Status Penguasaan Lahan
5.4 Dinamika Agribisnis Tanaman Ubi jalar
Dinamika agribisnis tanaman ubi jalar berdasarkan responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung dilihat dari sisi subsistem-subsistem agribisnis yang dilakukan responden petani ubi jalar yang berjumlah 100 orang dan dari hasil analisis peneliti saat melakukan wawancara dengan responden dijelaskan sebagai berikut.
5.4.1 Subsistem Hulu
Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), meliputi pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian primer. Adapun modal, dan tenaga kerja termasuk di dalamnya. Berikut akan dijelaskan hasil dari subsistem hulu agribisnis ubi jalar di Kecamatan Arjasari.
5.4.1.1 Jumlah Modal Usahatani Ubi jalar/Tahun
Tabel 5.8. Jumlah Modal Usahatani Ubi jalar/Tahun
No. Jumlah Modal (Rupiah) Frekuensi / Persentase (%)
1 < 10 juta 31 2 10-50 juta 52 3 51-100 juta 8 4 101-500 juta 8 5 > 500 juta 1 Total 100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah modal yang dikeluarkan oleh petani ubi jalar sangat beragam mulai dari Rp 300.000 – Rp 1.000.000.000. Meski begitu, mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mengeluarkan Rp 10.000.000 – Rp 50.000.000 untuk usahatani ubi jalar mereka dalam satu tahun. Modal yang dikeluarkan ini bukanlah modal usahatani ubi jalar dari awal penanaman namun pada masa pemeliharaan hingga panen. Masa pemeliharaan tanaman ubi jalar merupakan saat yang paling memerlukan modal yang besar karena biaya zat perangsang tumbuh tanaman ubi jalar yang mahal serta penyemprotan tanaman ubi jalar yang harus dilakukan secara berkala guna menjaga bunga pada tanaman ubi jalar tidak rontok serta untuk mencegah dan membasmi hama serta penyakit yang menyerang tanaman ubi jalar.
Responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mayoritas mengeluarkan modal untuk usahatani ubi jalarnya dari modal sendiri/pribadi. Modal pribadi dirasa petani lebih menguntungkan petani ubi jalar nantinya pada saat pemasaran. Keuntungan pun dapat langsung terasa karena semua hasil dapat langsung dinikmati tanpa terbatas pengembalian pinjaman modal. Adapun pinjaman ke bank biasanya dijadikan opsi selanjutnya atau sebagai opsi tambahan sumber permodalan seperti dapat dilihat pada tabel 16. Menurut hasil wawancara dengan responden petani ubi jalar, diketahui bahwa bahkan pihak perbankan sering sekali menawarkan pinjaman modal untuk usahatani ubi jalar. Ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar merupakan usahatani yang menjanjikan keuntungan yang besar sehingga banyak pihak perbankan yang langsung terjun menjemput bola dalam menawarkan pinjaman modal bagi petani ubi jalar. Tabel 5.9. Asal Modal Terbesar Usahatani Ubi jalar
No. Asal Modal Terbesar dalam Usahatani Frekuensi / Persentase (%)
1 Modal Sendiri 34
2 Modal Sendiri, Bandar 2
3 Modal Sendiri, Pinjaman Bank 16
4 Modal Sendiri, Pinjaman Bank, dan Bandar 1
5 Modal Sendiri, Pinjaman Mitra 7
6 Modal Sendiri, Tengkulak 1
7 Pinjaman Bank 28
9 Pinjaman Mitra 7
10 Tengkulak 3
Total 100
Ternyata berdasarkan tabel 5.9 juga diketahui bahwa responden petani ubi jalar hanya sebagian kecil yang menjadikan tengkulak/bandar sebagai opsi pinjaman modal bagi usahatani ubi jalar mereka. Menurut para responden petani ubi jalar, mereka tidak mau terikat terhadap tengkulak/bandar tertentu yang saat penjualan nanti dapat menekan harga kepada petani ubi jalar, dengan hal tersebut maka pilihan pinjaman bank menjadi hal yang dirasa aman dilakukan bagi petani ubi jalar.
Tabel 5.10. Hubungan Sumber Modal Usahatani dengan Tujuan Pasar Petani Ubi jalar
No Sumber Modal dengan Tujuan Pasar Bandar/ pedagang besar/ supplier Pasar Modern Pasar Tradisional Pedagang pengumpul/t engkulak Total 1 Bandar 0 0 2 0 2 2 Modal Sendiri 9 1 3 28 41 3 Pinjaman Bank 17 2 13 13 45 4 Pinjaman Mitra 1 0 0 6 7 5 Tengkulak 0 0 0 5 5 Total 27 3 18 52 100
Hal ini juga ditunjukkan oleh tabel 17 bahwa mayoritas petani yang mengusahatanikan ubi jalarnya dengan modal sendiri menjual hasil ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Ini berarti pemilihan petani untuk menjual kepada pedagang pengumpul/tengkulak bukanlah berdasarkan atas keterikatan pinjaman modal semata tetapi karena sudah terbiasa dan merasa nyaman untuk menjual hasil ubi jalar ke pedagang pengumpul/tengkulak tersebut. Selain itu, resiko menjual ke pedagang pengumpul/tengkulak sangatlah rendah bagi petani. Uang yang didapat juga secara
umum langsung dibayarkan secara tunai sehingga petani langsung dapat merasakan hasil dari penjualannya. Tidak seperti jika petani menjual ke pasar tradisional atau ke pasar modern secara langsung yang pada umumnya tidak langsung membayarkan uang hasil penjualan terhadap petani namun menggunakan sistem jatuh tempo atau kredit. Mayoritas petani tidak menyukai sistem ini karena nantinya petani akan sulit untuk mencari uang untuk modal usahatani selanjutnya dan juga beresiko tidak dibayar karena seringkali pihak pasar tradisional tidak bertanggung jawab dalam pembayaran.
Tidak terlalu berbeda dengan yang terjadi semenjak mayoritas responden petani ubi jalar memulai usahatani ubi jalarnya. Diketahui bahwa mayoritas responden petani ubi jalar semenjak memulai usahatani ubi jalar sudah menggunakan sumber modal pribadi dan mayoritas sejak awal sudah menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Namun berbeda dengan yang terjadi pada jumlah modal yang dikeluarkan. Jumlah modal yang dikeluarkan menyesuaikan jumlah pohon ubi jalar yang diusahatanikan oleh petani setiap tahunnya. Semenjak awal berusahatani ubi jalar hingga saat ini mayoritas responden petani ubi jalar selalu menambah jumlah pohon ubi jalar atau kebun/lahan ubi jalar yang dimiliki secara bertahap dari hasil keuntungan usahatani ubi jalar yang dilakukan.
5.4.1.2 Tenaga Kerja dalam Usahatani Ubi jalar
Tenaga kerja dalam usahatani ubi jalar dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga dan tenaga kerja yang berasal bukan dari anggota keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga adalah meliputi bahwa responden petani ubi jalar itu sendiri termasuk ke dalamnya yang berarti bahwa apabila tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga adalah 1 orang, maka orang tersebut adalah responden petani ubi jalar itu sendiri. Berdasarkan tabel 18 terlihat bahwa mayoritas responden petani ubi jalar mengerjakan atau turun langsung ke kebun/lahan dalam usahatani ubi jalarnya.
Tabel 5.2. Tenaga Kerja dari Anggota Keluarga
No. Tenaga Kerja dari Anggota Keluarga Frekuensi / Persentase (%)
1 0 orang 26
2 1 orang 47
4 3 orang 7
5 5 orang 1
Total 100
Mayoritas responden petani ubi jalar ternyata tidak menggunakan tenaga kerja yang berasal bukan dari anggota keluarga seperti dapat dilihat pada tabel 19. Ini menunjukkan bahwa selain petani ubi jalar lebih senang turun langsung ke kebun/lahan ubi jalarnya, mereka juga lebih mempercayai anggota keluarganya dalam merawat dan memelihara kebun ubi jalarnya. Meskipun menggunakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarganya, mayoritas petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung ini tetap memberikan upah kepada anggota keluarga tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani ubi jalar yang dilakukan bersifat komersial dan bukan subsisten.
Tabel 5.3. Tenaga Kerja Bukan dari Anggota Keluarga No. Tenaga Kerja Bukan dari Anggota
Keluarga Frekuensi / Persentase (%)
1 0 orang 42 2 1 orang 10 3 2 orang 27 4 3 orang 7 5 4 orang 4 6 5 orang 1 7 6 orang 4 8 7 orang 1 9 13 orang 1 10 15 orang 2 11 16 orang 1 Total 100
Sehingga seperti yang ditunjukkan pada tabel 20 bahwa rata-rata tenaga kerja dalam usahatani ubi jalar responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari adalah 1 orang yang berasal dari anggota keluarga dan 2 orang tenaga kerja yang bukan berasal dari anggota keluarga.
Tabel 5.4. Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja
No. Jenis Tenaga Kerja N Jumlah Minimal
Jumlah Maksimal
Mean (Rata-rata)
1 Anggota Keluarga 100 0 5 1
2 Bukan Anggota
Keluarga 100 0 16 2
Tenaga kerja yang digunakan oleh mayoritas responden petani ubi jalar dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Meski begitu, penambahan atau pengurangan tenaga kerja tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun semenjak petani ubi jalar memulai usahatani ubi jalarnya hingga saat ini. Pada umumnya petani hanya menambah hari kerja dari tenaga kerja yang sudah ada untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih banyak.
5.4.1.3 Asal Sarana Produksi Pertanian dalam Usahatani Ubi jalar
Terdapat beberapa sarana produksi pertanian dalam usahatani ubi jalar antara lain seperti cangkul, selang, alat penyemprot, gergaji, ember, drum, carangka, container, onclang, dll.
Gambar 5.6. Asal Sarana Produksi Usahatani Ubi jalar
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mendapatkan sarana produksi pertanian dalam usahatani ubi jalar mereka yaitu dari membelinya secara pribadi. Adapun hibah hanya 3% petani yang merasakannya. Hibah yang pernah didapatkan adalah berupa container dan alat perangkap hama dari pemerintah. Hal itu pun hanya terjadi sekali yaitu sekitar tahun 2013 dan belum pernah ada bantuan hibah lagi kepada petani. Biasanya, yang
95% 3% 1% 1%