• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITITIAN

4.3 Determinan Kinerja Dokter Puskesmas yang Dibayar

4.3.1 Determinan Faktor Pengetahuan Dokter Puskesmas

Determinan pengetahuan merupakan pengetahuan dokter tentang sitem kapitasi yang diselenggarakan di puskesmasdi era JKN.Berdasarkan hasil indepth interview dengan para informan didapatkan hasil tentang tingkat pengetahun informan tentang sistem kapitasi dilihat dari pernyataan informan dari pengertian,tujuan dan manfaat sistem kapitasi di puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara kepada tujuh orang informan dokter dari empatpuskesmas (UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Idanoi) tentang pengetahuan dokter mengenai sistem kapitasi diperoleh informasi sebagaimana inforasi yang diperoleh dari informan pertama puskesmas berikut ini.

“Sepengetahuan saya sistem kapitasi ini adalah sistem dimana dalam lingkup wilayah itu sudah ditargetkan misalnya per pasien itu

contohnya 8000/kepala kemudian di lingkup puskesmas ini ada 2000 peserta jadi diharapkan dengan kapitasi seperti itu harapannya ini sudah ditanggung pasien 8000/orang jadi dengan dananya kapitasi sudah dibayar dimuka, jadi dengan harapan sistem kapitasi ini semakin banyak pasien yang sehat karena program utama puskesmas yang promotive prevventife, jadi harapannya, jadi kala kita lihat semakin banyak pasien yang berobat di Puskesmas jadikan semakin berkurang pendapatan dari kapitasi ini”(informan 1)

Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dirinya tentang pengertian sistem kapitasi cukup baik. Informan menjelaskan bahwa pembayaran dimuka yang dilakukan dalam sistem kapitasi untuk mendorong puskesmas lebih memberdayakan upaya promotive dan Preventife. Hal tersebut juga sama dengan sama dengan yang disampaikan oleh informan kedua puskesmas pada pernyataan berikut ini :

“Proses pembayaran diawal oleh BPJS kepada kepada puskesmas supaya puskesmas mandiri melakukan menyediakan sarana prasarana dalam puskesmas itu sendiri dalam rangka mempersiapkan diri melakukan pelayanan kepada pasien peserta BPJS ” (informan 2)

Informan kedua juga menunjukkan bahwa yang dirinya paham tentang pengertian dari sistem kapitasi. Informan menjelaskan bahwa sistem pembayaran Pre Paid mendorong puskesmas untuk mempersiapkan diri dalam mempersiapkan diri malaksanakan pelayanan kepada pasien peserta BPJS. Hal yang sama juga di perlihatkan oleh informan ketiga sesuai dengan penjelasannya berikut ini :

Jadi sistem kapitasi setahu saya misalnya jadi dari pemerintah memberikan berapa orang yang dilayani oleh puskesmas, berapa jiwa yang dilayani puskesmas akan dibayarkan sistemnya dalam per bulan atau per tahun, satu kepala biasanya dihitung entah berapa ribu nanti akan dibayarkan penuh ke puskesmas dalam biasanya entah dalam satu bulan atau satu tahun setelah itu puskesmas tidak bisa menarik lagi biaya dari pasien seberapa kali pun pasien tersebut datang ke

puskesmas sudah tercakup dengan uang sekian misalny dalam sebulan satu orang pasien sudah dibayar enam ribu misalnya” (informan 3)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tiga informan tersebut, menunjukkan bahwa secara umum informan paham tentang pengertian dari sistem kapitasi. Informan dapat menjelasakan bahwa sisten kapitasi merupakan sistem yang menanggung pembiayaan kesehatan peserta yang terdaftar disebuah sarana pelayanan kesehatan dengan cara melakukan pembayaran dimuka.

Hal berbeda didapatkan pada informan pada puskesmas dengan kriteria kinerja dokter yang kurang baik. Dengan pertanyaan yang sama dengan yang diberikan pada informan sebelumnya maka diperoleh informasi sesuai dengan pernyataan berikut ini :

“Kapitasi artinya kepala,, artinya eee..., pelayanan kesehatan ini dilakukan pada setiap orang setiap tim setiap personal, artinya tidak ini ya tidak...ini ya itunya setiap personal setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan makanyya juga nanti eeeee...sistem pelayanan dan pembyarannya juga dilakukan berdasarkan kepala setiap...setiap orang setiap personal bukan...bukan satu kepala keluarga” (informan 4)

Pemahaman informan berikutnya tentang arti sistem kapitasi tergambar dalam hasil wawancara berikut ini

Sistem kapitasi itu,, setiap masyarakat mendapat haknya untuk berobat jadi dibayarkan per individu dibayarkan oleh pemerintah dan kalu dia memang mandiri dibayarkan oleh pribadi(informan 5)

Hal lain juga disampaikan informan berikut tentang arti dari sistem kapitasi Pembayaran dana dari BPJS kepada puskesmas atau ke FKTP berdasarkan jumlah dokter, dokter gigi dan pelayanan yang dilakukan di puskesmas tersebut, nah kalau dulu kan hanya berdasarkan dokter dan dokter gigi sedangkan sekarang sudah ada kriteria-kriteria lainnya

seperti program lansia yang harus jalan trus..juga sistem rujukan harus

Tingkat pengetahuan informan lainnya juga tergambar dalam pernyataan berikut Sistem Kapitasi mengenai pembayaran sistem BPJS kepada puskesmas untuk membayar jasa kepada dokter di puskesmas(informan 7)

Dari hasil informasi tersebut, menunjukkan bahwa informan masih belum bisa menjelaskan tentang sistem kapitasi dengan baik. Informan hanya menjelaskan bahwa dalam sistem kapitasi pembiayaan kesehatan seluruh masyarakat ditanggung oleh BPJS serta pembayaran kapitasi dilakukan berdasrkan jumlah dokter dan untuk membayar jasa dokter di puskesmas.

Berdasarkan dari seluruh hasil wawancara yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan tentang arti dari sistem kapitasi tidak terdistribusi dengan baik. Dari pernyataan informan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan informan di puskesmas tentang pengertian sistem kapitasi. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara tentang pengetahuan informan mengenai tujuan dan manfaat Kapitasi berikut ini

“Kalau dilihat dari tujuannya seperti yang saya katakan tadi ya, dengan cara tersebut otomatis bisa kita menekan kunjungan akhirnya bisa lebih bergerak aktif petugas kesehatannya, ya itu tadi bagaimana kita itu dengan cara prefentive, promotive, bukan hanya kita tinggal di puskesmas seperti ini jadi dengan ke desa tadi kan kita akan melakukan penyuluhan penyuluhan dengan gitu otomatis mereka kan lebih care dengan masalah kesehatannya”(informan 1)

Hal yang serupa juga disampaikan oleh informan berikutnya berikut ini :

“Tujuannya agar puskesmas benar-benar tahu dan melakukan pelayanan apa yang tepat untuk melayanai masyarakat tersebut jadi tidak memberikan pelayanan yang berlebihan sehingga mutu dan biaya dapat terkontrol tentunya lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat promotive dan preventife”(informan 2)

Demikian juga informasi yang diperoleh dari informan berikut ini :

“Pemerintah mau menciba metode yang dibayar di muka jadi dia pengennya puskesmas itu lebih mendahulukan Promotife & Preventife daripada kuratif terus kalau pasien pun sudah disini smaksimal mungkin pun dokter itu artinya memberikan terapi yang pas sehingga pasiennya juga tidak akan berulang dan sekaligus memberikan promosi preventife secara konseling pribadi sehingga puskesmas itu harus berusaha untuk bagaimana cara menekan biaya sehingga Puskesmas itu ngga rugi, jadi mereka menggunakan sistem gimana ya,, tujuannya mungkin untuk efisiensi biaya dan agar Puskesmas itu lebih mengutamakan Promotive sama preventife dari pada kuratif

”(informan 3)

Berdasarkan pernyataantersebut, menunjukkan bahwa informan mampu menjelaskan tentang tujuan dari sistem kapitasi. Secara umum para informan menyatakan bahwa tujuan dari sistem kapitasi ini adalah untuk penguatan upaya kesehatan masyarakat di puskesmas berupa kegiatan-kegiatan promotife dan preventife. Informan juga menjelaskan bahwa dampak dari sistem kapitasi ini juga sebetulnya adalah untuk menekan angka kunjungan untuk berobat ke puskesmas sebagai konsekwensi dari penyelenggaran kegiatan promotife dan preventife yang efektif.

Wawancara kemudian dilakukan dengan pertanyaan yang sama tentang tujuan dari sistem kaapitasi diberikan kepada informan pada puskesmas dengan kriteria

kinerja yang kurang baik. Hasil yang didapatkan sesuai dengan pernyataan informan berikut ini :

“Kalau tujuan dari sistem pembayaran kapitasi ya pastinya untuk menjamin setiap anggota ataupun peserta dari JKN ini mendapatkan pelayanan yang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang didapatkan sebagai fit back dari telah dibayarnya premi ke BPJS dimana nantinya BPJS akan memabayarkan ke puskesmas. Sehingga ya...pasien dilayanai dengan dana kapitasi tersebut sesuai dengan kebutuhannya”(informan 4)

Hal lain juga disampaikan informan lainnya pada hasil wawancara berikut ini :

“tujuannya adalah agar puskesmas mendapatkan jasa pelayanan dan untuk operasional dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien makannya dia dibayar di depan. Manfaatnya juga pasien mendapat pelayanan kesehatan yang optimal dan sebaik-baiknya.”(informan 5)

Selain itu informan lain berpependapat bahwa tujuan dari sistem kapitasi seperti yang disampaiakan dalam hasil wawancara berikut

“Ya itu tadi dana kapitasi ini dibayarkan secara gotong royong diantara sesama peserta kemudian dana kapitasi itu sebenarnya sudah ada alokasinya 40% untuk operasional, 60% untuk jasa nah, di 40 % itu sudah ada juga sebenarnya pembagian untuk obat, dan untuk kegiatan lainnya nah Cuma sepertinya untuk obat belum terlaksana dengan maksimal padahal di daerah laian kalau kita sharing dengan teman-teman atau, lebih ke jawa mereka berani menggunakan dana operasional yang sekian persen yang ditetapkan oleh perwal atau perbup mereka gunakan untuk dana obat sehingga program di

Pendapat lain disampaikan oleh informan berikutnya pada pernyataan berikut ini :

“Membantu masyarakat yang kurang mampu dengan program pemerintah tersebut mereka dapat terbantu, kemudian tujuannya juga

dlam pembagian kalau kapitasi ke antar puskesmas-puskesmasbisa dapat cukup merata, kalau misalnya rujukan merekakan tidak langsung ke RS tapi ke puskesmas terlebih dahulu, paling tidak berfungsi lah puskesmas”(informan 7)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan tersebut menunjukkan bahwa informan masih belum mampu untuk menjelaskan tentang tujuan dari sistem kapitasi dengan baik. Ketidakmampuan dalam menjelaskan tentang tujuan dari sistem kapitasi merupakan konsekwensi dari kurangnya pengetahuan informan tentang sistem kapitasi.

Dari berbagai informasi yang diperoleh dari seluruh informan terlihat bahwa pengetahuan dokter tentang tujuan dan manfaat dari sistem kapitasi juga tidak terdistribusi dengan baik. Terdapatnya perbedaaan pengetahuan antara puskesmas tentang sistem kapitasi berbanding lurus dengan performancetingkat kinerja dokter di puskesmas yang dibayar sistem kaptasi yang dilihat berdasarkan tingkat rujukan, utilisasi pasien BPJS , dan tingkat kepuasan pasien. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dokter tentang sistem kapitasi merupakan salah satu determinan kinerja dokter yang dibayar sistem kapitasi di puskesmas di wilayah Kota Gunungsitoli.

Fungsi sosialisasi tentang sistem kapitasi yang masih belum berjalan dengan baik kepada para tenaga kesehatan di puskesmasdi era JKN merupakan tugas Dinas Kesehatan sebagai instansi penanggungjawab pelaksanaan program di bidang kesehatan di satu wilayah Kabupaten / Kota. Untuk mengkonfirmasi tentang distribusi pengetahuan mengenai sistem kapitasi yang tidak merata di kalangan dokter

puskesmas di wilayah Kota Gunungsitoli, dilakukan wawncara terhadap pihak Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli sehingga didapatkan informasi sesuai dengan informasi yang disampaikan informan berikut ini

“Dalamsetiap pertemuan tentang JKN kita selalu melakukan sosialisasi tentang bagaimana peran masing-masing petugas kesehatan di puskesmas kedepannya juga Jadi nanti petugas-petugas kesehatan kita ini akan kita latih tentang pelayanan primer di era JKN, nah dengan keterbatasan dokter kita sekarang ngga mungkin dia sebagai penyuluh, pengobat atau yang lain memang mereka lebih difungsikan sebagai pengobatan namun di dalam penyuluhan itu masih dipegang oleh tenaga Kesehatan Masayarakat, tapi pastinya nanti kita akan mempersiapkan puskesmas-puskesmas pelayanan primer”(informan 8) Berdasarkan hasil wawncara tersebut, menunjukkan bahwa sosialisasi tentang sistem kapitasi di era JKN untuk seluruh petugas kesehatan sebenarnya tetap dilakukan oleh Dinas Kesehatan pada setiap pada setiap pertemuan yang membahas tentang JKN di Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli. Hal tersebut juga terungkap dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD)bahwa sosialisasi sebenarnya telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan melalui pertemuan-pertemuan rutin dengan puskesmas tentang JKN. Dari informasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengetahuan petugas kesehatan termasuk dokter di puskesmas terkait dengan sistem kapitasi lebih disebabkan oleh rasa keingintahuan yang kurang tentang sistem kapitasi itu sendiri didukung dengan konsep pemikiran yang salah tentang sistem kapitasi dimana orientasi berpikir tentang sistem kapitasi hanya pada besaran jasa pelayanan tanpa harus mengetahui tujuan dan manfaat sistem kapitasi tersebut.

4.3.2 Determinan Faktor Kepuasan Dokter terhadap Sistem Kapitasi

Determinan kepuasan dokter merupakan faktor kepuasan dokter tehadap sistem kapitasi. Kepuasan dimaksud merupakan kepuasan kerja yang didapatkan oleh dokter puskesmas sebagai konsekwensi dari pelaksanaan sistem kapitasi bagi dirinya dan pekerjaannya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan menunjukkan bahwa mayoritas dokter masih belum puas terhadap sistem kapitasi.

Ketidakpuasan dokter meliputi besaran jasa pelayanan yang diterima dari sistem kapitasi serta kepuasan kerja dalam halpendapatan yang diperoleh dari pebagian jasa pelayanan dari sistem kapitasi dan ketersediaan fasilitas yang mendukung dokter untuk memberikan pelayanan di puskesmas.

Informasi yang didapat dari informan terkait dengan kepuasan informan terhadap sistem kapitasi terlihat dalam hasil wawancara berikut ini :

“Kalau menurut saya kalau dilihat dari beban kerjanya sih masih belum sesuai karena pembagian2 variabel daerah jadi disitu dokter2 kemarin protes___Kalau saya lihat di puskesmas sini kan saya lihat angka kunjungan kan cukup tinggi ya dilihat dari beban kerjanya harusnya per bulan itu ya kisaran 2 juta lah.... karena kita juga kan selain di puskesmas lebih banyak di desa2 di pustu”(informan 1) Hal serupa juga disampaikan oleh informan kedua pada pernyataan berikut :

“Belum sesuai, kita melayani pasien disini sekitar 80-100 orang per hari, belum lagi kalau pelayanan ke pustu-pustu atau pelayanan bergerak, 80 orang dengan satu orang dokter sebenarnya tidak lazim, dokter dalam melayani itu maksimal 40 pasien per hari ___Menurut saya 3-4 juta per bulan, itu sudah sesuai standard lah pelayanan yang kita berikan”(informan 2)

Namun pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan ketiga tentang kepuasan terhadap sistem kapitasi seperti tertulis berikut ini :

“Kalau masalah beban kerja sih saya bilang ini kan sudah kehidupan kami sehari-hari itukan kita terima segitukan karena kapitasi nya memang segitu jadi ga bisa kita bilang udah sesuai apa ngga, kita ga bisa bilang begitu karena itu diambil dari kapitasi yang telah tersedia di puskesmas mau beban kerja sebanyak apapun ya hanya segitu yang memang diterima mau gimana lagi kecuali kalau kapitasi meningkat misalnya berapa kepala lagi yang harus ditambah lagi disini atau gimana kapitasinya meningkat sehingga jasanya meningkat jadi kalau dibilang sesuai apa ngaa ya saya bilang aja pasti sesuai kenapa ya mau gimana lagi Cuma seperti itu kok yang bakal diterima itu kan diluar kita kan bicara ini masalah kapitasi ya jasa pelayanan aja kan itu diluar gaji kita kalau gaji kita kan mau ga mau kita sudah dapat segitu setiap bulannya”(informan 3)

Dari hasil wawncara tersebut didapatkan informasi bahwa informan tersebut menganggap bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien di puskesmas merupakan konsekwensi dari tanggungjawab sebagai profesi seorang dokter di puskesmas. Selain itu juga informan beranggapan bahwa pendapatan jasa pelayanan dari dana kapitasi merupakan pendapatan “tambahan” di luar dari pendapatan wajib berupa gaji setiap bulannya sehingga tidak perlu untuk menuntut lebih dari yang didapatkan.

Kemudian wawancara juga dilakukan terhadap informan pada puskesmas dengan kriteria kinerja dokter yang kurang baik. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang sama kepada informan tentang kepuasan terhadap sistem kapitasi. Hasil dari wawancara tersebut sesuai dengan yang tertulis berikut ini :

“Seperti yang saya sampaikan sebelumnya kan saya kurang setuju dengan adanya variabel daerah jadi akibat adanya variabel daerah jumlah penerimaan jasa pelayanan kan akan terintervensi jadi saya tidak setuju, saya merasa masih kurang memang jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga dokter___Idealnya penerimaan jasa pelayanan dari dana kapitasi di UTD puskesmas Kec. Gunungsitoli yaitu antara 5,5 jt – 7,5 jt”(informan 4)

Hal yang sama juga disampaikan oleh informan berikut ini :

“ya belum puas lah___Kalau keinginan kembali ke variabel nasional, antara 5 jt – 7,5 jt per bulannya”(informan 5)

Informan berikut juga menyatakan tidak puas terhadap sistem kapitasi sesuai dengan pernyataan yang bersangkutan :

“Kalau menurut saya sih masih belum sesuai karena ya itu tadi yang saya bilang bahwa dokter adalah baret pertama kalau tidak ada dokter pelayanan penngobatan di puskesmas mereka tidak mau melayani tunggu dokter, sedangkan ya saya dapat kan dengan perawat senior atau yang lainnya itu hampir sama ya beda sedikit, kenapa beban kerja nya ke kita semua apakah mereka tidak bisa melaksasnakan pelayanan dasar, yang dilayani dokter dalah pelayanan yang tidak bisa dilayani mereka lagi pelayanan dasar harusnya mereka, kalau Cuma untuk obat demam, batuk, flu sebetulnya itu masih bisa mereka tangani kan mereka sudah belajar kesehatan nah nanti setelah itu baru nanti di tapis oleh dokter harusnya sebetulnya ada semacam triase, yang tidak bisa ditangani atau paling tidak di tensi dulu kalau misnya penyakit hipertensi tensi dulu jangan nanti sudah sampai ke dokternya baru ditensi lagi, seperti itu______sebenarnya perhitungan perhitungan variabel nasional itu sudah ideal menurut saya ya , Permenkes 19 disitukan ada yang 60% itu, terus disitu pembagiannya sudah jelas, maksud saya begini variabel nasional sudah bagus kalau pun ditambah variabel daerah tolonglah ditambahkan sepeti yang saya bilang tadi harusnya beberapa bisa dihilangkan sehingga angka-angkanya bisa dikecilkan sehingga variabel nasional itu lebih terasa dibanding variabel daerahnya, jangan variabel daeah lebih terasa dibanding variabel nasional___Kita hanya menuntut sesuai dengan hukum juga

semua kan ada peraturannya nah maknnya saya minta sebenarnya dibalikkan ke Permenkes 19 ditambah variabel daerah tapi tolongditinjau ulang kembali angka-angkanya dan beberapa hal yang harus dihapuskan sepreti ya masa kerja sudah dicakup oleh Permenkes 19, terus kinerja jangan seperti itu yang bersifat subjektf tapi berdasakan apa yang dikerjakannya jadi sehingga pemegang program tidak ditambah lagi poinnya jadi sudah dihitungkan di kinerjanya tersebut, dan angka-angka nya ini tolong jangan lebih dari 10 gitu lho, kalo bisa 1,2,3 – 10, jangan 10,20,30”(informan 6)

Demikian juga pernyataan informan berikut ini :

“Sebenarnya masih belum, itu kan tergantung dari kapitasi kita berapa tapi kalau seandainya itu kita menggunakan variabel daerah, seandainya menggunakan variabel nasional pasti lebih besar dari enam ratus ribu, istilahnya kan point dokter lebih tinggi dari pada menggunakan variabel daerah”(informan 7)

Dari berbagai pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum informan berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas informan merasa tidak puas dengan besaran jasa pelayanan yang diterima dari sumber dana kapitasi. Informan menganggap bahwa jasa pelayanan dari hasil pembagian dari dana kapitasi masih belum sesuai dengan beban kerja serta tanggung jawab yang diemban di puskesmas. Besaran jasa pelayanan ini juga dipengaruhi oleh penggunaan regulasi variabel daerah dalam penghitungan jasa pelayanan yang diterima oleh masing – masing tenaga kesehatan di puskesmas. Informan menganggap penggunaan variabel daerah tersebut telah mengurangi reward terhadap profesi dokter sebagai profesi dengan beban kerja dan tanggung jawab terbesar di puskesmas.

Pemanfaatan dana Kapitasi untuk pembagian jasa pelayanan medis bagi tenaga kesehatan di puskesmas diatur sesuai dengan Permenkes 19 Tahun 2014 dan

Permenkes 28 Tahun 2014 dimana dalam pembagaian jasa pelayanan tersebut dimungkinkan untuk setiap daerah menetapkan variabel daerah sebagai variabel tambahan dalam menghitung point setiap tenaga kesehatan di puskesmas sebagai dasar dalam penetapan besaran jasa pelayanan yang akan diterima oleh tenaga kesehatan tersebut. Terdapat beberapa hal yang menurut informan tidak sesuai dalam pemakaian variabel daerah tersebut. Selain penggunaannya yang dirasa tidak perlu karena informan merasa akan menyebabkan ketidaksesuaian pendapat yang diterima dari jasa pelayanan dari dana kapitasi, variabel yang dijadikan indkator dalam penghitungan variabel daerah sangat tidak “objektif” sehingga berpotensi menimbulkan ketidak adilan dalam penerimaan jasa pelayanan dana kaptasi.

Sebagai pembuat regulasi pemberlakuan variabel daerah, Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli beranggapan bahwa pemberlakuan variabel daerah sebagai dasar dalam melakukakan penghitungan besaran jasa pelayanan medis bagi petugas kesehatan di puskesmas sebenarnya bertujuan untuk menjadi ”daya ungkit” kinerja dari petugas kesehatan di puskesmas. Berikut informasi yang diperoleh dari informan tentang pemberlakuan variabel daerah :

“kita memang menggunakan variabel daerah, tapi itu saya rasa tidak cukup untuk mempunyai daya ungkit masing-masing profesi ini lebih meningkat kinerjanya, kenapa karena kepala puskesmas ini tidak berani memberikan nilai kedisiplinan dari pegawai, jadi kalau pegawainya ngga hadir bisa aja dibilangnya hadir, jadi seperti itu, ya untuk itu kedepan ini kita rencanakan pakai variabel nasional aja, variabel daerah dapat dipergunakan kalau dia hadir di atas 75%

contoh kalau tidak variabel daerah akan hilang karena itu tidak punya daya ungkit”(informan 8)

Dari pernyataan tersebut didapatkan informasi bahwa Dinas Kesehatan juga menganggap bahwa penggunaan variabel daerah dalamm perhitungan besaran jasa pelayanan dana kapitasi memang rawan menimbulkan ketidakadilan dalam memberikan penilaian. Informan menyatakan bahwa kedepannya perlu melakukan revisi penggunaan variabel daerah tersebut. Namun dalam dalam kegiatan FGD di dapat kan informasi bahwa pemberlakuaan variabel daerah merupakan keputusan bersama pada saat rapat Kepala Dinas kesehatan dengan seluruh perwakilan tenaga

Dari pernyataan tersebut didapatkan informasi bahwa Dinas Kesehatan juga menganggap bahwa penggunaan variabel daerah dalamm perhitungan besaran jasa pelayanan dana kapitasi memang rawan menimbulkan ketidakadilan dalam memberikan penilaian. Informan menyatakan bahwa kedepannya perlu melakukan revisi penggunaan variabel daerah tersebut. Namun dalam dalam kegiatan FGD di dapat kan informasi bahwa pemberlakuaan variabel daerah merupakan keputusan bersama pada saat rapat Kepala Dinas kesehatan dengan seluruh perwakilan tenaga