• Tidak ada hasil yang ditemukan

d) Kelompok Kerja Pembantuan

H. DURASI WAKTU

durasi waktu yang diperlukan dalam pemutakhiran data pemilih berdasar kepada prinsip kemutahiran data pemilih, sehingga sangat diperlukan ketersediaan waktu untuk pemutakhiran data, dan penetapan daftar pemilih dilakukan dengan prinsip semakin mendekati hari pemungutan suara status data makin mutakhir. di samping itu, penyediaan logistik pemilu sangat tergantung pada durasi waktu proses dPt. Oleh karena itu KPU memerlukan:

Penetapan daftar Pemilih a.

dPt tambahan disusun dan ditetapkan setelah dPt ditetapkan 1.

sampai dengan 10 hari sebelum hari pemungutan suara.

KPU menetapkan rekapitulasi dPt nasional paling lambat 6 bulan 2.

sebelum hari pemungutan suara.

KPU Provinsi merekapitulasi dPt kabupaten/kota di wilayah 3.

kerjanya paling lambat 6,5 bulan sebelum hari pemungutan suara. KPU Kabupaten/Kota menetapkan dPt paling lambat 7 bulan 4.

sebelum hari pemungutan suara.

PPS menetapkan dPSHP paling lambat 8 bulan sebelum hari 5.

pemungutan suara.

PPS menetapkan dPS paling lambat 9 bulan sebelum hari 6.

pemungutan suara.

PPdP melakukan pemutakhiran data pemilih paling lambat 12 bulan 7.

sebelum hari pemungutan suara.

Pengolahan dPt pemilu terakhir dan data kependudukan oleh KPU 8.

dilakukan paling lambat 18 bulan sebelum hari pemungutan suara. Pengumuman daftar Pemilih

b.

dPS diumumkan selama 14 hari. 1.

dPSHP diumumkan selama 14 hari. 2.

dPt diumumkan sampai dengan pemungutan suara. 3.

I. TEKNOLOGI DAN SISTEM INFORMASI

DATA PEMILIH

teknologi yang diperlukan dalam pemutakhiran data adalah teknologi yang memiliki tiga fungsi, yaitu (1) dapat digunakan untuk pengolahan (konsolidasi, sinkronisasi, pembersihan) data dPt Pemilu terakhir dengan data Kependudukan Pemerintah; (2) dapat digunakan untuk mengirimkan data dari KPU ke KPU Kabupaten/Kota dan sebaliknya; dan (3) dapat digunakan untuk publikasi daftar pemilih. teknologi pemutakhiran data pemilih itu bekerja dengan mekanisme CrUd (create, read, update and delete).

Penyediaan teknologi tergantung kepada tanggung jawab pihak yang memiliki wewenang dalam pemutakhiran data. Bila wewenang pemutakhiran berada di KPU, maka posisi teknologi pengolahan data akan berada di KPU (sentralisasi). demikian pula, bila wewenang pemutakhiran berada di KPU dan/atau KPU Kabupaten/Kota, maka penyediaan teknologi berada di KPU dan KPU Kabupaten/Kota (desentralisasi). atau dapat juga posisi teknologi hanya berada di KPU, namun KPU Kabupaten/Kota diberikan wewenang akses (link) dalam pemutakhiran tetap berada di daerah.

Sistem informasi data pemilih (Sidalih) yang akan dikembangkan KPU diharapkan mampu melayani KPU di semua tingkatan dan memiliki 3

fungsi: (1) konsolidasi (pembuatan database data pemilih berdasarkan dPt pemilu terakhir dan data Kependudukan); (2) pemeliharaan dan pemutakhiran, dan (3) publikasi data pemilih. Selain itu Sidalih juga ditujukan untuk memberikan akses yang luas kepada publik dan pemangku kepentingan lainnya terhadap data pemilih yang dimiliki oleh KPU. namun demikian, Sidalih ini harus dirancang dengan kemampuan memberikan jaminan keamanan agar daftar pemilih ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Berikut adalah penjelasan singkat tiga fungsi Sidalih yang dikembangkan KPU:

Fungsi

1. Konsolidasi. Sidalih harus mampu mendukung kerja KPU untuk mengkonsolidasikan sumber data pemilih yang berasal dari dPt Pemilu terakhir dari KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan data

Kependudukan Pemerintah dari Pemerintah secara efektif dan efisien.

dua data yang berbeda tersebut merupakan data awal bagi KPU untuk

menyusun daftar pemilih yang akan dimutakhirkan dan diverifikasi.

Fungsi Pemeliharaan dan Pemutakhiran.

2. Sidalih dibangun

untuk membantu KPU dalam memelihara dan memutakhirkan data pemilih yang dimiliki. dalam fungsi ini teknologi yang dikembangkan

ditujukan untuk melakukan identifikasi permasalahan daftar pemilih,

misalnya data ganda, belum cukup umur, anggota tnI/Polri, dan data lainnya yang dinilai tidak akurat. Selain itu teknologi ini dikembangkan untuk menjembatani antara KPU Pusat dengan KPU Kabupaten/ Kota dalam melakukan pemutakhiran secara berkala. dalam hal ini KPU Pusat menyediakan layanan pemutakhiran data pemilih yang dapat digunakan oleh KPU Kabupaten/Kota untuk memasukkan dan mengirimkan hasil pemutakhiran data pemilih.

Fungsi Publikasi/Sosialisasi.

3. Sidalih dirancang untuk membuka

akses publik kepada informasi daftar pemilih. Sidalih di antaranya dirancang agar pemilih dapat melakukan pemeriksaan nama atau identitas pemilih, apakah data sudah benar atau belum, apakah dirinya sudah terdaftar atau belum. teknologi ini diharapkan sebagai sarana bagi pemilih untuk memberikan tanggapan dan masukan terhadap

daftar pemilih, sebagai bahan pemutakhiran dan verifikasi faktual data

pemilih.

Berkaitan dengan publikasi/sosialisasi data pemilih (dPS dan dPt) dengan menggunakan website diatur sebagai berikut:

KPU

1. wajib menyediakan informasi data pemilih yang meliputi informasi data pemilih seluruh pemilih di Indonesia.

KPU Provinsi

2. wajib menyediakan data informasi pemilih yang meliputi data pemilih masing-masing provinsi yang bersangkutan.

KPU Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah pemilih lebih dari 3.

1.000.000 orang wajib menyediakan data informasi pemilih yang meliputi data pemilih di kabupaten/kota yang bersangkutan.

KPU Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah pemilih kurang dari 4.

1.000.000 orang dapat menyediakan data informasi pemilih yang meliputi data pemilih di kabupaten/kota yang bersangkutan.

J. ANGGARAN

Merujuk kepada pengalaman Pemilu 2009, keterlambatan anggaran menyebabkan banyak tahapan pemilu tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Keterlambatan tersebut mengakibatkan kekacauan yang fatal dalam penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih:

PPdP tidak dapat bekerja secara optimal karena proses rekrutmen 1.

yang sangat terlambat, ketidakpastian pembayaran honororarium, dan sosialisasi mekanisme kerja kepada petugas yang terlambat.

pengadaan dan distribusi alat kelengkapan penyusunan dan 2.

pemutakhiran daftar pemilih terlambat dilaksanakan.

sosialisasi daftar pemilih sementara (dPS) kepada stakeholder tidak 3.

tepat waktu.

penyediaan perangkat keras dan lunak untuk mendukung pemutakhiran 4.

data pemilih tidak optimal.

Selain itu penyusunan anggaran telah selesai sebelum Undang-Undang disahkan, sehingga kebutuhan-kebutuhan baru yang diperintahkan oleh Undang-Undang tidak dapat lagi diakomodasi. Kondisi ini memerlukan

perubahan sistem anggaran pemilu yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme keuangan biasa.

Oleh karena itu perlu dibangun kesepakatan antara dPr, KPU, Bappenas, BPK, dan Kementerian Keuangan untuk membangun sistem anggaran khusus pemilu meliputi perencanaan anggaran dan tata cara atau mekanisme pencairan anggaran yang sesuai dengan tahapan pemilu – dalam bentuk BLOCK GRANT. Hal ini sangat penting mengingat kegiatan pemilu ini bersifat massal, melintasi tahun anggaran berjalan, dan memiliki dimensi politik yang sangat kuat.