• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pemasaran Kayu KIBARHUT di Pulau Jawa

1. Saluran pemasaran kayu KIBARHUT Tipe 1

Saluran pemasaran kayu di Tipe 1 Bawang terdiri atas 5 macam (Gambar 19). Saluran 1 dipilih 53% agents yang menjual kayu KIBARHUT dalam bentuk pohon berdiri. Penjualan dilakukan melalui bakul/pedagang sebagai mata rantai pemasaran, sekaligus bertindak sebagai penebang. Penjualan pohon berdiri oleh 7% agents

terdapat juga di saluran 2, namun dilakukan melalui depo/sawmill. Saluran pemasaran 2 muncul karena depo/sawmill tidak hanya mengandalkan pedagang untuk memasok kayu, tetapi aktif mencari kayu ke pemilik pohon, dan karenanya memiliki tim tebang tersendiri.

Agents pada saluran 1 dan 2 mengalihkan resiko pemanenan (seperti kerusakan batang pohon yang berpengaruh terhadap kualitas kayu Sengon) ke pembeli pohon. Resiko pemanenan tersebut sudah diperhitungkan pembeli (bakul atau sawmill) yaitu dengan memanipulasi pengukuran lilitan89 pohon dan/atau penggunaan nilai π tidak lazim90 pada saat melakukan pengukuran atau taksiran di lapangan (ngontrek). Hasil “ngontrek” menjadi dasar pembeli mengajukan nilai penawaran. Pada sisi lain, agents

mempunyai taksiran potensi atau harga sesuai ukuran pohon miliknya. Transaksi terlaksana setelah terjadi tawar menawar, dan harga yang ditawarkan pembeli dianggap wajar dan memadai oleh petani, serta pembayaran diselesaikan secara tunai.

Pada saluran 3 dan 4, penebangan pohon dilakukan petani secara swadaya atau dengan membayar jasa tim tebang. Hasil tebangan berupa KB, selanjutnya dipasarkan

89 Diameter pohon diperoleh dengan cara membagi nilai lilitan (keliling) dengan π.

90 Nilai π adalah 3,14 tetapi penghitungan diameter pohon di lapangan menggunakan nilai 3,5

melalui mata rantai bakul/pedagang oleh 17% agents (saluran 3), atau langsung diangkut dan dijual ke depo oleh 23% agents (saluran 4).

Keterangan :

= Saluran pemasaran 1 (petani – penebang & bakul/pedagang – depo/sawmill – INPAK) = Saluran pemasaran 2 (petani – penebang & depo/sawmill – INPAK)

= Saluran pemasaran 3 (petani&penebang–bakul–depo/sawmill–INPAK)

= Saluran pemasaran 4 (petani & penebang –depo/sawmill – INPAK) = Saluran pemasaran 5 (petani – koperasi – INPAK)

= Aliran kayu keluar dari KIBARHUT

Depo/sawmill selanjutnya memasok KB ke INPAK. Depo/sawmill hanya memasok KB kualitas “super91” ke principal, sedangkan kualitas “reject” dijual ke INPAK lain. Seringkali terjadi, depo/sawmill memasok seluruh KB ke INPAK lain, karena adanya selisih harga dan iming-iming lain yang dianggap jauh lebih menarik dibandingkan principal. Kayu kualitas “super” atau sekitar 40% dari total kayu Sengon dari Bawang dipasok ke pabrik principal di Grinsing. Sekitar 30% KB “super” dipasok ke INPAK lain di Semarang, dan 30% sisanya (kualitas all grade) dipasarkan ke sawmill lainnya di dalam Provinsi Jawa Tengah atau ke Jawa Timur.

91 Kualitas “super” adalah KB yang memenuhi

grading kualitas kayu oleh INPAK yaitu kayu

segar/tidak lapuk, diameter > 16 cm, lurus/tidak bengkok, tidak pecah, mata kayu/bekascabang/ bekas akar diratakan, bebas hati rapuh/busuk, bebas lobang/growong, bebas jamur, kedua sisi bontos terpotong siku dan rata. Kualifikasi atau grading kayu selengkapnya terdapat pada Lampiran 20.

KB all grade 17% petani 23% petani 7% petani 53% petani 40% KB (super) KB reject KB super KB all grade KB KB all grade KB all grade pohon

pohon Petani peserta KIBARHUT Tipe 1 Bawang Bakul/ Pedagang Depo Sengon Koperasi GMS

Log supplier principal (NMS dan SA) Konsumen alternatif Depo Sawmill Petugas Lapangan principal KTH Desa 60% KB (reject & all grade)

   

Informasi tersebut menunjukkan adanya aliran kayu sejumlah 60% yang keluar dari kelembagaan KIBARHUT (Gambar 19), sehingga terdapat ketidakmampuan dari kelembagaan yang cukup tinggi dalam membatasi atau melarang pemanfaatan oleh non-pelaku KIBARHUT.

Mencermati kondisi tersebut dan guna menjaga kesinambungan pasokan bahan bakunya, maka principal membentuk perusahaan khusus yang bertindak selaku log supplier92 untuk pabrik-pabrik veneer dan kayu lapis di dalam kelompok usahanya. Kebijakan principal adalah bahwa kewenangan pembelian KB dan tanggung jawab penyediaan pasokan bahan baku dilakukan oleh perusahaan log supplier. Tetapi, perusahaan log supplier principal tersebut (Mandira atau SA) tidak mengetahui petani yang menjadi agents93. Untuk itulah, Soeranto DN (petugas lapangan PT. SGS) menginisiasi pembentukan koperasi untuk kegiatan pemasaran kayu dan selanjutnya bertindak sebagai supplier atau depo kayu KIBARHUT (saluran pemasaran 5).

Saluran 5 merupakan saluran pemasaran kayu KIBARHUT yang dipilih untuk menjembatani agents (khususnya petani yang memilih memasarkan kayunya dalam bentuk pohon berdiri) dengan principal melalui koperasi sebagai pelaku mata rantai pemasaran. Koperasi Graha Mandiri Sentausa (GMS) terbentuk melalui pertemuan petani peserta KIBARHUT di Desa Surjo, Bawang pada Juli 2008, tetapi konsep saluran pemasaran melalui koperasi GMS belum diimplementasikan di lapangan. Koperasi GMS, diperkirakan oleh petugas lapangan dan agents, dapat berperan pada pemasaran untuk setidaknya separuh kayu KIBARHUT, dan kemudian 70-80% diantaranya dipasok ke principal.

Pada KIBARHUT Tipe 1, agents mempunyai kekuatan menentukan nilai jual kayu Sengon yang diproduksinya. Kekuatan daya tawar (bargaining position) petani tidak dapat dikuasai sepenuhnya dan selamanya, karena terkendala kebutuhan atau pola ekonomi petani. Posisi petani (i) cenderung melemah pada saat menjelang hari raya, kenaikan sekolah, dan jatuh tempo pembayaran pajak/PBB. Dampaknya adalah

92 Log supplier principal di Jawa Tengah, khususnya di Batang adalah PT. Nusantara Makmur Sentosa

(NMS) dan PT. Setya Alba (SA). NMS merupakan log supplier utama dan rutin, sedangkan SA adalah pendamping dan tidak rutin. Pada kondisi normal, log supplier yang beroperasi adalah NMS. Jika ada saingan yang merusak harga dan mempermainkan pasar (membeli satu-dua kali, dalam jumlah sedikit tetapi harga lebih tinggi atau hit and run) maka SA melakukan pembelian dengan pola yang sama.

93 Gambar 19 memperlihatkan hampir tidak adanya peran petugas lapangan dan KTH Desa dalam

pemasaran kayu KIBARHUT. Tidak berjalannya komunikasi dan arus informasi antara petani, petugas lapangan, dan KTH Desa distimulir juga oleh belum terintegrasinya kebijakan principal dalam pembangunan hutan dan pemasaran hasil hutan kayu.

harga kayu Sengon cenderung turun dan pembeli lebih mempunyai kekuatan menentukan harga; (ii) cenderung menguat pada saat adanya panen kopi, cengkeh atau panen raya melinjo. Dampaknya adalah harga kayu cenderung naik, karena pasokan berkurang dan petani mempunyai kekuatan menentukan harga. Kekuatan petani dalam penentuan harga kayu karena adanya komoditas alternative/lainnya yang dipanen, merupakan gambaran umum ekonomi pedesaan sebagaimana diungkapkan juga oleh Zhang et al. (2000).

Pada KIBARHUT Tipe 1 Bawang, pembeli kayu Sengon (bakul/pedagang dan depo/sawmill) di Bawang berjumlah relatif banyak, yaitu 10 pedagang, 9 sawmill, dan 4 depo. Pada tingkat petani, pasar dicirikan produk/komoditas yang homogen (berbentuk pohon siap tebang) pada saluran 1 dan 2, tetapi terkadang ada sedikit perbedaan harga (diferensiasi) produk berdasarkan kelas diameter (KB “all grade”) pada saluran 3 dan 4. Berdasarkan deskripsi tersebut maka struktur pasar kayu KIBARHUT Tipe 1 Bawang pada tingkat petani memenuhi karakteristitik pasar persaingan monopsonistis, sebagaimana diringkas pada Tabel 27.

Tabel 27 Karakteristik dan struktur pasar kayu KIBARHUT Tipe 1 Bawang

Karak- teristik

Pemasaran tingkat

Petani Bakul/pedagang Depo/Sawmill

Penjual Petani (banyak) Bakul/pedagang 4 depo supplier dan 9 sawmill

Pembeli Bakul/pedagang ada >

10 pelaku tiap desa) dan 13 depo/Sawmill

Depo/Sawmill (ada 13 pelaku pasar)

PT. SGS dan sekitar 3 INPAK lainnya

Produk homogen (pohon)

diferensiasi (KB)

Diferensiasi (diameter- kualitas)

Diferensiasi, unik (diameter – kualitas – kupas kulit)

Informasi Mudah Mudah Mudah

Penentuan harga

Tawar menawar Ditentukan sawmill/depo;

ada akses ke sawmill lain

Ditentukan INPAK Struktur

pasar input

Persaingan monopsonistis

Persaingan monopsonistis Monopsonistis mengarah ke Oligopsoni

Tabel 27 menunjukkan bahwa di Tipe 1 Bawang terdapat bakul/pedagang sekitar 10 pelaku pada setiap desa, dan pembeli sebanyak 13 pelaku terdiri dari 9 sawmill dan 4 depo. Bakul/pedagang selaku penjual tidak mempunyai kekuatan untuk membuat klasifikasi (differensiasi) produk dan menentukan harga, karena kedua hal tersebut ditentukan oleh pembeli. Namun, kemudahan akses informasi dan banyaknya sawmill lebih memudahkan bakul/pedagang untuk memasarkan kayu Sengon ke sawmill atau pembeli yang dianggap memberikan harga maksimal. Berdasarkan

   

deskripsi tersebut maka struktur pasar KIBARHUT Tipe 1 Bawang pada tingkat bakul/pedagang perantara memenuhi karakteristitik pasar persaingan monopsonistis.

Pada tingkat sawmill atau depo terjadi differensiasi produk karena principal

hanya menggunakan kayu Sengon berbentuk KB dengan diameter > 20 cm dan memenuhi kualifikasi/grading pabrik atau dikenal sebagai kualitas “super”. Kayu dipasok ke principal memiliki karakteristik produk yang khas yaitu sudah dikupas kulitnya, sehingga sangat mudah dibedakan di sawmill atau di truk. Differesiansi produk juga dicirikan dengan adanya perbedaan harga yang mencolok antara KB diameter > 20 cm dan kayu diameter kecil (Lampiran 21). Dengan demikian, struktur pasar di tingkat sawmill/depo kayu memenuhi karakteristik pasar monopsonistis yang mengarah ke oligopsoni karena pemasaran KB hasil KIBARHUT tidak hanya ke

principal, tetapi juga dijual ke INPAK lainnya atau memiliki alternatif pasar/pembeli kayu yang cukup terbuka.