BAB 3. Psikoedukasi
B. Makna dan Cakupan Psikoedukasi
Dalam kenyataannya psikoedukasi sebagai gerakan pemberian layan-an publik di bidlayan-ang konsultasi psikologi tidak bermakna tunggal. Menurut Nelson-Jones (1982), ada setidaknya enam pengertian tentang psikoedu-kasi, masing-masing mewakili gerakan tertentu, yaitu (a) melatih orang
mempelajari aneka life skills, (b) pendekatan akademik-eksperiensial
da-lam mengajarkan psikologi, (c) pendidikan humanistik, (d) melatih tenaga paraprofesional di bidang ketrampilan konseling, (e) rangkaian kegiatan pelayanan kepada masyarakat, dan (f ) memberikan layanan informasi ten-tang psikologi kepada publik. Masing-masing pengertian akan dijelaskan secara berturut-turut, mengacu pada uraian Nelson-Jones.
Di kalangan psikolog-konselor pendukung gerakan ini, psikoedukasi
dimaknai sebagai usaha membantu klien mengembangkan aneka life skills
atau ketrampilan hidup lewat aneka program terstruktur yang
diseleng-garakan berbasis kelompok. Beberapa life skills penting menurut
Nelson-Jones (1982) meliputi kemampuan mendengarkan, seperti kemampuan memahami orang lain secara empatik; kemampuan mengungkapkan-diri, seperti kemampuan berbicara di depan publik, kemampuan bersikap aser-tif; kemampuan memecahkan atau menyelesaikan konflik; kemampuan memecahkan masalah dan membuat rencana; kemampuan membuat ke-putusan; kemampuan mengelola kecemasan; kemampuan mengendalikan dorongan seks; kemampuan menjalani aneka transisi kehidupan penting secara efektif, seperti menikah, menjadi ayah atau ibu, menghadapi kema-tian orang yang dikasihi, dan menghadapi masa pensiun. Tampak, di sini psikoedukasi identik dengan pendidikan pribadi dan sosial.
2. Pendekatan Akademik-Eksperiensial dalam Mengajarkan Psikologi Secara garis besar ada dua pendekatan dalam pembelajaran suatu di-siplin ilmu atau pengetahuan, yaitu pendekatan akademik dan pendekat-an eksperiensial. Ypendekat-ang pertama menekpendekat-ankpendekat-an pemerolehpendekat-an pengetahupendekat-an-
pengetahuan-pengertian lewat intellectual skills atau olah pikir. Hasil belajarnya disebut
hard skills berupa pengetahuan-ketrampilan formal tentang aneka kon-sep, teori, sejarah, dan aspek-aspek lain baik teoretis maupun praktis dari psikologi sebagai disiplin ilmu. Yang kedua menekankan pembentukan
pengetahuan-pemahaman lewat pengalaman atau sering disebut learning
by doing. Hasil belajarnya berupa soft-skills meliputi aneka pengetahuan nyata tentang aneka fungsi psikologis maupun ketrampilan pribadi-sosial yang bisa diterapkan dan sangat bermanfaat dalam menghadapi berbagai tugas kehidupan sehari-hari.
Pendekatan psikoedukasi dalam pembelajaran psikologi
mengintegra-sikan baik experiential teaching of life skills and/or the skills of applied
psy-chological practices maupun intellectual teaching of academic skills di bidang psikologi. Dengan kata lain, pendekatan psikoedukasi dalam
pembela-4 jaran psikologi baik di perguruan tinggi maupun di sekolah mene ngah (di Amerika Serikat psikologi juga diajarkan di Sekolah Menengah Atas) me-madukan pendekatan akademik dan pendekatan eksperiensial, sehingga menghasilkan pembelajar atau lulusan yang memiliki pengetahuan formal yang mendalam tentang psikologi sebagai disiplin sekaligus menjadi ma-nusia yang menguasai aneka ketrampilan pribadi-sosial yang akan menun-jang keberhasilannya dalam studi akademik maupun dalam menjalani tugas-tugas kehidupan pada umumnya.
3. Pendidikan Humanistik
Mengambil inspirasi dari pemikiran tokoh-tokoh filsof dan psikolog beraliran humanistik, seperti John Dewey, Carl Rogers, dan Abraham Maslow, pendidikan humanistik menekankan harkat sang pribadi siswa atau pelajar sebagai subjek secara utuh serta memandang bahwa tujuan kon seling khususnya dan pendidikan umumnya adalah menghasilkan pri badi-pribadi yang mampu mengaktualisasikan dirinya. Peran konselor dan pendidik hanyalah memfasilitasi atau menyediakan aneka bantuan-fasilitas agar proses belajar dalam diri pelajar berlangsung secara efektif dan optimal. Maka, selain harus menguasai pengetahuan-ketrampilan dalam
bidang pelajaran tertentu atau hard skills yang relevan – misal, guru bahasa
Indonesia harus menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang menda-lam di bidang kebahasaan umumnya dan kebahasaan Indonesia khusus-nya – seorang guru atau konselor juga dituntut memiliki sikap empatik, yaitu kesediaan dan kemampuan memahami pikiran-perasaan orang lain,
serta mampu menciptakan aneka kondisi interpersonal “inti” (‘core’
inter-personal conditions) yang berpusat pada sang pribadi terhadap para siswa dan kliennya. Selain pemahaman empatik, kondisi interpersonal inti yang
dimaksud menurut Carl Rogers adalah unconditional positive regards, yaitu
kemampuan mengembangkan pandangan positif tanpa syarat dari pihak guru atau konselor terhadap para siswa atau kliennya.
4. Melatih Tenaga Paraprofesional di Bidang Ketrampilan Konseling Mengingat keterbatasan jumlah psikolog-konselor di satu pihak dan banyaknya klien yang harus dilayani di pihak lain jika kita mengikuti pan-dangan baru tentang konseling secara konsekuen, maka untuk meningkat-kan keefektifan dan memperluas jangkauan layanan mereka para psikolog-konselor perlu memberikan pelatihan di bidang ketrampilan konseling kepada baik awam maupun tenaga paraprofesional agar mampu berperan serta memberikan layanan konseling secara terbatas sesuai kewenangan yang dimiliki.
Yang dimaksud paraprofesional di bidang layanan psikologis-konse-ling adalah tenaga di bidang pemberian layanan psikologi-konsepsikologis-konse-ling yang tidak berlatar belakang pendidikan di bidang psikologi atau konseling, atau yang memiliki sebagian latar belakang itu namun belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kualifikasi sebagai psikolog-konselor profesio-nal, namun mampu menyelenggarakan jenis-jenis layanan dasar konseling berkat persiapan-pelatihan di bidang aneka ketrampilan dasar konseling yang diberikan oleh para psikolog-konselor profesional. Golong an yang bisa dimasukkan ke dalam kategori paraprofesional semacam ini adalah mahasiswa Program Studi Psikologi atau Bimbingan dan Konseling yang
dilibatkan sebagai peer counsellors bagi rekan-rekannya sesama
maha-siswa yang membutuhkan bantuan psikologis sederhana. Gagasan pokok
mengembangkan peer counsellors adalah melatih dari antara warga
kelom-pok sasaran yang dilayani aneka ketrampilan dasar konseling agar selan-jutnya bisa berperan sebagai konselor sebaya bagi teman-teman sesama ke-lompok sasaran. Pendekatan ini lazim diterapkan di kalangan mahasiswa perguruan tinggi atau kelompok-kelompok dampingan dalam komunitas seperti ibu-ibu PKK, perkumpulan remaja atau muda-mudi, dan seba-gainya, dengan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga psikolog-konselor profesional.
5. Serangkaian Kegiatan Pelayanan kepada Masyarakat
Istilah psikoedukasi seringkali juga diartikan sebagai mencakup kese-luruhan aktivitas pendidikan-konsultasi yang bersifat pelayanan kepada
4 masyarakat (outreach activities). Kegiatan ini lazimnya meliputi pelatihan
life skills pada berbagai kelompok klien, seperti siswa-siswi sekolah, pe-gawai lembaga atau perusahaan pemerintah maupun swasta, perkumpulan ibu-ibu PKK atau Dharma Wanita, dan sebagainya; pelatihan ketrampilan konseling bagi tenaga paraprofesional di berbagai lingkungan atau komu-nitas, khususnya yang bersifat marjinal seperti lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan, lingkungan pemukiman buruh migran, komunitas buruh di kawasan industri, dan sebagainya; pemberian layanan konsul-tasi kepada lembaga atau komunitas tertentu; serta pemberian layanan informasi psikologis secara individual untuk meningkatkan kemampuan
klien menghadapi berbagai problem kehidupan sehari-hari (
psychologi-cal self-help information)melalui berbagai media seperti pertemuan tatap
muka, pembicaraan telepon, layanan SMS, e-mail atau lewat media
jejar-ing sosial lainnya seperti Facebook. Semua itu tentu saja diselenggarakan di
luar ruang an dan di luar setting penyelenggaraan layanan konseling secara
tradisional.
6. Memberikan Layanan Informasi tentang Psikologi kepada Publik Akhirnya, istilah psikoedukasi kadangkala juga diartikan sebagai pen didikan publik, yaitu pemberian layanan informasi kepada masyarakat luas tentang berbagai pengetahuan dan/atau ketrampilan psikologis yang berguna untuk menghadapi aneka problema kehidupan sehari-hari mela-lui berbagai jenis media massa seperti koran, majalah, radio, televisi, dan sebagainya. Layanan informasi ini kadangkala juga disertai dengan tin-dakan nyata yang bersifat advokasi dalam rangka mempengaruhi bahkan memperjuangkan agar perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan tindakan publik didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis yang benar.
Dari antara enam pengertian pendidikan psikologis di atas, psikologi konsultasi akan memberikan fokus utama pada pengertian yang pertama, yaitu psikoedukasi sebagai upaya pemberian bantuan kepada
kelompok-kelompok klien dalam rangka menguasai berbagai life skills, tentu saja
sekaligus dengan memperhatikan aspek-aspek yang relevan dari beberapa pengertian lainnya.