• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Komunitas Makrozoobentos Setelah Adanya Lumpur Sidoardjo

Peningkatan masukan limbah yang terus menerus serta tambahan masukan buangan Lumpur Sidoardjo memungkinkan timbulnya perubahan kualitas lingkungan dan ekosistem di sekitarnya. Sementara lingkungan yang paling berpengaruh adalah wilayah estuaria Sungai Porong sebagai daerah muara dan tempat terakumulasinya bahan masukan dari Sungai Porong.

Pada pengambilan sampel sebanyak lima kali di estuaria Sungai Porong terdapat tiga pengambilan sampel yang dilakukan setelah dilakukannya pembuangan Lumpur Sidoardjo pada bulan Desember 2006 ke arah laut. Pengambilan sampel tersebut yaitu pada bulan Maret 2007, Agustus 2007 dan Maret 2008. Sehingga dari kelima sampling tersebut dapat dilihat adanya perubahan kondisi estuaria ini melalui struktur komunitas makrozoobentos yang menyusun di dalamnya.

Pada bulan Maret dan Agustus 2007 terlihat adanya peningkatan kepadatan dan dominansi penuh dari kelas Pelecypoda jenis Tellina sp. (Gambar 11). Selain itu pada Gambar 13 juga dapat menunjukkan bahwa setelah adanya Lumpur Sidoardjo terdapat perubahan kepadatan dan komposisi makrozoobentos yaitu dengan adanya dominansi yang meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat tekanan ekologis yang tinggi sehingga jenis lainnya sulit untuk bertahan hidup. Tekanan ekologis ini dapat berupa akumulasi bahan organik, senyawa beracun maupun peningkatan bahan-bahan tersuspensi. Menurut NIMPIS (2002) in Sulistiawan (2007) makrozoobentos dari kelas Pelecypoda bersifat Filter Feeder yang berfungsi sebagai alat pernafasan juga sebagai alat penyaring makanan. Makanan dari jenis ini berupa zooplankton kecil, fitoplankton dan bahan organik yang tersuspensi. Hal ini memungkinkan Pelecypoda dapat bertahan hidup bahkan mendominasi kepadatan karena kebiasaan makannya yang sesuai yaitu Ciliary Feeder.

Unsur-unsur logam berat di dalam perairan dapat dideteksi oleh bentos. Kadar logam dalam tubuh makhluk hidup dalam hal ini hewan dapat dideteksi melalui daging, urin, darah dan tulang. Kadar logam dalam darah mengalami ekskresi dan urin merupakan hasil ekskresi. Kadar logam dalam daging dan tulang berhubungan dengan kadar logam dalam darah dan urin saat daging dan tulang terbentuk. Dengan demikian daging dan tulang merupakan bagian tubuh hewan yang banyak mengakumulasi logam (Gani, 1997 in Karimah, 2002). Sedangkan pada filum Moluska cangkang merupakan bagian tubuh yang strukturnya sama dengan tulang (Gosner, 1971). Sehingga kepadatan dan komposisi dari Pelecypoda yang sangat dominan kemungkinan dapat menjadi indikasi adanya akumulasi dari logam berat di estuaria ini. Uji logam berat pada cangkang Pelecypoda dapat dilakukan untuk mendeteksi dan melihat pengaruh adanya kandungan logam berat yang terkandung pada wilayah ini terhadap makrozoobentos dan biota lainnya yang berinteraksi di dalamnya.

Terdapat dua kelas yang hilang setelah pembuangan Lumpur Sidoardjo hingga Agustus 2007 yaitu Gastropoda dan Polychaeta (Gambar 15). Gastropoda diduga merupakan kelas yang banyak diisi oleh jenis yang intoleran sehingga adanya perubahan pada kualitas perairan akan dapat menghambat kehidupan

mereka. Suspensi yang meningkat masuk ke perairan dapat menghambat saluran pernafasan dari Gastropoda dan Polychaeta yang dapat menyebabkan kematian. Pelecypoda sendiri didominasi oleh jenis Tellina sp. yang bersifat deposit feeder sehingga pengaruh suspensi tinggi dapat diadaptasi dengan cara mengubur diri.

Pada bulan Maret 2008 adanya self purification kondisi lingkungan dan dengan adanya pengaruh pengenceran bahan beracun dan berbahaya di musim hujan akibat dari debit air yang meningkat di musim hujan sehingga Polychaeta kembali muncul. Polychaeta sendiri merupakan kelas yang bersifat oportunis sehingga keadaan ini dimanfaatkan untuk berkembang biak dengan jumlah yang besar.

Perbedaan juga terlihat dari jenis makrozoobentos yang menyusun estuaria Sungai Porong dengan Wonokromo pada waktu sampling yang hampir bersamaan yaitu pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. Pada estuaria Sungai Wonokromo tersusun dari 23 jenis dari 5 kelas makrozoobentos yaitu Gastropoda, Holothuroidea, Malacostraca Pelecypoda dan Polychaeta sedangkan estuaria Sungai Porong hanya memiliki 9 jenis dari 4 kelas yaitu Holothuroidea, Malacostraca, Pelecypoda dan Polychaeta.

Berbanding lurusnya antara jumlah kepadatan dengan dominansi menunjukkan adanya tekanan ekologis yang tinggi di kedua estuaria ini dimulai dari sebelum masuknya Lumpur Sidoardjo. Hal ini didukung oleh Widyo Purwanto, Kepala Biro Manajemen Mutu Perum Jasa Tirta 1 (PJT 1) Malang yang menyatakan bahwa pencemaran air Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas di kota Malang, saat ini berada pada kondisi mengkhawatirkan yang telah mencapai 10 – 15 mg/liter jauh di atas ambang baku mutu pencemaran 4 mg/liter. Fakta ini sangat mengkhawatirkan karena Malang merupakan hulu atau sumber dari Sungai Brantas dan pencemaran yang lebih parah telah terjadi di daerah seperti Mojokerto, Gresik dan Sidoardjo yang menjadi kawasan industri (http://www.mediacenter.or.id).

Keberadaan cangkang Balanus spp. yang menempel pada Pelecypoda juga dapat mengindikasikan pernah adanya kehidupan Teritip dan bahan organik yang tinggi pada perairan dan setelah adanya masukan Lumpur Sidoardjo. Menurut Stanczak (2004) in Sulistiawan (2007) bakteri mengawali penempelan dan

membentuk suatu lapisan tipis (biofilm) yakni lapisan film yang dibuat oleh bakteri Thiobacilli atau jasad renik lain yang membentuk suatu cangkang, manakala kondisi nutrien melimpah. Bakteri memerlukan C-Organik, unsur humik dan asam uronik dalam jumlah maksimum agar biofilm tumbuh dengan baik.

Perubahan tingkat kepadatan dan komposisi makrozoobentos yang terjadi tidak dapat dipastikan akibat buangan Lumpur Sidoardjo. Hal ini dikarenakan buangan lumpur belum sampai ke estuaria. Akan tetapi kemungkinan adanya pengaruh dapat terjadi melalui air buangan yang tebawa bersama lumpur dan limpasan lumpur oleh air sungai yang terbawa menuju estuaria Sungai Porong.

Adanya siklus musiman yang terjadi masih merupakan kemungkinan terbesar terjadinya perubahan struktur komunitas makrozoobentos di estuaria ini. Siklus musiman berpengaruh terhadap parameter-parameter lingkungan menjadi lebih fluktuatif terlebih pada daerah estuaria yang juga memiliki keadaan lingkungan yang dinamis. Sehingga toleransi tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan sangat dibutuhkan oleh biota yang hidup di dalamnya.

Dokumen terkait