• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan contoh makrozoobentos dilakukan pada perairan estuaria dari kedua anak Sungai Brantas yaitu Sungai Porong dan Sungai Wonokromo. Kedua estuaria ini terletak di Provinsi Jawa Timur tepatnya yaitu di Kabupaten Sidoardjo untuk estuaria Sungai Porong (Gambar 3) dan Kota Surabaya untuk estuaria Sungai Wonokromo (Gambar 4).

Pengambilan sampel makrozoobentos ini dilakukan sebanyak tiga kali yang terdiri dari penelitian utama dan tambahan. Penelitian utama dilakukan sebanyak dua kali berdasarkan perbedaan temporal dan spasial yaitu pada tangal 28 – 29 Agustus 2007 yang merupakan sampling kedua dan mewakili musim kemarau serta tanggal 7 – 8 Maret 2008 untuk sampling ketiga yang mewakili musim hujan. Pengambilan sampel tambahan dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada tanggal 31 Maret 2007 yang merupakan sampling pertama untuk melihat pengaruh salinitas dengan strategi pengambilan acak kelompok dari sebaran salinitas tertentu (Lampiran 1). Peta lokasi pengambilan contoh makrozoobentos beserta posisi stasiun-stasiunnya disajikan pada Gambar 2, 3, dan 4.

Gambar 2. Estuaria Sungai Porong dan Sungai Wonokromo, Jawa Timur (Sumber: Google Earth)

Gambar 3. Lokasi sampling makrozoobentos tanggal 29 Agustus 2007 dan 8 Maret 2008, estuaria Sungai Porong (Sumber: Bakosurtanal, 2000)

Gambar 4. Lokasi sampling makrozoobentos tanggal 28 Agustus 2007 dan 7 Maret 2008, estuaria Sungai Wonokromo (Sumber: Bakosurtanal, 2000)

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh makrozoobentos yaitu Petersen Grab, kantong plastik, spidol permanen, formalin 4 %, ember dan cool box. Untuk alat dan bahan yang digunakan saat penanganan

gayung, baki, pinset, botol film, formalin 4%, mikroskop, kaca pembesar, kertas label, spidol, data sheet dan buku identifikasi.

Petersen Grab yang digunakan memiliki bukaan mulut 15 x 20 cm2 untuk sampling pertama dan ketiga serta 13,5 x 19 cm2 untuk sampling kedua. Buku identifikasi yang digunakan adalah The Encyclopedia of Shells (Dance, 1977) dan Sowerby’s Book of Shells (Dance, 1990) serta Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates (Gosner, 1971). Pengamatan beberapa parameter fisika dan kimia air menggunakan refraktometer untuk mengukur salinitas serta pH stick untuk mengukur pH.

3.3. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun pada pengambilan contoh makrozoobentos utama (sampling kedua dan ketiga) diambil berdasarkan keterwakilan spasial wilayah estuaria yang memanjang mulai dari mulut sungai menuju ke arah laut yaitu mencakup wilayah sungai (stasiun 9 dan 10), peralihan (stasiun 1, 2, 11 dan 12) dan wilayah laut (stasiun 3, 4, 5, 6, 7, 8, 13, 14, 15 dan 16). Dari enam belas stasiun yang ditentukan, stasiun 1 sampai 9 berada di estuaria Sungai Porong dan sisanya stasiun 10 sampai 16 terdapat di estuaria Sungai Wonokromo. Sedangkan pada pengambilan contoh makrozoobentos tambahan (sampling pertama) diambil berdasarkan sebaran salinitas sebanyak enam stasiun yang semuanya berada pada estuaria Sungai Porong (Lampiran 1). Posisi stasiun berdasarkan GPS (Global Positioning System) dapat dilihat pada Tabel 3, dan 4.

Tabel 3. Posisi stasiun 1 – 9 pada sampling makrozoobentos kedua dan ketiga, estuaria Sungai Porong

Stasiun Posisi LS BT 1 07o 33’55.0” 112o 52’21.8” 2 07o 33’46.9” 112o 52’39.3” 3 07o 33’55.0” 112o 53’03.5” 4 07o 33’55.0” 112o 53’25.7” 5 07o 33’55.0” 112o 53’37.2” 6 07o 33’55.0” 112o 53’35.5” 7 07o 33’55.0” 112o 53’17.9” 8 07o 33’55.0” 112o 53’00.1” 9 07o 33’55.0” 112o 50’59.2”

Tabel 4. Posisi stasiun 10 – 16 pada sampling makrozoobentos kedua dan ketiga, estuaria Sungai Wonokromo

Stasiun Posisi LS BT 10 07o 18’16.7” 112o 50’39.0” 11 07o 17’53.3” 112o 51’27.9” 12 07o 17’46.5” 112o 52’46.9” 13 07o 17’26.6” 112o 52’17.3” 14 07o 17’48.7” 112o 52’45.2” 15 07o 17’48.2” 112o 52’34.9” 16 07o 17’57.7” 112o 51’48.7”

3.4. Pengambilan dan Penanganan Contoh

Pengambilan contoh makrozoobentos dilakukan dari atas kapal yang berhenti pada posisi stasiun yang telah ditentukan. Pengambilan sampel makrozoobentos dan sedimen yang terdapat di dasar perairan menggunakan Petersen Grab. Pada setiap stasiun dilakukan tiga kali ulangan pengambilan contoh makrozoobentos pada pengamatan utama sedangkan pengamatan tambahan diambil sebanyak lima kali ulangan yang semuanya dilakukan secara acak dari atas kapal.

Sampel yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label berisi nomor stasiun dan ulangan. Sampel makrozoobentos di dalam plastik diawetkan dengan formalin 4% kemudian semua sampel makrozoobentos dari setiap stasiun dikumpulkan ke dalam cool box untuk dilakukan penanganan sampel selanjutnya.

Pengambilan contoh sedimen dilakukan sekali yaitu pada sampling ketiga pada setiap stasiun tanpa ulangan. Selain itu di setiap stasiun juga terdapat beberapa parameter fisika dan kimia air yang diukur secara in situ (langsung di lokasi pengamatan).

Parameter-parameter fisika dan kimia yang diukur beserta metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter fisika dan kimia air beserta metode yang digunakan

Parameter Satuan Metode Keterangan

Fisika

Tekstur sedimen % Metode Kohn Lab. Ilmu Tanah

Kimia Salinitas air pH air C-Organik sedimen ‰ - % Refraksi cahaya Visual (penggunaan indra penglihatan) Metode Walkey-Black in situ in situ Lab. Ilmu Tanah

Penanganan sampel makrozoobentos secara umum dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penyaringan, penyortiran, pengawetan dan identifikasi. Penyaringan dilakukan di laboratorium maupun di sungai dengan menggunakan saringan halus serta ember dan bak besar untuk menampung air saringan. Sampel sedimen disaring dengan saringan halus dengan diameter pori 500 µm sampai

makrozoobentos dan serasah bersih dari sedimen. Sedimen contoh diusahakan untuk tidak ada yang tertinggal dalam proses penyaringan. Proses penyortiran dilakukan di laboratorium yaitu memisahkan makrozoobentos dari serasah-serasah hasil penyaringan dengan menggunakan pinset dan baki sebagai wadah penampung hasil saringan. Makrozoobentos hasil penyortiran dimasukkan ke dalam botol film berlabel stasiun dan ulangan kemudian diawetkan dengan formalin 4 %.

Makrozoobentos yang telah disortir selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku identifikasi dengan alat bantu lup dan mikroskop. Setiap jenis individu yang ditemukan dihitung jumlahnya untuk setiap ulangan dan stasiun.

Pada pengambilan sampel ketiga dilakukan pengambilan contoh sedimen di setiap stasiun tanpa pengulangan. Contoh sedimen dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dikeringkan dengan panas matahari. Sampel yang telah kering digerus dengan menggunakan mortar kemudian disaring. Hasil gerusan dianalisis dengan metode Kohn untuk menentukan tekstur sedimen berdasarkan segitiga Mihler (Jury and Horton, 2004). Analisa lebih lanjut untuk mengetahui C-Organik dan tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.5. Analisis Data

Data yang dianalisa yaitu data primer dari ketiga pengambilan sampel makrozoobentos tahun 2007 – 2008 serta data sekunder dari dua kali pengambilan sampel makrozoobentos tahun sebelumnya sebagai pembanding oleh Fahliza, (2007). Stasiun yang digunakan pada data sekunder sama dengan stasiun pada pengambilan makrozoobentos kedua dan ketiga tetapi hanya pada stasiun 1 sampai 6 estuaria Sungai Porong (Gambar 3).

3.5.1. Kepadatan Makrozoobentos

Kepadatan makrozoobentos menurut Brower and Zar (1990) didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobentos per satuan luas (m2). Sampel makrozoobentos yang telah diidentifikasi kemudian dihitung kepadatannya dengan menggunakan rumus:

A xNi Ki10000

Keterangan:

Ki = Kepadatan makrozoobentos jenis i (individu/m2)

Ni = Jumlah makrozoobentos jenis i yang ditemukan (individu) A = Luas bukaan mulut Petersen Grab (cm2)

10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2

3.5.2. Similaritas

Analisa similaritas dari kepadatan dan komposisi makrozoobentos yang ditemukan antar pengamatan dilakukan menggunakan software Minitab 14. Similaritas yang digunakan yaitu sebesar 80 % dan disajikan dalam bentuk dendrogram. Analisa kelompok/klasifikasi (automatic cluster analysis) dimaksimalkan untuk mengelompokkan unit-unit statistik ke dalam kelompok yang homogen dari sejumlah variabel atau karakter (Minitab 14; Bengen, 2000). Rumus jarak kedekatannya yaitu:

 

 

  1 2 , i kj ij X X j i d

Keterangan:

d(i, j) = Jarak Euclidean antara pengamatan i dan j

Xij = Kepadatan Kelas Makrozoobentos ke-i untuk Sampling ke-j Xkj = Kepadatan Kelas Makrozoobentos ke-j untuk Sampling ke-k

3.5.3. Box Plot

Tampilan Box Plot menunjukkan sebaran data baik parameter lingkungan (salinitas, pH, tekstur dan C-Organik sedimen), kepadatan makrozoobentos maupun jumlah spesies yang ditemukan di kedua estuaria pada musim hujan dan kemarau. Pada Box Plot ditampilkan Quartil data dengan bantuan program SigmaPlot 8.0. Quartil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi empat bagian sama besar (Walpole,1992). Nilai-nilai tersebut dilambangkan menjadi; Q1 yang memiliki sifat bahwa 25 % dari data jatuh di bawahnya, 50 % jatuh di bawah Q2, dan 75 % jatuh di bawah Q3.

3.5.4. Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis merupakan uji nonparametrik untuk menguji kesamaan beberapa nilai tengah (median) dalam analisis ragam dengan asumsi contoh diambil dari populasi yang menyebar tidak normal (Walpole, 1992).

    k i i i n n r n n h 1 2 ) 1 ( 3 ) 1 ( 12 Keterangan: H = uji Kruskal-Wallis dimana, H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2, dengan wilayah kritik: h > X20,05 r = jumlah peringkat dalam contoh ke-i

n = ukuran contoh ni = ukuran contoh ke-i

Dokumen terkait