamsuddin (2007: 73) menyatakan bahwa jenis penelitian kualitatif, temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Syamsuddin (2007: 74) tujuan pokok penelitian kualitatif adalah menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi.

Berdasarkan pengertian di atas peneliti menetapkan bahwa penelitian ini jenis penelitiannya bersifat deskriptif kualitatif. Hal ini dikarenakan berdasarkan topik yang dipilih penulis tentang fenomena deiksis pada surat kabar, maka peneliti dalam pengumpulan maupun analisisnya banyak menggunakan kata-kata/kalimat dan banyak menggunakan deksripsi/narasi.

(65)

dalam Moleong (1989: 3) yang menyatakan bahwa “metodologi kualitatif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jadi, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena analisis data berupa paparan deskritif tentang pemakaian ungkapan deiksis pada rubrik opini harian Koran Tempo edisi September – Desember 2015.

3.1 Data dan Sumber Data

Sudaryanto dalam Mahsun (2005: 18) mengatakan bahwa data adalah bahan penelitian. Data adalah hasil pencatatan peneliti tentang objek penelitian (Soewandi, 2007:16). Arikunto (2002:107) memaparkan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (1989: 122) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

(66)

berupa cuplikan kalimat yang mengandung ungkapan deiksis dalam rubrik opini harian Koran Tempo edisi September-Desember 2015.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Arikunto (2010: 100) menyatakan bahwa metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Sejalan dengan Sudaryanto (2015: 9) mengatakan juga bahwa metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan. Jadi, metode merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti dalam mengumpulkan datanya. Selain itu, teknik menurut Sudaryanto (2015: 9) teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode. Teknik dan metode dalam pengumpulan data sangatlah penting, karena jika kedua hal itu hanya digunakan salah satu maka data yang dikumpulkan pasti tidak akan berhasil dengan baik.

Penelitian ini, yang berjudul “Fenomena Deiksis pada Rubrik Opini di

(67)
(68)

berupa harian Koran Tempo edisi S

Gambar

Tabel 1  Jumlah data deiksis  berdasarkan jenisnya ……………………...…       58
Tabel 1 Jumlah Data Deiksis Berdasarkan Jenisnya

Referensi

Dokumen terkait

Proses belajar mengajar di lingkungan sekolah perlu didukung oleh sarana perpustakaan yang baik sebagai sumber belajar mengajarc. Pentingnya peran perpustakaan

Penelitian ini dapat memberikan solusi kebutuhan energi yang lebih efisien dan biaya lebih terjangkau dibandingan silikon amorf dengan menggunakan sel surya berbasis thin

(IQ) anak usia 7 tahun dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di SDN 34 Koto Laweh dan SDN 06 Aie Angek Kabupaten Tanah Datar tahun 2012. Untuk mengetahui distribusi

Data sekolah tersedia di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dinas PPO) tetapi tidak terorganisir dan penyimpanan data masih dalam bentuk tercetak serta menyediakan

The information contained herein is subject to change without notice.. © Copyright 2014 Hewlett-Packard Development

Pada penelitian terdahulu mengenai kemampuan mengingat mahasiswa jurusan teknik industri angkatan 2009 disemester 4, untuk mata kuliah statistik dan analisis perancangan

PROSES PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2011-2015. Bidang Studi Keuangan Negara

Selama proses penerbitan Sertifikat,SKP dan Lisensi dari Kemnaker RI, peserta dapat menggunakan Sertifikat Internal dan Surat Keterangan dari PT Indohes Magna