• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Metode Analisis

4. Deskripsi (situasi aksi) kelembagaan KIBARHUT

a. Hubungan Kontraktual KIBARHUT Tipe 1

Hubungan kelembagaan KIBARHUT Tipe 1 terdapat pada arena aksi yang dikembangkan PT. SGS. Untuk memahami karakteristik hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 1 maka kajian dilakukan terhadap 5 surat perjanjian kerjasama di Bawang. Hasil telaah unsur kontrak terdapat pada Lampiran 6, dan deskripsi ringkas disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Deskripsi hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 1

Subyek Hukum

Kerjasama Pekerjaan Pembayaran/ Balasan Kontrak

PT. SGS Petani (informal)

• hubungan kontraktual 1 tingkat

• Hulu melakukan penanaman,

pemeliharaan & pemanenan

• 6 tahun (sesuai daur tanaman)

• hanya 1 kontrak dan tidak ada keberlanjutan di lokasi atau dengan petani lain

• Hilir membantu bibit, biaya tanam, dan pemeliharaan

• Bagi hasil tanaman/kayu hasil panen (50%

Hilir : 50% Hulu)

• Hulu wajib menjual hasil panen (produksi kayu) ke Hilir dengan harga pasar saat panen

PT. SGS Keltan (informal)

• Hibah Bibit (hubungan 2 tingkat)

• Hulu melaksanakan penanaman,

pemeliharaan, pemungutan hasil

• tidak ada perjanjian tertulis antara Keltan dengan petani

• Hilir membantu bibit

• Hulu menjual hasil panen (produksi kayu)

ke Hilir (melalui ketua keltan/petugas lapangan) dengan harga pasar saat panen

• 100% kayu hasil KIBARHUT milik Hulu

Tabel 16 menunjukkan bahwa pekerjaan yang dikerjasamakan secara formal adalah pembangunan hutan, pemeliharaan dan pemungutan hasil hutan, sedangkan secara tidak tertulis mencakup pemasaran kayu KIBARHUT. Hubungan kontraktual tersebut menimbulkan harapan adanya tindakan balasan, yaitu penjualan kayu

   

KIBARHUT oleh Hulu ke Hilir. Namun, aturan formal dalam kontrak tidak mengatur sanksi, jika salah satu pelaku atau semua pelaku tidak melaksanakan kewajibannya.

KIBARHUT Tipe 1 Bawang mempunyai 2 bentuk yaitu kemitraan 1 tingkat dan 2 tingkat. Kemitraan 1 tingkat (bentuk kerjasama bagi hasil) sebagaimana terdapat dan hanya satu-satunya di Desa Surjo, Bawang. Perjanjian kerjasama antara principal dan petani (Muhidin). Bagi hasil antara INPAK dengan agents sebesar masing-masing 50%. Principal menyediakan bibit Sengon, biaya penanaman dan pemeliharaan, dengan seluruh kayu hasil panen wajib dipasok dan dijual ke principal. Kemitraan tersebut tidak dilakukan di tempat lain atau dengan petani lain sehingga tidak terwujud keberlanjutan kelembagaan KIBARHUT Tipe 1 Bawang pada hubungan 1 tingkat.

Kemitraan dua tingkat (bentuk hibah bibit) terlaksana berdasarkan perjanjian kerjasama antara principal dengan Keltan (mitra antara) sebagaimana Gambar 11. Keltan, selanjutnya, diharapkan mengorganisasikan petani (agents) untuk melaksanakan KIBARHUT, tetapi tidak ada perjanjian apa pun antara Keltan dan

agents. Diakui aparat desa bahwa Keltan dibentuk hanya sebagai pemenuhan persyaratan untuk melakukan kemitraan dengan principal. Pada kemitraan dua tingkat, kayu hasil panen dikuasai seluruhnya oleh agents, artinya tidak ada bagi hasil panen yang menjadi bagian principal atau mitra antara. Tindakan balasan (manfaat) utama yang diterima principal adalah menampung dan membeli kayu KIBARHUT, yang dijual (menjadi aksi yang dipilih) agents ke principal, baik secara perorangan atau melalui koordinasi Keltan.

Pihak Hilir/Principal PT. SGS Bio Forest Kelompok Tani (mitra antara) Petani (pihak Hulu) Petugas Lapangan Soeranto Cs • Pendataan petani/peserta •Distribusi Bantuan/bibit Menerima Bibit (dan bantuan lain)

Penanaman dan Pemeliharaan Hutan KIBARHUT Tipe 1

Guna menjamin keberhasilan kerjasama, terdapat petugas lapangan principal

yang bertugas memantau perkembangan tanaman dan produksi kayunya. Namun efektifitasnya terkendala beberapa hal: (i) jumlah tenaga lapangan terbatas (3 orang) dibandingkan jumlah petani dan sebaran lahan yang dikerjasamakan; (ii) petugas tidak secara rutin dan berkala berkomunikasi dengan pelaku lainnya, sehingga agents dan

mitra antara kesulitan menghubungi petugas lapangan; (iii) administrasi lahan dan petani yang tidak valid. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan hirarkis yang cukup kuat antara Keltan dan agents, serta tidak adanya petugas operasional yang secara khusus dan rutin (day-to-day) mengadministrasikan pelaksanaan KIBARHUT.

Keltan dan petugas lapangan principal tidak melaksanakan secara rutin dan intensif kegiatan pembinaan, penyuluhan dan monev, serta upaya menjaga keamanan tegakan. Keltan membagikan bantuan bibit tidak berdasarkan daftar petani yang telah didata sebagai pelaku KIBARHUT. Bantuan justru dibagi merata ke seluruh warga untuk menghindari gejolak sosial dan kecemburuan warga desa. Artinya, Keltan tidak mengorganisasikan agents dan tidak mengadministrasikan pelaksanaan KIBARHUT.

Keltan dan petugas lapangan juga tidak mempunyai dasar klaim yang kuat untuk memastikan bahwa tegakan di lahan petani berasal dari bantuan principal. Keltan juga bertindak oportunis dengan meminta penggantian biaya transport dan menurunkan bibit berkisar Rp 100–200 per bibit, sehingga agents merasa membeli bibit dan berdalih tidak harus menjual kayu hasil panen ke principal. Kondisi tersebut menunjukkan tidak adanya kontribusi dan manfaat mitra antara (Keltan) pada pelaksanaan KIBARHUT.

Pada situasi aksi tersebut, kontrak non-formal di Tipe 1 tidak menjamin adanya kepastian hak dan kewajiban bagi para pelakunya. Tidak adanya aturan sanksi dan resiko hukuman menyebabkan godaaan mengingkari kontrak cukup tinggi. Situasi aksi tersebut ditunjukkan dengan hanya 23,3% agents berkomitmen memasok kayu ke

principal. Komitmen penegakan kontrak yang rendah tersebut menunjukkan sistem kemungkinan tidak lestari dalam jangka panjang68. Dengan demikian, kelembagaan KIBARHUT Tipe 1 (KIBARHUT dengan kontrak non-formal) tidak dapat terwujud secara berkelanjutan karena tidak adanya umpan balik atau tindakan balasan yang diharapkan diterima oleh principal dari agents.

68 Penggunaan sumberdaya yang lestari dapat terjadi jika terdapat kelembagaan yang mengatur umpan

   

b. Hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 2

Hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 2 terdapat di Sukaraja (Tipe 2 Sukaraja) dan di Krucil (Tipe 2 Krucil). Hasil pendalaman 14 surat perjanjian kerjasama hubungan kelembagaan KIBARHUT Tipe 2 diringkas pada Tabel 17, sedangkan telaah unsur-unsur kontrak selengkapnya disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 17 Deskripsi Hubungan Kontraktual KIBARHUT Tipe 2

Kec Subyek Hukum

Kerjasama Pekerjaan Pembayaran/

Balasan Kontrak Suka raja PT. BKL Petani/ Keltan (formal)

• Kerjasama penanaman Albasia pada lahan milik/

garapan yang dikuasai Hulu. Hilir membantu bibit, pupuk dan obat serta ongkos sampai lokasi, dan membayar honor tidak tetap ke Korwil

• Hulu melakukan pengolahan dan persiapan

lahan, penanaman, pemeliharaan/perawatan, dan penjagaan keamanan tanaman (jaminan).

• Jaminan pasar dan harga yang wajar dari Hilir

• Hilir mendapat jaminan

keamanan tanaman sampai panen

• Hilir menampung/

memasarkan produksi kayu (gelondong)

• Hilir memperoleh bagi

hasil 25% (dirinci: 20% Hilir dan 5% dijanjikan untuk Korwil)

Keltan Petani (surat kuasa)

• Ketua Keltan selaku wakil petani dan koordinator wilayah (Korwil) pelaksanaan KIBARHUT

• Korwil memasok pupuk dengan biaya Hilir

• Korwil mengorganisasikan petani dan

mengadministrasikan pelaksanaan Kru cil PT. KTI Petani/ Koordinator pengelola (formal)

• Memanfaatkan lahan yang dikuasai agents guna pembangunan hutan untuk menyediakan dan memasok kayu untuk proses produksi Hilir

• Hilir membantu kebutuhan bibit plus sulaman

• Hulu melaksanakan penanaman, pemeliharaan,

penebangan, dan pengangkutan ke pabrik Hilir/ sawmill afiliasi di sekitar lokasi tanaman

• Jaminan pasar dari Hilir dan jaminan keamanan

tanaman oleh Mitra antara

• Hulu mendapatkan 100%

(bagi hasil 10% untuk KP dan 90% untuk

agents) produksi kayu

(hasil panen tanaman) tetapi wajib menjualnya ke Hilir sesuai standard.

• Harga sesuai kelompok

diameter dan berdasar harga pasar saat panen. KP

Petani (formal)

• Abdul Qodir selaku KP dan wakil petani pada

kerjasama penanaman dan penjualan kayu

• KP menyiapkan bibit untuk petani dengan biaya

Hilir dan mengangkutnya ke lokasi

• KP mengorganisasikan petani dan

mengadministrasikan pelaksanaan KIBARHUT

Tabel 17 menunjukkan bahwa kontrak KIBARHUT Tipe 2 mengatur jaminan keamanan tanaman dari gangguan pencurian sampai saat panen yang diatur secara tertulis formal dan berdasarkan norma sosial. KIBARHUT Tipe 2 memberikan jaminan pasar dan harga kayu yang wajar berdasarkan harga pasar saat panen, sehingga memunculkan tindakan balasan yaitu (i) bagi hasil panen antara principal

dengan agents, dan mitra antara dengan agents; (ii) agents menjual hasil panen atau produksi kayunya ke principal.

Hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 2 di Sukaraja merupakan kemitraan dua tingkat. Perjanjian kerjasama dilakukan antara BKL/BIL dan Ketua Keltan. Kegiatan operasional (day-to-day) dilakukan BIL dan bersama-sama Keltan (mitra antara) mengorganisasikan agents untuk melaksanakan KIBARHUT Tipe 2 sebagaimana ilustrasi Gambar 12. Kontrak dilaksanakan oleh 10 Kelompok di Desa Leuwibudah dan 11 Kelompok di Desa Linggaraja. Selanjutnya, ditunjuk 2 (dua) Ketua Keltan menjadi Korwil (Mudin di Leuwibudah dan Emud di Linggaraja). Korwil direkrut dan dipekerjakan secara tidak tetap oleh BIL sehingga secara fungsional bertugas sebagai mandor tanaman (petugas lapangan) bagi principal.

Korwil melaksanakan sebagian upaya yang seharusnya dilakukan principal, yaitu melakukan pengawasan dan pengamanan tanaman sekaligus mencermati perilaku Agents. Fungsi dan kewenangan tersebut didelegasikan principal ke Korwil (mitra antara) dalam perannya sebagai mandor tanaman. Mitra antara bersedia terlibat aktif dalam menyampaikan informasi, memotivasi agents dan melaksanakan sebagian upaya principal menjaga keamanan tanaman. Karenanya, principal tidak terlampau intensif melakukan monitoring dan evaluasi secara langsung (garis putus pada Gambar 12).

Kesediaan Korwil untuk terlibat sebagai mitra antara dalam pelaksanaan KIBARHUT karena mendapat manfaat berupa honor sebagai pengawas penanaman dan pengamanan tanaman (mandor tanaman). Mitra antara dijanjikan memperoleh

Principal/Hilir PT. BKL (PT. BIL) Mitra antara/

Keltan

Keltan/Korwil – Mandor Tanaman 11 Kel Ds Linggaraja & 10 Kel Ds Lewibudah Petani

(Agents/Hulu)

Hutan KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja

Inventarisasi petani & lahan, distribusi bibit dan pupuk, administrasi kegiatan

•Partisipasi (inventarisasi)

•Menerima bibit-pupuk

Penanaman dan Pemeliharaan

   

bagi hasil kayu pada saat panen. Bagi hasil tersebut berbentuk kesepakatan tidak tertulis antara principal dan mitra antara. Principal memperoleh imbalan berupa hasil panen (share contract) sebesar 25% (yaitu 20% adalah bagian principal dan 5% dijanjikan untuk mitra antara).

Principal menampung dan/atau memasarkan seluruh produksi kayu KIBARHUT, dan menginformasikan bahwa kayu KIBARHUT dapat langsung dijual ke sawmill afiliasi principal atau kelompok usaha penggergajian (KUP) yang terdapat di sekitar lokasi tanaman. Keterkaitan antara aksi principalmitra antara dan kemungkinan memperoleh imbalan di akhir daur, menimbulkan adanya jaminan keamanan tanaman sampai panen. Adanya janji mendapat 5% bagi hasil panen dan honor sebagai mandor tanaman membuat Korwil melakukan berbagai upaya untuk menjaga keamanan tanaman KIBARHUT.

Upaya mitra antara adalah melibatkan sebanyak mungkin kerabat dan tetangga di dekat rumah ketua Keltan atau Korwil, sebagai strategi untuk mengatasi ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) dan meminimalkan kemungkinan perilaku oportunis agents69. Upaya tersebut sekaligus juga memudahkan pengawasan tegakan, menjamin keamanan tegakan, dan menjamin peluang lebih besar mendapatkan bagi hasil di akhir daur/waktu panen.

Upaya lainnya adalah mengkomunikasikan secara intensif nilai sosial dan agama sebagai pemahaman umum ke semua peserta bahwa pohon Sengon adalah “titipan”

principal, sehingga haram hukumnya kalau dicuri atau diambil walau hanya 1 batang pun. Berbagai upaya yang dilakukan mitra antara dan principal tersebut berhasil meyakinkan sebagian besar (60%) agents terhadap adanya kewajiban bagi hasil panen dan menjual kayunya ke principal.

Hubungan kontraktual Tipe 2 Krucil merupakan KIBARHUT yang dilaksanakan KTI selaku principal di Kecamatan Krucil sejak tahun tanam 2003/04. Mayoritas (89,4%) kegiatan dilakukan dengan bantuan/mediasi tokoh agama setempat (Abdul Qodir Al Hamid) selaku koordinator pengelola (KP), dan sebagian lainnya (10,6%) dengan bantuan KP lain atau secara langsung dengan petani. KP, yang bertindak selaku mitra antara, membuat kesepakatan dan kontrak pemanfaatan lahan milik (atau yang dikuasai) agents untuk membangun hutan. Agents menyetujui adanya

69 Penempatan kerabat pada berbagai lini kegiatan sebagai upaya mengatasi asymmetric information

kerjasama penanaman dan penjualan hasil panen dengan principal karena diatur secara tertulis formal dalam kontrak yang dilakukan antara KP dan petani.

Mitra antara berperan dalam membina dan mengorganisasikan agents. Mitra antara juga menjadi penghubung para pelaku dan mengadministrasikan pelaksanaan KIBARHUT sebagaimana ilustrasi pada Gambar 13. KP juga menjadi pemasok bibit KIBARHUT Tipe 2 Krucil. KP menyiapkan bibit di persemaian yang dikelolanya, termasuk menyediakan tenaga kerja dan media, sedangkan benih dan polybag dipasok

principal. Bibit siap tanam selanjutnya didistribusikan ke agents oleh KP. Terhadap prestasi ini, principal memberi kompensasi ke KP sebesar Rp. 250/bibit.

Principal mempunyai organisasi khusus (Divisi P & L) pelaksanaan KIBARHUT. Divisi P & L memiliki petugas lapangan/operasional yang tinggal di sekitar lokasi tanaman dan bertugas melakukan koordinasi serta bekerjasama dengan petani, institusi, dan pelaku lainnya dalam melaksanakan KIBARHUT. Guna mendukung dan membantu kelancaran pekerjaan petugas principal, KP membentuk koordinator di setiap desa (kordes) dan mempekerjakan tenaga administrasi.

Kordes adalah penduduk desa yang pernah menjadi santri di pesantren KP, dan secara teratur dan intensif berkoordinasi dengan petugas lapangan. Tenaga administrasi memperoleh imbalan honor tetap dari KP, sedangkan Kordes memperoleh imbalan honor tidak tetap untuk pelaksanaan pekerjaan khusus dari KP

Principal/Pihak Hilir KTI (Divisi P & L)

Mitra Antara/Koordinator Pengelola (KP) 12 Kordes se-Kec. Krucil Petani (Hulu/Agents)

Inventarisasi petani & lahan, sedia dan distribusi bibit, adm & monev

Partisipasi aktif kegiatan inventarisasi, kontrak formal

dengan KP, menerima bibit Petugas lapangan/operasional

Penanaman dan pemeliharaan Hutan KIBARHUT Tipe 2 Krucil

staf KTI/petugas lap Staf KP/Administrasi

   

atau principal. Kordes dan petugas lapangan dijanjikan (secara lisan) mendapat bagian dari bagi hasil yang diperoleh KP, namun besarannya tidak dinyatakan KP dan tidak diketahui Kordes dan petugas lapangan. 

KIBARHUT Tipe 2 Krucil mengatur secara formal proporsi bagi hasil kayu KIBARHUT yaitu 90% milik agents dan 10% milik KP sebagai imbalan upaya dan pengorbanan yang dikeluarkan, sedangkan principal tidak memperoleh imbalan bagi hasil kayu. Principal memperoleh manfaat ekonomis yaitu kewenangan menampung seluruh produksi kayu KIBARHUT sehingga memiliki jaminan dan kepastian pasokan kayu untuk proses produksinya. Hubungan bahu membahu (interlocked transaction) yang terjalin antara petani dan KP merupakan jaminan (warranty) keberlangsungan transaksi pasokan bahan baku dan pemasaran kayu KIBARHUT ke principal.

Penempatan penduduk desa yang telah dikenal oleh petani sebagai Kordes merupakan strategi monitoring dan evaluasi yang murah, sekaligus efektif sebagai “pengawas” yang ditempatkan sewajarnya. Upaya lain adalah mengkomunikasikan nilai sosial dan agama sebagai norma yang dipahami umum bahwa tanaman KIBARHUT merupakan titipan dan amanah, sehingga harus dijaga dan haram hukumnya mengambil tanpa seijin yang menitipkan. Pendekatan non-formal tersebut diterima warga desa karena adanya KP sebagai pelaku dan pemuka agama yang menjadi panutan, karismatis dan disegani peserta situasi aksi di Krucil. Alhasil 86,7%

agents mempunyai pemahaman bahwa pada waktu panen bersedia menjual produksi kayunya ke Principal.

Principal pun melakukan upaya memberikan dan menjaga rasa kepercayaan yang tinggi dari petani, dengan memberikan jaminan pasar secara nyata. Upaya tersebut adalah membentuk KAMkti yang siap memberikan pinjaman atau kredit tunda tebang dan siap menampung kayu KIBARHUT. Principal juga bekerjasama dengan 2 (dua) sawmill terafiliasi untuk melakukan pembelian kayu di Krucil dan sekitarnya. Dengan demikian, pemasaran dan pasokan kayu KIBARHUT di Krucil dapat dilakukan mitra antara dan agents secara langsung ke pabrik principal di Probolinggo atau melalui KAMkti dan sawmill afiliasi tersebut. Upaya tersebut memupuk dan meningkatkan rasa saling percaya antara mitra antara dengan agents, dan mitra antara dengan Principal.

Pada pelaksanaannya ditemukan adanya variasi di lapangan yaitu terjadinya hubungan kemitraan satu tingkat atau kerjasama secara langsung antara principal

dengan agents tanpa melibatkan mitra antara. Pada hubungan satu tingkat tersebut, perbedaan organisasi pelaksanaan kegiatan terdapat pada tiadanya peran dan fungsi

mitra antara. Kegiatan operasional KIBARHUT di lapangan dilakukan secara langsung oleh petugas principal ke agents. Fungsi Kordes bersama-sama petugas lapangan principal tetap dilaksanakan, yaitu sebagai tenaga tidak tetap untuk pemantauan dan pengamanan tanaman yang dilaksanakan agents. Tidak adanya keterlibatan mitra antara menyebabkan seluruh hasil panen merupakan milik agents.

c. Hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 3

KIBARHUT Tipe 3 adalah kemitraan membangun hutan bersama rakyat yang dilaksanakan pada tanah negara atau lahan yang dikuasai oleh mitra antara. Pencermatan lapangan dilakukan terhadap hubungan kontraktual KIBARHUT yang dilaksanakan BKL di Sukaraja (Tipe 3 Sukaraja) dan KTI di Krucil (Tipe 2 Krucil). Hasil pendalaman 13 surat perjanjian kerjasamanya disajikan pada Tabel 18, sedangkan telaah unsur-unsur kontrak selengkapnya disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 18 menunjukkan bahwa kerjasama pekerjaan KIBARHUT Tipe 3 adalah mengoptimalkan pemanfaatan yang dikuasai mitra antara, melalui kegiatan membangun hutan (bekerjasama dengan INPAK dan petani/penggarap) untuk memasok kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk principal. Hubungan kontraktual dilaksanakan dengan mediasi KPH Tasikmalaya (KPH Tsm) pada Tipe 3 Sukaraja, dan Aviland atau KTI bk pada Tipe 3 Krucil.

   

Tabel 18 Deskripsi hubungan kontraktual KIBARHUT Tipe 3 Kec Subyek

Hukum Kerjasama Pekerjaan

Pembayaran/ Balasan Kontrak Suka raja KPH Tasik PT. BKL KTH (formal)

• Kerjasama budidaya Sengon mencakup semua

kegiatan mulai pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran

• Hilir menyediakan bibit tanaman dan sulaman di

lokasi tanam, biaya penanaman, 50% biaya perlindungan/pembinaan SDH/monev dan bimbingan teknis (bintek)

• Perhutani menyediakan lahan, melakukan

pembinaan/bintek, menanggung biaya perencanaan/persiapan lapangan/penjarangan/ persiapan tebangan, 50% biaya perlindungan/ pembinaan SDH/monev/bintek

• Petani melaksanakan pengolahan tanah,

pembuatan larikan tan, pengadaan/pasang ajir, lubang tan, penanaman, penyulaman,

pemeliharaan, menanam/memelihara tanaman palawija

• Pemasaran kayu sesuai mekanisme di Perhutani

• Pengamanan dilaksanakan semua pelaku

• Prioritas penjual- an kayu ke Hilir. • Harga pasar sesuai kelas diameternya • Bagi hasil: 30% Hilir dan 70% Hulu (50% Perhutani dan 20% Petani) Kru Cil PT. KTI PT Mitra (formal)

• Memanfaatkan areal/lahan negara yang dikuasai

mitra antara guna membangun hutan untuk

menyediakan dan memasok kayu ke Hilir

• Hilir membantu biaya untuk pengadaan bibit, biaya tenaga kerja, dan biaya manajemen.

• Hulu menanam, memelihara, menebang, dan

mengangkut ke pabrik/sawmill afiliasi

• Hulu melaporkan jumlah tanaman dan kondisi

tegakan setiap 6 bulan sekali

• Jaminan pasar oleh Hilir dan jaminan keamanan

tanaman oleh mitra antara

• Prioritas kayu pasti ke Hilir

• Bagi hasil: 77%

Mitra antara dan 23% Hilir • Petani berhak menggarap lahan tanpa biaya • Harga berdasar kelompok diameter dan sesuai harga pasar saat panen. PT Mitra

Petani Mitra (informal)

• PT. Aviland & PT. KTI bk (mitra antara) dan penggarap (Hulu) dalam kerjasama penanaman dan penjualan dengan PT. KTI

• mitra antara mengorganisasikan petani penggarap

• Petani melaksanakan penanaman, memelihara dan

menjaga keamanan tanaman

KIBARHUT Tipe 3 Sukaraja adalah kemitraan 2 tingkat. Kesepakatan dilaksanakan antara BKL dan KPH Tsm, dengan melibatkan KTH. KPH Tsm dan KTH mengorganisasikan petani dan mengadministrasikan pelaksanaannya. Kesepakatan KPH Tsm dan KTH tetap menggunakan kesepakatan yang sudah ada, karena kelembagaan KIBARHUT tidak mengubah esensi pelaksanaan pola pembangunan hutan melalui program PHBM. Pelaksanaan kegiatan di lapangan tetap menggunakan organisasi pembangunan hutan yang sudah berjalan di Perum Perhutani, khususnya KPH Tsm.

Hubungan kontraktual Tipe 3 di Sukaraja direalisasikan bekerjasama dengan (i) KTH Tarunajaya (Petak 1b luas 9,40 ha), KTH Mekarjaya (Petak 1e luas 8,00 ha), KTH Sukapura (Petak 2a luas 12,50 ha) dan KTH Sirnajaya (Petak 3b luas 10,00 ha)70. Lokasi hutan terletak di RPH Sukaraja, BKPH Singaparna, KPH Tsm dan secara administratif termasuk Kec. Sukaraja, Kab. Tasikmalaya. Jenis tanaman pokok yang ditanam adalah Sengon. Keberhasilan tanaman tahun ke-5 (pada tahun 2008) mencapai 82,4% (petak 1b), 95,35 (petak 1e), 45,2% (petak 2a), dan 81,1% (petak 3b) atau mencapai rata-rata sebesar 76%71.

Keberhasilan tanaman yang relatif lebih tinggi dibandingkan Tipe 1 dan Tipe 2 didukung ciri dan kondisi mitra antara yang memiliki pengalaman, pengetahuan dan informasi memadai dalam usaha membangun dan mengelola hutan, serta mengorganisasikan pelaksanaannya. Mitra antara juga memiliki mekanisme pengawasan dan monev yang sudah berjalan di lapangan, sehingga kinerja memuaskan keberhasilan tanaman dapat tercapai.

Situasi aksi yang mendukung tersebut tidak hanya karena faktor Perum Perhutani selaku mitra antara dan pelaku, tetapi didukung juga kesadaran petani memelihara tegakan. Petani terlibat aktif memelihara tegakan karena adanya imbal hasil panen yang diterima pada akhir daur, dan ikatan kemitraan berupa lahan garapan. Tingginya partisipasi petani dalam pelaksanaan PHBM ditunjukkan dengan keberhasilan tanaman berkategori bagus, sebagaimana juga temuan Jatmiko (2006) di BKPH Pacet, KPH Pasuruan.

Ketua KTH (Sodik, Hafid, dan Oong) menyatakan petani mudah diajak dan diminta kesediaannya memelihara tanaman. Ketua KTH selalu mengingatkan bahwa banyak petani lain yang tidak memperoleh lahan garapan, karena ketersediaan lahan andil yang terbatas. Karenanya jika tidak bersedia memelihara, maka ada petani lain yang bersedia menggantikan menjadi pesanggem dan memelihara tanaman. Ketegasan para pelaku dalam mengawasi dan menjalankan aturan dalam hubungan kelembagaan, serta perilaku baik dan kedekatan Ketua KTH dan Mandor PHBM (Haryanto) diakui semua petani menjadi pendorong keberhasilan tanaman. Telah terbentuknya hubungan

70 Pada saat kontrak ditandatangani, kelembagaan petani masih berbentuk KTH. Namun saat penelitian

dilakukan, LMDH di desa tersebut sudah terbentuk.

71 Keberhasilan tanaman relatif tinggi juga ditemukan di KPH Probolinggo yaitu mencapai rata-rata

   

kelembagaan diantara mitra antaraagents menjadi salah satu daya tarik dan dorongan bagi principal melakukan kerjasama dengan Perum Perhutani72.

Kelembagaan yang sudah terbentuk dan efektif berjalan di lapangan tersebut menyebabkan KIBARHUT Tipe 3 Sukaraja tidak perlu membangun kelembagaan dan mengkondisikannya dari awal. Pada sisi lain, ketersediaan lahan dalam hamparan yang luas (hektaran) menyebabkan kerjasama dengan Perum Perhutani dianggap lebih menguntungkan principal dibandingkan kerjasama dengan petani secara perorangan. Dengan demikian, terdapat keterkaitan situasi antara aksi yang dipilih untuk melakukan kemitraan dengan hasil yang diharapkan diterima para pelakunya.

Principal memperoleh imbalan berupa bagi hasil panen sebesar 30%, dan mitra antara memperoleh 70%. Bagi hasil mitra antara merupakan bagi hasil untuk Perum