• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6. Beberapa Metode Khas Pembelajaran Eksperiensial

B. Metode Diskusi Kasus

Metode diskusi kasus memanfaatkan studi kasus, yaitu deskripsi

ten-tang suatu situasi yang disajikan entah secara tertulis, lewat rekaman au-dio, atau lewat rekaman video, untuk disimak atau dipelajari oleh peserta dan kemudian mendiskusikannya dengan panduan pertanyaan-perta-nyaan yang disiapkan oleh fasilitator. Lazimnya diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di dalam situasi yang dideskripsikan: tindakan apa yang perlu dilakukan atau pelajaran-pelajaran apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi atau mencegah agar situasi sejenis tidak terjadi di masa mendatang.

4 Tujuan latihan ini adalah melatih peserta mampu merumuskan sen diri pelajaran-pelajaran dari situasi itu, tidak sekadar menerimanya dari fasili-tator. Peserta dilatih menerapkan proses berpikir yang diperlukan untuk menganalisis sebuah situasi nyata serta mengidentifikasikan berbagai alter-natif tindakan. Metode ini tidak bertujuan mengajarkan solusi yang benar untuk menghadapi situasi problematik tertentu, melainkan melatih peserta menganalisis dan menemukan solusi atas suatu situasi yang bermasalah. 2. Syarat Keberhasilan

Secara khusus, metode ini efektif diterapkan bila memenuhi satu atau lebih hal berikut ini:

a. Tujuannya adalah:

1) Menumbuhkan kesadaran, bukan ketrampilan tertentu.

2) Melatih ketrampilan menganalisis, bukan memberikan jawaban yang benar.

3) Mensimulasikan situasi kehidupan tertentu dengan menggu-Mensimulasikan situasi kehidupan tertentu dengan menggu-nakan sarana dan waktu yang relatif terbatas.

4) Mendorong peserta untuk berperan serta.

5) Menunjukkan bahwa isi program tidak bersifat konseptual atau abstrak semata, melainkan terkait dengan kehidupan nyata. 6) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengungkap-Memberikan kesempatan kepada peserta untuk

mengungkap-kan gagasan atau perasaan mereka.

7) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menguji kesahih-an pendapat mereka, menguji kemampukesahih-an mereka mengkesahih-analisis situasi dan menemukan solusi.

8) Menguji pemahaman peserta tentang aneka konsep, pendekat-an, dan isu.

b. Materi yang dibahas:

1) Kompleks dan berdimensi banyak.

2) Bukan isu yang mengarah pada satu jawaban tunggal.

c. Kelompok terdiri dari anggota yang memiliki ciri-ciri:

1) Cukup terpelajar, mampu mengorganisasikan dan mengolah in-formasi dalam jumlah yang banyak.

2) Trampil menganalisis.

3) Berjumlah cukup besar (10-30 peserta), dan lebih tepat dilaksa-nakan dalam bentuk partisipasi individual (peserta tidak dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil).

4) Percaya diri, fasih mengungkapkan gagasan, dan mampu saling memberikan tanggapan secara konstruktif.

5) Memiliki pengetahuan tentang isu yang diangkat, sehingga mam pu mengungkapkan pandangan dan perasaan mereka ten-tang isu yang bersangkutan.

3. Langkah-langkah Penyelenggaraan

a. Fasilitator menyajikan kasus dan membantu peserta menemukan

fokus.

b. Peserta diminta membaca dan menganalisis kasus sebagai persiapan

diskusi.

c. Fasilitator memulai dan membimbing diskusi, dengan cara

mengaju-kan pertanyaan-pertanyaan, melakumengaju-kan pendalaman, dan memberi-kan ringkasan.

d. Fasilitator bisa menggunakan flipcharts atau papan tulis atau

kom-puter-viewer untuk mendokumentasikan atau mencatat hasil-hasil

diskusi.

e. Fasilitator meringkas learning points alias butir-butir pelajaran atau

isu-isu yang bisa disarikan dari kasus.

f. Jika kasus itu masih akan digunakan pada aktivitas selanjutnya,

fasili-tator bisa mengaitkan diskusi tersebut dengan aktivitas berikut yang dimaksud.

4. Jenis-jenis Studi Kasus

Jenis studi kasus menunjuk pada isi atau tujuan kasus disajikan, bisa sebagai titik tolak diskusi, perangsang berpikir bersama, latihan memilih tindakan, atau ilustrasi permasalahan tertentu. Sesuai isi atau tujuannya itu, studi kasus dibedakan menjadi:

4 a. Studi kasus klasik. Di sini kasus disusun dengan tujuan untuk dijadi-kan titik tolak berdiskusi tentang apa yang terjadi dalam situasi yang dideskripsikan, situasi yang terjadi itu bisa dibenarkan atau tidak, bagaimana situasi itu bisa timbul, dan bagaimana mengatasi atau menghindari situasi serupa.

b. Studi kasus “Gateway”. Di sini kasus disusun dengan tujuan untuk merangsang berpikir, menciptakan kebutuhan untuk belajar, atau

se-bagai sarana untuk menyajikan role play atau latihan lain.

c. Vignette. Sering disebut “minicase”, yaitu sebuah kasus pendek dan sederhana, biasanya ditujukan untuk melatih peserta memilih tin-dakan atau menguji kemampuan peserta menggunakan pengetahuan baru.

d. Kasus contoh positif. Jenis kasus ini disusun dengan tujuan untuk

memberikan ilustrasi tentang cara melakukan sesuatu dengan benar. Kendati diberi predikat positif, dalam kenyataan isi kasus seperti ini tidak selalu positif, sebab kasus positif cenderung kurang merang-sang diskusi.

5. Ragam Format Studi Kasus

Format studi kasus menunjuk struktur atau cara isi kasus disajikan. Berdasarkan format atau struktur penyajiannya, studi kasus dibedakan menjadi:

Studi kasus yang bercorak retrospektif atau

a. flashbacks, yaitu

mengha-dirkan kembali peristiwa atau situasi dari masa lalu.

Studi kasus berupa gabungan antara latar belakang dan dialog, misal b.

situasi kerja dan dialog antara atasan dan bawahan.

Studi kasus berupa penyajian situasi sama yang dideskripsikan dari c.

beberapa sudut pandang.

Studi kasus berupa narasi murni atau analisis. Jenis studi kasus ini d.

biasanya panjang dan lazim dipakai di lingkungan akademik seperti sekolah-sekolah bisnis.

6. Langkah-langkah Penyusunan Studi Kasus

Rumuskan dulu butir-butir pelajaran dan isu yang hendak

disam-a.

paikan.

Tentukan jenis studi kasus dan pilih situasi yang mampu

mengilus-b.

trasikan butir-butir pelajaran yang hendak disampaikan, sambil mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1) Apakah harus berupa situasi nyata, rekaan, atau gabungan an-Apakah harus berupa situasi nyata, rekaan, atau gabungan an-tara keduanya.

2) Situasi mana yang paling relevan atau paling diakrabi oleh pe-Situasi mana yang paling relevan atau paling diakrabi oleh pe-serta.

3) Jangan terlalu teknis atau mudah ditangkap maksudnya, agar peserta tidak tergiring ke arah tertentu.

4) Situasi itu jangan terlalu bernuansa politis, sehingga bisa men-dorong peserta untuk mengemukakan pandangan yang tidak objektif.

Detil situasi kasusnya perlu dirancang secara cermat, seperti tokoh

c.

yang dimunculkan dan kerangka waktu yang dipakai.

Dalam merancang tokoh dan tindakan yang dilakukan, perlu

didasar-d.

kan pada penelitian atau wawancara dengan narasumber. Siapkanlah isu-isu yang mengundang pro-kontra secara cermat, agar isu-isu kon-troversial itu muncul dalam kasus.

Lakukanlah penelitian atau wawancara seperlunya untuk

menda-e.

patkan informasi yang diperlukan. Dibutuhkan contoh peristiwa-ke-jadian yang relevan dan informasi pendukung masing-masing sudut pandang yang akan didiskusikan secara seimbang.

Tulislah kasus itu.

f.

Periksalah

g. draft tulisan Anda dengan peta pro-kontra atau kerangka

yang sudah dibuat sebelumnya.

7. Faktor-faktor yang Bisa Menggagalkan Penyelenggaraan Diskusi Kasus Penyelenggaraan metode diskusi kasus bisa tidak efektif atau gagal mencapai tujuan yang diharapkan, karena studi kasus yang disajikan me-miliki ciri-ciri sebagai berikut:

4 a. Kurang kompleks, misal hanya menyajikan rangkaian persoalan atau butir-butir gagasan, tidak memberi kesempatan kepada peserta un-tuk menemukannya sendiri.

Tidak mencerminkan realitas, karena alasan-alasan sebagai berikut: b.

tokoh-tokohnya tidak nyata, bahasanya tidak realistik, peristiwa ke-jadiannya terlampau hitam-putih, atau gabungan antara ketiganya. Mengandung informasi yang tak perlu atau terlampau teknis.