• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Makna Kerja Pegawai yang Menjelang Pensiun dan Tidak Memanfaatkan MPP

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

1. Dinamika Makna Kerja Pegawai yang Menjelang Pensiun dan Tidak Memanfaatkan MPP

Penelitian dilakukan dengan bantuan dua orang informan dan dua orang significant others dari masing-masing informan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Badan Pertanahan Nasional. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil dari pengalaman masing-masing informan yang berdasarkan pemikiran, perasaan, penilaian yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang menjelang pensiun dan tidak mengambil program masa persiapan pensiun. Dijabarkan dalam hasil wawancara berikut yang merupakan temuan yang berkaitan dengan penelitian terhadap pegawai negeri sipil yang menjelang pensiun dan tidak memanfaatkan program masa persiapan pensiun.

a. Latar Belakang dalam Bekerja.

Latar belakang para informan bekerja sebagai pegawai negeri sipil karena masalah ekonomi yang begitu mendesak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, agar menjadi individu yang mandiri. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa informan 1 memilih untuk langsung bekerja setelah lulus sekolah dikarenakan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

“Ini gini mas ceritanya, kalau diceritakan lucu mas. Saya lulusan SLTA, terus ada pendaftaran, saya coba ikut lalu tes, ya mencoba, dari pada kita mau kuliah itu orang tua tidak mampu dan penghasilan tidak tetap. Saya menyadari orang tua hanya berjualan makanan dirumah, ya tidak menghilangkan lah, orang tua sudah bisa mendidik sampai saya seperti ini. Ada pendaftaran pegawai sejumlah 100 orang untuk ikut tes, setelah

ikut tes tertulis dan wawancara lulus, terus dikarantina selam 6

bulan digojlok untuk menjadi pegawai pengukuran.” (Informan 1, line 139-146)

Tidak hanya berhenti disitu saja, informan 1 mengungkapkan bahwa bekerja agar dapat membiayai pendidikan anaknya sampai kejenjang yang lebih tinggi. Karena menurut informan 1 pendidikan itu sangat penting.

“Yaa karena sekarang yang perlu kita cemaskan untuk kehidupan ya, yang satu pendidikan. Kita juga perlu pendidikan, mencemaskan pendidikan mas, karena apa? Sekarang saat ini

pendidikan sangat penting,” (Informan 1, line 46-48)

Pernyataan Informan 1 tentang pentingnya bekerja karena untuk membiayai anaknya untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi ini juga diungkapkan oleh rekan kerja informan 1, bahwa

“Anaknya itu juga masih kecil lho mas. Bapaknya dah mau pensiun anaknya baru SMA apa ya. Masih butuh biaya mas.”

(Rekan Kerja Informan 1, line 103-104)

Informan 2 juga menyampaikan latar belakangnya dalam bekerja karena informan 2 sudah diajarkan prinsip mandiri dan tidak mudah bergantung dengan orang lain oleh ibunya. Maka dari itulah informan 2 tidak sepenuhnya bergantung dengan suami dalam konteks kebutuhan ekonmi.

“Gini mas ceritanya eee… dari kecil saya sudah didik

sama orang tua saya, sama ibu saya suruh menjadi wanita yang mandiri mas dari kecil, jadi apa-apa harus bisa sendiri mas, tidak boleh bergantung dengan orang lain. Dulu waktu saya masih kecil pasti digitukan sama ibu saya. Jadi sekarang yaa saya bekerja dan suami bekerja juga mas. Tidak saling

b. Kondisi Menjelang Pensiun

Para calon pensiunan pasti akan mengalami kondisi dimana mereka akan mempersiapkan diri dan melihat kondisi mereka menjelang pensiun. Informan 1 memiliki perasaan atau keadaan emosi yang biasa saja saat akan pensiun. Hal ini dikarenakan informan 1 sudah mengetahui bahwa adanya batasan waktu pensiun yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Jadi informan 1 sudah bisa menerima kondisi dirinya yang sebentar lagi pensiun.

“Ya biasa saja mas, orang bekerja itu sudah punya batasan

waktu sama seperti yang saya sampaikan tadi, jadi hal-hal itu biasa mas. Kalau kita tidak mau secara naluriah, hak nya sudah sampai disitu terus menuntut hak nya lebih dari itu malah bukan menjadi haknya, jadi kita harus terima. Karena itu batas usia yang sudah di tentukan dan tidak bisa di bantah lagi. Perasaan juga biasa saja karena hal itu wajar.” (Informan 1, line 86-91) Beda halnya dengan informan 2 yang merasa senang ketika mengetahui sebentar lagi akan memasuki masa pensiun.

“Senang, karena udah bekerja selama 30 tahun, sudah dinikmati, sudah tidak ada beban, ya seneng aja.” (Informan 2, line 24-25)

Kondisi menjelang pensiun yang para informan alami kemunculannya beragam. Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa sikap dan perilaku yang mencerminkan kondisi menjelang pensiun. Kondisi menjelang pensiun yang muncul dari kedua informan adalah mulai melihat dari kondisi kesehatan fisik dan psikis, melihat persiapan yang akan atau sudah dilakukan

dalam menghadapi masa pensiun, penyesuaian diri ketika akan pensiun, timbulnya kecemasan pada individu dan masih banyak lagi.

Sebagai individu yang memasuki usia 57 tahun, informan tersebut sudah tergolong dalam kategori dewasa akhir. Umumnya individu yang sudah masuk dalam fase dewasa akhir akan mengalami berbagai masalah pada fisik, psikis, dan kognitif. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa informan 1 mengalami kondisi fisik yang kurang sehat. Menjelang pensiun ini kondisi informan 1 tidak begitu sehat, informan 1 mengalami sakit batuk.

“Ya alhamdulilah kondisi kami sekeluarga sehat semua, penyakit

kecil itu biasalah, seperti batuk, mungkin kalau hanya kondisi kesehatan saya sehat-sehat saja.”(Informan 1, line 3-5) Selanjutnya, dari segi kondisi kognitif informan 1 tidak mengalami penurunan. Kondisi kognitif informan 1 cenderung baik, hal ini dikarenakan informan 1 terus mengasah fungsi kognitifnya dan berinisiatif untuk melakukan tindakan preventif agar kondisi kognitifnya berfungsi baik.

“Ya sementara waktu ini tidak ada, karena kan saya sendiri

masih bekerja ya jadi otak masih untuk bekerja dan berpikir. Apalagi kemasyarakatan juga menuntut, saya juga melayani masyarakat. Jadi kita harus berusaha semaksimal mungkin, fisik dan psikis kita tanggulangi sedemikian rupa, apakah kita harus mengisi TTS (Teka Teki Silang), kita harus membaca, itu kan membuat orang akan lebih bisa bertahan supaya psikologinya

tidak menurun.” (Informan 1, line 16-22)

Kondisi fisik dan psikis informan 2 cenderung baik dan tidak mengalami gangguan saat akan menjelang pensiun. Hal ini

dikarenakan informan rajin menjaga kesehatan dengan cara berolahraga rutin dan check up ke dokter.

“bagaimana kondisi kesehatan bu U sekarang? Sehat. Tidak

ada yang dikeluhkan bu? Tidak ada mas. Terus bu, kondisi fisik seperti apa yang ibu U rasakan ketika akan menghadapi masa pensiun? Biasa-biasa aja, tidak ada yang dikeluhkan. Kalau untuk psikis, apa yang ibu rasakan ketika akan menghadapi masa pensiun? Psikisnya ya di nikmati aja,

dinikmati aja, tidak ada psikis yang apa tidak ada, makanya jadi

sehat.” (Informan 2, line 1-12).

Ya namanya orang pernah stres, karena itu manusiawi, terus ya karena semua yang kita hadapi kita sikapi dengan senang itu bikin sehat, sama olahraga sedikit lah dirumah, olahraganya senam di kantor setiap jumat. Biarpun kita sehat, tiap bulan kita cek ke dokter. Saran dokter kalau umur segini harus cek ke

dokter.” (Informan 2, line 229-233).

Atasan dan rekan kerja informan 2 juga memberikan pernyataan yang sama mengenai kesehatan informan 2 bahwa memiliki kesehatan yang baik, rajin berolahraga, dan masih enerjik di umur yang sudah tua.

Sehat kalau orangnya, karena rajin olahraga. Maksudnya rajin

olahraga itu karena dia merasa usianya sudah itu, badannya… dia sering “saya olahraga bu, saya datengnya agak, saya olahraga dulu pagi jogging”, yaudah begitu aja, maksudnya dalam arti pagi berusaha jalan.” (Atasan informan 2, line 22-25).

“Sepengetahuan ibu, bu U itu kondisi kesehatannya

bagaimana saat ini? Bu U itu kesehatannya masih enerjik dan

bagus mas dari pada saya. Bu U masih lincah juga. Kok ibu bisa

bilang bu U enerjik tuh kenapa bu? Bu U tu kan sudah tua tapi

masih sehat dan enerjik. Masih semangat untuk bekerja.”

(Rekan Kerja informan 2, line 1-7).

Selain melihat kondisi fisik dan psikis menjelang pensiun, peneliti juga menemukan bahwa dalam menjelang pensiun yang akan datang informan 1 mengalami kecemasan sedangkan

informan 2 tidak mengalami kecemasan. Informan 1 mengalami kecemasan karena disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, dan pergaulan anaknya.

“Kecemasan itu saya rasa hal manusiawi ya mas, karena

biasanya dulu saya menerima gaji 100% sekarang maksimal 75%. Sedangkan untuk kebutuhan kehidupan itu sekarang menuntut dan tidak bisa di bantah lagi mas. Kecemasan itu

timbul pada semua orang mas.” (Informan 1, line 25-28).

“Yaa saya rasa kecemasan itu maksimal ya pendapatan yang

dipotong 25% itu mas. Karena kan kita ibaratnya dulu menerima 3 juta, sekarang setelah pensiun menerima 1 juta. Cukup kah uang segitu mas untuk hidup? 1 bulan untuk biaya sekolah, kan

itu kan kita harus selalu ada to mas.” (Informan 1, line 37-40).

“Yaa karena sekarang yang perlu kita cemaskan untuk kehidupan ya, yang satu pendidikan. Kita juga perlu pendidikan, mencemaskan pendidikan mas, karena apa? Sekarang saat ini pendidikan sangat penting. Kita mencemaskan anak mas, kita kadang-kadang perlu mencemaskan anak kan? Dari segi

pergaulan, itu juga masuk dalam teori kecemasan.” (Informan 1, line 46-50).

Selain itu, informan 1 juga mengalami kecemasan yang diakibatkan karena dirinya tidak mengambil pekerjaan sampingan untuk menambah biaya kehidupan sehari-hari. Hal ini mengakibatkan informan 1 merasa putus asa.

“Yaa mau nggak mau, kelanjutan anak didik kita itu bagaimana? Ya itulah, masalah kecemasan itu memang semuanya pasti “oh iya yak ok ak wingi kok ra sambil buka usaha ya?” merasa

cemas to mas. Kenapa saya tidak ambil sampingan untuk menambah supaya besok setelah pensiun ada kerja sampingan umpamanyakan begitu, itu juga suatu kecemasan menurut saya.

Itu gak tau lahh…” (Informan 1, line 54-59)

Dengan adanya rasa cemas yang timbul pada diri informan 1, kemudian dirinya mulai melakukan coping kecemasannya dengan cara menjadi pengurus sosial kemasyarakatan dengan

menjadi ketua RT. Kegiatan ini juga membuat informan 1 tidak merasa kesepian dan memiliki teman untuk berbincang-bincang dan saling bertukar wawasan.

“Saya kerjaan sampingan tidak punya, tapi kalau pekerjaan

sosial kemasyarakatan saya ada mas. Ya mengurusi bagian kepemerintahan. Kerja sosial kemasyarakatan ada mas itu malah lebih berat mas. Saya kan menjabat sebagai RT disini mas. Itu lah untuk menutup supaya nantinya saya tidak was-was dan cemas setelah lepas dari pegawai. Menjabat sebagai ketua

RT itu hal yang membuat hiburan buat bapak supaya tidak stress atau seperti apa pak? Yaa itu tadi dengan adanya

kegiatan itu ya mas, mau nggak mau kan ada komunikasi antar sesama, kan bisa tukar pendapat dan komunikasi pada masyarakat, jadi ada timbal balik, supaya saya tidak merasa kesepian dan punya hiburan, biarpun hiburannya hanya sambil bercanda- canda.” (Informan 1, line 62-72)

Masing-masing individu pasti memiliki rencana kedepan ketika sudah purna tugas dari aktifitasnya sebagai pegawai dikantor. Untuk mengisi waktu dimasa pensiunnya informan 1 kurang menyukai aktifitas yang berkaitan denga pekerjaan lamanya. Informan 1 berencana untuk menekuni bidang kerja yang lain, secara kebetulan peneliti menemukan bahwa informan 1 memiliki rencana untuk berwirausaha. Hal ini dilakukan informan 1 untuk mendorong dan memulihkan kondisi ekonomi keluarganya. Ini juga salah satu cara agar sedikit demi sedikit menghilangkan rasa cemas yang di deritanya. Rencana berwirausaha ini juga sudah dipikirkan oleh informan 1. Dirinya juga memiliki prinsip bagaimana seseorang ingin membuka usaha agar apa yang dikerjakan menjadi seimbang dan akhirnya mendapat kesuksesan.

“Yaa persiapannya mau apa lagi to mas, usia sudah segini. Kalau keinginan sih ya muluk-muluk inigin persiapan pensiunnya buka usaha, usaha apa ya? Ya itu tadi 2 tahun menjelang pensiun sudah di berikan hak itu, untuk melangkah mempersiapkan kelulusan. Kita terima saja jangan dipikir pusing. Ya nanti kalo ada keinginan buka usaha ya kalau ingin saja, ingin mengisi waktu umpamanya, nanti buka warung jual

rokok, umpamanya buat kebutuhan sehari hari.” (Informan 1, line 97-103)

“Itu tadi to mas, saya punya keinginan untuk membuka warung sembako, kalo mau buka konsultan, siapa yang mau datang mas, gak payu mas. Kalau mau ikut kursus itu pasti gak bakal diterima karena sudah tua. Kalau saya mau menggeluti pekerjaan yang sama saya kurang senang, karena itu pekerjaan lama, kalau bisa itu bergelut dengan pekerjaan yang lain. Ya nanti bagaimanalah, setelah pensiun nanti kita buka usaha kecil-kecilan untuk mengisi waktu, kalau enggak mengabdi di

masyarakat sosial mas itu juga gak ada jeleknya.” (Informan 1, line 272-279)

“Jadi kalau mau melakukan sesuatu ada 3 yang tidak bisa dilepaskan, fisiknya, pola pikirnya, dan finansial. Tanpa ini nonsense mas. Tiga hal ini haru ada mas, fisiknya sudah tidak ada kok mau bekerja, nihil to mas? Mau buka usaha nggak ada modal, nol to mas? Fisik ada, modal ada, kemampuan pengelolaan kurang ya pincang mas. Jadi untuk suatu keinginan

di capai 3 serangaki tidak bisa dipisahkan.” (Informan 1, line 129-135)

Hal ini juga sempat diutarakan oleh rekan kerja informan 1 yang menyatakan bahwa informan 1 ingin membuka usaha atau berwirausaha.

“Dia itu orangnya pengen menekuni bidang lain mas. Contone

pengen usaha mas, berwirausaha tadi, tapi belum kepikiran mau

usaha apa.” (Rekan Kerja Informan 1, line 94-96)

Selain dari itu, informan 1 juga mempersiapkan masa pensiunnya dengan cara tetap bekerja dan melakukan rutinitas sehari-har dikantor di sisa waktu kerjanya.

Sekarang masih menjadi koordinator? Iya masih, untuk

mencermati pekerjaan itu sesuai dengan langkah-langkah dan

Sedangkan informan 2 tidak ingin membuka usaha, karena menurut informan 2 berwirausaha akan menambah beban. Jadi informan 2 memilih untuk merencanakan kegiatan masa pensiunnya dengan cara bepergian bersama teman dan keluarga, menambah relasi interpersonal dan beribadah.

“Nah gini mas, kalau menurut saya, orang lain kan pendapatnya

lain-lain. Kalau menurut pendapat saya kalau usia sudah masa pensiun, baik fisik maupun pikiran sudah lemah nanti kebebanan. Semisal saya usaha terus usahanya gak begitu berhasil, nanti malah membikin pikiran semakin susah terus bisa sakit. Tapi kalau kita nikmati dengan olahraga, dirumah, jalan-jalan, sudah pasti nikmat, pengen jalan-jalan kemana gitu, pengen jalan-jalan sama temen lagi yang sudah lama terus gabung lagi. Nanti kalau bikin usaha malah pusing gitu ya bu? Iya, ada yang sebagian kaya gitu, dan menurut saya itu membebani mas, karena kita sudah ndak, misalnya anak-anak sudah tidak ada biaya lagi, terus kita sudah punya pensiun dah dinikmati gitu aja apa adanya, tinggal ibadah sama jalan-jalan

dan nengok anak.” (Informan 2, line 34-45)

Hal senada juga diungkapkan oleh rekan kerja informan 2 yang menyebutkan bahwa informan 2 tidak mempersiapkan pensiun yang akan datang.

“Ya kalau bu U itu orangnya kecukupan to mas. Karena suaminya kerja juga to mas, anak-anaknya juga sudah pada mentas semuanya. Suami mbak U itu juga gak mau usaha kok mas setelah pensiun, pokoknya bu U tuh kalau sudah pensiun tidak mau usaha, maunya menikmati hasil pensiunnya tok kok mas.” (Rekan Kerja Informan 2, line 26-30)

MPP (Masa Persiapan Pensiun) merupakan suatu kesempatan baik untuk para pegawai yang menjelang pensiun dalam mempersiapkan masa pensiunnya dengan matang. Dikalangan PNS kebanyakan para pegawai tidak mengambil MPP

dan lebih memilih untuk tetap bekerja di masa sisa kerjanya sebagai PNS. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang mendukung para pegawai tidak mengambil MPP. Kondisi menjelang pensiun ini para informan tidak memanfaatkan MPP dikarenakan informan 1 masih merasa memiliki tanggung jawab pekerjaan yang belum terselesaikan.

“Kalau kita mengambil MMP itu gak enak mas, mlebu ra mlebu

entuk bayar dan dapet bayar, apa enak mas, padahal pekerjaan

belum selesai. Kalau pensiun kan masa tugasnya sudah selesai.”

(Informan 1, line 287-289)

“Artinya setahun sebelumnya dia sudah bebas walaupun haknya masih tetap, tapi kewajibannya dia sudah diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri menjelang pensiun. Teman-teman di BPN kelihatanya karena mungkin penuh dengan kegiatan mereka malah lebih fokus kepada pekerjaan dikantor, bahkan

kayaknya lebih giat lagi.” (Atasan Informan 1, line 128-132)

Tidak hanya itu saja, alasan lainnya adalah informan 1 ingin membagikan ilmu yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan.

“… saya bisa memberikan informasi ini kepada orang lain saya

bangga, jadi ilmu itu tidak putus. Kenapa saya ingin terus bekerja karena saya ingin memberikan ilmu saya kepada orang lain. Orang lain sangat membutuhkan informasi saya, soale belum tentu orang lain tahu langkah-langkah yang ditempuh saya beri tahukan informasinya. Motivasinya saya tetap bekerja adalah memberikan informasi kepada masyarakat dan teman

yang membutuhkan.” (Informan 1, line 247-253)

Disisi lain, informan 2 memiliki alasan yang cenderung unik. Faktor yang membuat informan 2 tetap memilih untuk bekerja dari pada mengambil MPP yakni rumah informan 2 dekat dengan kantor, masih ingin menjalin relasi dengan rekan kerja,

masih merasa sehat dan sebentar lagi akan pensiun dan libur panjang.

“Motivasinya karena kondisi saya masih sehat yang pertama,

yang kedua adalah karena jarak rumah saya dengan kantor dekat, jadi menambah motivasi saya menjadi kuat. Jadi tidak perlu transportasi yang repot, kalau saya di sleman pasti saya sudah mengambil MPP. Jadi sekarang dekat kan tidak ada terlambat. Ada motivasi lain selain kedua hal itu? Motivasi lainnya karena masih senang bergaul dengan teman kantor

mas.” (Informan 2, line 105-111)

“Ohh gini, motivasinya kalau kita pensiun, itu kan kita mau libur

seterusnya, kenapa mau libur seterusnya kok ndadak cari MPP

dan mencari libur awal.” (Informan 2, line 176-178)

Kondisi menjelang pensiun juga ditandai dengan melihat semangat dan performansi kerja informan menjelang pensiun. Kondisi performansi dan semangat kerja informan 1 cenderung meningkat dibandingkan dengan informan 2 yang cenderung biasa saja, tidak ada kenaikan ataupun penurunan kinerja.

“Itu hal yang biasa mas. Ya kadang-kadang ya gini ya, saya tambah teliti dengan pekerjaan saya, saya harus meneliti dengan cermat warkah-warkah yang belum dijahit, ya saya tegas kapada petugas itu. Saya kembalikan lagi terus saya suruh dia menjahit. Padahal saya mau naikan berkasnya, kalau belum dijahit ya saya kembalikan. Kalau dulu saya males, biar pimpinan aja yang langsung mbalekke ke orangnya. Kalau sekarang ya enggak,

saya lebih teliti dan tegas mas.” (Informan 1, line 319-325)

Rekan kerja dan atasan dari informan 1 juga berpendapat bahwa informan 1 lebih giat dalam bekerja ketika akan pensiun. Semangat kerja yang ditunjukkan informan 1 mengalami peningkatan.

Kalau beberapa bulan terakhir ini adalah semakin giat. Indikatornya sederhana ternyata produk penyelesaian kita dibanding dengan permohonan yang masuk, itu jauh lebih tinggi produk penyelesaian dan trendnya naik terus. Contoh terakhir di 2 bulan terakhir ini ya, dibulan September kita jauh melampaui

dari permohonan yang masuk. Dibulan Oktober juga kemarin sama naik terus trendnya. Padahal pak W satu-satunya koordinator dan tidak ada koordinator lain, jadi kita bisa melihat bahwa memang kinerja dia justru malah semakin

meningkat.” (Atasan Informan 1, line 47-54)

“Eeeee sekarang dia juga orangnya cepat tanggap mas, kalau

atasannya pak A itu maunya seperti ini dan ndang di rampungke seperti itu, pasti langsung saat itu juga diproses sama pak waldiman. Teman-teman kerja yang kurang disiplin langsung ditanyain sama dia dengan gojekan, tapi juga menyinggung

masalah kerja mas.” (Rekan Kerja Informan 1, line 72-76)

“Semangat juga tidak, nglokro juga tidak, seperti biasanya gak

lebih, masih sama seperti beberapa tahun yang lalu.” (Informan 2, line 184-185)

Pernyataan informan 2 diatas juga dirasakan oleh atasan dari informan 2. Atasannya berpendapat bahwa informan 2 tidak mengalami peningkatan kinerja dan peningkatan semangat kerja.

“Kayaknya gak ada ngaruhnya juga bagi dia, karena sebelum

masih lama dia kalau siang pulang. Karena kayaknya memang kondisi rumah yang dekat jadi ya mempermudah apa ya? Ya itu, tapi pekerjannya dia nggak ada perubahan deh, ya karena dia selalu ketika, ya karena mungkin dia sudah tau sebentar lagi akan pensiun sehingga tidak ada lagi yang dicapai. Jadi ya sudah, mengerjakan sesuai rutinitas sehari-hari. Apa yang harus dikerjakan ya dikerjakan. Rutinitas pekerjaankan sesuai dianya saja, apa yang dia kerjakan sesuai dengan jobnya aja. Jadi

nggak ada peningkatan gitu ya? Nggak ada. Karena tugasnya

pengadministrasian, cuma dikantor tugasnya ya gitu-gitu aja, ibaratnya kan hanya mengagendakan surat, kalau diloket kan berhubungan dengan masyarakat, semakin berkas banyak kan semakin meningkat, kalau Bu U kan enggak, kalau surat masuk

terus mengagendakan. Itu kalau membuat surat tugas.” (Atasan Informan 2, line 96-109)

c. Deskripsi Kerja.

Kedua informan memiliki tugas pekerjaan yang berbeda-beda. Pada poin ini akan dijabarkan deskripsi kerja dari masing-masing informan. Informan 1 bekerja sebagai koordinator petugas

ukur sedangkan informan 2 bekerja sebagai administrator dan pemberi penyuluhan kepada masyarakat.

“Paling kalau sirkulasi kurang lancar nanti di tegur kasupsi

mas, kalau saya sendiri kan tidak enak soalnya teman sejawat mas. Yaa kadang-kadang saya juga bertanya kepada mereka,

“pie gaweanmu wis rampung opo durung?” sambil bercanda

mas. Karena di dalam sirkulasi saya tidak di struktur sebenarnya. Saya hanya membantu meringankan tugas kasupsi. Jadi tanggungjawabnya tidak 100%. Saya emang gak bisa mengoyak-oyak rekan-rekan untuk cepat menyelesaikan

Dokumen terkait