• Tidak ada hasil yang ditemukan

Foto 4.5 Jembatan Desa Lawe Sigala II penjebolan banjir bandang

4.4. Peran Pemerintah Menanggulangi Banjir Bandang

Menurut Tuti (2003: 9) Peranan atau role adalah suatu kelakuan yang diharapkan dari oknum dalam antar hubungan sosial tertentu yang berhubungan dengan status sosial tertentu. Menurut Soekanto dalam Fatmawati (2010: 8), peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya maka dia menjalankan suatu peran.

Sedangkan Menurut Mustafa (2013: 76), pemerintah yaitu merupakan institusi/lembaga beserta jajarannya yang mempunyai tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab untuk mengurus tugas dan menjalankan kehendak rakyat.

116

Melihat masalah tersebut maka perlu adanya peran pemerintah dalam penanggulangan banjir, sebagaiman yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Salah satu tugas dan kewajiban pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Pernyataan tersebut memberi arti bahwa pemerintah mempunyai peranan sentral baik secara perencana, pengawasan, dan pengendali dalam mewujudkankesejahteraan rakyatnya, dan efektivitas peran pemerintah dapat dilihat dari segi kinerjanya.

Menurut Asep Kartiwa, 2012: 162) Pemerintahan berasal dari kata

“pemerintah”, dan yang berasal dari kata perintah. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti: (1) Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu; (2) Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu Wilayah, Daerah, dan Negara; (3)Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah. Dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan Negara.

Menurut Arif (2012) peran pemerintah yaitu: (1) Peranan pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelengggaraan pembangunan (menerbitkan peraturan dalam rangka evektifitas dan tertib adiministrasi pembangunan). Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar yang selanjutnya diterjamahkan oleh masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur setiap kegiatan pelaksanaan penanggulangan bencana; (2) Peranan pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakan partisifasi multi pihak tat kala stagnasi terjadi dalam proses pembangunan

117

(mendorong dan memelihara dinamika pembangunan). Sebagai dinamisator, pemerintah berperan melaluipemberian bimbingan dan pengarahan yang intensif dan efektivitas kepada instansi dan masyarakat yang berhubungan dengan penanggulangan bencana; (3) Pemerintah sebagai fasilitator yaitu peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan (menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam mengoptimalkan pembangunan daerah). Sebagai fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau memfasilitasi suasana yang tertip, nyaman dan aman, termasuk memfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan seperti pendampingan dan pendanaan/ permodalan.

Meningkatnya masalah banjir merupakan salah satu dampak negatif dari kebijakan pembangunan yang sampai saat ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan ekonomi, sosial meupun budaya dan perhatian terhadap kelestarian lingkungan sangat kurang. Penataan lingkungan dalam rangka pembangunan di dataran banjir belum memasukkan air sebagai faktor pembatas sehingga kurang mengantisipasi adanya resiko banjir bandang. Sementara itu, upaya mengatasi banjir sampai saat ini masih mengandalkan upaya konvensional yang berupa rekayasa struktur di sungai (in stream) yang mempunyai keterbatasan, bersifat represif dan kurang menyentuh akar permasalahan. Selain itu upaya mengatasi masalah banjir sampai saat ini tidak seimbang dengan laju peningkatan masalah yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Nugroho, 2004).

Perena Pemerintah sangatlah penting bagi masyarakat jika mengalami musibah ataupun bencana, termasuk Pemerintah Aceh Tenggara terhadap warga Desa Lawe Sigala II dimana yang telah mengalami bencana banjir bandang pada

118

tahun-tahun sebelumnya. Sejauh ini pemerintah hanya turun ketika pasca bencana saja, namun selebihnya adalah bentuk penanggulangan bencana banjir bandang oleh Pemerintah di Kecamatan Lawe Sigalagala, Kabupaten Aceh Tenggara adalah tindakan mitigasi sebelum terjadi bencana dan melakukan mitigasi mengurangi resiko bencana antara lain sosialisasi pada masyarakat, pemetaan lahan-lahan, simulasi penanggulangan bencana, melakukan upaya-upaya persuasif kepada masyarakat. Kemudian, yang kedua yang dilakukan oleh pemerintah saat terjadi bencana yaitu penanganan darurat bencana, penangan darurat ini yaitu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan semua unsur untuk membantu masyarakat yang terkena dampak apakah itu evakusi korban, pemberianan makanan siap saji, penyediaan dapur umum dan perbaikan sarana prasarana yang vital dan juga mengorganisir semua bahu-membahu baik dari masyarakat daerah di Desa Lawe Sigala II maupun yang berasal dari luar daerah itu saat terjadi bencana. Dan tahapan ketiga adalah pasca bencana. Yang dilakukan yang pertama yaitu melakukan perbaikan-perbaikan sarana prasarana yang tidak bisa di tanggulangi saat kejadian bencana.

Kemudian yang berikutnya termasuk pasca adalah rekonstruksi yaitu membangun kembali jembatan yang hilang/hanyut dan juga prasarana umum yang sifatnya rusak berat.

Peran Pemerintah juga meringankan beban masyarakat yang terkena banjir bandang, dimana melakukan perbaikan pasca bencana yang memperbaiki jalan-jalan yang rusak agar transportasi berjalan dengan lancar, setelah itu memperbaiki dan mendirikan fasilitas-fasilitas umum seperti tempat ibadah.

Bukan hanya itu saja, Pemerintah Aceh Tenggara juga menyalurkan dana-dana

119

bagi masyarakat yang terkena bencana banjir bandang baik dari segi keuangan, fasilitas pembangunan tenda untuk pengungsian, membangun tempat dapur umum beserta membangun wadah tempat air bersih, bukan hanya itu saja pemerintah juga memberikan makanan, pakaian beserta obat-obatan, Pemerintah Aceh Tenggara juga menyediakan alat-alat berat untuk siapsiaga menghadapi banjir bandang beserta aparat TNI di tengah-tengah masyarakat. Kemudian setelah selesainya perbaikan pasca bencana banjir, Pemerintah juga melakukan pembersihan jalan dengan cara pelebaran di pinggiran pasar, kemudian membangun konsep drainase disepanjang jalan dan menghubungkannya ke sungai-sungai besar dengan pembangunan beronjong, dimana jika musim penghujan airnya mengalir kesungai.

Pemerintah maupun aparat partai-partai politik berlomba-lomba mengambil hati masyarakat dengan menyediakan alat-alat berat di tiap sungai Lawe Sigala II dimana fungsinya jika musim penghujan sungai itu dirumpuni dengan banyaknya batu-batu beserta kayu-kayu untuk meminimalisir rusaknya jembatan agar masyarakat bisa bertransportasi dengan baik, dengan cara itu partai-partai politik untuk mengambil hati para masyarakat Desa Lawe Sigala II.

Seharusnya pemerintah turut adil dalam mempersiapkan sebelum, saat dan sesudah bencana. Bukan hanya bertindak setelah bencana saja, dengan peran aktif Pemerintah itu sendiri. Bila partai-partai secara maksimal sudah melakukan peranan politiknya dalam masalah bencana alam, partai tersebut dapat dikatakan telah menjalankan kewajibannya sebagai langkah politik. Memang tidak langsung tampak oleh publik, karena partai bukanlah aparatur Dinas Sosial. Hal yang penting adalah setiap partai harus mempunyai politik (kebijakan) yang

120

jelas dalam penanggulangan bencana alam dan aspirasi itu diperjuangkan dalam forum legislatif agar dapat mengeluarkan undang-undang atau peraturan yang nantinya yang harus dipatuhi untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Begitulah idealnya kehidupan politik dalam negara demokrasi, antara partai yang berkuasa dengan partai yang mengambil posisi sebagai oposisi.

1. Pasca bencana terbagi menjadi dua yaitu: Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Rehabilitasi adalah untuk mengendalikan kondisi daerah yang terkena benccana serba yang tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik agar kehidupan masyarakat dapat berjalan kembali seperti biasanya adapun tindakannya yaitu sebagai berikut:

 Perbaikan lingkungan daerah bencana.

 Perbaikan sarana prasarana umum: seperti rumah ibadah, jembatan, pemandian umum dan lain sebagainya.

 Perbaikan rumah masyarakat yang terkena bencana banjir bandang.

 Pemulihan bisnis sosial, ekonomi, dan budaya.

 Serta pemulihan pelayanan publik, dan pemerintahan.

2. Sasaran Rekonstruksi adalah untuk membangun kembali sarana-prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik lagi. Tindakannya adalah sebagai berikut;

 Pembangunan kembali sarana prasarana seperti: jalan umum, listrik, jembatan, dan lain sebagainya.

 Pembangunan rumah ibadah.

121

 Partisipasi dan peran serta lembaga organisasi kemasyarakatan, usaha dan masyarakat.

 Penerangan rancangan bangunan yang tepat

 Pembangkitan kembali sosial budaya masyarakat.

 Perencanaan bangunan yang tepat dan cepat.

a. Partisipasi pemerintah

Bantuan pemerintah sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena bencana banjir bandang, baik dari tindakan pemulihan jalan, perbaikan rumah beserta sembako untuk digunakan yang tepat guna.

Partisipasi dari para angkatan seperti TNI dan POLRI juga melakukan bantuan kepada masyarakat seperti, pembersihan lumpur dari halaman rumah, mengangkat material batu-batu, dan kayu melalui alat berat agar daerah kawasan yang terkena banjir bandang dapat dihuni kembali.

b. Partisipasi dari pihak-pihak lain

Partisipasi dari pihak-pihak lain juga menyalurkan bantuan bagi warga yang terkena bencana banjir bandang seperti partisipasi dari dalam Gereja dan Masjid dalam bentuk sembako maupun uang agar meringankan beban warga yang terkena bencana banjir bandang. Orang yang terpandang didalam masyarakat juga ikut berpartisipasi membantu warga dalam bentuk uang dan juga sembako.

Dalam penelitian ini, penulis mengkaitkan sesuai dengan teori yang penulis ambil yaitu teori Talcott Parson yaitu Masyarakat, adaptasi dan tindakan dengan menganalisis pengetahuan masyarakat ketika menghadapi bencana

122

banjir.Dimana teori talcott masyarakat melakuka tindakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana banjir dengan mengendalikan aliran air dari luar maupun dari dalam tempat tinggal. Brody et al. (2009) menjelaskan pendekatan struktural merujuk kepada pembangunan fisik untuk mengendalikan bencana banjir ataupun melindungi tempat tinggal warga setempat. Contohnya adalah warga desa lawe Sigala II melakukan tindakan pembangunan dinding-dinding dipinggiran maupun dibelakang rumah, membangun konsep drainasa di depan rumah atau tepatnya lagi di parit pinggiran pasar umum agar supaya terjadi hujan deras air takkuju berjalan menuju sungai besar, demikian pula dengan penambahan lanti rumah, pembangunan tanggul di hadapan rumah maupun beronjong di pinggiran sungai .Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko bencana banjir. Sebagian besar solusi pengurangan risiko banjir yang diterapkan di Indonesia masih menggunakan pendekatan struktural untuk mengelola dan mengendalikan faktor bahaya banjir (1999:Nichols et al, 1999:Plate, 2002).

Solusi pengurangan risiko bencana tersebut dilakukan dengan cara pendekatan struktural dimana masih banjir dan penyelesaian pembangunan infrastruktur warga desa Lawe Sigala II.

Adaptasi Non-struktural adalah dimana tindakan-tindakan mencakup berbagai langkah-langkah penngetahuan sebagai pencegahan atau penyesuaian untuk mengurangi risiko banjir melalui memodifikasi atau pengubahan kerentanan dari aktivitas pembangunan yang mengakibatkan kerusakan di dataran banjir, hal ini dapat meliputi memprediksi bencana banjir. Contohnya penulis ambil dari warga desa Lawe Sigala II adalah mereka akan tahu kemunculan bencana banjir bandang dengan cara melihat ke arah hulu

123

pegunungan awan yang gelab dan tebal mereka tahu akan turunnya hujan deras, dengan demikian warga setempat sudah mulai siapsiaga dengan memberhentikan aktivitas rumah beserta mempersiapkan barang-barang yang penting untuk diselamatkan, warga desa juga tahu akan datangnya banjir bandang dengan turunnya hujan deras selama 4 jam, terdengarnya suara gemuruh dari arah pegunungan beserta terciumnya bau burtak atau lumpur disekita. Hal itu bisa dibilang sebagai peringatan dini bagi warga desa. Salah satu upaya bentuk tindakan non-struktural yang dapat dilakukan oleh warga desa Lawe Sigala II yaitu dengan cara melakukan pemeliharaan sungai atau mengecek yang dilakukan hanya beberapa warga saja, tindakan ini dilakukan untuk mengetahui apakah sungai tersebut mengalami penyubmbatan dari bebatuan dan kayu-kayu, dengan demikian warga desa pergi ke hulu sungai untuk melakukan pengecekan dengan membawakan senter sebagai penerang jalan maupun penglihatan, bukan itu saja warga desa juga akan memanggil pulang warga yang bekerja di pegunungan bertujuan untuk menyelamatkan diri.

Jika terjadi penyumbatan di hulu sungai warga tersebut yang berada di pegunungan agar secepatnya memberitahu kepada warga desa agar siapsiaga untuk menyelamatka diri dimana air sungai akan melaju kencang dengan membawakan materila kayu-kayu, bebatuan, beserta lumpur-lumpur yang akan merusak bangunan dan nyawa manusia. Demikina juga tindakan warga desa Lawe Sigalagala untuk meminimalisir bencana banjir dengan cara pekerjaan terrasering maksudnya adalah pembuatan saluran-saluran air terbuka di lereng-lereng sungai pegunungan dengan konstruksi pembuatan pasangan batu beton berbentuk U, pembuatan beronjong, beserta penggalian sungai agar lebih tinggi

124

dataran pinggiran sungai sehingga mengurangi dampak banjir bandang, bukan hanya itu saja warga desa Lawe Sigala II juga melakukan pembatasan saluran-saluran drainase tertutup dengan gulungan ranting, kerikil, pipa saluran-saluran air, beserta beronjong berisi kerikil, warga desa juga melakukan tindakan mengurangi risiko bencana banjir dengan pekerjaan terrasering gumpalan rumput semak belukar, penanaman pohon dipinggiran sungai, beserta pembuatan tanggul-tanggul yang terbuat dari goni yang berisi kerikil dan pasir diikat dan disusun dengan rapi.

Foto 4.5. Tindakan Pembuatan Tanggul di Pinggiran pasar dan Sungai Dokumentasi Pribadi

Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi masyarakat yang baik secara individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana dikemudian hari (Gregg et al, 2004: Perry and Lindel, 2008). Pengetahuan kesiapsiagaan masyarakat cenderung diabaikan oleh pemerintah yang akan membuat keputusan. Selama ini masih banyak masyarakat yang menggantungkan kesiapsiagaan dan mitigasi kepada pemerintah dengan mengabaikan kesiapsiagaan pribadi masing-masing.

125 BAB V

PENUTUP