• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Desa Arjasari 1. Permasalahan Masyarakat

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Desa Arjasari

5.1.3. Permasalahan Desa Arjasari 1. Permasalahan Masyarakat

Desa Arjasari merupakan seumbi desa yang masih sangat murni dan kaya akan kekayaan alamnya. Namun begitu pada kenyataannya dibalik berbagai potensi yang dimiliki oleh Desa Arjasari ini tentu terdapat permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala dalam mendukung perkembangan Desa Arjasari ini. Permasalahan masyarakat

yang dialami dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Arjasari termasuk dalam kategori masyarakat prasejahtera. Hal ini disebabkan oleh fluktuatifnya harga yang dihasilkan pada sektor pertanian. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa sekitar dua hingga tiga persen masyarakat Desa Arjasari memiliki rumah yang tidak layak huni. Kriteria rumah tidak layak huni tersebut dapat ditinjau ketika rumah dengan luas yang tidak lebih dari 8 m2 namun dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga yang terdiri lebih dari sepuluh anggota keluarga, kemudian tidak terdapat sarana MCK (mandi, cuci, kakus) yaitu kamar mandi atau wc di dalam rumah sehingga warga yang tidak memiliki sarana ini harus berbagi kamar mandi dengan warga lainnya yang memiliki sarana tersebut.

5.1.3.2. Permasalahan Alam

Desa Arjasari merupakan desa yang masih sangat murni, sebagian besar lahan Desa Arjasari terdiri dari lahan hijau yang sangat luas. Namun begitu hal ini tidak menutup kemungkinan bagi desa yang terletak pada seumbi lereng gunung yang memiliki kemiringan yang cukup curam serta rapatnya kontur tanah untuk terjadinya longsor. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya tanaman hijau yang berfungsi untuk menahan tanah pada lereng-lereng yang curam tersebut agar tidak longsor. Di sisi lain di desa yang terletak pada kaki gunung malabar ini kerap kali timbul kabut tebal yang muncul setelah hujan deras turun khususnya pada sore hari, hal ini tidak begitu mengganggu aktivitas warga pada saat siang hari namun menjelang terbenam nya matahari dan sangat kurangnya sarana penerangan jalan pada hampir sepanjang jalan desa ini menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat pada malam hari karena dapat mengurangi jarak pandang serta membahayakan pengendara.

Disamping itu akses jalan utama menuju Desa Arjasari dapat dikatakan tidak memadai, dikatakan demikian karena hampir sebagian besar jalan utama menuju Desa ini rusak dan hancur. Mirisnya kondisi tersebut telah terjadi selama beberapa tahun ini dan belum ada pihak yang menyentuh permasalahan tersebut. Hal serupa juga dapat dilihat pada RW 13 yang merupakan seumbi komplek perumahan dengan nama Kota Baru Arjasari yang terletak di daerah kaki gunung malabar dengan pemandangan alam yang sangat indah. Komplek yang asri dan indah ini dibangun oleh seumbi developer pada sekitar tahun 1990 namun seiring dengan perkembangan waktu menurut pengakuan warga, developer yang bersangkutan meninggalkan proyek tersebut

sehingga akses jalan yang sebelumnya dibangun mulus dengan beton dan aspal seiring dengan perkembangan waktu kian rusak dan tidak terpelihara dengan baik lagi. Hal ini juga yang menyebabkan rusaknya akses jalan menuju salah satu kawasan Desa Arjasari tersebut.

5.1.3.3. Permasalahan Pertanian

Ditinjau dari segi pertanian, penduduk Desa Arjasari dapat dikatakan terbagi menjadi dua golongan, yaitu penduduk asli Desa Arjasari yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang dilakukan secara turun temurun, serta penduduk pendatang yang kemudian menempati Desa Arjasari dengan mata pencaharian yang beragam diantaranya adalah pedagang, peternak, petani, ibu rumah tangga, serta tenaga kerja yang bekerja di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Berkaitan dengan ini penduduk sekitar cenderung menyebut penduduk pendatang yang bermata pencaharian petani sebagai petani profesional. Dikatakan demikian karena petani-petani yang merupakan penduduk pendatang ini cenderung menyewa sebagian lahan desa untuk kemudian diolah sebagai lahan pertanian mereka yang didukung dengan teknologi yang sangat memadai.

Pada sektor pertanian jagung terdapat ketergantungan dari bibit yang dihasilkan dari pabrik sehingga berdasarkan pengakuan beberapa warga serta kepala desa, hal ini dipandang bahwa terdapat suatu strategi yang digunakan oleh pabrik dalam menghasilkan bibit tersebut dengan harga yang fluktuatif sehingga dianggap merugikan para petani tradisional yang masih sangat tergantung pada bibit hasil olahan pabrik tersebut karena menurut pengakuan, para petani tradisional tidak dapat menghasilkan bibit sendiri.

Selain itu pada sektor pertanian jagung yang merupakan salah satu ikon dari Desa Arjasari ini, seringkali terjadi defisit yang disebabkan oleh perbedaan hasil panen yang dirasakan oleh petani tradisional apabila dibandingkan dengan petani profesional. Hasil pertanian petani tradisional dijual ke tengkulak / bandar dengan harga Rp 2.000,- /kg dengan hasil rata-rata 1 – 1,5 ton per hektar yang menghabiskan biaya operasional sekitar 2 – 2,5 juta rupiah per kilo bibit. Sementara hasil pertanian petani profesional dijual langsung ke pasar tanpa melalui tengkulak / bandar dengan harga lebih dari Rp 2.000,-/kg yaitu berkisar antara Rp 4.000,- hingga Rp 6.000,- dengan hasil rata-rata 2,5

– 3 ton per hektar namun hal ini dilakukan dengan biaya operasional yang sama dengan petani tradisional yaitu sekitar 2 – 2,5 juta rupiah per kilo bibit.

Namun begitu hal ini salah satunya disebabkan karena kualitas jagung yang dihasilkan oleh petani profesional memiliki hasil yang lebih baik yang didukung dengan teknologi yang tentunya lebih baik daripada petani tradisional. Dalam hal ini sangat nampak bahwa terdapat suatu kesenjangan sosial antara penduduk asli Desa Arjasari yang bermata pencaharian sebagai petani tradisional dan petani profesional tersebut. Selain itu lemahnya permasalahan pada sektor pertanian ini juga disebabkan salah satunya karena kurangnya kesadaran para pemuda serta pemudi desa ini untuk turut serta dalam mengembangkan sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk Desa Arjasari.

Pada sektor pertanian umbi-umbian penanaman dapat dilakukan dengan pembibitan sendiri dan tidak tergantung dengan bibit hasil olahan pabrik seperi pada sektor pertanian. Penanaman umbi-umbian ini dapat menggunakan obat kimia perangsang kentang yang didapat dari Lembang dan Pangalengan. Namun begitu dalam hal ini tidak terdapat pengaturan pola tanam yang baik sehingga hasil yang dihasilkan dapat dikatakan kurang maksimal, disamping itu kesadaran masyarakat mengenai pengaturan pola tanam masih sangat kurang sehingga pengaturan ini sangat sulit untuk dilaksanakan serta diterapkan untuk mendukung hasil pertanian yang lebih baik. 5.1.3.4. Permasalahan Kesehatan

Permasalahan kesehatan yang terdapat pada Desa Arjasari adalah kurangnya kesadaran mengenai kesehatan serta kebersihan lingkungan yang tidak menjadi perhatian utama masyarakat desa yang juga didukung dengan sulitnya akses menuju pelayanan kesehatan. Selain itu juga terdapat beberapa penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Desa Arjasari seperti hipertensi, TBC, infeksi saluran pernafasan akut, dan lain-lain.

5.1.3.5. Permasalahan Potensi Kekayaan Alam

Desa Arjasari merupakan desa yang memiliki berbagai kekayaan alam yang masih sangat murni dan belum banyak tersentuh oleh pihak-pihak luar desa. Ditinjau dari potensi alamnya, desa ini memiliki potensi alam yang luar biasa yang dapat dijadikan icon wisata yang kemudian dapat menjadi sumber pendapatan bagi para penduduk desa untuk meningkatkan pendapatan warga desa dengan memaksimalkan

potensi alam yang ada tersebut. Namun begitu kurang memadai akses jalan utama untuk menjangkau desa ini dirasakan sebagai salah satu faktor penghambat masuknya investor untuk menanamkan modalnya di kawasan Desa Arjasari dengan membangun kawasan wisata di daerah sekitar Desa Arjasari ini sehingga dapat memaksimalkan potensi alam yang dimiliki oleh Desa Arjasari ini.

5.1.3.6. Permasalahan Teknologi

Desa Arjasari merupakan desa yang terletak di kaki gunung malabar dengan kekayaan alam yang sangat melimpah, namun begitu hal ini tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga berbagai potensi alam yang dimiliki Desa Arjasari tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Desa Arjasari memiliki hasil pertanian yang sangat menjual secara materil namun kurangnya teknologi dalam pengolahan lebih lanjut hasil pertanian tersebut menjadi kendala dalam pengolahan hasil pertanian yang lebih baik. selain itu dikatakan bahwa hampir segala kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh warga desa dilakukan secara tradisional, padahal dengan masuknya teknologi dan informasi yang memadai tentunya dapat juga meningkatkan kualitas pertanian serta peternakan Desa Arjasari serta meningkatkan kesadaran masyarakat desa dalam berbagai hal.

5.1.3.7. Permasalahan Perhutani

Desa Arjasari merupakan desa yang masih memiliki lahan perhutani yang sangat luas yaitu seluas 150 hektar. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai lahan hijau serta lahan resapan untuk menampung persediaan air dibawahnya. Belakangan ini Kementrian Kehutanan Republik Indonesia mengadakan program penghijauan pada lahan perhutanan Desa Arjasari dengan menanam tanaman jati dan tanaman jabon dengan perjanjian bahwa setelah umur 10 tahun kayu-kayu tersebut boleh ditebang dan selama itu penduduk Desa Arjasari yang bermata pencaharian sebagai petani masih dapat melakukan kegiatan bercocok tanam dibawahnya. Namun pada kenyataannya, pohon jati dan pohon jabon merupakan pohon besar yang tumbuh tinggi menjulang keatas sehingga untuk waktu 2 tahun pertama masyarakat desa masih dapat melakukan kegiatan bercocok tanam dibawahnya, namun setelah itu sinar matahari tidak dapat masuk ke sela-sela pepohonan jati dan jabon tersebut sehingga tanaman pertanian yang tumbuh dibawah pepohonan tersebut kekurangan sinar matahari. Hal ini menyebabkan menurunnya kegiatan produksi pertanian Desa Arjasari

dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini. Selain itu kurangnya kesadaran akan pengetahuan hukum dari penduduk Desa Arjasari sebagai pemiliki lahan-lahan yang kini ditanami oleh pepohonan jati dan jabon tersebut yang merupakan akar dari permasalahan ini terjadi. Berdasarkan pengakuan warga yang bersangkutan, warga hanya menandatangani secarik kertas tanpa pemahaman mengenai hal tersebut. Hal ini sangat disayangkan mengingat bahwa pada hakikatnya setiap masyarakat dianggap tahu hukum tak terkecuali bahwa seseorang tersebut merupakan petani yang tidak lulus sekolah dasar atau warga yang tinggal di pedalaman. Seseorang tersebut juga tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Namun begitu pada sisi pemerintahan, pemerintah berkewajiban untuk menyampaikan adanya hukum atau peraturan tertentu kepada masyarakat.

5.2. Keragaan Usahatani Ubi Jalar Petani

Dokumen terkait