• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perairan

4.1.1. Kondisi Perairan Estuaria Sungai Porong 1. Salinitas

pH Tekstur Sedimen ( % ) C-Organik ( % )

Pasir Debu Liat

Agustus ‘07 10 18 7 - - - - 11 29 7,5 - - - - 16 30 8 - - - - 12 30 7,3 - - - - 13 31 8 - - - - 15 31 7,5 - - - - 14 31 7,5 - - - - Mar et ‘08 10 5 7,8 4,8 64,59 30,61 1,83 11 29 8 37,22 41,54 21,24 0,46 16 28 8 - - - 0,76 12 30 8,1 28,36 37,42 34,22 0,61 13 30 8,1 47,81 26,71 25,48 1,67 15 26 8 5,4 58,86 35,74 1,98 14 27 8 4,9 49,73 45,37 1,75

Ket: stasiun diurutkan berdasarkan posisinya ke arah laut

4.1.1. Kondisi Perairan Estuaria Sungai Porong 4.1.1.1. Salinitas

Salinitas estuaria Sungai Porong pada bulan Maret 2006 berkisar antara 0,20 hingga 32 ‰. Kisaran salinitas pada pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar. Menurut Odum (1993) gambaran salinitas di estuaria dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim, topografi, pasang surut, serta jumlah air tawar. Bulan Maret 2006 berada pada musim hujan sehingga debit air sungai yang masuk ke wilayah estuaria lebih besar daripada saat musim kemarau.

Perbedaan salinitas jelas terlihat antara musim kemarau dengan musim hujan. Pada bulan Juli 2006 yang mewakili musim kemarau memiliki kisaran salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan yaitu antara 18 sampai 32 ‰. Sebaran salinitas terlihat berbanding lurus dengan jarak stasiun dengan mulut sungai. Semakin jauh dari mulut sungai maka salinitas semakin tinggi. Hal ini karena masukan air tawar rendah dan tidak mampu menjangkau daerah yang lebih jauh.

Pengamatan pada bulan Maret 2007 memiliki posisi stasiun yang berbeda dari pengamatan biasanya. Posisi stasiun memang sengaja dicari berdasarkan perbedaan sebaran salinitas yang berkisar antara 6,20 sampai 28 ‰.

Pengamatan di musim kemarau pada bulan Agustus 2007 juga menunjukkan salinitas yang tinggi di setiap stasiun. Salinitas di daerah ini antara 12 hingga 31,20 ‰. Sebaran salinitas pada setiap stasiun masih berhubungan dengan posisinya terhadap mulut sungai yang merupakan tempat masuknya air tawar dari daratan. Pada bulan Maret 2008 kisaran salinitas kembali turun antara 0 – 31 ‰.

4.1.1.2. Derajat Keasaman (pH)

Kisaran pH di estuaria Sungai Porong pada bulan Maret 2006 berkisar antara 6,2 sampai 7,9. Kandungan ion garam di laut akan mempengaruhi nilai pH. Air laut yang memiliki salinitas tinggi biasanya memiliki pH yang relatif tinggi pula. Proses dekomposisi bahan organik dari daratan menghasilkan CO2 dan telah terjadi dari sungai hingga sampai muara. Semakin banyak limbah organik yang dibuang dari daratan maka akan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dalam proses dekomposisi serta semakin banyak pula CO2 yang dihasilkan. Kandungan CO2 bebas inilah yang akan dapat menurunkan pH suatu perairan.

Pada musim kemarau tepatnya di bulan Juli 2006 nilai pH di setiap stasiun mengalami peningkatan dengan kisaran yang juga meningkat dari 7 sampai dengan 8,30. Hal ini terjadi karena pada musim kemarau debit air tawar yang masuk lebih kecil sehingga nilai pH banyak dipengaruhi salinitas air laut yang tinggi. Menurut Nybakken (1988) lingkungan perairan laut memiliki pH yang bersifat relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,50 – 8,40.

Nilai pH di bulan Maret 2007 memiliki kisaran yang tinggi antara 8,20 sampai 8,50. Kisaran yang tinggi ini juga berhubungan dengan salinitasnya yang juga tinggi sehingga ion garam dari air laut yang lebih banyak berpengaruh.

Pada bulan Agustus 2007 kisaran pH antara 7,20 sampai 8. Nilai pH di setiap stasiun hampir tidak jauh berbeda karena pengaruh masukan air tawar yang tidak terlalu besar dibanding musim hujan sehingga salinitas air laut yang berpengaruh lebih besar terhadap pH.

Kisaran pH kembali menurun di musim hujan pada bulan Maret 2008 yaitu antara 7 – 8. Musim hujan yang memiliki arus lebih deras dibandingkan musim kemarau dapat membawa bahan-bahan air sungai dengan jangkauan yang lebih jauh. Hal ini terlihat pada stasiun 6, 7 dan 8 dengan nilai pH 7 yang bersifat netral. Sedangkan stasiun 1 dan 9 memiliki pH yang juga netral karena berada di sungai dan mulut sungai sehingga pengaruh air tawar sangat besar.

4.1.1.3. Tekstur Sedimen

Tekstur sedimen estuaria Sungai Porong terdiri dari pasir, debu dan liat yang banyak terbawa oleh air sungai dari daratan. Berdasarkan ukuran, tekstur pasir memiliki diameter terbesar yaitu 0,05 – 2 mm diikuti oleh debu dengan diameter 2 – 50 µm dan liat sebesar 0 – 2 µm. Bahan-bahan tersuspensi adalah

padatan yang memiliki ukuran lebih besar dari 1 µm sehingga tekstur tersebut

diduga sebelumnya merupakan suspensi (Effendi, 2003). Hal ini dikarenakan air laut memiliki ion yang mampu menggumpalkan partikel halus tersuspensi menjadi partikel yang lebih besar dan berat sehingga akan mudah mengendap serta membentuk dasar lunak (Nybakken, 1988).

Bulan Maret 2006 pengambilan sampel hanya dilakukan pada stasiun 1 sampai 6 dimana tekstur sedimennya didominasi oleh pasir kecuali pada stasiun 3 dan 6. Hal ini berbeda dengan komposisi tekstur Juli 2006 dimana debu dan liat merupakan tekstur dominan. Perbedaan ini terjadi akibat adanya perbedaan arus di bulan Maret 2006 yang lebih deras sehingga pasir dapat terbawa lebih jauh.

Bulan Juli 2006 merupakan musim kemarau yang arusnya lebih lemah sehungga partikel tersuspensi yang lebih berat seperti pasir tidak dapat terbawa lebih jauh. Hanya pada stasiun 1 yang dekat dengan tambang pasir yang didominasi oleh tekstur pasir sedangkan stasiun lainnya lebih didominasi oleh debu dan liat. Sedimentasi akan lebih mudah terjadi pada perairan yang memiliki arus tenang dan cenderung stagnan sehingga hanya dapat membawa partikel yang lebih ringan yaitu debu dan liat yang hampir mendominasi semua stasiun.

Pada bulan Maret 2008 tekstur pasir dominan di daerah mulut sungai kemudian semakin jauh ke arah laut relatif lebih didominasi oleh debu dan liat. Hal ini karena tekstur liat dan debu memiliki ukuran, massa dan diameter yang

lebih kecil dibandingkan dengan pasir sehingga lebih mudah terbawa oleh arus. Daerah di dekat mulut sungai terdapat aktivitas tambang pasir oleh warga sekitar. Hal ini menyebabkan arus membawa limpasan pasir menuju mulut sungai sehingga tekstur pasir menjadi dominan. Semakin jauh dari mulut sungai pengaruh arus akan semakin lemah sehingga pasir yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan dengan liat dan debu tidak dapat terbawa.

Adanya perubahan dominasi tekstur sedimen dari tahun 2006 hingga 2008 dari pasir menjadi debu dan liat dapat mengindikasikan adanya masukan yang berlebihan dari limbah bahan organik yang terakumulasi menjadi endapan lumpur. Estuaria Sungai Porong merupakan daerah perangkap nutrien sehingga banyak mengakumulasi bahan-bahan organik. Kandungan bahan organik ini dipengaruhi oleh masukan dari daratan yang terbawa aliran Sungai Brantas, bahan organik di estuaria berupa serasah pepohonan dan jasad biota maupun bawaan bahan organik dari laut melalui pasang.

Bahan organik dari daratan banyak disumbangkan oleh limbah domestik, limbah pabrik, limbah perikanan dan limbah pertanian. Masukan bahan organik dari daratan ini dapat sangat besar mengingat 14 juta jiwa atau 40 % penduduk Jawa Timur berinteraksi dengan Sungai Brantas. Sedangkan daerah muara yang kaya akan keberagaman jenis biota penghuninya, banyak disumbangkan oleh serasah pepohonan yang menjadi detritus serta sisa-sisa biota yang mati. Sehingga daerah estuaria merupakan wilayah yang sangat subur dengan masukan bahan organik yang besar.

4.1.1.4. Kandungan C-Organik Sedimen

Pada bulan Maret 2006 merupakan saat musim hujan yang memungkinkan arus menjadi lebih deras yang dapat membawa bahan organik lebih jauh. Hal ini terlihat dari stasiun 1 yang memiliki kandungan C-Organik yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun lainnya yang jauh dari mulut sungai. Arus yang kuat mempersulit terjadinya sedimentasi dan dekomposisi. Musim hujan juga memiliki curah hujan yang lebih tinggi dan memiliki volume air yang lebih besar sehingga terjadi pengenceran yang lebih dari biasanya. Pemasukan bahan organik di musim hujan menjadi lebih besar yaitu pada proses pelarutan sedimen dasar

sungai yang terbawa oleh aliran air hujan. Kandungan C-Organik semakin meningkat dari bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2008 terlihat dari 6 stasiun di titik yang sama pada tiga kali sampling. Hal ini dapat disebabkan semakin meningkatnya akumulasi masukan limbah dari daratan akibat makin berkembangnya industri dan intensifikasi air irigasi.

Kandungan C-Organik tertinggi sebesar 1,83 % yaitu di stasiun 2 pada bulan Maret 2008 dimana sebelumnya hanya 1,37 % di bulan Juli 2006 dan 0,27 % di bulan Maret 2006 serta terendah pada stasiun 1 bulan Maret 2006 yang kemudian meningkat menjadi 0,70 % di bulan Juli 2006 dan 0,68 % di bulan Maret 2008. Berdasarkan data kandungan C-Organik di bulan Maret 2008, stasiun yang memiliki kandungan C-Organik yang tinggi adalah stasiun dengan pengaruh arus yang lebih kecil. Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa stasiun 1, 8 dan 9 memiliki kandungan yang lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya. Posisi stasiun 9 berada di sungai, stasiun 1 dan 8 berada di depan mulut sungai sehingga arus masih sangat berpengaruh. Hal ini juga ditunjukkan pada stasiun 1 bulan Maret dan Juli 2006. Arus yang lebih deras pada stasiun-stasiun tersebut dapat membawa padatan tersuspensi yang lebih besar serta mempersulit terjadinya sedimentasi. Sedangkan stasiun yang memiliki arus tenang akan mudah terjadi sedimentasi sehingga perombakan bahan-bahan organik oleh dekomposer akan lebih mudah.

Dendrogram komposisi sedimen juga menunjukkan bahwa stasiun 1, 8 dan 9 berada di kelas yang sama dari tiga kali pengambilan contoh sedimen (Lampiran 4). Kelas tersebut memiliki karakter yang sama dimana tekstur pasir yang lebih mendominasi dengan kandungan C-Organik yang rendah. Sedangkan stasiun lainnya yaitu 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 relatif berada di kelas yang sama. Karakteristik stasiun-stasiun tersebut memiliki kemiripan karena posisinya yang jauh dari mulut sungai dan mendapat pengaruh arus.

Kandungan C-Organik banyak terdapat pada tekstur lumpur dan liat. Hal ini juga dapat ditunjukkan dari hasil regresi dari tiga kali pengambilan sampel

sedimen dimana semakin besar komposisi debu dan liat maka kandungan C-Organik akan semakin tinggi. Selain itu dari dendrogram similaritas variabel

tekstur debu dan liat dengan similaritas 88 – 99 % (Lampiran 4). Tekstur liat dan debu memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan pasir karena tekstur tersebut merupakan hasil penguraian bahan organik menjadi lebih sederhana oleh dekomposer maupun detritus.

4.1.2. Kondisi Perairan Estuaria Sungai Wonokromo

Dokumen terkait