• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Ekologi Estuaria

Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut (Dahuri, 2003). Pritchard (1967) in Wibisono (2005) mengatakan bahwa estuaria adalah suatu badan perairan pantai yang semi tertutup, tetapi masih mempunyai hubungan dengan laut terbuka dimana air laut mengalami pelarutan yang bisa diukur dengan massa air tawar yang berasal dari drainase darat.

Definisi dari Pritchard tersebut belum menyebutkan tentang pasang surut yang merupakan salah satu sifat fisis hidro-oseanografi yang terasa pada setiap daerah pantai. Odum (1993) mendefinisikan estuaria (aestus, air pasang) adalah suatu badan air pantai setengah tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka, jadi sangat terpengaruh oleh gerakan pasang surut, dimana air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air daratan. Fairbridge (1980) in Wibisono (2005) memberikan batasan yang lebih komprehensif yaitu estuaria merupakan tempat air masuk (inlet) air laut hingga mencapai lembah sungai sejauh pengaruh pasang masih tampak ke arah hulu dan bisa dibagi menjadi tiga segmen muara, yakni:

1. segmen pantai atau bagian terendah dari estuaria yang berhubungan langsung dengan laut terbuka,

2. segmen tengah yang dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi dan terjadi percampuran dengan air tawar (sungai), dan

3. sungai hulu (fluvial estuary) yang ditandai oleh dominansi air tawar tetapi masih terpengaruh oleh gerakan pasang harian.

Estuaria dapat dianggap sebagai zona transisi atau ekotone antara habitat air tawar dan habitat lautan, tetapi banyak dari kelengkapan fisika dan biologinya yang utama tidaklah bersifat transisi melainkan unik. Estuaria atau air payau dapat digolongkan sebagai oligo-, meso-, atau polihaline menurut salinitas rata-ratanya. Secara khusus, komunitas estuaria terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik (yaitu jenis-jenis yang terbatas pada zona estuaria) dan jenis-jenis-jenis-jenis yang datang dari laut, ditambah jenis-jenis yang mempunyai kemampuan osmoregulasi untuk menembus ke arah atau dari lingkungan air tawar (Odum, 1993).

Meskipun kondisi fisik di estuaria sering kali penuh tekanan, dan keragaman jenis yang sesuai sedikit, tetapi keberadaan sumber makanan sedemikian menguntungkan sehingga wilayah ini dijejali berbagai kehidupan. Menurut Odum (1993) estuaria memiliki produktivitas tinggi karena:

1. estuaria adalah suatu perangkap nutrien (nutrient trap), sebagian bersifat fisik (terutama pada jenis-jenis yang berstratifikasi) dan sebagian lagi bersifat biologi. Seperti pada terumbu karang, penyimpanan dan pendaurulangan nutrien oleh bentos secara cepat, pembentukan

satuan-satuan organik dan detritus dan perolehan kembali nutrien dari endapan dalam oleh aktivitas mikroba dan akar tumbuh-tumbuhan yang menembus dalam serta binatang-binatang penggali, telah menciptakan semacam sistem penyuburan sendiri. Seperti telah ditunjukkan kecenderungan alami untuk eutrofikasi ini terutama juga menyebabkan estuaria mudah terkena polusi, karena polutan terperangkap seperti halnya nutrien bermanfaat. 2. estuaria mendapat keuntungan dari keragaman jenis produsen yang

terprogram untuk berfotosintesis sepanjang tahun. Estuaria sering kali memiliki semua (tiga jenis) produsen yang menguasai dunia, yaitu makrofita (ganggang, rumput laut dan rumput di rawa-rawa), mikrofit bentik dan fitoplankton.

3. peranan penting gerakan pasang surut dalam menimbulkan suatu ekosistem dengan permukaan air berfluktuasi yang tersubsidi. Pada umumnya semakin tinggi amplitudo pasang surut semakin besar potensi berproduksi, asal arus yang terjadi tidak terlalu abrasif. Gerakan air maju-mundur melakukan kerja lumayan besar, dengan membuang limbah dan membawa makanan serta nutrien, sehingga organisme dapat mempertahankan eksistensi sessile-nya yang tidak memerlukan banyak pengeluaran energi metabolisme untuk mengeluarkan kotoran badan dan mengumpulkan makanan. Pada kecepatan berapa arus berubah dari bersifat bantuan menjadi tekanan, tidak begitu diketahui seperti yang seharusnya.

Wibisono (2005) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tiga sumber zat hara (nutrien) yang menjadikan estuaria mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi, yakni:

1. berasal dari daerah pantai yang berdekatan dengan wilayah muara dimana lapisan bawah permukaan dari laut memasuki muara saat pasang,

2. hara yang mengalami pelarutan (leaching) dari sedimen dasar perairan sungai yang terbawa oleh aliran menuju ke arah muara maupun dari presipitasi air hujan,

3. buangan domestik yang mengandung hara, sejumlah kegiatan pertanian dan buangan industri.

Gambaran dominan estuaria ialah berfluktuasinya salinitas. Secara definitif suatu gradien salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu, melalui variasi pola gradien yang bergantung musim, topografi estuaria, pasang surut, dan jumlah air tawar. Terdapat faktor lain yang berperan dalam mengubah pola salinitas. Pasang surut merupakan salah satu kekuatan. Tempat yang perbedaan pasang surutnya besar, pasang naik akan mendorong air laut lebih jauh ke hulu estuaria menggeser isohalin ke hulu dan sebaliknya. Selain itu kekuatan yang kedua yaitu gaya coriolis. Rotasi bumi berpengaruh terhadap membeloknya aliran air. Di belahan bumi utara, kekuatan ini membelokkan air tawar yang mengalir ke luar ke sebelah kanan apabila seseorang melihat estuaria ke arah laut. Air asin dari laut yang mengalir ke dalam estuaria juga digeser ke arah kanan dilihat dari laut ke arah estuaria dan sebaliknya di belahan bumi selatan (Odum, 1993).

2.3. Makrozoobentos

Organisme bentos adalah semua organisme yang melekat atau menetap pada dasar atau hidup di dasar endapan. Bentos meliputi organisme nabati (fitobentos) dan organisme hewani (zoobentos). Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sessil, merayap maupun menggali lubang (Odum, 1993).

Menurut Nybakken (1988) secara ekologis terdapat dua kelompok organisme bentik yang agak berbeda yaitu epifauna dan infauna. Epifauna adalah organisme bentik yang hidup pada atau dalam keadaan lain berasosiasi dengan permukaan. Infauna adalah organisme yang hidup di substrat lunak. Kelompok ketiga terdiri dari predator-predator besar dan bergerak aktif. Organisme infauna biasanya digolongkan menurut ukurannya menjadi:

1. makrofauna adalah organisme yang berukuran lebih besar dari 1 mm, 2. meiofauna 1 mm sampai 0,1 mm, dan

3. mikrofauna lebih kecil dari 0,1 mm.

Menurut Nybakken (1988) kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak sublitoral terbagi dalam empat kelompok taksonomi: kelas Polychaeta, filum Crustacea, filum Echinodermata, dan filum Moluska. Cacing Polychaeta banyak terdapat sebagai spesies pembentuk tabung dan

penggali. Crustacea yang dominan adalah Ostrakoda, Amfipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang berukuran besar, dan beberapa Dekapoda yang lebih kecil. Umumnya mereka menghuni permukaan pasir dan lumpur. Moluska biasanya terdiri dari berbagai spesies Bivalvia penggali dengan beberapa Gastropoda di permukaan. Echinodermata biasanya sebagai bentos subtidal, terutama terdiri dari Bintang Laut dan Ekinoid (Bulu Babi dan Dollar Pasir).

Menurut Mac Arthur (1960) in Nybakken (1988) dikenal dua pola daur hidup organisme yang agak berbeda pada habitat manapun juga. Tipe yang pertama disebut Oportunistik dimana spesies ini memiliki ciri masa hidup yang pendek, perkembangan yang cepat untuk bereproduksi, terdapat banyak periode reproduksi per tahun, larva terdapat hampir atau sepanjang tahun di perairan dan angka kematiannya tinggi. Biasanya mereka merupakan hewan kecil dan sering menetap atau sessil. Tipe yang kedua yaitu Ekuilibrium dengan ciri daur hidup yang panjang, perkembangan mencapai dewasa yang relatif lama, terdapat satu atau lebih periode reproduksi per tahun dan angka kematiannya rendah. Biasanya ukuran spesies ini lebih besar daripada Oportunis dan sering bersifat aktif bergerak.

Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan bentos terutama yang bersifat herbivor dan detritivor dapat menghancurkan makrofita akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Nybakken, 1988).

Woodin (1976) in Nybakken (1988) mengklasifikasikan organisme infauna menjadi penggali pemakan deposit, pemakan suspensi dan pembentuk tabung dari berbagai tipe. Klasifikasi ini bergantung pada klasifikasi oportunis dan ekuilibrium. Penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Di beberapa daerah yang biasanya terdapat penggali pemakan deposit ternyata jarang terdapat atau tidak ada pemakan suspensi. Hal ini disebabkan organisme penggali pemakan deposit menggali beberapa sentimeter teratas dari dasar dan menyebabkan lapisan berpartikel halus termasuk pelet tinja menjadi

renggang dan tidak stabil. Selanjutnya lapisan ini mudah tersuspensi kembali oleh gerakan air. Sedimen yang tersuspensi kembali ini mengakibatkan tersumbatnya struktur penyaring pemakan suspensi yang halus sehingga fungsinya terhambat. Ditambah lagi dengan terbentuk dan mengendapnya kembali partikel tersuspensi cenderung mengubur larva pemakan suspensi yang baru menetap dan mematikannya. Keadaan ini tidak mematikan larva pemakan deposit karena mereka menggali ke dalam substrat yang lebih padat di bawahnya. Penyumbatan permukaan penyaring yang menyebabkan pemakan suspensi tidak dapat makan, ditambah penimbunan larva yang mantap, akan memusnahkan pemakan suspensi. Penyingkiran satu kelompok karena modifikasi lingkungan oleh kelompok yang lain oleh Rhoads and Young (1970) in Nybakken (1988) dinamakan Amensalisme Kelompok Trofik. Dengan cara ini pemakan deposit membentuk komunitasnya sendiri dan menyingkirkan pemakan suspensi.

Pemakan suspensi terdapat lebih melimpah pada substrat yang lebih berbentuk pasir, bahan organik lebih sedikit, dan substrat dimana pemakan deposit akan menemukan lebih sedikit makanan serta lebih sukar menggali. Karena substrat biasanya lebih stabil, pemakan suspensi dapat membentuk dirinya. Sekali terbentuk, mereka juga dapat menyingkirkan pemakan deposit yang potensial dengan menyaring larvanya sampai habis dari perairan itu (Nybakken, 1988).

Organisme pembentuk tabung dapat berupa pemakan suspensi atau pemakan deposit. Hewan ini membentuk tabung dalam substrat di tempat mereka hidup. Tabung-tabung itu mampu menstabilkan substrat. Mereka juga menyebar ke dalam substrat. Dengan menstabilkan substrat, mereka mencegah tersuspensinya kembali partikel halus dan memungkinkan organisme pemakan suspensi dapat hidup. Bersamaan dengan ini, adanya tabung dalam substrat membatasi tempat yang tersedia untuk digali oleh pemakan deposit. Pemakan deposit tidak dapat menembus ke bawah karena terhalang oleh tabung yang keras. Pembuat tabung dapat dijumpai di lumpur atau pasir. Jika dijumpai di lumpur, kehadiran tabungnya berguna untuk menghambat pemakan deposit dan memperbaiki lingkungan untuk tempat tinggal pemakan suspensi. Penyingkiran melalui aktivitas normal semacam ini dinamakan Gangguan Kompetisi (Competitive Interference) (Nybakken, 1988).

Faktor biologis lain yang penting untuk menentukan struktur spesies komunitas infauna adalah pemangsaan. Baik predator invertebrata maupun vertebrata memangsa organisme infauna. Aktivitas pemangsaan dapat menyebakan hilangnya mikrofauna dari suatu daerah yang sempit dan menyebabkan gangguan yang dapat diikuti oleh suatu rangkaian pembentukan kembali koloni. Ini merupakan suatu cara terjadinya distribusi yang tidak merata di dasar. Pembersihan semacam ini dapat disebabkan oleh aktivitas makan dari sejenis ikan sebelah atau ikan pari. Kebiasaan ikan pari menggali ke dasar akan menghancurkan daerah yang cukup luas dan mengakibatkan terjadinya kolonisasi kembali. Predator invertebrata yang dominan umumnya terdiri dari berbagai Kepiting, Bintang Laut, dan Gastropoda karnivora yang memangsa Bivalvia (Nybakken, 1988).

Beberapa organisme makrozoobentos sering dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik, dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian secara fisika-kimia. Kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah karena jumlahnya relatif banyak, mudah ditemukan, mudah dikoleksi dan diidentifikasikan, bersifat immobile dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap kandungan bahan organik. Kelemahannya adalah karena sebarannya mengelompok dan dipengaruhi oleh faktor hidrologi seperti arus dan kondisi substrat dasar (Hawkes, 1979).

Berdasarkan teori Shelford (Odum, 1993) makrozoobentos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit.

Pada umumnya karakteristik sessil memiliki kemampuan lebih dalam mengintegrasikan pengaruh lingkungan pada skala waktu yang lama, makrozoobentos dalam hal itu umumnya sebagai indikator yang baik untuk lingkungan terpengaruh (Underwood, 1996 in Schroeder, 2003) dan juga pada perubahan ekosistem dalam waktu yang lama (Kroncke, 1995 in Schroeder, 2003). Makrozoobentos khususnya dalam dasar laut dangkal merupakan sebuah bagian yang menyatu dalam sistem memiliki kepentingan utama dalam

remineralisasi dan transformasi bahan organik terdeposit (Josefson et al. 2002 in Schroeder, 2003) dan sebagai penghasil sumber makanan utama ikan-ikan demersal (Reid, 1987 in Schroeder, 2003).

Odum (1993) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrozoobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan makrozoobentos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan, sehingga organisme ini sering dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan.

Dokumen terkait