• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Detail Produk

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar untuk pembelajaran IPA yang berupa Modul pembelajaran mengenai materi Makhluk Hidup dan Upaya Pelestariannya pada kelas IV. Produk ini dikembangkan sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan panduan Buku Siswa dan Buku Guru. Pada modul siswa terdapat kata pengantar, daftar isi, panduan penggunaan modul untuk siswa, tujuan pembelajaran, KI, pemetaan KD dan Indikator, aktifitasku, sintaks experiential learning, isi dan materi, LKPD, dan soal evaluasi. Pada modul guru terdapat kata pengantar, daftar isi, panduan penggunaan modul untuk guru, tujuan pembelajaran, KI, pemetaan KD dan Indikator, aktivitasku, sintaks experiential learning, perangkat pembelajaran (silabus, rpp, instrumen penilaian, rubrik penilaian), isi dan materi, LKPD, soal evaluasi, dna kunci jawaban.

Kompetensi yang dipilih peneliti adalah hewan dan upaya pelestariannya di sekitar lingkungan hidup. Dalam produk ini kegiatan yang dilakukan sesuai

11

dengan keadaan lingkungan siswa dan mengacu pada pengalaman siswa. Modul membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi lingkungan tempat tinggal.

Modul berisi materi Makhluk Hidup dan Upaya Pelestariannya. Modul juga berisi panduan penggunaan untuk guru dan siswa, serta pedoman untuk melakukan eksperimen yang difungsikan untuk menyadarkan siswa akan pentingnya keseimbangan pada lingkungan.

12 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada BAB II, peneliti ingin membahas topik yaitu kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan. Peneliti ingin membahas keempat topik secara berurutan.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Profil Sekolah

SD Negeri Demangan Yogyakarta, pada siswa kelas IV yang berjumlah 28 siswa. SD Negeri Demangan terletak di Jl. Munggur No.38, RW.02, Demangan, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta. SD Negeri Demangan Yogyakarta memiliki letak yang strategis karena letaknya yang berada di 1 kilo dari jalan raya utama. Bangunan sekolah SD Negeri Demangan Yogyakarta milik dinas pendidikan. SD Negeri Demangan Yogyakarta memiliki kelas paralel yaitu kelas A dan B setiap tingkatnya. Sekolah ini memiliki halaman yang luas dan asri dikarenakan ada satu pohon beringin dan beberapa pohon buah dan bunga. Pada setiap kelas memiliki taman dan terdapat 1 pohon besar di depan kelas. Terdapat 1 mushola dan 1 ruangan untuk beribadah.

2.1.2 Experiential Learning

Experiential Learning merupakan pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman siswa. Pengalaman siswa ketika di lingkugan rumah maupun lingkungan sekolah dimana siswa melakukan kegiatan yang nyata. Experiential Learning sendiri merupakan Experiential Learning Theory (ETL), yang kemudian

13

menjadi dasar model pembelajaran Experiential Learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model Experiential Learning mendefinisikan bahwa belajar merupakan proses di mana pengetahuan siswa akan didaparkan melalui transformasi pengalaman (experience), (Kolb, dalam Baharuddin dan Wahyuni 2008: 164).

Silberman (2015:73) mengatakan bahwa Experiential Learning adalah suatu pembelajaran yang mengaktifkan proses pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung. Model ini akan bermakna bila siswa berperan serta dalam melakukan kegiatan.

Pembelajaran menggunakan model Experiential Learniing dengan berbekal pengalaman dapat berpengaruh dengan keefektifan ketika pembelajaran dan dapat mencapai tujuan dengan maksimal.

Dengan pembelajaran melalui pengalaman langsung, siswa akan lebih mudah memahami materi dan juga kegiatan akan menarik karena siswa tidak mendapatkan hal yang baru sehingga siswa tidak belajar dengan keras dan akan memanfaatkan pengetahuannya. Siswa akan terasa familiar dengan kegiatan yang dilakukan karena kegiatan dengan menggunakan model Experiential Learning memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah maupun lingkungan tempat tinggal.

Jadi siswa dapat memanfaatkan benda – benda yang ada di sekitar seperti pohon, bangunan, dan benda – benda lain dari alam. Selain itu dalam pembelajaran dapat menghemat pengeluaran karena media yang digunakan mudah untuk ditemukan.

14

Mahfudin (2011) mengatakan bahwa pembelajaran Experiential Learning merupakan pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Siswa tidak hanya belajar tentang konsep materi, hal ini karena siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran untuk pengalaman. Hasil yang didapat tidak hanya hanya menekan pada aspek kognitif, namun aspek afektif dan juga psikomotorik.

Penggunaan model pembelajaran Experiential Learning dengan memanfaatkan pengalaman secara langsung memiliki tujuan untuk memberikan makna dalam kegiatan dan akan tersimpan dalam ingatan siswa sebagai pengalaman. Dapat disebut sebagai pengalaman karena siswa akan terus dapat mempergunakan hasil belajar tersebut tidak untuk waktu sebentar tetapi untuk jangka waktu yang lama.

Dengan pengalaman memanfaatkan lingkungan, siswa dapat mempergunakannya untuk mengatasi masalah – masalah makhluk hidup yang dihadapi di lingkungan rumah, yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

Siswa dapat mempelajari bagaimana makhluk hidup bertahan di lingkungan dan upaya untuk pelestarian makhluk hidup. Pengalaman – pengalaman tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk pembelajaran yang akan datang dan untuk panduan siswa dalam kehidupan sehari – hari.

15

Gambar 1. Kolb’s Experiential Learning Cycle (Kolb, 1984)

Penjelasan dari gambar tersebut yang dikemukakan oleh Kolb dan Boyatzi sebagai berikut:

”In grasping experience some of us perceive new information through experiencing the concrete, tangible, felt qualities of the world, relying on our senses and immersing ourselves in concrete reality. Others tend to perceive, grasp, or take hold of new information through symbolic representation or abstract conceptualization – thinking about, analyzing, or systematically planning, rather than using sensation as a guide. Similarly, in transforming or processing experience some of us tend to carefully watch others who are involved in the 4 experience and reflect on what happens, while others choose to jump right in and start doing things. The watchers favor reflective observation, while the doers favor active experimentation” (Kolb & Boyatzis, 1999).

“Dalam menangkap pengalaman, sebagian dari kita merasakan informasi baru melalui pengalaman yang konkret, nyata, kualitas yang dirasakan dari dunia,

16

mengandalkan indera kita dan membenamkan diri dalam realitas konkret. Orang lain cenderung untuk memahami, atau memegang informasi baru melalui representasi simbolis atau konseptualisasi abstrak – berpikir tentang, menganalisis, atau perencanaan sistematis sebagai panduan. Demikian pula, dalam mengubah atau memproses pengalaman, sebagian dari kita cenderung memperhatikan orang lain yang terlibat dalam 4 pengalaman dan merenungkan apa yang terjadi, sementara yang lain memilih untuk langsung masuk dan mulai melakukan sesuatu. Pengamat menyukai observasi reflektif, sedangkan pelaku menyukai eksperimen aktif” (Kolb & Boyatzis, 1999).

Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami oleh peserta didik dengan menunjukkan dan menyebutkan pengalaman sesuai dengan materi yang dibahas. Setelah pengalaman konkrit peserta didik, pengalaman yang telah dialami tersebut direfleksikan dengan melakukan penelitian terhadap lingkungan sekitar. Dalam refleksi tersebut peserta didik akan memahami apa yang dialaminya dengan berfikir secara abstrak dan mampu memahami apa yang dipelajari. Lalu dari pengalaman yang telah direfleksikan tersebut peserta didik menggabungkan pikiran abstrak itu menjadi pengalaman yang baru dan juga membantu dalam menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari dengan peserta didik melakukan eksperimen dan menciptakan sebuah karya.

Prinsip - prinsip yang berkaitan dengan pembelajaran pengalaman. Berikut ini adalah daftar prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan pengalaman seperti dicatat dari Asosiasi untuk Pendidikan Pengalaman (2011) yaitu, pembelajaran

17

pengalaman terjadi ketika pengalaman yang dipilih dengan cermat didukung oleh refleksi, analisis kritis dan sintesis, serta meminta siswa untuk berinisiatif, dan bertanggung jawab atas hasil. Dalam pembelajaran berdasarkan pengalaman, siswa aktif terlibat dalam mengajukan pertanyaan, menyelidiki, dan bereksperimen. Siswa terlibat secara intelektual, emosional, sosial, dan hasil dari pembelajaran bersifat pribadi.

2.1.2.1 Langkah – Langkah Pembelajaran Experiential Learning Pembelajaran berdasarkan pengalaman melibatkan sejumlah langkah yang menawarkan siswa langsung, pengalaman belajar kolaboratif dan reflektif yang membantu mereka untuk “sepenuhnya belajar keterampilan dan pengetahuan baru

”(Haynes, 2007). Setiap langkah Experiential Learning, siswa akan terlibat dengan konten, guru/ instruktur dan juga satu sama lain yang mencerminkan diri sendiri dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam situasi lain.

Berikut ini menjelaskan langkah-langkah yang terdiri dari pengalaman belajar seperti yang dicatat oleh (Haynes, 2007):

1. Mengalami

Siswa akan melakukan pengalaman langsung dengan sedikit atau tanpa sama sekali bantuan dari instruktur. Aspek kunci dari pengalaman belajar adalah apa yang siswa pelajari dari pengalaman daripada kuantitas atau kualitas pengalaman.

2. Merefleksikan

18

Siswa membagikan hasil, reaksi dan pengamatan dengan rekan-rekan mereka. Siswa juga akan dapat berbagi pengalaman dengan teman sebayanya.

Berbagi sama dengan merefleksikan apa yang mereka temukan dan menghubungkannya dengan pengalaman masa lalu yang dapat digunakan untuk penggunaan masa depan.

3. Menganalisis

Siswa berdiskusi, menganalisis, dan merefleksikan pengalaman tersebut.

Mendeskripsikan dan menganalisis pengalaman dapat memungkinkan siswa untuk menghubungkannya dengan masa depan. Siswa juga akan mendiskusikan bagaimana pengalaman itu dilakukan, bagaimana tema, masalah dan masalah muncul sebagai akibat dari pengalaman. Siswa akan mendiskusikan bagaimana masalah atau masalah spesifik yang terjadi ditujukan dan untuk mengidentifikasi tema yang berulang.

4. Generalisasi

Siswa menghubungkan pengalaman dengan contoh dunia nyata, menemukan tren atau kebenaran umum dalam pengalaman, dan mengidentifikasi prinsip "kehidupan nyata" itu muncul.

5. Aplikasi

Siswa menerapkan apa yang mereka pelajari dalam pengalaman (dan apa yang mereka pelajari dari pengalaman praktik sebelumnya) ke situasi yang sama atau berbeda. Selain itu, siswa akan membahas bagaimana proses yang baru

19

dipelajari dapat diterapkan situasi lain. Siswa akan membahas bagaimana masalah yang diangkat dapat bermanfaat situasi masa depan dan bagaimana perilaku yang lebih efektif dapat berkembang dari apa mereka belajar.

2.1.2.2 Karakteristik Experiential Learning

Dalam perkembangannya metode ini sudah berkembang dan berevolusi dari tahun 1950 dan 1960 yang sebelumnya masih belum terkenal sampai sekarang yang sudah dipakai menjadi praktik umum dimanapun proses pembelajaran dilakukan. Berikut karakteristik yang dikemukakan oleh Walter dan Marks karakteristik Experiential Learning yaitu:

1. Keterlibatan

Semua karakteristik tersebut mengacu pada satu keluaran yaitu personal growth atau pengembangan diri. Dalam hal ini keterlibatan yang akan menggabungan peserta didik dengan aktifitas yang mereka lakukan, lalu keterlibatan yang mempengaruhi perubahan perilaku dan pengembangan diri seiring dengan peningkatan keterampilan.

2. Relevasi

Relevansi antara program pembelajaran dan aktivitas pembelajaran yang diberikan dengan peserta didik atau tujuan dari peserta. Relevansi disini tidak hanya menyajikan kesamaan pada aktivitasnya tetapi dapat juga dapat memadukan hubungan pembelajaran yang sama dengan apa yang harus dipelajari oleh peserta didik.

20 3. Tanggung Jawab

Peserta didik diharuskan memiliki respon yang dapat berpengaruh langsung dengan pilihan aktivitas mereka. Tanggung jawab untuk mengatur perubahan-perubahan yang sepenuhnya tergantung pada diri mereka sendiri.

Kebanyakan aktivitas Experiential Learning menyediakan media dan peluang para peserta didik akan lebih berkomitmen dan mendapatkan arti yang sebenarnya dari tanggung jawab untuk keberhasilan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab dalam proes Experiential Learning adalah mengontrol perilaku diri, terpercaya dalam melakukan pekerjaan yang penting, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan mengerjakan bagiannya jika bekerja dalam tim.

4. Fleksibel

Fleksibilitas tersebut bergantung pada tiga hal pokok yaitu pengaturan baik, tatacara maupun kadaan, peserta dari proses pembelajaran, dan tipe dari pengalaman pembelajaran termasuk didalamnya kegunaan dan tujuan dari pembelajaran tersebut. Fleksibilitas juga mengacu pada pendekatan-pendekatan media pembelajaran yang semakin beragam. Untuk peserta didik dengan penglaman yang minimal pendekatan pembelajaran dapat difokuskan pada pengembangan pengalaman.

5. Responsif

Responsif menjadi salah satu karakteristik dari Experiential Learning.

Terkadang apa yang direncanakan dalam proses pembelajaran mendapatkan kenyataan berbeda dengan penglaman orang lain sekalipun aktivitas yang

21

diberikan sama. Perbedaan ini disarkan pada perbedaan kebutuhan, latar belakang, kultur , dan lain-lain (AEE, 2017).

2.1.2.3 Aspek Pembelajaran Experiential Learning

Experiential Learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu pengetahuan yang berisi konsep, fakta, dan informasi lalu aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan refleksi (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu).

2.1.2.4 Manfaat Pembelajaran Model Experiential Learning

Berikut beberapa kelebihan metode Experiential Learning secara individual adalah 1) meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri, 2) meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan pemecahan masalah, 3) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi yang buruk, 4) menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab, 5) mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik dan koordinasi. (Fathurrohman, 2015: 135)

Adapun kelebihan dalam membangun dan meningkatkan kerja sama kelompok yaitu 1) mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antar sesama anggota kelompok, 2) meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, 3) mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat tersembunyi dan kepemimpinan, 4) meningkatkan empati dan pemahaman antar sesama anggota kelompok. (Fathurrohman, 2015: 138)

22 2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.3.1 Definisi IPA

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan materi yang membahas segala macam peristiwa yang terjadi di bumi, meliputi manusia, hewan, tumbuhan, keadaan – keadaan Alam yang terjadi di bumi yang mana dapat terjadi di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan sekolah.

Menurut Trianto (2010) berpendapat bahwa IPA merupakan kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembangnya melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Lalu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains yaitu pengetahuan yang mempelajari gejala – gejala alam dan kebendaan yang diperoleh dengan cara observasi, eksperimen, atau uji coba yang berdasarkan pada hasil pengamatan (Abdullah:1998). Menurut Samatowa (2011) istilah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan terjemahan dari bahasa inggris “Natural Science”, natural berati berhubungan dengan alam, sedangkan science berarti ilmu pengetahuan. Dari definisi ketiga tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu ilmu yang mempelajari segala peristiwa tentang alam dan isinya yang diperoleh dengan cara ilmiah observasi, eksperimen, dan uji coba.

2.1.3.2 Tujuan Pembelajaran IPA

23

Pembelajaran IPA di sekolah bertujuan untuk meningkatkan cara berpikir peserta didik dengan ilmiah dan kritis. Menurut Depdiknas (2007:13-14) tujuan pembelajaran IPA di SD agar siswa :

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep – konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.4 Modul

Modul merupakan sebuah buku yang berisi bahan ajar dan sumber bahan ajar yang berguna bagi peserta didik dalam pembelajaran secara mandiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia modul merupakan unit kecil dari suatu pelajaran yang beroperasi sendiri (Tim Penyusun Kamus Bahasa,2002:662). Menurut

24

Prastowo (2012) modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkatan pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar secara mandiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Modul juga merupakan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa bantuan guru sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar yang telah disebutkan sebelumnya (Majid,2013).

2.1.5 Teori Perkembangan Anak

2.1.5.1 Pengertian Teori Perkembangan Anak Menurut Jean Piaget Setiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, dengan tumbuh dan kembang yang berbeda pula. Anak TK tentunya berbeda dengan anak sekolah dasar, begitupun dengan siswa kelas 1 sampai kelas 6 sekolah dasar mempunyai karakteristik masing-masing. Pada siswa kelas 5 pemahaman mereka tentang lingkungan jauh lebih banyak daripada kelas 3, setiap anak dari kelas 5 pun memiliki pengtahuan dan pengalaman berbeda. Maka dari itu analisis setiap guru terhadap kelas yang mereka bimbing harus meyeluruh sehingga dalam pembelajaran guru dapat menjelaskan secara menyeluruh dan dapat dipahami oleh semua siswa.

Teori perkembangan kogitif Piaget adalah teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan mengintrepetasikan objek dan kejadian di sekitar.

Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuanny. Proses perkembangan kognitif yang digunakan oleh anak menurut

25

Jean Piaget meliputi skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan.

1. Skema

Skema adalah struktur kognitif yang merupakan proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman. Skema adalah suatu pola sistemastis dari tindakan, peilaku, pikiran, dan strategi, pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.

2. Adaptasi

Adaptasi adalah istilah bagi struktur fungsional kognitif yang digunakan oleh Piaget untuk menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi (pembauran) adalah proses mencocokkan praktik kepada teori.

Asimilasi kognitif meliputi objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal.

Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokan ke dalam istilah-istilah yang sebelumnya telah mereka ketahui. Sedangkan akomodasi adalah proses mencocokkan teori ke dalam praktik Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal. Jadi kalau pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya,

26

maka pada akomodasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga manusia dapat menyesuaiakan diri dengan objek yang ada di luar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan objeknya.

3. Organisasi

Organisasi adalah pengelompokan perilaku-perilaku dan pemikiran-pemikiran yang terisolasi ke dalam sistem yang lebih teratur dan tinggi, Perbaikan organisasi secara terus menerus merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan.

4. Ekuilibirasi

Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi (penyesuaian) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (equilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan saling melengkapi.

2.1.5.2 Tahap Perkembangan Kognitif

Piaget menyakini ada 4 (empat) tahapan perkembangan kognitif yaitu : 1. Sensorimotori (0-2 tahun)

Seorang bayi memperoleh pengetahuan melalui tindakan fisik yang mereka lakukan lalu berkembang dari tindakan refleksif dan berdasarkan insting

27

mereka pada saat kelahiran hingga berkembangnya pemikiran simbolik awal pada akhir tahapan.

2. Praoperasional (2-7 tahun)

Anak pada umur 2-7 tahun dapat menjelaskan suatu keadaan dengan kata dan gambar. Kata-kata dan gambar menunjukkan peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik. Akan tetapi ada hambatan dalam tahap ini yaitu egosentrisme dan sentralisasi.

3. Operasional Konkret (7-11 tahun)

Anak pada umur 7-11 tahun dapat menalar secara logis mengenai kejadian konkret, menggolongkan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda, memahami percakapan, pengklasifikasian, dan menempatkan sesuatu dalam urutan yang teratur.

4. Operasional Formal (11 hingga dewasa)

Remaja melakukan penalaran dengan cara yang lebih abstrak, idealis, dan logis.

Pada siswa kelas IV (empat) masuk ke dalam tahap Operasional Konkret yang dapat disimpulkan siswa dapat berpikir dengan logis mengenai kejadian yang konkrer, memahami konsep percakapan, mengklasifikasikan dengan identifikasi dan pemberian nama dan menempatkannya ke dalam urutan yang teratur menurut ukuran, bentuk atau ciri lainnya, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah konkret, dan pemikiran berbasis pengalaman. Oleh karena itu

28

aplikasi teori ini untuk siswa kelas empat yang mampu memahami masalah yang ada di sekitar dan dapat memecahkan masalah dengan berbekal pengalaman pribadi yang pernah siswa alami sebelumnya dengan mendesain pembelajaran efektif dengan melakukan eksperimen dan berdiskusi dengan penilaian lewat tugas portofolio, diskusi, serta pemikiran yang tertuang dalam lisan maupun tulisan agar guru mengetahui tingkat kemajuan berpikir siswa.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Giadiolla Septi P (2017) tentang pengembangan modul pembelajaran IPA

“Tumbuhan Di Sekitarku” menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses dan mendiskripsikan bagaimana kualitas modul pembelajaran IPA “Tumbuhan Di Sekitarku” menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengembangan modul tersebut yaitu:

(1) Analisis kebutuhan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan hasil bahwa siswa kelas III A masih kurang memiliki sikap sadar dan peduli lingkungan terutama pada keberadaan tumbuhan disekitarnya; (2) Hasil analisis kebutuhan yang dapat dijasikan dasar dalam pengembangan desain yang berdasar pada pendekatan Pedagogi Reflektif (RPP); (3) Proses implementasi dilakukan dua kali di SD N Jetis 1 Yogyakarta dengan melibatkan siswa kelas III A pada pertemuan pertama berjumlah 26 dan kedua berjumlah 23; (4) Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari modul yang dikembangkan oleh

29

peneliti; (5) Modul yang masih memiliki kekurangan dilakukan perbaikan sebagai bentuk penyempurnaan modul agar kualitasnya menjadi sangat baik.

peneliti; (5) Modul yang masih memiliki kekurangan dilakukan perbaikan sebagai bentuk penyempurnaan modul agar kualitasnya menjadi sangat baik.