• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANJIR BANDANG DESA LAWE SIGALA II

3.2. Ekosistem Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat karena disertai dengan muatan masif bongkah-bongkah batuan dan tanah serta batang-batang kayu (debris) yang berasal dari arah hulu sungai. Banjir bandang ini dipicu oleh faktor hidrologi yaitu intentitas hujan yang tinggi, faktor klimatologis, dan juga geologis antara lain longsor dan pembendungan alamiah di daerah hulu (Meon, 2006, 56). Selain berbeda dari segi muatan yang terangkut di dalam aliran air tersebut, banjir bandang ini juga berbeda dibandingkan banjir biasa. Sebab, dalam proses banjir ini, terjadi kenaikan debit air secara tiba-tiba dan cepat (Price, 2009,75)

Banjir bandang disertai tanah longsor melanda beberapa desa di Kecamatan Lawe Sigalagala dan Semadam di Kabupaten Aceh Tenggara yang disebabkan hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dengan durasi lebih dari 6 jam dan terus melanda kawasan tersebut.Bencana banjir bandang menyebabkan kerusakan harta benda seperti kerusakan lingkungan atau lahan, kerusakan transportasi, kerusakan rumah ibadah gereja dan masjid, gagal panen,

71

beserta hilangnya benda-benda yang berharga. Hujan dengan intensitas tinggi beserta tanah longsor menimbulkan sejumlah desa di Kabupaten Aceh tenggara, dilanda oleh banjir bandang sehingga debit air masih mengalir dari arah hulu pegunungan. Di Desa Lawe Sigala II merupakan daerah yang termasuk rawan dengan banjir bandang dikarenakan hutan yang telah rusak akibat ulah manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga karena kurangnya kegiatan gotong-royong untuk pembersihan lingkungan, maka jika musim penghujan deras daerah kawasan tersebut rentan mengalami kebanjiran.

Tabel 3.1 Daftar Banjir Bandang Aceh Tenggara

Waktu

Berdasarkan hasil wawancara Kak Siska Mastina (35) mengatakan bahwa:

„Yah...jika dari pandangan saya dan juga yang telah saya alami dari tahun-tahun sebelumnya saya mengetahui banjir bandang akan tiba berdasarkan pengetahuan saya yaitu, jika terjadi mendung gelap dibagian hulu maka itu akan kemungkinan mengalami hujan deras, terus jika hujan turun deras

72

sampai 3 atau 6 jam maka bisa saya prediksi akan datangnya banjir bandang, sebelum datang banjir bandang kami atau kawan-kawan yang lainnya sudah siapsiaga atas keselamatan diri maupun barang-barang yang penting ataupun berharga. Dari penciuman bau lumpur dan juga suara gemuruh juga bisa saya ketahui akan tibanya banjir bandang..”(hasil wawancara 23/02/2019)

Intensitas curah hujan yang ekstrim juga merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan bencana banjir bandang. Masyarakat juga mengetahui lokasi zona bahaya dan zona aman pada lingkungan tempat tinggalnya, jika turunnya hujan deras selama 3 jam masyarakat sudah mulai bersiapsiaga dan aktivitas di rumah akan diberhentikan, semua barang-barang yang penting akan dimasukkan kedalam tas ransel siap bencana, hal ini menunjukkan level satu untuk bersiapsiaga. Pada level ke dua masyarakat mengetahuinya jika terdengarnya suara gemuruh dari arah pegunungan hingga terciumnya bauk lumpur banjir bandang dimana masyarakat sudah berada di halaman teras untuk mengevaluasi informasi dari tetangga lainnya. Pada level ini masyarakat tidak ada lagi beraktivitas di dalam rumah sehingga aliran listrik sudah dipadamkan.

Selanjutnya pada level tingkat tiga masyarakat mengetahui jika aliran air yang deras dari pegunungan sudah melampaui batas jembatan dan air sudah mulai menyebar kepemukiman yang membawa material batu-batuan, kayu, pasir, dan lumpur. Hal ini sudah menunjukkan zona bahaya sehingga masyarakat akan melakukan tindakan penyelamatan diri mencari zona aman dengan mengendarai mobil pick-up, dan sebagian lagi masyarakat pergi kedaerah dataran yang luas agar supaya air yang deras menyebar dan volume air tidak begitu kencang.

Tindakan tanggap darurat yang paling tinggi yaitu memodifikasi tempat tinggal, menyediakan perlengkapan P3K serta obat-obatan, menyediakan

73

makanan ringan, bantuan pakaian, selimut, dan menyediakan alat penerangan alternatif. Indikator kesiapsiagaan adalah bagaimana sistem peringatan dini yang ada dimasyarakat, terutama di daerah yang memiliki kerentanan bencana banjir.

Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi jika terjadi bencana (Dodon, 2013)16

Masyarakat atau individu yang memiliki ikatan sosial yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya akan lebih mudah dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu modal sosial yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap bencana akan mengurangi kerentanan itu sendiri [Indawati, 2015]. Modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat berupa mengikuti kegiatan organisasi kemasyarakatan berupa arisan dan organisasi keagamaan (melakukan ritual doa, dan partangiangan17) berupa kegiatan. Pengajian akan menjadi penggerak bagi tindakan kesiapsiagan dalam menghadapi bencana banjir. Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu yang relatif pendek dan terulang tiap tahun, upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan. Berbagai upaya warga Desa Lawe Sigala II yang bersifat struktural ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir di Desa Lawe Sigala II. Penanggulangan banjir bandang selama ini lebih terfokus pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir untuk mengurangi dampak bencana. Selain itu, meskipun kebijakan non fisik yang umumnya mencakup partisipasi masyarakat dalam menanggulangi banjir sudah dibuat, namun belum dilaksanakan dengan baik, bahkan tidak sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga

16 Indikator dan Perilaku Kesiapsiagaan Masyarakat di Pemukiman dalam Antisipasi Berbagai fase bencana banjir bandang

17 Paertangiangan adalah kegiatan masyarakat batak untuk melakukan ibadah penyembahan kepada Tuhan

74

efektifitasnya dipertanyakan.Akibatnya kebijakan yang ditetapkan tidak efektif, dan bahkan sangat fatal. Dengan demikian, penanggulangan banjir yang hanya suatu tindakan pembangunan fisik harus melakukan kegiatan dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas.

Tanda-tanda akan datang Banjir Bandang menurut Bapak Melpa Panjaitan

“Kalau dari saya tau itu kalau banjir bandang musim hujan yang berturut-turut dan lama, datang air secara tiba-tiba dari belakang rumah Takkuju atau aliran-aliran kecil, air kotor dan bau burtak atau lumpur dibawa lah batu-batu yang sedang maupun kecil makanya rumah pun dihantam hanyut, bukan hanya itu saja kayu-kayu besar pun dibawa dari gunung dan pasir, suara bergemuruh dari atas gunung itupun gunung kita ini sangat rahis atau terjal sehingga mudah untuk banjir. (Hasil wawancara 23/02/2019)

Dari penjelasan tersebut di atas tanda-tanda banjir bandang akan datang jika terjadi hujan lebat terus-menerus dan lama sehingga mengakibatkan debit air sungai meningkat, terjadinya tanah longsor menyebabkan tak kuatnya tanah menahan resapan air sehingga mengakibatkan banjir bandang. Sedangkan suara gemuruh merupakan indikasi gerakan air yang sangat cepat dengan membawa material-material kayu besar maupun kecil, batu-batuan, pasir, dan lumpur. Desa Lawe Sigala II adalah daerah yang merupakan kawasan yang rentan terhadap banjir bandang.

Kabupaten Aceh Tenggara tepatnya di Desa Lawe Sigala II sangat rentan akan banjir bandang karena sosial-budaya mereka atas mengolah hutannya sendiri untuk menghasilkan ekonomi bagi mereka, hal itu terjadi karena ulah manusia sebagai pengalihan fungsi lahan. Setelah itu, penulis juga menanyakan

75

tahun kejadia-kejadian yang pernah terjadi menurut sepengetahuan yang dialami mereka. longsor. Kemudian Tahun 2005 di Simpang Semadam mengalami banjir bandang juga ada 6 korban jiwa dan sekitar 300 an rumah rusak parah, itu juga akibat hujan deras dan tanah longsong air itu datang dari sungai-sungai yang melintasi jalan kita ini,,,. Kemudian tahun 2017 silam pada tanggal 11 April di Desa kita ini di Lawe Sigalagala mengalami banjir bandang terbesar di Desa ini menelan 2 korban jiwa anak-anak dan lansia sama-sama marga panjaitan, rumah rusak parah sekitar 307 dan mengungsi sekitar 2476 orang di posko-posko, saya ingat yang meninggal itu anak-anak namanya si Cahaya Panjaitan karena mereka berada di dalam rumah tanpa menyadari akan menerjang mereka, anaknya lepas dari tangan bapaknya tak kuat menahan air yang deras sehingga terlepas dari genggaman bapaknya...”(hasil wawancara 24/02/2019)