• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6. Beberapa Metode Khas Pembelajaran Eksperiensial

E. Diskusi Kelompok

indi-vidual; (g) presentasi atau lekturet; dan (h) modelling perilaku.

Masing-masing metode akan diuraikan secara berturut-turut pada bagian berikut ini dan disadur.

4 A. Metode Latihan Gugus Tugas 1. Arti dan Tujuan

Inti dari metode ini adalah bahwa dalam kelompok-kelompok terdiri atas 3-8 orang, peserta diminta mengerjakan tugas tertentu dan kemudian mempresentasikan hasilnya kepada seluruh kelas. Metode ini bertujuan memberi kesempatan kepada peserta untuk mengerjakan materi pembela-jaran dalam kelompok yang cukup kecil agar masing-masing peserta bisa melibatkan diri dan berkontribusi secara aktif dalam kerja kelompok. 2. Syarat Keberhasilan

Secara khusus metode ini paling efektif diterapkan dalam situasi yang mengandung satu atau lebih unsur sebagai berikut:

a. Tujuan yang hendak diraih adalah:

1) Menguji pemahaman peserta tentang model, konsep, atau pro-ses tertentu.

2) Memberi kesempatan kepada peserta untuk saling mengembang-kan gagasan.

3) Membuat rencana atau hasil spesifik tertentu untuk diterapkan oleh peserta sendiri atau orang lain dalam situasi nyata.

4) Menumbuhkan rasa percaya diri peserta pada kemampuan me-reka untuk mengerjakan tugas serupa di tempat kerja meme-reka. 5) Memberi kesempatan kepada peserta untuk belajar bekerja

sama.

6) Memberi kesempatan kepada peserta untuk mempraktekkan ke-mampuan mereka membuat analisis.

7) Mengungkap sekaligus memberikan peneguhan terhadap ke-mampuan, pengetahuan, dan pengalaman peserta.

b. Materi pembelajarannya memiliki sifat:

1) Menuntut penggunaan proses atau serangkaian pedoman kerja tertentu.

3) Menuntut penggunaan informasi yang hanya dimiliki oleh seba-gian peserta.

c. Kelompok yang dilatih memiliki ciri-ciri:

1) Memiliki latar belakang pengalaman dan taraf pengetahuan yang berlainan.

2) Mampu berdiskusi dan menganalisis dalam kelompok.

3) Memiliki cukup pengetahuan tentang topik atau tugas yang ha-rus dikerjakan.

4) Butuh mengalami perasaan berhasil mengerjakan sesuatu. 5) Butuh umpan balik tentang kualitas kerja mereka sebagai

kelom-pok.

3. Langkah-langkah Penyelenggaraan

Langkah-langkah dalam menyelenggarakan gugus tugas adalah seba-gai berikut:

a. Fasilitator memperkenalkan latihan yang akan dikerjakan.

b. Dalam kelompok kecil peserta mengerjakan tugas dalam jangka

wak-tu tertenwak-tu.

c. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja

kelompok-nya kepada seluruh kelas. Kepada kelas perlu diberikan kesempat-an untuk memberikkesempat-an komentar dkesempat-an/atau mengajukkesempat-an pertkesempat-anyakesempat-an. Fasilitator perlu memberikan umpan balik atau bahkan memberikan hadiah untuk hasil kerja kelompok terbaik.

d. Fasilitator memberikan ringkasan latihan itu dengan salah satu cara berikut:

1) Meninjau ulang (review) proses yang digunakan.

2) Menunjukkan kesamaan yang muncul dari semua presentasi. 3) Meringkas proses yang digunakan dalam masing-masing kelom-Meringkas proses yang digunakan dalam masing-masing

kelom-pok.

4) Meringkas aneka hambatan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok.

5) Memberikan kiat-kiat untuk mengerjakan tugas sejenis di masa mendatang.

4 4. Langkah-langkah Penyusunan Latihan Gugus Tugas

a. Pertama-tama perlu terlebih dulu diputuskan:

1) Jenis tugas yang akan diberikan kepada kelompok.

2) Produk yang akan dihasilkan oleh kelompok serta cara produk itu akan dipresentasikan.

3) Bagaimana produk itu akan digunakan: untuk presentasi kelas, digunakan secara pribadi oleh peserta seusai kegiatan, dasar un-tuk latihan selanjutnya, atau diserahkan kepada lembaga yang mengirim peserta.

4) Informasi apa saja yang diperlukan peserta untuk mengerjakan tugas itu.

5) Bagaimana informasi yang diperlukan itu akan diberikan kepa-Bagaimana informasi yang diperlukan itu akan diberikan kepa-da peserta: peserta diminta membaca sebelumnya, dilampirkan pada panduan latihan, atau diberikan oleh narasumber pada saat latihan.

6) Logistik atau sumber daya yang diperlukan, meliputi antara lain: penjadwalan atau pembagian waktu, pembagian kelompok, tempat atau ruang, dan peralatan.

7) Perlu-tidaknya dilakukan pembagian peran di antara anggota masing-masing kelompok, meliputi misalnya: ketua, juru bica-ra, pengamat, penulis. Jika ya, bagaimana dan kapan pembagian peran itu perlu dilakukan.

b. Dibuat daftar tentang bahan-bahan (materials) yang diperlukan,

mi-sal petunjuk atau panduan latihan, contoh produk, informasi latar belakang, instruksi pada akhir latihan, dan pedoman pengamatan.

c. Menyiapkan semua bahan yang diperlukan.

5. Faktor-faktor yang Bisa Menggagalkan Penyelenggaraan Latihan Gugus Tugas

Penyelenggaraan latihan gugus tugas bisa gagal karena faktor-faktor berikut:

a. Tugas yang harus dikerjakan oleh kelompok: 1) Tidak jelas bagi peserta.

2) Terlalu rumit atau memakan terlalu banyak dari waktu yang ter-Terlalu rumit atau memakan terlalu banyak dari waktu yang ter-sedia.

3) Terlalu sederhana, baik dari segi waktu maupun pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan.

b. Dalam mengerjakan tugas peserta bersikap terlalu kompetitif satu

sama lain, dengan berfokus pada “cara mengalahkan kelompok lain”, bukan cara mengerjakan tugas sebaik mungkin.

c. Standar produk yang harus dicapai tidak jelas atau kurang

menan-tang.

d. Latihan itu sendiri secara keseluruhan:

1) Tidak disertai informasi yang cukup tentang cara mengerjakan tugas.

2) Tidak disertai petunjuk yang jelas dan atau tidak dilengkapi dengan fasilitator atau instruktor yang bisa menerangkan hal-hal yang membingungkan bagi peserta.

3) Mengulang begitu saja latihan serupa yang pernah diselenggara-Mengulang begitu saja latihan serupa yang pernah diselenggara-kan di masa lalu, tanpa disertai penyesuaian dengan karakteris-tik peserta dan situasi yang dihadapi kini.

B. Metode Diskusi Kasus 1. Arti dan Tujuan

Metode diskusi kasus memanfaatkan studi kasus, yaitu deskripsi

ten-tang suatu situasi yang disajikan entah secara tertulis, lewat rekaman au-dio, atau lewat rekaman video, untuk disimak atau dipelajari oleh peserta dan kemudian mendiskusikannya dengan panduan pertanyaan-perta-nyaan yang disiapkan oleh fasilitator. Lazimnya diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di dalam situasi yang dideskripsikan: tindakan apa yang perlu dilakukan atau pelajaran-pelajaran apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi atau mencegah agar situasi sejenis tidak terjadi di masa mendatang.

4 Tujuan latihan ini adalah melatih peserta mampu merumuskan sen diri pelajaran-pelajaran dari situasi itu, tidak sekadar menerimanya dari fasili-tator. Peserta dilatih menerapkan proses berpikir yang diperlukan untuk menganalisis sebuah situasi nyata serta mengidentifikasikan berbagai alter-natif tindakan. Metode ini tidak bertujuan mengajarkan solusi yang benar untuk menghadapi situasi problematik tertentu, melainkan melatih peserta menganalisis dan menemukan solusi atas suatu situasi yang bermasalah. 2. Syarat Keberhasilan

Secara khusus, metode ini efektif diterapkan bila memenuhi satu atau lebih hal berikut ini:

a. Tujuannya adalah:

1) Menumbuhkan kesadaran, bukan ketrampilan tertentu.

2) Melatih ketrampilan menganalisis, bukan memberikan jawaban yang benar.

3) Mensimulasikan situasi kehidupan tertentu dengan menggu-Mensimulasikan situasi kehidupan tertentu dengan menggu-nakan sarana dan waktu yang relatif terbatas.

4) Mendorong peserta untuk berperan serta.

5) Menunjukkan bahwa isi program tidak bersifat konseptual atau abstrak semata, melainkan terkait dengan kehidupan nyata. 6) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkap-Memberikan kesempatan kepada peserta untuk

mengungkap-kan gagasan atau perasaan mereka.

7) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menguji kesahih-an pendapat mereka, menguji kemampukesahih-an mereka mengkesahih-analisis situasi dan menemukan solusi.

8) Menguji pemahaman peserta tentang aneka konsep, pendekat-an, dan isu.

b. Materi yang dibahas:

1) Kompleks dan berdimensi banyak.

2) Bukan isu yang mengarah pada satu jawaban tunggal.

c. Kelompok terdiri dari anggota yang memiliki ciri-ciri:

1) Cukup terpelajar, mampu mengorganisasikan dan mengolah in-formasi dalam jumlah yang banyak.

2) Trampil menganalisis.

3) Berjumlah cukup besar (10-30 peserta), dan lebih tepat dilaksa-nakan dalam bentuk partisipasi individual (peserta tidak dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil).

4) Percaya diri, fasih mengungkapkan gagasan, dan mampu saling memberikan tanggapan secara konstruktif.

5) Memiliki pengetahuan tentang isu yang diangkat, sehingga mam pu mengungkapkan pandangan dan perasaan mereka ten-tang isu yang bersangkutan.

3. Langkah-langkah Penyelenggaraan

a. Fasilitator menyajikan kasus dan membantu peserta menemukan

fokus.

b. Peserta diminta membaca dan menganalisis kasus sebagai persiapan

diskusi.

c. Fasilitator memulai dan membimbing diskusi, dengan cara

mengaju-kan pertanyaan-pertanyaan, melakumengaju-kan pendalaman, dan memberi-kan ringkasan.

d. Fasilitator bisa menggunakan flipcharts atau papan tulis atau

kom-puter-viewer untuk mendokumentasikan atau mencatat hasil-hasil

diskusi.

e. Fasilitator meringkas learning points alias butir-butir pelajaran atau

isu-isu yang bisa disarikan dari kasus.

f. Jika kasus itu masih akan digunakan pada aktivitas selanjutnya,

fasili-tator bisa mengaitkan diskusi tersebut dengan aktivitas berikut yang dimaksud.

4. Jenis-jenis Studi Kasus

Jenis studi kasus menunjuk pada isi atau tujuan kasus disajikan, bisa sebagai titik tolak diskusi, perangsang berpikir bersama, latihan memilih tindakan, atau ilustrasi permasalahan tertentu. Sesuai isi atau tujuannya itu, studi kasus dibedakan menjadi:

4 a. Studi kasus klasik. Di sini kasus disusun dengan tujuan untuk dijadi-kan titik tolak berdiskusi tentang apa yang terjadi dalam situasi yang dideskripsikan, situasi yang terjadi itu bisa dibenarkan atau tidak, bagaimana situasi itu bisa timbul, dan bagaimana mengatasi atau menghindari situasi serupa.

b. Studi kasus “Gateway”. Di sini kasus disusun dengan tujuan untuk merangsang berpikir, menciptakan kebutuhan untuk belajar, atau

se-bagai sarana untuk menyajikan role play atau latihan lain.

c. Vignette. Sering disebut “minicase”, yaitu sebuah kasus pendek dan sederhana, biasanya ditujukan untuk melatih peserta memilih tin-dakan atau menguji kemampuan peserta menggunakan pengetahuan baru.

d. Kasus contoh positif. Jenis kasus ini disusun dengan tujuan untuk

memberikan ilustrasi tentang cara melakukan sesuatu dengan benar. Kendati diberi predikat positif, dalam kenyataan isi kasus seperti ini tidak selalu positif, sebab kasus positif cenderung kurang merang-sang diskusi.

5. Ragam Format Studi Kasus

Format studi kasus menunjuk struktur atau cara isi kasus disajikan. Berdasarkan format atau struktur penyajiannya, studi kasus dibedakan menjadi:

Studi kasus yang bercorak retrospektif atau

a. flashbacks, yaitu

mengha-dirkan kembali peristiwa atau situasi dari masa lalu.

Studi kasus berupa gabungan antara latar belakang dan dialog, misal b.

situasi kerja dan dialog antara atasan dan bawahan.

Studi kasus berupa penyajian situasi sama yang dideskripsikan dari c.

beberapa sudut pandang.

Studi kasus berupa narasi murni atau analisis. Jenis studi kasus ini d.

biasanya panjang dan lazim dipakai di lingkungan akademik seperti sekolah-sekolah bisnis.

6. Langkah-langkah Penyusunan Studi Kasus

Rumuskan dulu butir-butir pelajaran dan isu yang hendak

disam-a.

paikan.

Tentukan jenis studi kasus dan pilih situasi yang mampu

mengilus-b.

trasikan butir-butir pelajaran yang hendak disampaikan, sambil mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1) Apakah harus berupa situasi nyata, rekaan, atau gabungan an-Apakah harus berupa situasi nyata, rekaan, atau gabungan an-tara keduanya.

2) Situasi mana yang paling relevan atau paling diakrabi oleh pe-Situasi mana yang paling relevan atau paling diakrabi oleh pe-serta.

3) Jangan terlalu teknis atau mudah ditangkap maksudnya, agar peserta tidak tergiring ke arah tertentu.

4) Situasi itu jangan terlalu bernuansa politis, sehingga bisa men-dorong peserta untuk mengemukakan pandangan yang tidak objektif.

Detil situasi kasusnya perlu dirancang secara cermat, seperti tokoh

c.

yang dimunculkan dan kerangka waktu yang dipakai.

Dalam merancang tokoh dan tindakan yang dilakukan, perlu

didasar-d.

kan pada penelitian atau wawancara dengan narasumber. Siapkanlah isu-isu yang mengundang pro-kontra secara cermat, agar isu-isu kon-troversial itu muncul dalam kasus.

Lakukanlah penelitian atau wawancara seperlunya untuk

menda-e.

patkan informasi yang diperlukan. Dibutuhkan contoh peristiwa-ke-jadian yang relevan dan informasi pendukung masing-masing sudut pandang yang akan didiskusikan secara seimbang.

Tulislah kasus itu.

f.

Periksalah

g. draft tulisan Anda dengan peta pro-kontra atau kerangka

yang sudah dibuat sebelumnya.

7. Faktor-faktor yang Bisa Menggagalkan Penyelenggaraan Diskusi Kasus Penyelenggaraan metode diskusi kasus bisa tidak efektif atau gagal mencapai tujuan yang diharapkan, karena studi kasus yang disajikan me-miliki ciri-ciri sebagai berikut:

4 a. Kurang kompleks, misal hanya menyajikan rangkaian persoalan atau butir-butir gagasan, tidak memberi kesempatan kepada peserta un-tuk menemukannya sendiri.

Tidak mencerminkan realitas, karena alasan-alasan sebagai berikut: b.

tokoh-tokohnya tidak nyata, bahasanya tidak realistik, peristiwa ke-jadiannya terlampau hitam-putih, atau gabungan antara ketiganya. Mengandung informasi yang tak perlu atau terlampau teknis. c.

Gagal mengarahkan peserta ke arah yang kita inginkan. Misal, mung-Misal,

mung-d.

kin kita ingin mengarahkan peserta agar:

1) Menyatakan pendapat pribadinya, nyatanya tidak. 2) Merasa terusik, nyatanya tidak peduli.

3) Dibuat sadar akan situasi hidup mereka sendiri, nyatanya malah merasa bahwa tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam kasus tidak nyata.

4) Terdorong untuk bertukar pikiran, nyatanya malah pasif Tidak mengandung informasi yang mampu memancing aneka pan-e.

dangan dalam diskusi.

Menggunakan bahan yang terlalu “dekat dengan kenyataan hidup se-f.

hari-hari para peserta”, sehingga justru membuat mereka tertarik un-tuk mendiskusikan isi kasus itu seolah-olah sebagai hal yang nyata. Mengandung informasi yang tidak tepat atau menyesatkan. g.

C. Simulasi dan Games

1. Arti dan Tujuan

Game atau permainan adalah aktivitas bermain yang diformalkan, lazimnya tidak terkait langsung dengan situasi kehidupan nyata. Peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian aturan main. Aturan main ini menentukan jenis aktivi-tas yang harus dilakukan dan kapan permainan harus diakhiri.

Simulasi merepresentasikan situasi kehidupan nyata tertentu, tetapi komponen-komponen dan saling hubungan antar komponen itu ditam-pilkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanipulasikan atau dikendalikan oleh peserta mengikuti kerangka waktu yang ditentukan.

Simulasi atau permainan sama-sama bertujuan menciptakan atau menghadirkan kembali proses, kejadian, atau serangkaian situasi, biasanya bersifat kompleks, sehingga peserta bisa menghayati dan memanipulasi-kan situasi itu tanpa perlu menanggung risiko yang biasanya timbul, dan selanjutnya bisa menganalisis apa yang terjadi.

2. Syarat Keberhasilan

Simulasi atau permainan bisa efektif bila satu atau lebih hal di bawah ini berlaku:

a. Tujuannya adalah:

1) Mengintegrasikan dan mengaplikasikan serangkaian ketrampil-an yketrampil-ang bersifat kompleks.

2) Memberikan pengalaman berkaitan dengan situasi kehidupan tertentu, misal terkait pekerjaan, suasana di kampus, secara re-alistik atau nyata.

3) Memancing keluar kecenderungan-kecenderungan alamiah pe-Memancing keluar kecenderungan-kecenderungan alamiah

pe-serta dan memberikan umpan balik terhadap kecenderungan-kecenderungan itu.

4) Mendorong partisipasi penuh dari pihak para anggota kelom-Mendorong partisipasi penuh dari pihak para anggota kelom-pok.

b. Materi atau bahan yang dibahas berupa:

1) Topik yang bersifat sensitif atau kabur, seperti soal kekuasaan atau kerja sama.

2) Topik yang lazimnya orang segan membicarakannya secara ter-Topik yang lazimnya orang segan membicarakannya secara ter-buka.

c. Kelompok yang dilatih memiliki ciri-ciri:

1) Butuh aktivitas yang mampu membangkitkan minat dan energi.

2) Cenderung memberikan “jawaban manis” dalam diskusi, pada-Cenderung memberikan “jawaban manis” dalam diskusi,

pada-hal dalam kehidupan nyata tingkah laku mereka sangat bertolak belakang.

4 3. Langkah-langkah Penyelenggaraan Simulasi atau Permainan Fasilitator memperkenalkan latihannya kepada peserta. a.

Peserta mempersiapkan diri dengan mempelajari aturan main, me-b.

nentukan strategi, menentukan langkah pertama, dan sebagainya. Jika perlu, satu atau dua peserta diminta mencoba untuk melihat c.

apakah mereka sudah paham.

Sebuah simulasi atau permainan seringkali terdiri dari sejumlah ta-d.

hap atau putaran dengan diselingi: 1) Umpan balik dan/atau

2) Perencanaan atau permulaan baru dan/atau 3) Penambahan informasi atau aturan main baru.

Jika perlu, hasil permainan atau simulasi ditabulasikan dan diumum-e.

kan kepada peserta. Fasilitator memberikan

f. debriefing, meliputi umpan balik dan diskusi

tentang maksud sebenarnya dari latihan itu, dan memberikan intisari secukupnya.

4. Hal-hal yang Bisa Divariasikan dalam Simulasi dan Permainan Taraf keketatan struktur aktivitas.

a.

Taraf kejelasan peran dan pembagiannya di antara peserta. b.

Banyaknya manipulasi yang dilakukan oleh fasilitator selama kegiat-c.

an berlangsung.

Mekanisme dan frekuensi pemberian umpan balik, mulai dari um-d.

pan balik lisan sampai tertulis atau bahkan lewat komputer.

Taraf kemiripan dengan situasi kehidupan nyata yang lazim dihadapi e.

peserta.

5. Proses Menyusun Simulasi dan Permainan

a. Terlebih dulu perlu ditentukan:

1) Learning points dari latihan yang bersangkutan.

2) Persoalan dan emosi seperti apa yang ingin diungkap dari pe-Persoalan dan emosi seperti apa yang ingin diungkap dari pe-gkap dari pe-serta.

3) Situasi macam apa yang akan mampu mengungkap persoalan atau emosi itu dan apakah situasi itu harus terkait dengan ke-hidupan nyata peserta atau tidak.

4) Peran apa saja yang diperlukan. 5) Hasil yang diharapkan dari latihan itu.

6) Aturan main dan struktur seperti apa yang akan mampu memun-culkan hasil yang diharapkan.

Terlebih dulu perlu diuji aneka opsi yang bisa dipilih oleh peserta, se-a.

suai struktur yang ditetapkan. Perlu juga dirumuskan jenis tindakan, hasil, dan aneka konflik yang mungkin muncul dari setiap opsi. Perlu disediakan semua logistik (prasarana-sarana) yang dibutuhkan b.

untuk latihan itu, termasuk pengaturan waktu serta cara umpan balik dan debriefing akan disampaikan kepada peserta.

Perlu disusun daftar final bahan-bahan yang dibutuhkan. c.

Perlu dilakukan penelitian atau wawancara secukupnya untuk men-d.

dapatkan informasi latar belakang tentang peserta.

6. Hal-hal yang Bisa Membuat Simulasi atau Permainan Tidak Efektif

Sebuah simulasi atau permainan bisa tidak efektif jika memiliki satu atau lebih dari antara ciri-ciri berikut:

Terlalu kompleks – setiap unsur harus memiliki tujuan yang jelas. a.

Tidak realistik alias berlebihan, misal terlalu sukar, terlalu berat, dan b.

sebagainya.

Tidak relevan atau tidak menarik bagi peserta. c.

Tidak menyajikan cukup opsi untuk membuat latihan itu sungguh-d.

sungguh menarik.

Arahnya mudah ditebak sehingga kurang menantang. e.

Terlampau menekankan menang-kalah, aspek kompetisinya menjadi f.

terlalu dominan sehingga menenggelamkan aspek-aspek lain. Kurang jelas.

g.

Strukturnya gagal menampilkan persoalan atau tingkah laku yang h.

4 i. Strukturnya mengakibatkan bahwa bentuk tingkah laku yang diper-lukan untuk dinyatakan “menang” atau “berhasil” dalam latihan itu justeru bukan bentuk tingkah laku yang kita inginkan.

Tidak mengandung cukup diskusi dan eksplorasi tentang apa sebenar-j.

nya makna dari latihan itu.

D. Latihan Bermain Peran (Role-Play) 1. Arti dan Tujuan

Dalam latihan bermain peran, peserta mensimulasikan sebuah situasi

interaktif nyata atau hipotetis. Misal, memainkan peran TKW yang diper-lakukan kasar oleh majikan. Atau, memainkan peran seseorang menjalani proses pengadilan di muka hakim pengadilan akhir sesudah ajal. Simulasi ini lazimnya diikuti diskusi dan analisis, untuk mengetahui bagaimana interaksi itu dirasakan atau dihayati, apa yang terjadi, dan mengapa de-mikian. Peserta bisa memperoleh umpan balik tentang tingkah lakunya selama bermain peran.

Permainan peran bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menghayati sebuah interaksi, dengan menggunakan cara yang su-dah biasa dilakukannya atau dengan cara baru. Jika memang mengguna-kan cara baru, maka metode ini juga memberi kesempatan kepada peserta untuk mempraktekkan cara baru itu dan memberinya umpan balik ten-tang tingkah lakunya dalam interaksi itu.

2. Syarat Keberhasilan

Latihan permainan peran cocok digunakan bila satu atau lebih per-syaratan berikut terpenuhi:

a. Tujuannya adalah:

1) Memberi kesempatan kepada peserta untuk mempraktekkan aneka ketrampilan yang diperlukan dalam situasi tertentu. 2) Memberi kesempatan kepada peserta untuk merasakan atau

3) Melakukan asesmen terhadap tingkah laku peserta dalam situasi interaktif.

4) Memberi kesempatan kepada peserta untuk mempraktekkan ketrampilannya melakukan observasi.

5) Menumbuhkan kepercayaan peserta akan kemampuannya meng-hadapi situasi tertentu.

6) Menunjukkan tingkah laku mana yang efektif dan tidak efektif dalam situasi tertentu.

b. Materi yang dibahas memiliki ciri-ciri:

1) Lebih rumit dari yang tampak dari luar, sehingga peserta perlu mencoba merasakan atau menghayatinya.

2) Sulit dipahami hanya lewat diskusi atau analisis.

c. Kelompok yang dilatih memiliki ciri-ciri:

1) Berasal dari latar belakang yang berlainan, sehingga membutuh-Berasal dari latar belakang yang berlainan, sehingga membutuh-kan suatu pengalaman bersama sebagai dasar untuk diskusi. 2) Membutuhkan latihan nyata sesudah menerima materi berupa

konsep yang cukup banyak.

3) Kurang memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi situasi se-Kurang memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi situasi se-jenis.

4) Terlalu percaya diri sehingga perlu diberi bukti nyata bahwa me-Terlalu percaya diri sehingga perlu diberi bukti nyata bahwa me-reka masih perlu belajar dan meningkatkan diri.

3. Langkah-langkah Menyelenggarakan Permainan Peran Fasilitator menjelaskan apa itu permainan peran.

a.

Peserta mempersiapkan diri untuk bermain peran, bisa sendiri-sen-b.

diri atau dalam kelompok kecil.

Peserta membawakan permainan peran, bisa dalam kelompok kecil c.

atau dalam kelas besar.

Permainan peran didiskusikan dan diberikan umpan balik seperlunya, d.

bisa dalam kelompok kecil atau dalam kelas besar. Diskusi dapat dimu-lai dalam kelompok kecil dulu, lalu dilanjutkan dalam kelas besar. Dirumuskan

e. learning points dari permainan peran yang

4 4. Beberapa Model Pembelajaran Lewat Permainan Peran

Yang dimaksud model pembelajaran di sini adalah pendekatan atau cara yang dipakai oleh fasilitator untuk membimbing atau membantu