• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMAM TIFOID

Dalam dokumen Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam (Halaman 48-56)

Diagnosis semam tifoid ditegakkan berdasarkan gejala klinis, ditunjang denagn pemeriksaan laboratorium.

Gambaran Klinis

Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5-30 tahun, laki-laki sama dengan wanita, jarang pada umur di bawah 2 tahun maupun di atas 60 tahun.

Anamnesis

1. Masa inkubasi: umumnya 3-60 hari

2. Biasanya pada anamnesis, saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utamanya adalah demam, yang diderita ± 5-7 hari, yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika. Demam bersifat bertahap makin naik setiap hari (step ladder), disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot, punggung dan sendi, perut kembung, kadang-kadang nyeri, obstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk.

3. Perlu diselidiki apakah penderita berasal dari atau bepergian ke daerah endemis demam tifoid (wisatawan). Kebiasaan mkan-minum (kerang, ice cream, air mentah). Perlu ditanya apakah pernah menjalani vaksinasi demam tifoid.

Manifestasi Klinis

Penderita nampak lesu, letih, wajah “kosong”. Kadang-kadang penderita nampak gelisah, “delirium” atau koma.

Gejala lain yang dapat dijumpai:

Demam, bradikardi relatif, pendengaran menurun, tifoid tongue, rose spots, bronchitic chest, tidak enak di perut (abdominal terderness), kembung, hepatomegali, splenomegali.

Laboratorium

1. Urine + reagen Diazo + beberapa tetes amonia 30% (dalam tabung reaksi) → dikocok → buih berwarna merah atau merah muda.

2. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit carrier)

Tinja

1. Ditemukan banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool, kadang-kadang darah (bloody stool)

2. Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier post tyfi pada minggu II/III sakit)

Darah

Leukopenia atau leukopeni relatif, kadang-kadang leukositosis Netropeni

Limfositosis Aneosinofilia Anemia

Laju Endap Darah (LED) SGOT/SGPT meningkat

Biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit, diagnosis pasti Demam tifoid) Minggu I: 80-90%, minggu II: 20-25%, minggu III: 10-15%

Serologi

Deteksi Antibodi 1. Tes Aglutinin

Tes Widal ada 2 metode: a. Metode “tube” (standard)

• Titer O tinggi dan/atau terjadi kenaikan titer 4 kali lipat dengan jarak waktu 7 hari pemeriksaan pertama dan kedua (O lebih spesifik dari H)

• Hasil diperoleh setelah 2-3 hari b. Metode “slide”

• Hasil selesai dalam waktu 1 hari

• Widal/kurang spesifik (Ag bukan lokal)

• Lokal Ag → hasil lebih spesifik

2. Tes “Enzyme Linked Immune Sorbent Assay” (ELISA), ada 2 macam: a. Deteksi antibodi, menggunakan antigen O, H, dan Vi

Dapat mendeteksi antibodi IgA, IgM, dan IgG S. typhi.

b. Dengan menggunakan protein Ag khusus dibuat tes “Dot enzyme immuno Assay” (Dot-EIA) dengan menggunakan kertas nitroselulose (tes Dipstick)

• Diagnosis cepat (3-4 jam)

• IgM (+) → Demam tifoid akut

• IgG (+) → relaps Deteksi antigen

1. Tes koagulasi (koag)

a. Digunakan antisera Vi → Vi-koag b. Lebih cepat dari biakan kuman 2. Tes ELISA

a. Digunakan ELISA indirek dari bahan air seni dan darah penderita b. Digunakan antibodi monoklonal yang ditempelkan pada kertas

nitroselulose Deteksi DNA

Dapat dilakukan dengan 2 cara:

1. Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe)

Kurang sensitif apabila jumlah S. typhi dalam darah penderita rendah 2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

a. Dapat mendeteksi strain S. typhi dan untuk pembuatan vaksin b. Waktu pemeriksaan cepat (± 6 jam) tapi akurat

Sumsum tulang

c. Tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotika dan fase penyakit d. Invasif (perlu tenaga ahli biopsi sumsum tulang)

DIAGNOSIS BANDING 1. Richettsiosiz 2. Brucellosis 3. Tularemia 4. Leptospirosis 5. Milliary Tuberculosis 6. Viral hepatitis 7. Infections Mononucleosis 8. Cytomegalovirus 9. Malaria 10. Lymphoma TATALAKSANA

1. Penderita dirawat di bangsal umum (tidak perlu di bangsal khusus “isolasi”)

2. Pada fase akut, diharuskan tirah baring “absolut” dan diet khusus “tifoid diit”

3. Diberlakukan pembera makanan “Padat Dini” (nasi + lauk pauk sayuran rendah serat). Pada penderita Demam Tifoid tidak berkomplikasi, yang terbukti bermanfaat mempercepat penyembuhan (rata-rata dalam waktu 7-10 hari, sedangkan sebelumnya rata-rata 14 hari). Pemberian suplemen protein oral (“Protein”-bubuk susu kedelai) pada penderita demam tifoid juga menunjukkan penderita lebih cepat sembuh.

Terapi Medikamentosa

Obat anti tifoid yang dapat digunakn sampai saat ini adalah Chloramphenicol, tiamphenicol, Cotrimoxazol, Ampicilin, Amoxicyllin, Cephalosporin generasi-III (misalnya: Ceftriaxon), dan Quinolone golongan 4-Fluoroquinolone (misalnya: Ciprofloxacin, Norfloxacin, Ofloxacin, Pefloxacin), dan Azithromycine.

“Carrier” kronis

“Carrier” kronis adalah indivisu yang mengeluarkan S. typhi baik dari tinja (faecal carrier) atau air seninya (urinary carrier) selama 1 tahun atau lebih.

Pada demam tifoid sumber infeksi dari “carrier” kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu, atau kelainan anatomi). Oleh akrena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat antitifoid gagal harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.

Obat pilihan saat ini:

1. Amoxicillin 3x1000-2000 mg/hari selama 6 minggu

2. Golongan quinolone yaitu Ciprofloxacin 2x500 mg/hari atau Norfloxacin 2x400 mg/hari selama 4 minggu

3. Cotrimoxazole 2x2 tablet (160/800) selama 6 minggu

4. Apabila “urinary carrier” disebabkan karena infeksi dengan cacing schistosoma, maka perlu ditambah terapi dengan praziquantel

5. Kadang-kadang setelah cholesystectomy, penderita masih tetap menjadi “carrier”. Untuk ini perlu diberikan pengobatan jangka lama sampai terbukti tidak mengeluarkan Salmonella typhi lagi.

Demam Tifoid pada Penderita AIDS

1. Terapi demam tifoid pada penderita AIDS sulit, karena sering terjadi relaps

2. Quinolone merupakan obat pilihan karena mempunyai efek sinergik dengan antiretroviral Zidovudine. Pemberian Ciprofloxacin 2x500 mg oral selama 6 minggu, umumnya dapat mengatasi demam tifoid pada penderita AIDS. Kadang-kadang diberikan sampai 1-8 bulan.

3. Cotrimoxazole merupakan obat pilihan kedua karena obat ini juga dapat mengobati pneumocystic-carinii pneumonia yang terjadi pada penderita AIDS.

Sampai saat ini obat pilihan utama untuk demam tifoid di Indonesia adalah Chloramphenicol. Hal ini disebabkan karena sensitifitasnya masih tinggi, cukup aman (jarang terjadi efek samping obat) dan murah harganya.

1. Dewasa, 50-60 mg/kgBB/hari (4x500 mg/hari) oral/i.v. selama 14 hari, biasanya sampai 7 hari bebas demam.

2. Anak-anak 25 mg/kgBB/hari. 3. Kontraindikasi

a. Ibu hamil dan menyusui

b. Alergi terhadap Chloramphenicol 4. Obat pilihan lain:

a. Quinolone 4-Fluoroquinolone, misalnya Ciprofloxacin dan Norfloxacin, Ofloxacin, dan Perfloxacin.

b. Merupakan obat pilihan saat ini, terutama untuk di luar Indonesia (karena sudah banyak laporan resistensi terhadap Chloramphenicol) c. Dosis:

• Ciprofloxacin 2x500 mg/hari oral atau 2x400 mg/hari i.v. selama 10 hari

• Norfloxacin dan Ofloxacin 2x400 mg/hari oral selama 10 hari

• Pefloxacin 1x400 mg, oral selama 10 hari

• Levofloxacin 1x500 mg, oral 5-7 hari

d. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak dan usia remaja, ibu hamil atau menyusui, alergi terhadap Fluoroquinolone

e. Efek samping:

• Gangguan pencernaan

• Gangguan Susunan Saraf Pusat (SSP) Obat Alternatif

1. Cotrimoxazole (160/800 mg), 2x2 tablet atau 2x1 tablet (forte) per hari selama 14 hari

2. Tiamphenicol 4x500 mg/hari selama 14 hari 3. Ampicilin 4x500 mg/hari selama 14 hari

4. Ceftriaxone 1x1000 mg/hari i.v. selama 14 hari 5. Azithromycine 1x1000 mg/hari i.v. selama 14 hari

6. Kortikosteroid hanya diberikan pada keadaan gawat (sepsis atau syok septik)

7. Dexamethasone 3 mg/kgBB i.v. disusul 1 mg.kgBB tiap 6 jam selama 2 hari

Pemberian terlalu lama meningkatkan kemungkinan terjadi relaps.

PENCEGAHAN Orang sehat

1. Pengawasan higiene dan sanitasi lingkungan hidup a. Perlu adanya WC umum

b. Persediaan air bersih

c. Tempat buangan sampah rumah tangga 2. Pengawasan higiene makanan dan minuman

a. Memasak makanan b. Merebus air minum

c. Hati-hati minum es (es krim) d. Cara penyajian makanan 3. Higiene perorangan

a. Cuci tangan

b. Buang air besar dan kecil di tempat khusus (WC) Vaksinasi

Syarat vaksin: efektif, mudah penggunaannya, aman, dan murah. Dianjurkan untuk wisatawan ke daerah endemis dan pekerja laboratorium.

1. Acetone inactivated vaccine a. Kuman mati

b. Ada 2 vaksin: K-acetone inactivated vaccine dan L-heatphenol inactivated vaccine.

• Efektivitas 51-88%

• Efek samping 32-54% berupa demam, sakit kepala, dan reaksi lokal tempat suntikan

• Cara pemberian 0,5 cc vaksin subkutan disusul 7-10 hari lagi 1 cc subkutan

• Efektif minimal 1 tahun

2. Oral live Attenuated vaccine (TY21Ia): a. Kuman hidup, dilemahkan

b. Imunitas 3-6 tahun

c. Berhasil diuji coba di Chili dan Mesir tetapi gagal di Indonesia d. Booster 5 tahun kemudian

3. Vi parental vaksin

a. Polysacharide high-purified antigenicfraction vi-antigen b. Booster setelah 3 bulan

c. Dapat diberikan pada anak > 6 bulan

d. Dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain dalam satu alat suntik

KOMPLIKASI

Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pyelonefritis, pneumonia, miokarditis.

12. ALERGI MAKANAN

Dalam dokumen Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam (Halaman 48-56)

Dokumen terkait