• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pemasaran Kayu KIBARHUT di Pulau Jawa

2. Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2

a. Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja

Saluran pemasaran kayu KIBARHUT di Tipe 2 Sukaraja tidak banyak berbeda dengan Tipe 1 Bawang, tetapi teridentifikasi adanya peran mitra antara dan principal

serta keterlibatan KUP (kelompok usaha penggergajian). Saluran pemasaran terdiri atas 4 macam sebagaimana ilustrasi Gambar 20. Pemasaran kayu KIBARHUT dapat dilakukan agents melalui KUP/sawmill afiliasi dengan principal menggunakan saluran pemasaran yang sudah ada dan bekerja selama ini (saluran 1–4). Agents juga dapat memasarkan kayunya dengan menginformasikan ke mitra antara, sehingga terjalin saluran pemasaran alternatif dengan terlaksananya kelembagaan KIBARHUT. Dengan demikian, KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja telah menjamin alokasi komoditas hasilnya secara efisien, sehingga dapat dengan mudah dipindahtangankan (easily transferable) dan diperjualbelikan (easily tradable) diantara para pelakunya. Menurut Ostrom (2005), kelembagaan yang demikian telah mampu menciptakan pasar yang kompetitif.

Saluran 1 dipilih oleh 20% agents yang menjual dalam bentuk pohon berdiri. Penjualan dilakukan ke bandar/pedagang sebagai mata rantai pemasaran, dan sekaligus sebagai penebang. Penjualan pohon berdiri oleh petani juga terdapat pada saluran pemasaran 2, namun dilakukan melalui KUP/sawmill. Saluran 2 tersebut

dipilih oleh 20% agents. Pada saluran pemasaran 3 dan 4, penebangan pohon dilakukan agents secara swadaya atau dengan membayar jasa tim tebang. Hasil tebangan berupa KB, dipasok ke principal melalui pedagang perantara oleh 13,3%

agents (saluran 3) atau dijual langsung ke KUP/sawmill oleh 26,7% petani (saluran 4).

 

Keterangan :

= Saluran 1 (petani – penebang & bandar – KUP/sawmill – INPAK) = Saluran 2 (petani – penebang & KUP/sawmill – INPAK)

= Saluran 3 (petani/penebang–bandar–KUP/sawmill–INPAK) = Saluran 4 (petani/penebang – KUP/sawmill – INPAK)

= Arus informasi dan komunikasi pemanenan pohon KIBARHUT sekaligus menjadi saluran pemasaran alternatif

KUP/sawmill selanjutnya memasarkan kayu ke INPAK. Sawmill berstatus KUP memproses kayu menjadi pallet berukuran 5cm x 8 cm up x 100 cm up dan memasok seluruhnya ke principal. Sawmill non KUP mempunyai 2 pilihan yaitu (i) menjual kayu Sengon dalam bentuk KB ke KUP atau INPAK lain; dan (ii) menggergaji KB menjadi KGG dan menjualnya ke principal. Sekitar 40% kayu Sengon dan seluruhnya berkualitas “super” dijual kembali oleh sawmill non-KUP dalam bentuk KB ke INPAK lain di luar kabupaten/provinsi, sedangkan 60% sisanya dengan kualitas “all grade” digergaji menjadi pallet dan kemudian dijual ke principal.

20% petani kayu 60% (pallet) 13,3% petani pohon 100% KB 20% petani KB all grade pohon 20% petani 40% kayu (KB “super”) Petani peserta KIBARHUT Bandar/ Pedagang

divisi log supplier Sawmill

INPAK lain

Gambar 20 Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja

100% KGG (pallet) KB 26,7% petani KUP Mitra antara principal

pelaksana dan petugas

   

Berdasarkan Gambar 20 dapat dihitung bahwa hanya terdapat sekitar 22,9% kayu (tanaman) hasil KIBARHUT94 yang keluar dari mekanisme pemasaran pada arena aksi kelembagaan KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja, sehingga membuktikan bahwa kelembagaan KIBARHUT mempunyai kemampuan melarang penggunaan/ pemanfaatan kayu (tanaman) hasil KIBARHUT oleh non-pelaku KIBARHUT.

Gambar 20 juga memperlihatkan adanya peran mitra antara dan principal

dalam pemasaran kayu KIBARHUT (saluran alternatif). Mitra antara memperoleh informasi berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi tegakan serta jalinan komunikasi dengan agents. Informasi tersebut diteruskan ke principal (log supplier) dan kemudian disalurkan ke KUP untuk proses pembelian dan pengolahannya. Saluran ini dipilih oleh sekitar 20% agents yang memilih pola ini dalam penjualan kayu KIBARHUT, sekaligus sebagai wujud komitmen kontrak

Mengantisipasi aksi agents lainnya yang memilih saluran pemasaran yang selama ini sudah bekerja di lapangan (saluran 1–4), maka principal melibatkan KUP pada pemasaran kayu KIBARHUT. Walaupun agents tidak menginformasikan ke

mitra antara, namun sebagian besar kayu hasil panen selanjutnya dipasok ke KUP (Gambar 20). Situasi tersebut, didukung data yang menunjukkan bahwa seluruh sawmill yang khusus menggunakan kayu Sengon di Sukaraja adalah KUP/sawmill terafiliasi dengan principal. Sawmill non-KUP umumnya memilih kayu jenis lain sebagai bahan bakunya, dan jarang mendapatkan pasokan kayu Sengon.

Petani Tipe 2 Sukaraja, mempunyai cukup kekuatan menentukan nilai jual kayu produksinya. Kekuatan daya tawar (bargaining position) agents cukup kuat karena pertumbuhan sawmill/penggergajian di sekitar Sukaraja, dan mudahnya akses informasi dan sarana transportasi. Pembeli kayu di tingkat petani (bandar/pedagang perantara dan sawmill/KUP) di Sukaraja berjumlah relatif banyak, yaitu lebih dari 5 bandar di setiap desa, 5 sawmill non-KUP, dan 2 sawmill KUP sebagaimana terlihat pada Tabel 28. Berdasarkan deskripsi tersebut maka pasar Tipe 2 Sukaraja pada tingkat petani adalah pasar yang kompetitif dan memenuhi karakteristik persaingan monopsonistis.

94 Dihitung dari sekitar 80% kayu hasil KIBARHUT yang dipasarkan secara langsung oleh agents

tanpa/tidak melalui mitra antara, ada 5 sawmill non-KUP (71,4%) dari 7 sawmill yang ada di Sukaraja, dan sekitar 40% kayu yang masuk ke sawmill non-KUP dijual ke INPAK lain (non-principal).

Tabel 28 menunjukkan bahwa Bandar/pedagang perantara sekitar 5 pelaku, sedangkan pembeli sekitar 7 pelaku terdiri atas 5 sawmill dan 2 KUP. Sawmill KUP seluruh bahan bakunya adalah kayu Sengon, sedangkan sawmill non-KUP mengolah kayu Sengon hanya jika mendapat “sisa” kayu yang tidak terserap KUP. Sulitnya mendapatkan kayu berkualitas diungkapkan pemilik sawmill bermodal kecil (Mugni, Munir, dan Iyet), sehingga rendemen pengolahan pun semakin rendah.Sawmill tidak mungkin mendapatkan margin keuntungan relatif besar, karena harga jual pallet sudah ditentukan pembeli (khususnya principal). Pada sisi lain, penjual (Bandar) sudah tahu standar harga kayu principal, sehingga sawmill harus berani mengambil resiko membeli kayu diameter kecil dengan harga sedikit lebih tinggi. Selanjutnya sawmill harus “pintar” dalam menggergaji sehingga memperoleh rendemen yang optimal, walaupun bahan bakunya berkualitas rendah atau berdiameter kecil.

Tabel 28 Karakteristik dan struktur pasar kayu KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja

Karakteristik Pemasaran tingkat

Petani Bandar KUP/Sawmill

Penjual Petani (banyak) Bandar/pedagang ada 2 KUP- nya principal

dan 5 sawmill non KUP

Pembeli ada > 5 bandar tiap

desa) dan 7 Sawmill

Relatif banyak (7 Sawmill/KUP)

Terbatas, principal atau INPAK lain luar kab.

Produk Homogeny (pohon),

diferensiasi (diameter)

Differensiasi (diameter dan kualitas)

Differensiasi (diameter dan kualitas)

Informasi Mudah Mudah Mudah

Penentuan harga

Tawar menawar harga (“parebut tawar”)

Harga relatif sama & mengikuti harga principal

Ditentukan principal Struktur

pasar input

Persaingan monopsonistis

Mengarah ke oligopsoni Oligopsoni

Pada pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Sukaraja, Bandar selaku penjual melakukan klasifikasi (differensiasi) produk sesuai diameter dan menjual kayu berdasarkan kelas diameternya. Namun, terbatasnya sawmill/KUP bermodal besar yang mampu membayar secara tunai atau membeli dalam jumlah besar menyebabkan aliran pasokan KB Sengon akhirnya lebih banyak terfokus pada kedua KUP. Berdasarkan deskripsi tersebut maka struktur pasar Tipe 2 Sukaraja pada tingkat bandar/pedagang perantara cenderung berkarakteristik oligopsoni.

Pada tingkat sawmill atau KUP, principal hanya membeli kayu Sengon berbentuk pallet/KGG berukuran 5cm x 8cm up x 130cm up. Pasokan kayunya lebih banyak dari sawmill/penggergajian yang tergabung dalam KUP. Sawmill non-KUP

   

cenderung menjual kayu dalam bentuk KB ke KUP atau INPAK lain di luar kabupaten, atau bekerjasama dengan KUP memasok KGG ke principal.

Pada sisi lain, principal menyadari rendahnya keuntungan sawmill karena kondisi pasar yang relatif terbuka dan akses informasi yang mudah. Mensiasati kondisi tersebut, principal memberikan bonus berupa kenaikan harga pembelian pallet. Bonus bervariasi bergantung pada jumlah pasokan pallet oleh sawmill–KUP. Sawmill–KUP berkategori “ranting” memperoleh bonus (harga tambahan) sebesar Rp 5.000–Rp 10.000 per m³ pallet, dan “cabang” memperoleh bonus sebesar Rp 10.000– Rp 20.000 per m³ pallet, sedangkan sawmill non KUP tidak mendapatkan bonus. Adanya insentif tersebut menyebabkan sawmill–KUP tetap mampu membeli kayu walaupun harga sudah dianggap terlalu tinggi oleh sawmill non-KUP. Selain itu, sawmill KUP juga sanggup menampung pallet yang diproduksi sawmill non KUP. Kesediaan dan kontinyuitas pasokan kayu KUP ke principal juga karena keterikatan KUP dengan adanya bantuan modal kerja (berupa pinjaman biaya pembelian mesin penggergajian) dari principal.

Sebagaimana INPAK lain, kekuatan penentuan harga berada pada principal

karena terbatasnya pesaing yang masuk dan mencari pasokan kayunya ke Sukaraja. Sulitnya pesaing masuk dan mencari kayu Sengon di Sukaraja karena keberadaan mata rantai pemasaran principal yang sudah terstruktur sampai ke desa yaitu dalam bentuk KUP. Struktur pasar tersebut memenuhi karakteristik pasar yang bersifat oligoposoni.

b. Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Krucil

Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Krucil terdiri atas 5 macam sebagaimana di ilustrasikan pada Gambar 21. Saluran 1 dipilih oleh 20% agents yang menjual dalam bentuk pohon berdiri. Penjualan dilakukan melalui pengepul/pedagang sebagai mata rantai pemasaran, dan bertindak juga sebagai penebang. Penjualan pohon berdiri oleh petani langsung ke sawmill terdapat pada mata rantai pemasaran 2, yang dipilih oleh 13,3% agents. Pada saluran pemasaran 3 dan 4, penebangan pohon dilakukan petani secara swadaya atau dengan membayar jasa tim tebang. Hasil tebangan berupa KB, dipasok ke INPAK melalui mata rantai pedagang perantara oleh 13,3% agents (saluran 3) atau dijual langsung ke sawmill oleh 20% agents (saluran 4).

Keterangan : 

  =  Saluran pemasaran 1 (petani – penebang & pengepul – sawmill – INPAK)

  =  Saluran pemasaran 2 (petani – penebang & sawmill – INPAK)

  =  Saluran pemasarn 3 (petani/penebang – pengepul – sawmill–INPAK)

  =  Saluran pemasaran 4 (petani/penebang – sawmill – INPAK)

  =  Saluran pemasaran 5 (petani – KAMkti – INPAK)

  =  Alur koordinasi dan informasi – komunikasi pemanenan KIBARHUT

Sawmill/penggergajian aktif di Krucil tercatat sebanyak 4 unit (Lampiran 5). Dua unit merupakan sawmill terafiliasi dengan principal. Sawmill afiliasi memasok seluruh kayu Sengon yang diterimanya ke pabrik principal di Probolinggo, dalam bentuk KB (diameter > 30 cm) atau RST berukuran 5 cm x 8 cm up x 100 cm up (Gambar 21). Dua unit sawmill lainnya (non afiliasi) memasarkan kayu Sengon dalam bentuk KB kualitas “super” ke INPAK lain (30%), dan dalam bentuk RST ke

principal (70%).

Berdasarkan Gambar 21 dapat dihitung bahwa hanya terdapat sekitar 10% kayu (tanaman) hasil KIBARHUT95 yang keluar dari mekanisme pemasaran pada (arena aksi) kelembagaan KIBARHUT Tipe 2 Krucil, sehingga membuktikan bahwa

95 Dihitung dari sekitar 66,7% kayu hasil KIBARHUT yang dipasarkan secara langsung oleh agents

tanpa/tidak melalui koperasi atau KP, ada 2 sawmill non-afiliasi (50%) dari 4 sawmill yang ada di Krucil, dan sekitar 30% kayu yang masuk ke sawmill non-afiliasi dijual ke INPAK lain (non-principal).

KB 33,3% petani

50% KB super 50% KB

all grade 100% kayu

70% kayu (RST) 13,3% petani pohon 100% KB 13,3% petani KB all grade pohon 20% petani 30% kayu (KB “super”) Petani peserta KIBARHUT Pengepul/ Pedagang

Div. Produksi (bahan baku) Sawmill

INPAK lain

Gambar 21 Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 2 Krucil

100% kayu (KB & RST)

KB 20% petani Sawmill afiliasi

KP

Divisi P & L pelaksana dan petugas

teknis KIBARHUT principal

Koperasi/ KAMkti

   

kelembagaan KIBARHUT mempunyai kemampuan melarang penggunaan/ pemanfaatan kayu (tanaman) hasil KIBARHUT oleh non-pelaku KIBARHUT.

Gambar 21 juga menunjukkan adanya peran mitra antara (KP) dan petugas lapangan principal dalam mewujudkan pasokan kayu KIBARHUT ke principal. KP dan petugas lapangan memperoleh informasi berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi tegakan, serta jalinan komunikasi dengan agents. Informasi diteruskan ke pegawai principal yang bertugas di sawmill afiliasi atau membantu agents mencarikan tim tebang. Saluran pemasaran yang dipilih menggunakan saluran yang sudah lama dikenal petani (saluran pemasaran 2 dan 4) atau melalui saluran pemasaran alternatif (saluran 5). Dengan demikian, kelembagaan KIBARHUT Tipe 2 Krucil telah menjamin alokasi komoditas hasilnya secara efisien, karena dapat dengan mudah dipindahtangankan (easily transferable) dan diperjualbelikan (easily tradable) diantara para pelakunya. Menurut Ostrom (2005), kelembagaan yang demikian telah mampu menciptakan pasar yang kompetitif.

Peran KP dan principal semakin jelas terlihat dengan terbentuknya Koperasi Alas Mandiri kti (KAMkti) pada 20 Maret 2006, yang merupakan wadah agents dan petani lain guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari di Krucil dan sekitarnya (KAMkti, 2008). KAMkti merupakan inisiasi KP dan principal sebagai kelanjutan keberhasilan KIBARHUT (struktur organisasi KAMkti terdapat pada Lampiran 22). KAMkti terlibat selaku pelaku pasar kayu KIBARHUT melalui saluran pemasaran 5 yang dipilih oleh 33,3% agents. KAMkti hanya menampung kayu Sengon dalam bentuk KB dan diterima di lokasi KAMkti di Kertosuko atau sawmill yang ditunjuk, sedangkan kegiatan penebangan dan transportasi dilakukan petani. Pada kasus tertentu dan jika diminta petani, maka KAMkti dapat mencarikan tenaga penebang dan sarana angkutan, sedangkan jasa dan biayanya dikurangkan pada saat pembayaran KB oleh KAMkti ke petani.

Harga pembelian kayu KAMkti adalah setara harga beli sawmill di sekitar Krucil (afiliasi atau non afiliasi). Khusus petani peserta (agents) KIBARHUT dan anggota KAMkti berhak mendapat bonus (premium price) sebesar Rp 10.000 per m³ KB. Selanjutnya, kayu berdiameter > 30 cm dan memenuhi standard grading dikirim ke pabrik principal di Probolinggo. KB berdiameter kecil atau kualitasnya tidak memenuhi kualifikasi (ada cacat, bengkok, dan seterusnya) dikirim ke sawmill afiliasi

principal dan mitra KAMkti, untuk diproses dan diolah menjadi RST dan selanjutnya dikirim ke Probolinggo.

Pada Tipe 2 Krucil, kekuatan daya tawar (bargaining position) agents

didukung peran KP dan petugas lapangan principal. Kedua pelaku selalu memotivasi

agents untuk menjual kayu dalam bentuk gelondongan (KB), dibandingkan menjualnya dalam bentuk pohon berdiri. KP dan petugas juga berupaya mengarahkan

agents terhindar dari praktek ijon atau penjualan tidak langsung tebang96.

Agents dalam jumlah banyak tidak menjadi kendala memperoleh nilai jual kayu yang wajar, karena adanya alternatif pasar yaitu KAMkti. Pada sisi lain, pembelian langsung kayu ke petani dilakukan oleh semua lembaga pemasaran, yaitu 25 pengepul (15 pengepul khusus kayu Sengon), 4 sawmill, dan 1 koperasi (KAMkti) sebagaimana pada Tabel 29. Berdasarkan deskripsi tersebut maka struktur pasar KIBARHUT Tipe 2 Krucil di tingkat petani memenuhi karakteristitik pasar persaingan monopsonistis. Tabel 29 Karakteristik dan struktur pasar kayu KIBARHUT Tipe 2 Krucil

Karakteristi k

Pemasaran tingkat

Petani Pedagang/Pengepul Sawmill

Penjual banyak Relatif banyak ada 4 dalam kec

Pembeli Relatif banyak (> 25 pedagang dan 4 Sawmill)

Sawmill dalam kec (4 unit) atau luar kec

Terbatas (principal

dan Mandira)

Produk homogen (pohon)

differensiasi (diameter)

Differensiasi (diameter – kualitas)

Differensiasi (diameter – kualitas)

Informasi Mudah Mudah Mudah

Penentuan harga

Penjual - pembeli Harga relatif sama & mengikuti harga pabrik

Ditentukan INPAK Struktur

pasar

Persaingan monopsonistis

Mengarah ke oligopsoni Oligopsoni

Tabel 29 juga menunjukkan bahwa pengepul/pedagang perantara selaku penjual setidaknya berjumlah 25 orang, dengan 15 diantaranya adalah pedagang khusus Sengon. Pembeli sekitar 4 pelaku di dalam Kecamatan, dan terdapat pedagang yang memasarkan kayunya ke pembeli di luar kecamatan dan luar kabupaten. Pada tingkat ini, pengepul/pedagang perantara selaku penjual tidak mempunyai kekuatan untuk membuat klasifikasi (differensiasi) produk dan menentukan harga, sedangkan pembeli

96 Ada 2 (dua) sistem penjualan tidak langsung tebang di Krucil (KAMkti, 2008) yaitu (i) obuhen;

setelah tebangan dilakukan tidak ada bagi hasil antara petani dan pedagang perantara; (ii) gaduhan; setelah tebangan dilakukan ada bagi hasil antara kedua pelaku. Status awal petani sebagai pemilik lahan dan pohon berubah menjadi pemilik lahan saja, sedangkan pemilikan pohon berpindah ke pedagang.

   

(sawmill) juga tidak memiliki kekuatan tersebut karena mengikuti trend harga dari INPAK. Berdasarkan deskripsi tersebut maka struktur pasar Tipe 2 Krucil pada tingkat pedagang perantara memenuhi karakteristitik pasar input yang cenderung mengarah ke oligopsoni.

Sawmill afiliasi menjual seluruh kayu KIBARHUT (KB atau RST) ke principal. Sawmill non-afiliasi di Krucil menjual sebagian besar (70%) kayu Sengon ke

principal di Probolinggo dalam bentuk KB dan RST berukuran 5 cm x 6 cm up x 130 cm. Sebagian kayu lainnya (30%) berbentuk KB dijual ke INPAK lain di Jombang dan Banyuwangi. Terbatasnya alternatif pembeli kayu tersebut karena hampir seluruh petani hutan di Krucil hanya mengenal principal sebagai INPAK yang membeli kayu Sengon. Struktur pasar sebagaimana uraian tersebut memenuhi karakteristik struktur pasar yang cenderung bersifat oligopsoni.

Mata rantai pemasaran principal sesungguhnya telah terstruktur sampai ke petani melalui KAMkti. KAMkti menjadi kepanjangan tangan principal dalam melakukan penetrasi pasar untuk secara langsung mendekati produsen kayu (agents) dari daerah Krucil dan sekitarnya. Penetrasi principal melalui koperasi tersebut melengkapi strategi pasar KIBARHUT lainnya, yaitu membentuk aliansi dengan sawmill di Betek dan Kertosuko sebagai tempat menampung dan mengolah KB menjadi RST. Proses administrasi pembelian kayu, pemilahan dan pengukuran (grading) dan pengangkutan ke pabrik principal di Probolinggo dilakukan oleh petugas principal yang ditempatkan di sawmill afiliasi atau KAMkti. Lembaga pemasaran tersebut selalu siap membeli kayu Sengon secara tunai (cash and carry) dengan harga sesuai kondisi pasar.

Berdasarkan tinjauan agency theory maka proses pasokan bahan baku secara tidak terintegrasi (intra firm) hanya terjadi pada saat agents menjual kayu ke KAMkti atau sawmill afiliasi. Proses selanjutnya merupakan transaksi terintegrasi (inter firm) yaitu transaksi secara vertikal. Adanya integrasi vertikal antara KAMkti, sawmill afiliasi dan principal ditunjukkan dengan (i) operasional KAMkti dijalankan oleh petugas principal sehingga dapat dikatakan sebagai cabang atau divisi pengadaaan bahan baku, (ii) sawmill afiliasi di Betek atau Kertosuko hanya menerima upah gesek/gergaji sedangkan proses lainnya ditangani oleh karyawan principal yang ditempatkan di sawmill.