• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPERTENSI

Dalam dokumen Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam (Halaman 80-91)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang dewasa umur ≥ 18 tahun. Menurut JNC 7, definisi hipertensi adalah jika didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau Tekanan Darah Diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-rata 2 kali pengukuran tekanan darah pada posisi duduk.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC 7) Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg) Normal < 120 Dan < 80 PreHypertension 120-139 Ata u 80-89

Stage 1 Hypertension 140-159 Ata

u

90-99

Stage 2 Hypertension ≥ 160 Ata

u

≥ 100

Dasar pemikiran adanya kategori prehypertension dalam klasifikasi tersebut oleh karena pasien dengan hypertension berisiko untuk mengalami progresi menjadi hipertensi, dan mereka dengan tekanan darah 130-139/80-89 mmHg berisiko dua kali lebih besar untuk menjadi hipertensi disbanding dengan yang tekanan darahnya lebih rendah.

Beberapa istilah khusus:

White coat hypertension

Adalah istilah dimana tekanan darah (TD) selama menjalankan aktivitas harian yang biasa dilakukan berada dalam batas normal, tetapi bila diperiksa di klinik termasuk hipertensi. Walaupun bisa terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada wanita muda kurus.

Adalah istilah dimana TD meningkat (hipertensi), baik diukur di klinik maupun di luar klinik, termasuk di rumah, selama menjalankan aktivitas harian yang biasa dilakukan. Walaupun sama-sama meningkat, sering kali tekanan darah di klinik lebih tinggi daripada di luar klinik.

Isolated systolic hypertension

Berdasarkan World Health Organization-International Society of Hypertension (WHO-ISH) dan JNC 6, adalah bila TDS ≥ 140 mmHg dan TDD < 90 mmHg. Prevalensinya meningkat berdasarkan usia dan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami serangan jantung dan stroke dibandingkan mereka dengan TDD yang meningkat.

Accelerated Malignant Hypertension (AMH)

Adalah istilah untuk hipertensi diastolic berat (biasanya TDD > 120 mmHg) dimana dengan pemeriksaan funduskopi menunjukkan adanya retinopati hipertensif Keith-Wagener (K-W) derajat 3. Dulu dikenal istilah Malignant Hypertension untuk hipertensi diastolic berat disertai retinopati hipertensif derajat 4, tetapi karena hipertensi berat dengan retinopati K-W derajat 3 maupun 4 mempunyai prognosis yang sama buruknya, maka 2 istilah tersebut kadang tidak dibedakan. AMH merupakan bagian dari Hypertension urgency, yaitu membutuhkan terapi dan penurunan TD dalam “jam”, sedangkan hypertension emergency adalah kondisi klinik dimana hipertensi berat harus segera diturunkan dalam “menit” oleh karena adanyan beberapa keadaan darurat seperti Acute dissection of the aorta, gagal ventrikel kiri akut, perdarahan intraserebral, serta krisis oleh karena pheochromocytoma, penyalahgunaan obat, eklampsia.

KLASIFIKASI PENYEBAB

Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-95% pasien)

2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh:

 Renal parenchymal disease: penyakit glomeruler, penyakit tubule-interstitial kronik, penyakit polikistik, uropati obstruktif.  Renovascular disease: renal artery stenosis (RAS) karena

atherosclerosis dan dysplasia fibromuskuler, arthritis, kompresi a.renalis oleh factor ekstrinsik

 Lain-lain : tumor yang menghasilkan rennin, retensi Na ginjal (Liddle’s syndrome).

b. Gangguan endokrin:

 Kelainan adreno-kortikal: aldosteronisme primer, hyperplasia adrenal congenital, sindroma Cushing.

Adrenal-medullary tumors: pheochromocytomaThyroid disease: hipertiroid, hipotiroid

Hyperparathyroidism: hipercalcemia  Akromegali

 Carcinoid tumors

c. Eksogen medication and drugs

Kontrasepsi oral, simpatomimetik, glukokortikoid, mineralokortikoid, OAINS, siklosporin, eritropoietin, MAO inhibitor, dll.

d. Kehamilan preeclampsia dan eklampsia e. Co-arctation of the aorta

f. Gangguan neurologi: sleep apneu, peningkatan tekanan intracranial (tumor otak), gangguan afektif, spinal cord injury (GBS), disregulasi baroreflex.

g. Faktor psikososial

h. Intravascular volume overload i. Hipertensi sistolik:

 Hilangnya elastisitas aorta dan pembuluh darah besar

 Hyperdynamic cardiac output: hipertiroid, insufisiensi aorta, anemia, fistula arteriovenous, beri-beri, penyakit Paget tulang.

EVALUASI PENDERITA

Tujuan evaluasi penderita hipertensi adalah:

1. Untuk mengetahui kebiasaan hidup (lifestyle) serta menemukan factor-faktor risiko kardiovasculer lainnya atau kelainan-kelainan yang menyertai, yang bisa mempengaruhi prognosis dan memandu terapi. 2. Untuk menemukan penyebab hipertensi yang bisa diidentifikasi

3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya kerusakan organ target (target organ damage) dan penyakit kardiovascular.

Faktor risiko Kardiovasculer: Faktor risiko mayor:

1. Hipertensi 2. Merokok 3. Obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2) 4. Inaktivitas fisik 5. dislipidemia 6. diabetes mellitus

7. Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR < 60 ml/menit

8. Umur (lebih dari 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)

9. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovascular yang premature (laki-laki kurang dari 55 tahun atau wanita kurang dari 65 tahun).

Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi: 1. Sleep apneu

2. Drug induced or related causes 3. Penyakit ginjal kronis

4. Aldosteronisme primer 5. Penyakit renovasculer

6. Pemberian steroid kronik dan sindrom Cushing 7. Pheocromocytoma

9. Penyakit tiroid dan paratiroid

Target Organ Damage: 1. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Angina atau infark miokard sebelumnya c. Revaskularisasi koroner sebelumnya 2. Otak

a. Stroke atau TIA 3. Penyakit ginjal kronis 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati

Evaluasi penderita hipertensi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan prosedur diagnostic lain.

TANDA DAN GEJALA

Pada dasarnya hipertensi tidak memberi gejala yang spesifik. Umumnya gejala yang dikeluhkan berkaitan dengan:

1. Peningkatan TD: sakit kepala (pada hipertensi berat), paling sering di daerah occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara spontan setelah beberapa jam, dizziness, palpitasi, mudah lelah.

2. Gangguan vascular: epistaksis, hematuria, penglihatan kabur karena perubahan di retina, episode kelemahan atau dizziness oleh karena transient cerebral ischemia, angina pektoris, sesak karena gagal jantung. 3. Penyakit yang mendasari: pada hiperaldosteronisme primer didapatkan

poliuria, polidipsia, kelemahan otot karena hipokalemia, pada sindrom Cushing didapatkan peningkatan berat badan dan emosi labil, pada pheocromocytoma bisa didapatkan sakit kepala episodic, palpitasi, diaphoresis, postural dizziness.

Anamnesis lain yang menunjang:

1. Riwayat hipertensi pada keluarga disertai riwayat peningkatan TD secara intermitten menunjang adanya hipertensi esensial

2. Hipertensi sekunder sering terjadi pada umur < 35 tahun atau > 55 tahun.

3. Riwayat infeksi saluran kemih berulang bisa dikaitkan dengan pielonefritis kronis.

4. Nokturia dan polidipsi mengesankan gangguan ginjal atau endokrin

5. Adanya beberapa gejala, seperti angina pektoris, gejala insufisiensi serebral, gagal jantung kongestif, menggambarkan adanya kelainan vaskuler yang progresif kea rah kondisi yang membahayakan.

6. Adanya factor risiko seperti merokok, diabetes mellitus, dislipidemia, riwayat keluarga yang meninggal dalam usia relative muda karena penyakit kardiovasculer.

7. Gaya hidup seperti diet, aktivitas fisik, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik

- Kesan umum: misalnya wajah bulat dan obesitas trunkal mengesankan sindroma Cushing.

- Pemeriksaan TD dan nadi:

1. Bandingkan kanan-kiri, posisi tidur/duduk dan berdiri:

2. Bila pada saat berdiri TDD meningkat mengesankan hipertensi esensial, bila TDD turun (tanpa terapi antihipertensi) kemungkinan hipertensi sekunder.

- Catat berat badan dan tinggi badan untuk perhitungan BMI

- Pemeriksaan mata yang teliti : terutama funduskopi untuk memperkirakan lamanya hipertensi dan prognosis

- Palpasi dan auskultasi a.carotid: mencari kemungkinan oklusi/stenosis yang mungkin merupakan manifestasi penyakit hipertensi vascular, dan mungkin juga merupakan bagian dari lesi a.renalis.

- Pemeriksaan kelenjar tiroid

- Pemeriksaan dada:

1) jantung : LVH, gagal jantung 2) Paru : rales

3) Bising ekstrakardiak dan kolateral (Coarctation aorta)

- Pemeriksaan Abdomen:

1. Bising pada sisi kanan/kiri garis tengah, di atas umbilicus kemungkinan penyempitan a.renalis (Renal artery stenosis)

2. Pembesaran ginjal karena polikistik ginjal, massa pada ginjal

3. Palpasi denyut a.femoralis: bila menurun dan atau terlambat dibandingkan a.radialis maka TD pada kaki harus diukur. Walaupun denyut a. femoralis normal, bila didapatkan hipertensi pada umur < 30 tahun, tekanan arteri ekstremitas bawah harus diukur.

- Pemeriksaan ekstremitas: edema, tanda adanya cerebrovascular accident (CVA) seebelumya.

Pemeriksaan Laboratorium/penunjang

Masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa jauh/luas pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada pasien hipertensi, khususnya hipertensi sekunder atau subset dari hipertensi esensial. Tetapi secara umum sebelum memulai terapi perlu dilakukan pemeriksaan dasar yang meliputi:

1. Urine lengkap (UL)

2. Elektrolit serum (K, Na, Ca, P) 3. Darah lengkap (DL)

4. Profil lipid 5. Gula darah

6. Elektrokardiogram (EKG) 7. BUN dan kreatinin serum 8. Foto dada

Bisa dipandang perlu bisa dilengkapi pemeriksaan: 1. Eksresi albumin urine

Tidak direkomendasikan bermacam-macam pemeriksaan lain untuk mencari penyebab hipertensi, kecuali TD tidak dapat dikontrol.

PENGOBATAN

Pengobatan hipertensi tidak hanya berdasarkan pada derajat tekanan darah, tetapi juga mempertimbangkan terdapatnya factor risiko kardiovaskuler.

Target tekanan darah

Menurut JNC 7, tujuan utama kesehatan masyarakat memberikan terapi antihipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular dan ginjal. Target TD secara umum adalah < 140/90 mmHg oleh karena dihubungkan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovascular, dan < 130/80 mmHg jika didapatkan diabetes dan penyakit ginjal.

Tujuan Terapi JNC 7:

 Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskular dan ginjal

 Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah <130/80 mmHg pada penderita dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis

 Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia ≥ 50 tahun.

Modifikasi Gaya Hidup

Disamping pengobatan farmakologis, modifikasi gaya hidup selalu harus dilakukan pada penatalaksanaan penderita hipertansi. Modifikasi kebiasan hidup dilakukan pada setiap penderita sebagai cara tunggal untuk setiap derajat hipertensi, akan tetapi bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah, memperbaiki efikasi obat antihipertensi dan cukup potensial dalam menurunkan factor risiko kardiovaskuler, disamping murah dan efek samping minimal. Modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Menurunkan berat badan (IMT 18,5-24,9 kg/m2) diperkirakan menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan berat badan.

2. Diet dengan asupan cukup kalium dan calcium dengan mengonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg.

3. Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmol/hari (6 gram NaCl) diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg

4. Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg

5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol

Pengobatan Farmakologi

Menurut JNC 7, uji klinis dengan menggunakan berbagai obat penurunan tekanan darah termasuk penghambat-ACE (ACE-I), antagonis angiotensin (ARB), antagonis Ca (CCB), penyakit beta (beta blocker) dan diuretika golongan tiazid, ternyata semuanya dapat menurunkan komplikasi hipertensi. Diuretika golongan tiazid terbukti dapat digunakan untuk prevensi komplikasi kardiovaskuler pada penderita hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi yang lain dan harganya lebih terjangkau. Sehingga diuretika golongan tiazid dianjurkan sebagai pengobatan awal hipertensi, sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan kelas obat yang lain, kecuali jika ada indikasi untuk menggunakan obat kelas lain sebagai pengobatan awal.

ALGORITME PENGOBATAN HIPERTENSI

Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah belum tercapai, obat kedua dari kelas lain harus segera ditambahkan. Jika tekanan darah 20/10 mmHg di atas target tekanan darah, dipertimbangkan pengobatan awal dengan menggunakan dua macam kelas obat sebagai obat kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri. Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal akan mempercepat tercapainya target tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan hipotensi ortostatik terutama pada

penderita diabetes, disfungsi saraf otonom, dan penderita geriatri. Penggunaan obat generic atau kombinasi perlu dipertimbangkan untuk mengurangi biaya.

Penderita paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah segera tercapai. Jika target sudah tercapai evaluasi dapat dilakukan tiap 3 bulan. Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan factor komorbid misalnya diabetes dan payah jantung memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor risiko kardiovaskular yang lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai seoptimal mungkin.

21. HIPERURISEMIA DAN GOUT ARTHRITIS

Dalam dokumen Ringkasan Ilmu Penyakit Dalam (Halaman 80-91)

Dokumen terkait