• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

3.5 Variabel dan Definisi Istilah

Variabel dalam penelitian ini adalah Determinan kinerja dokter puskesmas yang dibayar kapitasi di wilayah Kota Gunungsitoli.

Defenisi istilah pada penelitian ini sebagai batasan dan panduan peneliti terkait dengan pengumpulan data yang akan digunakan pada saat penelitian dilapangan.

Tabel 3.2Variabel dan Definisi Istilah

No Variabel Definisi

1 Kinerja Dokter Hasil kerja dokter puskesmas dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien peserta BPJS yang diukur melalui indikator utilisasi, tingkat rujukan dan kepuasan pasien.

2 Utilisasi Tingkat pemanfaatan puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada era JKN oleh peserta BPJS dilihat dari angka kunjungan ke puskesmas

3 Rujukan Pelimpahan wewenang pelayanan medis suatu daignosa penyakit pasien peserta BPJS dari PPK I ke PPK 2

4 Kepuasan Pasien Kesesuaian antara harapan pasien dengan kenyataan pelayanan kesehatan yang diterima dari dokter puskesmas

5 Pengetahuan dokter Segala sesuatu yang diketahui oleh dokter tentang sistem kapitasi

6 Kepuasan Dokter Kesesuaian antara harapan dan kenyataan dokter puskesmas terkait dengan sistem kapitasi

7 Persepsi dokter Pandangan dokter terkait dengan sistem kapitasi pada era JKN

8 Etika Dokter Norma / kaidah yang dianut oleh dokter dalam hubungan interaksiterapeutik nyadengan pasien peserta BPJS

9 Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan

Segala fasilitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS di puskesmas pada era JKN

3.6. Metode Analisa Data

Metode analisa data dalam penelitian ini difokuskan dalam proses penelitian di lapangan. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012) langkah-langkah dalam menganalisis data penelitian kualitatif dengan tahapan sebagai berikut :

1) Reduksi data

Proses reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan anlisis data serta mencari data tambahan jika dibutuhkan.

2) Menyajikan data

Penyajian data disajikan dalam bentuk narasi yang menyajikan uraian singkat hasil wawancara mendalam dan FGD dengan informan penelitian. Penyajian data diarahakan agar data hasil reduksi dapat teroganisir dan mudah dipahami.

3) Menarik kesimpulan dan verifikasi

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, dan alur sebab akibat. kesimpulan bersifat kausal berdasarkan informasi yang terus berkembang dari informan serta penelusuran kepusatakaan.

Verifikasi dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan sebelumnya untuk meyakinkan peneliti dalam menarik kesimpulan

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran umum lokasi penelitian diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang lokasi penelitian. Gambaran umum tersebut meliputi keadaan geografis, status kpendudukan dan sumber daya kesehatan yang tersedia.

4.1.1 Gambaran Geografis Kota Gunungsitoli

Kota Gunugsitoli merupakan salah satu Daerah Otonomi Baru (DOB) yang terletak di Kepulauan Nias yang berjarak  85 mil laut sebelah barat Pulau Sumatera.

Luas wilayah Kota Gunungsitoli yaitu 469,36 KM2 dimana 27 % wilayahnya terletak di daerah pantai dengan batas – batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sitolu Ori Kabupaten Nias Utara

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gido dan Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias

 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Hiliduho Kabupaten Nias,Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Kecamatan Namohalu Esiwa Kabupaten Nias Utara

 Sebelah timur berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Secara administrasi, Kota Gunngsitoli terdiri dari 6 (enam) wilayah Kecamatan, 98 Desa dan 3 Kelurahan dimana Kecamatan yang wilayahnya paling

luas adalah Kecamatan Gunugsitoli Idanoi. Gambaran wilayah masing – masing kecamatan di Kota Gunungsitoli dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Gambaran Umum Wilayah Per Kecamatan di Kota Gunungsitoli

Sumber : Profil Kesehatan Kota Gunungsitoli

Secara umum wilayah geografis Kota Gunungsitoli cukup luas dimana penyebaran penduduk tidak merata di suatu tempat. Hal tersebut menyebabkan masih banyaknya penduduk yang tinggal di daerah yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan. Penambahan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan terutama di daerah – daerah yang terpencil serta ketersediaan tenaga kesehatan menjadai hal penting dalam memastikan seluruh penduduk kota Gunungsitoli mendapatkan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya.

4.1.2 Gambaran Kepesertaan JKN di Kota Gunungsitoli

Berdasarkan data yang dikeluarkan Oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kota Gunungsitoli Tahun 2016, jumlah penduduk Kota Gunungsitoli adalah sebanyak 134.196 Jiwa yang terdiri atas 65.651 jiwa jumlah penduduk laki-laki dan 68.545

jumlah penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin laki-laki terhadap perempuan yaitu sebesar 95,78.Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli menunjukkan bahwa masih belum semua masyarakat Kota Gunungsitoli telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dimana sampai dengan waktu dilaksanakannya penelitian, terdapat sejumlah 110.596 jiwa penduduk yang telah terdaftar atau sebesar 82,41 %. Dalam upaya pencapaian program Universal Health Coverage (UHC) tahun 2019, Kota Gunungsitoli melalui Dinas Kesehatan masuk dalam kriteria optimis dalam upaya mencapai terget yang ditentukan tersebut melalui program peningkatan cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan bagi seluruh penduduk di Kota Gunungsitoli.

Dalam upaya pencapaian UHC 2019, Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli terus berupaya melalui peningkatan anggaran pada program Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) yang bertujuan untuk menjadi sumber pembiayaan premi masyrakat yang kurang mampu yang tidak tertampung pada Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara.

Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli menunjukkan bahwa cakupan kepesertaan BPJS kesehatan berdasrkan sumber anggaran pembiayaan premi pada peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) mayoritas bersumber dari APBN yaitu sebesar 70 %. Untuk jumlah peserta yang pembiayaan preminya bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Utara sebesar 1 % dan yang

bersumber dari APBD Kota Gunungsitoli sendiri adalah sebesar 10% sedangkan 19%

lainnya merupakan peserta Non PBI (Mandiri,PNS,Polri,TNI).

4.1.3 Gambaran Ketersediaan Fasilitas Kesehatan pada Era JKN di Wilayah Kota Gunungsitoli

Fasilitas kesehatan di Kota Gunungsitoli terdiri dari Fasilitas kesehatan milik pemerintah berupa puskesmas, puskesmaspembantu (pustu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Selain itu fasilitas kesehatan milik swasta yang ada di Kota Gunungsitoli terdiri dari klinik swasta dan praktek dokter. Kota Gunungsitoli masih belum memiliki Rumah Sakit sendiri yang dapat dijadikan sebagai rujukan.Pasien dari puskesmas biasanya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunungsitoli milik Pemerintah Daerah Kabupaten Nias.

Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Dalam era JKN seluruh fasilitas kesehatan diwajibkan untuk bekerjasma dengan BPJS Kesehatan. Di wilayah Kota Gunungsitoli belum semua fasilitas kesehatan telah bekerjasama dengan BPJS. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli, di peroleh informasi bahwa mayoritas fasilitas kesehatan swasta masih belum bekerjasama dengan BPJS. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) swasta di Kota Gunungsitoli terdiri dari praktek dokter, praktik dokter gigi dan klinik swasta, dimana sampai dengan bulan april tahun 2016 dari sejumlah29 FKTP swasta terdapat 6 FKTP yang telah bekerjasama dengan BPJS. Masih sedikitnya fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan menyebabkan

penumpukan pasien peserta BPJS di beberapa FKTP. Kewajiban kerjasama seluruh fasilitas kesehatan dengan BPJS trtuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dimana dalam regulasi tersebut mewjibkan seluruh FKTP bekerjasama dengan BPJS selambat-lambatnya tahun 2018.

4.1.4 Gambaran Ketersediaan Tenaga Kesehatan di Puskesmaswilayah Kota Gunungsitoli

Ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmasditinjau berdasarkan Peraturan Meneteri Kesehatan no. 75 Tahun 2014 dimana puskesmas harus memiliki setidaknya 9 (sembilan) jenis tenaga kesehatan yang terdiri dari :dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian.

Pemenuhan tenaga kesehatan sesuai dengan ketetapan tersbut diharapkan dapat mewujudkan puskesmas yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) secara komprehensif kepada seluruh masyarakatdi wilayah kerjanya.

Di Kota Gunungsitoli, standar ketersediaan tenaga kesehatan berdasarkan Permenkes 75 tahun 2014 tersebut masih belum tercapai. Hal tersebut dikarenakan distribusi tenaga kesehatan yang belum merata dan jumlah beberapa jenis profesi tenaga kesehatan yang masih belum ada atau tercukupi di puskesmas wilayah Kota Gunungsitoli. Sistem perencanaan penyediaan tenaga kesehatan di puskesmas juga masih belum mengacu pada Permenkes 75 tahun 2014. Hal ini dikarenakan

perencanaan mekanisme perencanaan kebutuhan tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) bidang kesehatan bukan sepenuhnya kewenangan Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli melainkan program lintas sektoral dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kota Gunungsitoli. Keterbatasan anggaran dalam hal penyediaan tenaga pendukung juga mengakibatkan Dinas kesehatan tidak mampu untuk meyediakan tenaga kesehatan secara mandiri di puskesmas. Ketersediaaan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan di puskesmas merupakan faktor penting dalam mewujudkan fungsi gatekeeper dalam sistem kapitasi di era JKN.

4.2 Analisis Kinerja Dokter Puskesmas yang di Bayar Kaptiasi pada Era JKN di wilayah Kota Gunungsitoli

Kinerja dokter puskesmas dalam penelitian ini dilihat berdasarkan fungsi puskesmas sebagai gatekeeper dalam sistem managed care pada era JKN dimana terdapat tiga aspek yang digunakan sebagai aspek penilaian yaitu : tingkat utilisasi, angka rujukan, dan kepuasan pasien.

4.2.1 Tingkat Utilisasi

Pemanfaatan puskesmas sebagai tujuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Kota Gunungsitoli masih tergolong rendah. Hal ini mengacu pada Peraturan Kepala BPJS Kesehatan No. 02 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa target pemenuhan angka kontak (contact rate) oleh FKTP sesuai dengan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berada pada zona aman paling sedikit sebesar 150‰ (seratus lima puluh permil) setiap bulan.Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli

menunjukkan bahwa rata-rata angka utilisasi puskesmas oleh pasien peserta BPJS setiap bulannya di tiap puskesmas berada di bawah angka 10 % atau di bawah angka 100 ‰. Angka tersebut juga masih belum memenuhi standard yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli dimana targrt angka utilisasi puskesmas oleh peserta BPJS adalah 15 %.

Rendahya angka utilisasi tersebut menunjukkan bahwa belum maksimalnya fungsi puskesmas dalam fungsi pelayanan kesehatan berjenjang di era JKN. Dalam fungsinya sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) puskesmas bertugas untuk memberikan pelayanan yang bersifat dasar (Primary Helath Care) sesuai dengan yang dibutuhkan kepada masyarakat.

4.2.2 Angka Rujukan

Jumlah rujukan pasien dari puskesmas ke Rumah Sakit di lokasi penelitian menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal tersebut juga merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala BPJS Kesehatan No. 02 Tahun 2015 dimana dalam regulasi tersebut menyatakan bahwa target pemenuhan rasio rujukan rawat jalan kasus non spesialistik oleh FKTP sesuai dengan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berada pada zona aman sebesar kurang dari 5% (lima persen) setiap bulannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli, Angka rujukan pasien peserta BPJS di tiap puskesmas dari Januari s.d Maret 2016 menunjukkan angka yang cukup tinggi dimana terdapat beberapa puskesmas yang yang belum bisa mencapai target tersebut (> 5%/ bulan ).

Dalam peneltian menunjukkan bahwa fungsi puskesmas sebagai gatekeeper dalam sistem pelayanan kesehatan di era JKN masih belum bisa berjalan dengan baik.

Pada konsep pelayanan kesehatan yang diamanatkan dalam program JKN, puskesmas sebagai FKTP mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyaring rujukan dimana puskesmas harus mampu memberikan pelayanan yang bersifat dasar sesuai dengan kompetensinya. Hal ini bertujuan untuk menekan angka rujukan kasus – kasus non spesialistik yang seharusnya bisa ditangani di puskesmas

4.2.3 Kepuasan Pasien

Dalam menilai kinerja dokter di puskesmas, tingkat kepuasan pasien merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan penilaian. Kepuasan pasien merupakan perasaan puas pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diterima dari dokter di puskesmas. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pasien peserta BPJS yang berobat ke UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli dan UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utaradidapatkan informasi sebagai berikut :

“Ya..mungkin perlu ditingkatkan lagi lah tapi untuk yang sekarang mungkin sudah cukup” (Pasien I)

“Masih jauh lah,,,, masih lama sembuh nya kalau berobat, tapi dari pada tidak juga kan kalau berobat di luar mahal” (pasienII)

“Makannya saya sering minta rujukan saja langsung ke rumah sakit biar langsung ke dokter spesialis, kalau di puskesmas tau sendiri lah obat nya gimana” (pasienIII)

“Kan bisa dilihat sendiri kita masih belum baik kali baik dari pelayanan maupun dari obat – obatan” (PasienIV)

“Kalau puas tentu belum ya tapi ya berobat aja lah dari pada tidak, obat yang dikasi belum bisa cepat sembuh” (PasienV)

“Udah baik sih ...tapi perlu ditingkatkan lagi sepertinya “(PasienVI)

Berdasarkan peryataan informan menunjukkan bahwa persepsi kepuasan pasien terhadap pelayanan dokter di dua Puskemas kurang baik dimana mayoritas pasien peserta BPJS yang berobat ke puskesmas secara umum menyatakan tidak puas terhadap pelayanan yang diterima. Hal yang mempengarui kepuasan pasien terhadap pelayanan dokter di puskesmas menurut informan meliputi kualitas pelayanan dokter dan ketersediaan obat-obatan.

Wawancara juga dilakukan kepada pasien peserta BPJS di dua puskesmas yang lain yaitu UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dan UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa dimana diperoleh informasi berikut ini :

“Yah begitulah,, cukup diterima aja dan berdoa semoga bisa sehat, memang saya rasa masih belum begitu bagus” (Psien VII)

“Ya diterima-terima aja yang sekarang udah bisa tapi perlu ditingkatkan lagi, Terutama masalah fasilitas” (Pasien VIII)

“Kalau menurut saya sih udah bagus tinggal mungkin masalah obat – obat nya”(Pasien IX)

“Ya udah lah itu, mungkin dokter nya perlu ditambahkan lagi”(Psien X)

“Lumayanlah yang penting bisa berobat dan sembuh” (Pasien XI)

“Pelayanan nya bagus aja daripada ke Rumah Sakit juga jauh”

(PasienXII)

Wawancara yang dilakukan terhadap informan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pasien peserta BPJS yang berobat di dua puskesmas secara umum merasa

puas terhadap pelayanan dokter yang diterima di puskesmas. Hal tersebut berbeda bila dibandingkan dengan hasil wawancara terhadap dua puskesmas sebelumnya.

Kepuasan pasien tersebut di pengaruhi oleh kualitas pelayanan dokter walaupun pasien juga sebetulnya merasa kekurangan terhadap ketersediaan sarana dan prasarananya.

4.3 Determinan Kinerja Dokter Puskesmas yang Dibayar Kapitasi

Determinan merupakan faktor – faktor yang yang berkaitan dan dapat memberikan dampak terhadap kinerja dokter di puskesmas di era Kapitasi JKN.

4.3.1 Determinan FaktorPengetahuan Dokter Puskesmas tentang Sistem Kapitasi

Determinan pengetahuan merupakan pengetahuan dokter tentang sitem kapitasi yang diselenggarakan di puskesmasdi era JKN.Berdasarkan hasil indepth interview dengan para informan didapatkan hasil tentang tingkat pengetahun informan tentang sistem kapitasi dilihat dari pernyataan informan dari pengertian,tujuan dan manfaat sistem kapitasi di puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara kepada tujuh orang informan dokter dari empatpuskesmas (UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Idanoi) tentang pengetahuan dokter mengenai sistem kapitasi diperoleh informasi sebagaimana inforasi yang diperoleh dari informan pertama puskesmas berikut ini.

“Sepengetahuan saya sistem kapitasi ini adalah sistem dimana dalam lingkup wilayah itu sudah ditargetkan misalnya per pasien itu

contohnya 8000/kepala kemudian di lingkup puskesmas ini ada 2000 peserta jadi diharapkan dengan kapitasi seperti itu harapannya ini sudah ditanggung pasien 8000/orang jadi dengan dananya kapitasi sudah dibayar dimuka, jadi dengan harapan sistem kapitasi ini semakin banyak pasien yang sehat karena program utama puskesmas yang promotive prevventife, jadi harapannya, jadi kala kita lihat semakin banyak pasien yang berobat di Puskesmas jadikan semakin berkurang pendapatan dari kapitasi ini”(informan 1)

Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dirinya tentang pengertian sistem kapitasi cukup baik. Informan menjelaskan bahwa pembayaran dimuka yang dilakukan dalam sistem kapitasi untuk mendorong puskesmas lebih memberdayakan upaya promotive dan Preventife. Hal tersebut juga sama dengan sama dengan yang disampaikan oleh informan kedua puskesmas pada pernyataan berikut ini :

“Proses pembayaran diawal oleh BPJS kepada kepada puskesmas supaya puskesmas mandiri melakukan menyediakan sarana prasarana dalam puskesmas itu sendiri dalam rangka mempersiapkan diri melakukan pelayanan kepada pasien peserta BPJS ” (informan 2)

Informan kedua juga menunjukkan bahwa yang dirinya paham tentang pengertian dari sistem kapitasi. Informan menjelaskan bahwa sistem pembayaran Pre Paid mendorong puskesmas untuk mempersiapkan diri dalam mempersiapkan diri malaksanakan pelayanan kepada pasien peserta BPJS. Hal yang sama juga di perlihatkan oleh informan ketiga sesuai dengan penjelasannya berikut ini :

Jadi sistem kapitasi setahu saya misalnya jadi dari pemerintah memberikan berapa orang yang dilayani oleh puskesmas, berapa jiwa yang dilayani puskesmas akan dibayarkan sistemnya dalam per bulan atau per tahun, satu kepala biasanya dihitung entah berapa ribu nanti akan dibayarkan penuh ke puskesmas dalam biasanya entah dalam satu bulan atau satu tahun setelah itu puskesmas tidak bisa menarik lagi biaya dari pasien seberapa kali pun pasien tersebut datang ke

puskesmas sudah tercakup dengan uang sekian misalny dalam sebulan satu orang pasien sudah dibayar enam ribu misalnya” (informan 3)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tiga informan tersebut, menunjukkan bahwa secara umum informan paham tentang pengertian dari sistem kapitasi. Informan dapat menjelasakan bahwa sisten kapitasi merupakan sistem yang menanggung pembiayaan kesehatan peserta yang terdaftar disebuah sarana pelayanan kesehatan dengan cara melakukan pembayaran dimuka.

Hal berbeda didapatkan pada informan pada puskesmas dengan kriteria kinerja dokter yang kurang baik. Dengan pertanyaan yang sama dengan yang diberikan pada informan sebelumnya maka diperoleh informasi sesuai dengan pernyataan berikut ini :

“Kapitasi artinya kepala,, artinya eee..., pelayanan kesehatan ini dilakukan pada setiap orang setiap tim setiap personal, artinya tidak ini ya tidak...ini ya itunya setiap personal setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan makanyya juga nanti eeeee...sistem pelayanan dan pembyarannya juga dilakukan berdasarkan kepala setiap...setiap orang setiap personal bukan...bukan satu kepala keluarga” (informan 4)

Pemahaman informan berikutnya tentang arti sistem kapitasi tergambar dalam hasil wawancara berikut ini

Sistem kapitasi itu,, setiap masyarakat mendapat haknya untuk berobat jadi dibayarkan per individu dibayarkan oleh pemerintah dan kalu dia memang mandiri dibayarkan oleh pribadi(informan 5)

Hal lain juga disampaikan informan berikut tentang arti dari sistem kapitasi Pembayaran dana dari BPJS kepada puskesmas atau ke FKTP berdasarkan jumlah dokter, dokter gigi dan pelayanan yang dilakukan di puskesmas tersebut, nah kalau dulu kan hanya berdasarkan dokter dan dokter gigi sedangkan sekarang sudah ada kriteria-kriteria lainnya

seperti program lansia yang harus jalan trus..juga sistem rujukan harus

Tingkat pengetahuan informan lainnya juga tergambar dalam pernyataan berikut Sistem Kapitasi mengenai pembayaran sistem BPJS kepada puskesmas untuk membayar jasa kepada dokter di puskesmas(informan 7)

Dari hasil informasi tersebut, menunjukkan bahwa informan masih belum bisa menjelaskan tentang sistem kapitasi dengan baik. Informan hanya menjelaskan bahwa dalam sistem kapitasi pembiayaan kesehatan seluruh masyarakat ditanggung oleh BPJS serta pembayaran kapitasi dilakukan berdasrkan jumlah dokter dan untuk membayar jasa dokter di puskesmas.

Berdasarkan dari seluruh hasil wawancara yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan tentang arti dari sistem kapitasi tidak terdistribusi dengan baik. Dari pernyataan informan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan informan di puskesmas tentang pengertian sistem kapitasi. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara tentang pengetahuan informan mengenai tujuan dan manfaat Kapitasi berikut ini

“Kalau dilihat dari tujuannya seperti yang saya katakan tadi ya, dengan cara tersebut otomatis bisa kita menekan kunjungan akhirnya bisa lebih bergerak aktif petugas kesehatannya, ya itu tadi bagaimana kita itu dengan cara prefentive, promotive, bukan hanya kita tinggal di puskesmas seperti ini jadi dengan ke desa tadi kan kita akan melakukan penyuluhan penyuluhan dengan gitu otomatis mereka kan lebih care dengan masalah kesehatannya”(informan 1)

Hal yang serupa juga disampaikan oleh informan berikutnya berikut ini :

“Tujuannya agar puskesmas benar-benar tahu dan melakukan pelayanan apa yang tepat untuk melayanai masyarakat tersebut jadi tidak memberikan pelayanan yang berlebihan sehingga mutu dan biaya dapat terkontrol tentunya lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat promotive dan preventife”(informan 2)

Demikian juga informasi yang diperoleh dari informan berikut ini :

“Pemerintah mau menciba metode yang dibayar di muka jadi dia pengennya puskesmas itu lebih mendahulukan Promotife & Preventife daripada kuratif terus kalau pasien pun sudah disini smaksimal mungkin pun dokter itu artinya memberikan terapi yang pas sehingga pasiennya juga tidak akan berulang dan sekaligus memberikan promosi preventife secara konseling pribadi sehingga puskesmas itu harus berusaha untuk bagaimana cara menekan biaya sehingga Puskesmas itu ngga rugi, jadi mereka menggunakan sistem gimana ya,, tujuannya mungkin untuk efisiensi biaya dan agar Puskesmas itu lebih mengutamakan Promotive sama preventife dari pada kuratif

”(informan 3)

Berdasarkan pernyataantersebut, menunjukkan bahwa informan mampu menjelaskan tentang tujuan dari sistem kapitasi. Secara umum para informan

Berdasarkan pernyataantersebut, menunjukkan bahwa informan mampu menjelaskan tentang tujuan dari sistem kapitasi. Secara umum para informan