• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subsistem Pemasaran Komoditas Agribisnis

Asal Saprotan Usahatani Mangga

5.4.4 Subsistem Pemasaran Komoditas Agribisnis

5.4.4.1 Tujuan Pasar Petani Ubi jalar/Pembeli Produk Umbi Ubi jalar

Berdasarkan skema dibawah dapat diketahui bahwa tujuan pasar mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung adalah menjual hasil produk ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Kemudian selain itu, petani ubi jalar cenderung menjualnya ke bandar/pedagang besar/supplier. Menurut petani, menjual hasil panen ubi jalar ke pedagang pengumpul/tengkulak sangatlah mudah dan dekat. Petani ubi jalar masih banyak yang memiliki prinsip bahwa rezeki haruslah dibagikan kepada sesama, terutama sesama warga sekitar. Maka dari itu petani ubi jalar lebih cenderung menjual umbi ubi jalar mereka ke tengkulak di sekitar lingkungan rumah mereka.

Selain itu, resiko yang besar juga menjadi pertimbangan petani untuk memasarkan hasil produk ubi jalarnya ke pasar tradisional/pasar modern secara langsung. Pembayaran yang tidak kontan membuat petani merasa dirugikan, terlebih apabila jatuh tempo hingga lebih dari 2 bulan membuat petani kesulitan untuk menyediakan modal pemeliharaan tanaman ubi jalar selanjutnya. Kasus penipuan atau juga kerap terjadi yaitu pedagang di pasar tradisional pada akhirnya mangkir dari perjanjian pembayaran dan tidak bertanggung jawab terhadap pembayaran bagi petani. Tentu saja petani tidak dapat menuntut secara jalur hukum karena tidak ada perjanjian

tertulis antara petani dengan pedagang di pasar induk/tradisional tetapi hanya mengandalkan rasa saling percaya satu sama lain.

Berdasarkan skema tujuan pasar dibawah, mayoritas petani ubi jalar menjual hasil produk ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak namun juga ternyata sudah terdapat petani ubi jalar yang mampu memasok hasil umbi ubi jalarnya langsung menuju pasar tradisional dan bahkan ke pasar modern. Petani yang hanya menjual hasil umbi ubi jalarnya ke supermarket adalah petani yang merangkap sebagai tengkulak. Petani jenis ini melakukan kegiatan produksi hingga pemasaran secara mandiri dan sudah memiliki mitra supermarket yang tetap. Kemudian petani yang menjual ke bandar/pedagang besar/supplier dan ke pasar tradisional secara langsung adalah biasanya petani yang sumber permodalannya berasal dari pribadi namun mengambil/meminjam ZPT dari bandar/pedagang besar/supplier sehingga hasilnya sebagian harus dijual ke bandar/pedagang besar/supplier tersebut hingga menutupi biaya ZPT yang diambil diawal. Petani jenis ini sama dengan petani yang menjual ke pedagang pengumpul/tengkulak dan langsung menjual ke pasar tradisional, yang membedakan hanyalah sumber peminjaman ZPT nya saja (pinjam ke tengkulak/bandar).

Petani yang menjual hasil umbi ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/ tengkulak dan ke bandar/pedagang besar/supplier saja pada umumnya adalah petani ubi jalar yang memiliki keterikatan pinjaman ZPT. Selian itu juga petani jenis ini mayoritas lebih nyaman menjual ke pengumpul/tengkulak dan ke bandar/pedagang besar/supplier karena rendahnya resiko yang harus diambil. Biasanya, petani jenis ini tidak memiliki kendaraan dan tenaga kerja yang memadai untuk membawa hasil umbi ubi jalar ke pasar yang jauh.

Selain itu, petani yang menjual hasil umbi ubi jalarnya ke pasar tradisional saja adalah responden petani ubi jalar yang memiliki luas lahan ubi jalar yang sangat besar dan sudah memiliki koneksi yang baik ke pasar induk/tradisional. Karena hasil produksi pribadinya saja sangat banyak, maka petani ini lebih memilih menjual langsung ke pasar induk/tradisional di kota-kota besar seperti Kota Bandung, Jakarta, Tasikmalaya, Bekasi, Bogor, dan lain-lain. Sumber modal petani jenis ini biasanya berasal dari modal

pribadi dan pinjaman bank. Alat transportasi sudah dimiliki oleh petani jenis ini untuk mengirim barang ke pasar yang dituju. Petani seperti ini dapat dikatakan sudah mandiri.

Supermarket ( 1 % ) Bandar/Pedagang Besar/Supplier Pasar Tradisional Bandar/Pedagang Besar/Supplier Pasar Tradisional ( 5 % ) Pasar Tradisional Supermarket Supplier/Eksporir Pasar Tradisional Pedagang Pengumpul/Tengkulak ( 52 % ) Pedagang Pengumpul/Tengkulak Bandar/Pedagang Besar/Supplier Pedagang Pengumpul/Tengkulak Pasar Tradisional

Gambar 5.71. Skema Tujuan Pasar Petani Ubi jalar

Responden petani yang menjual ubi jalarnya ke eksporir dan pasar tradisional serta ke supermarket dan pasar tradisional biasanya adalah merangkap sebagai tengkulak/bandar. Selain memiliki kebun dan pohon ubi jalar pribadi, petani jenis ini PETANI ( 25 % ) ( 1 % ) ( 1 % ) ( 2 % ) ( 9 % ) ( 4 % )

juga membeli hasil panen ubi jalar petani lainnya. Seringkali juga memberikan kepada petani ubi jalar yang membutuhkan modal yang dapat berupa uang atau pinjaman ZPT. Pemberian pinjaman ini dimaksudkan adalah untuk mengikat para petani sehingga menjual umbi ubi jalarnya kepada dirinya. Petani jenis ini sangat perlu melakukan hal tersebut karena ia perlu menjaga kuantitas pasokan terhadap pasar yang ia tuju (eksporir dan supermarket). Persyaratan yang cukup ketat membuat petani harus menghindari resiko penalty apabila tidak dapat memasok sesuai dengan waktu dan jumlah pasokan.

Hal diatas ternyata berbeda dengan hasil penelitian Supriatna (2005) yang menunjukkan bahwa seluruh saluran pemasaran di Kabupaten Bandung pasti melewati pengumpul, agen, dan pasar induk. Padahal petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung bisa langsung memasok ke pasar tradisional lokal dan bisa juga langsung memasok ke pasar modern. Selain itu terdapat pula petani ubi jalar yang dapat memasok ke eksporir.

Tabel 5.16. Hubungan Tingkat Pendidikan Petani dengan Tujuan Pasar

No. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilihan Pasar Bandar/ pedagang besar/ supplier Pasar Modern Pasar Tradi-sional Pedagang pengumpul/ tengkulak Total 1 Akademi/Diploma 0 0 1 1 2 2 Sarjana 1 0 1 1 3 3 SD 18 0 5 32 55 4 SMA 3 2 7 6 18 5 SMP 5 1 4 8 18 6 Tidak Sekolah 0 0 0 4 4 Total 27 3 18 52 100

*Ket : TS = Tidak Sekolah

Selanjutnya tabel 5.27 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar memiliki tingkat pendidikan terakhir SD dan memilih menjual hasil ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Sedangkan yang memasok ke pasar modern dan ke pasar tradisional secara langsung adalah responden petani yang tingkat pendidikannya lebih tinggi antara SMP dan SMA. Meski begitu, cukup banyak pula petani yang tingkat pendidikannya SMP dan SMA tetapi tetap memasok hasil ubi jalarnya ke pedagang

pengumpul/tengkulak. Ini berarti tingkat pendidikan petani tidak terlalu mempengaruhi petani untuk memasok hasil ubi jalarnya ke pasar tertentu.

Pada kegiatan pemasaran hasil panen ubi jalar, ternyata mayoritas petani sejak dulu awal memulai usahatani ubi jalar sudah memasok ke tujuan pemasaran yang sama dengan yang dilakukan pada saat ini. Tidak banyak yang berubah dari tujuan pemasaran petani ubi jalar. Adapun beberapa petani yang tadinya hanya memasok ke tengkulak/bandar kemudian mencoba menjual hasil ubi jalarnya ke pasar tradisional nyatanya lebih memilih menjual hasil ubi jalarnya ke tengkulak/bandar kembali. Pada umumnya lama waktu petani mencoba ke tujuan pasar yang baru tidaklah lebih dari 1 tahun.

5.4.4.2 Sistem Penentuan Harga Jual Ubi jalar

Tujuan pasar petani ubi jalar yang mayoritas menjual hasil panen ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak dan bandar ternyata kerap kali membuat petani tidak memiliki bargaining position yang tinggi di dalam penentuan harga jual umbi ubi jalar. Terlebih lagi apabila adanya bantuan sarpotan seperti berupa zat perangsang tumbuh dari tengkulak/bandar kepada petani ubi jalar. Hal tersebut membuat petani ubi jalar harus terus memasok hasil panen ubi jalar mereka ke tengkulak/bandar tertentu yang memberikan pinjaman tersebut hingga hutangnya terlunasi. Sehingga mayoritas responden petani ubi jalar hanya menjadi price taker seperti yang dapat dilihat pada gambar 5.8.

Adapun penentuan harga oleh pembeli dan keputusan bersama berarti bahwa petani memiliki sebagian pinjaman modal (berupa bantuan uang) kepada tengkulak atau bandar yang jumlahnya tidak digunakan untuk keseluruhan pohon ubi jalar yang ia miliki. Maka petani tersebut menjual sebagian hasil panennya ke tengkulak/bandar guna melunasi hutang dan sebagian lagi pada umumnya langsung dijual ke pasar tradisional induk/lokal oleh petani tersebut.

Selain itu ada pula responden petani ubi jalar yang dapat menentukan harga jual dengan keputusan dirinya sendiri dan keputusan bersama antara dirinya dengan pembeli yaitu merupakan petani ubi jalar yang langsung menjual sendiri hasil panen ubi jalarnya ke pasar tradisional lokal dan sebagian ia jual ke pasar induk yang harus melewati pedagang besar (pengepul di pasar induk) tersebut. Sehingga ia memiliki kemampuan

menentukan harga jual sendiri dan sebagian lagi penentuan harga berdasarkan keputusan bersama dengan pembeli (pengepul). Biasanya petani seperti ini merupakan petani yang tidak memiliki keterikatan hutang kepada tengkulak/bandar.

Gambar 5.82. Penentuan Harga Jual Ubi jalar

Adapula penentuan harga yang ditentukan oleh petani dan pembeli. Hal ini berarti responden petani ubi jalar tersebut memiliki peran lain yaitu sebagai tengkulak/bandar/pedagang pengumpul/supplier. Sehingga ia dapat menentukan harga jual sebagai petani terhadap pembelinya yaitu misal ke pasar induk tradisional, namun bisa pula pembeli yang menentukan harganya (pembeli di sini berarti pasar modern). Maka petani jenis ini adalah petani yang sudah memiliki tujuan pasar yang cukup beragam dan dapat dikatakan sudah cukup mandiri dalam hal permodalan.

Tabel 5.17. Sistem Pembayaran Penjualan Ubi jalar terhadap Petani Ubi jalar

No. Sistem Pembayaran Frekuensi / Persentase

(%)

1 Jatuh Tempo 12

2 Kredit 3

3 Tunai 63

4 Tunai dan Jatuh Tempo 17

5 Tunai dan Kredit 5

Total 100

Tabel 5.28 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar pada sistem pembayaran saat penjualan dibayar secara tunai. Ini sesuai dengan yang disukai

5%

88% 3%1% 3%

Dokumen terkait