• Tidak ada hasil yang ditemukan

FA : Direct Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia FA lahir di Jakarta pada tahun 1984, saat ini menjadi salah satu D irect

IDENTITAS KOLEKTIF ANGGOTA GREENPEACE ASIA TENGGARA di INDONESIA TERKAIT ISU BATUBARA

Matriks 5. Identitas Kolektif yang Melekat Pada LH.

7.4 FA : Direct Dialogue Campaigner Greenpeace Asia Tenggara Indonesia FA lahir di Jakarta pada tahun 1984, saat ini menjadi salah satu D irect

Dialogue CampaignerGreenpeace Asia Tenggara Indonesia sejak bulan Februari tahun 2009. FA merupakan lulusan Diploma Garuda Training and Education

yang terletak daerah Kosambi, Cengkareng. Setelah lulus pria berusia 25 tahun ini tidak serta merta langsung bergabung dengan Greenpeace, FA mulai mencoba untuk berwirausaha terlebih dahulu di bidang jual beli telepon seluler kemudian bekerja sebagai Superviser di beberapa perusahaan di Indonesia selama beberapa tahun, mulai dari Marketing Superviser dari sebuah perusahaan kemeja di Bali dan Kepala Pengiriman dari perusahaan Springbed di Jawa Timur.

Perhatian FA terhadap lingkungan mulai terbangun sejak FA masih SMP, saat dirinya mulai bergaul dengan teman-teman kakaknya yang tergabung dalam organisasi SISPALA (Siswa Pecinta Alam) SMU 25 Jakarta dan mengikuti kegiatan-kegiatannya. FA pertama kali mengenal Greenpeace sejak tahun 1998 saat ia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Ketika itu dia melihat

Greenpeace di dalam sebuah Cover album “Mans Atraction” dari grup musik White Lion, terutama dalam lagu “Little Fighter” yang didedikasikan untuk

rainbow warrior Greenpeace. Pada tahun 2009 FA kembali ke Jakarta setelah beberapa lama merantau ke Jawa Timur dan pulau Bali, saat di Jakarta inilah FA melihat peluang untuk bergabung Greenpeace Indonesia dalam situs resminya. Kini akhirnya FA menjadi seorang DDC Greenpeace Indonesia. Persamaan prinsip merupakan alasan mengapa FA bergabung dengan Greenpeace, seperti yang FA utarakan berikut ini,

“…prinsip saya sejalan sama Greenpeace jadi kita melakukannya dengan pelestarian alam bukannya dengan reboisasi awalnya..seperti itu..jadi kita lestarikan alam yang masih ada seperti yang saat ini tanpa dirusak sedemikian rupa dengan cara apapun dan karena independennya..jadi Greenpeace bebas bergerak kesana, kesini, tapi sesuai dengan jalur hukum yang ada...” (FA, 25 tahun)

FA mengaku saat diwawancara dan ditanya alasannya bergabung dengan

Greenpeace tidak terlepas dari sisi gaji yang diberikan oleh LSM tersebut apabila FA melakukan tugasnya.

“…yaa pas ditanya Von pas di interview alasan kenapa masuk

Greenpeace..yaa karena ini separuh 60% karena idealis 40% yaa karena financial, hehehe…” (FA, 25 tahun)

Walaupun begitu isentif bukanlah hal utama yang ia cari saat bergabung dengan Greenpeace, karena dengan alasan ‘Demi dunia dan akherat’ merupakan salah satu alasan FA meyakinkan diri untuk bergabung dengan Greenpeace, karena apabila dibandingkan dengan isentif yang FA dapatkan ketika masih bekerja di perusahaan jauh lebih besar dari isentif yang Greenpeace berikan, seperti yang FA tekankan ketika dia beradu pendapat dengan salah satu Public Relations dari BATAN saat FA sedang melakukan kegiatan DDC di Cilandak

Town Squere.

“…kalo saya kerja di perusahaan lain, gaji saya juga bisa besar, tapi karena saya cinta dengan lingkungan..yaa..saya masuk

Greenpeace..” (FA, 25 tahun)

Selain itu dia memandang bahwa sisi idealisme Greenpeace dalam memandang kondisi lingkungan lebih besar daripada LSM lingkungan lainnya serta aksi-aksinya yang lebih unggul.

Dalam pandangan FA kondisi lingkungan Indonesia sudah tergolong sangat parah, ia mengambil contoh kondisi lingkungan Jakarta khususnya daerah bantaran sungainya yang dipenuhi oleh sampah-sampah yang dibuang sembarangan serta pemborosan-pemborosan.yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu pemborosan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pemborosan energi, pemborosan ini salah satu penyebab terjadinya krisis energi. Krisis energi ini memacu pemerintah untuk mengeksploitasi lebih cepat sumber-sumber energi untuk memasok pembangkit listrik, hal ini berdampak kepada rusaknya hutan- hutan alam di Indonesia.

Menyangkut masalah energi, FA memandang Indonesia masih terpaku dan berpatokan dengan batubara dalam memenuhi kebutuhan energinya. Sulit bagi Indonesia untuk lepas dari batubara karena ada pejabat-pejabat pemerintah yang turut serta dalam industri ini. Menurut FA apabila dibuat skala antara 1 hingga 100 kebijakan pemerintah yang mendukung sumber energi terbarukan baru sampai kisaran 25. Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan pembangunan pembangkit listrik dengan sumber-sumber energi terbarukan, seperti energi panas bumi, angin dan air, hal ini merupakan solusi terbaik menurut FA dalam mengatasi krisis energi yang sedang dihadapi oleh Indonesia.

Pandangan maupun pendapat yang FA utarakan tidak datang dengan sendirinya, namun melalui proses mulai dari pelatihan awal DDC yang dia terima hingga pengalaman dan diskusi-diskusi yang terjadi saat dia sedang melakukan aktvitasnya sebagai seorang DDC. Terkadang saat FA sedang berkampanye sebagai DDC, dia bertemu dan bertukar informasi dengan orang-orang yang peduli dan memiliki pengetahuan lebih mengenai kondisi lingkungan seperti staff kehutanan dan pemandu wisata alam, hal ini menambah wawasan FA saat berkampanye. Selain itu FA menambah wawasannya akan lingkungan dengan membaca buku-buku yang terkait dengan lingkungan seperti PDB HIJAU, Kapitalisme Versus Lingkungan, dan buku-buku yang Greenpeace terbitkan.

Sebelum bergabung dengan Greenpeace Asia Tenggara Indonesia FA melihat dirinya hanya sebagai ‘pecinta alam di daerah perumahan dan daerah pergaulan’, namun setelah bergabung dia memandang dirinya sebagai aktivis lingkungan Greenpeace yang independen terbebas dari segala tekanan dalam mengkampanyekan permasalahan lingkungan kepada masyarakat, hal ini memperlihatkan perubahan identitas aktivis dan identitas organisasi yang melekat pada diri FA. Menurut FA terdapat perbedaan pendapat mengenai identitas aktivis seorang DDC, beberapa orang menganggap bahwa DDC hanya sekedar karyawan yang melakukan fund raising saja bukan seorang aktivis lingkungan. Namun FA menampik anggapan tersebut dengan alasan bahwa tugas seorang DDC tidak hanya menggalang dana semata, sosialisasi kepada masyarakat ‘tanpa pandang bulu’ merupakan tugas lain dan yang utama dari seorang DDC Greenpeace.

Delapan bulan setelah bergabung dengan Greeanpeace Asia Tenggara, dia mengalami perubahan yang cukup signifikan, FA merasa dirinya lebih sensitif dan peduli dengan kondisi lingkungan dunia khususnya Indonesia. Oleh karena itu, FA berkomitmen untuk terus berjuang bersama Greenpeace kedepannya. Identitas kolektif yang melekat pada FA, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.

Identitas Aktivis Identitas Organisasional Identitas Taktik Nam

a

sebelum sesudah sebelum Sesudah sebelum sesudah

FA Non- Aktivis Aktivis Lingkungan Non- Aktivis Aktivis Greenpeace

Tidak ada Aksi Langsung atau NVDA Matriks 6. Identitas Kolektif yang Melekat Pada FA.