• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Direct Dialogue Campaign dan Booklet

FRAMING BATUBARA PADA LSM GREENPEACE ASIA TENGGARA DI INDONESIA

6.5 Kegiatan Direct Dialogue Campaign dan Booklet

Pada hari Selasa tanggal 15 September 2009 LSM Greenpeace melakukan kegiatan DDC (Direct Dialogue Campaign) di Pondok Indah Mall, Jakarta. Kegiatan ini dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 20.00 WIB. DDC tidak dilakukan di Pondok Indah Mall saja, namun menyebar di pusat-pusat keramaian dan aktifitas masyarakat seperti pusat perbelanjaan, lingkungan kampus dan koridor-koridor bus Transjakarta. Tempat ini sendiri dipilih sebagai lokasi DDC oleh divisi DDC Greenpeace karena pusat perbelanjaan tersebut ramai pengunjungnya dan saat itu Greenpeace diundang oleh pengelolanya untuk mengisi salah satu stand yang masih kosong di bagian jembatan Timur selama satu minggu, sehingga berguna bagi LSM ini dalam membangun komunikasi publik.

DDC dapat diibaratkan sebagai ‘ujung tombak’ Greenpeace dalam mengkampanyekan isu-isu yang sedang mereka perjuangkan secara langsung kepada masyarakat tanpa membeda-bedakan strata sosialnya, memberikan pandangan tentang lingkungan dan menggalang donasi dari masyarakat yang akan mereka gunakan untuk mendanai seluruh kegiatan. Dalam melakukan kegiatan DDC, Greenpeace Asia Tenggara Indonesia membentuk kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan lima hingga tujuh orang terdiri dari seorang Team Leader dan anggota tim. Masing-masing kelompok bertugas selama kurang lebih enam jam, sehingga dalam satu hari terdapat dua kelompok yang bertugas dalam satu lokasi.

Gambar 9. Kegiatan DDC Greenpeace Asia Tenggara Indonesia

Pada hari itu kelompok pertama yang bertugas di Pondok Indah Mall adalah Kelompok Awang yang berisikan lima orang terdiri dari Awang sebagai ‘Team Leader’ dan Dita, Apay, Frandi dan Zein sebagai anggota. Saat itu mereka menggunakan atribut Greenpeace yang berbeda-beda, dimana Awang, Apay dan Zein menggunakan polo shirt berwarna hijau dan polos yang memiliki lambang

Greenpeace, sedangkan Dita dan Frandi menggunakan baju anti-batubara berwarna hitam yang memiliki lambang Greenpeace.

Stand berukuran kira-kira 2X2 meter yang telah didirikan oleh divisi logistik sejak minggu malam bediri dua buah stanting banner yang memuat logo

Greenpeace dan revolusi energi, sebuah meja, dan dua buah foto berukuran 20X30 cm yang terdiri dari foto deforestasi hutan di Riau dan foto seorang nelayan di Cilacap yang berguna dalam menarik perhatian pengunjung. Selain itu mereka juga memajang beberapa beberapa buku yang Greenpeace telah terbitkan “Menggoreng Iklim”, “Energy [r]evolution”, dan “Biaya Batubara Sebenarnya”, pengunjung dapat membaca buku-buku tersebut dengan bebas atau aktivis DDC dapat mempergunakannya saat menjelaskan dan berdiskusi dengan pengunjung tentang hal-hal yang Greenpeace sedang perjuangkan.

Gambar 10. Poster Nelayan Cilacap pada Stand DDC di Pondok Indah Mall

Dalam menjalankan tugasnya aktivis DDC menggunakan pendekatan persuasif dengan tetap menjaga sopan santun, hal ini terlihat ketika saat Awang mencoba mengajak seorang pengunjung yang melintasi stand Greenpeace dengan sapaan yang santun dan senyuman, walaupun pengunjung wanita tersebut menolaknya. Saat menjelaskan misi dan isu-isu yang Greenpeace setidaknya aktivis DDC melakukannya dalam lima menit, apabila pengunjung tertarik maka akan terjadi diskusi antara mereka. Ketika pengunjung tertarik dan bersedia membantu kegiatan Greenpeace, maka aktivis DDC akan menyodorkan formulir yang berisi biodata, alamat email, besarnya donasi yang akan pengunjung sumbangkan, dan kelengkapan administrasi lainnya. Saat pengunjung sudah mengisi formulir, aktivis DDC akan memberikan sebuah Booklet kepada pengunjung tersebut.

Booklet ini merupakan cinderamata atau tanda terima kasih yang diberikan oleh DDC (Direct Dialogue Campaigner) kepada pendukung Greenpeace saat pertama kali mereka bergabung. Booklet ini berisi profil singkat Greenpeace, cara

Greenpeace berkampanye, isu-isu kampanye yang diusung oleh LSM ini, dan solusi alternatif yang ditawarkan oleh Greenpeace dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Seperti buku ‘Biaya Batubara Sebenarnya’, booklet ini seluruhnya berasal dari kertas daur ulang dan menggunakan tinta yang berasal dari sari kedelai.

88

Elemen frame yang terdapat pada booklet adalah sebagai berikut :

Isu utama, masalah lingkungan merupakan isu utama yang terdapat pada booklet ini, hal tersebut dapat dilihat dari isi booklet maupun simbol-simbol yang digunakan.

Diagnosis, latar belakang permasalahan terlihat pada bagian ‘Sekilas kami’, pada bagian ini mereka ingin menunjukan kepada pembaca bahwa pesatnya pertumbuhan industri mengakibatkan meningkatnya polusi, penggundulan hutan, perubahan iklim dan perubahan genetika di kawasan Asia Tenggara. Pemerintah maupun perusahaan dipandang sebagai penyebab timbulnya permasalahan tersebut.

Prognosis, dalam booklet ini Greenpeace meyakini bahwa kekuatan massa yang memiliki keyakinan yang sama dengan hal-hal yang LSM ini perjuangkan dapat menjadi suatu kekuatan global yang besar dan dapat diperhitungkan. Demi terjadinya perubahan Greenpeace mengajak supporter

menjadi bagian dari solusi dengan bersama-sama mempromosikan energi bersih dan keadilan lingkungan. Untuk langkah awal, Greenpeace mengajak supporter

untuk melakukan perubahan perilakunya dalam aktifitas kesehariannya dengan cara tidak menyia-nyiakan kayu, mengurangi penggunaan kertas, menggunakan kertas daur ulang, menanam lebih banyak tanaman tradisional di kebun milik pribadi, dan hanya membeli kayu yang bersumber daru praktek panen yang sah dan berkelanjutan. Selain itu booklet ini memberikan informasi kepada pembacanya tentang bagaimana Greenpeace berkampanye yaitu tanpa kekerasan, konfrontasi kreatif yang Greenpeace ibaratkan sebagai ‘menebar benih’, independen, dan terakhir menggalang kekuatan massa.

Simbol-simbol yang digunakan, simbol berupa bahan baku berkas dan tinta yang digunakan menunjukan konsistensi LSM ini saat mengajak masyarakat untuk menggunakan kertas daur ulang, visualisasi dari foto-foto yang terdapat di

Gambar 13. Simbol dari Elemen Diagnosis Dalam booklet

Gambar ini (gambar 13) merupakan elemen diagnosis yang terdapat pada

booklet, gambar ini memperlihatkan aksi teatrikal aktivis Greenpeace yang menggambarkan batubara sebagai seekor naga yang menyemburkan api besar berupa gas CO2. Melalui foto aksi ini, Greenpeace berusaha menunjukan bahwa batubara adalah sumber energi berbahaya.

Gambar 14. Simbol dari Elemen Prognosis dalam booklet

Gambar ini (gambar 14) merupakan elemen prognosis yang terdapat pada

booklet, gambar ini memperlihatkan anak yang memegang mainan kincir. Anak kecil pada foto tersebut melambangkan masa yang akan datang, sedangkan kincir angin melambangkan energi angin ataupun energi terbarukan. Melalui foto ini,

dimana energi angin adalah salah satu contohnya. Argumen pendukung, pada

booklet ini tidak ditemukan argumen pendukung.

6.6 Ikhtisar Framing Batubara Pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di