• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar. Sarjana Ilmu Sosial Dalam bidang Antropologi OLEH JOHANNES SIMANGUNSONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar. Sarjana Ilmu Sosial Dalam bidang Antropologi OLEH JOHANNES SIMANGUNSONG"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

1

ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR BANDANG (Studi Kasus di Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten

Aceh Tenggara)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dalam bidang Antropologi

OLEH

JOHANNES SIMANGUNSONG 150905059

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR BANDANG (Studi Kasus di Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe Sigala-

gala, Kabupaten Aceh Tenggara)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap meninggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, September 2019 penulis

Johannes Mangunsong 150905059

(3)

ii ABSTRAK

Johannes Simangunsong, NIM 150905059. 2019, Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus di Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara). Skripsi ini terdiri dari lima Bab, seratus tiga puluh empat halaman, empatgambar, tiga belas tabel dan delapanfoto.

Skripsi ini dengan judul Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus di Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara) penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir bandang. (2) bagaimana antisipasi dan adaptasi masyarakat terhadap bencana banjir bandang.

(3) bagaimana perilaku adaptif masyarakat dalam menghadapi bencana banjir bandang, dan pasca bencana banjir bandang. Masyarakat juga perlu menyadarkan dari dalam diri sendiri agar peduli terhadap lingkungan terutama pada lembah gunung yang mereka diami agar tidak menebangi pohon dengan sembarangan, karena hal tersebut adalah faktor utama penyebab Bencana Banjir Bandang.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat mengenai banjir bandang beserta cara menyikapinya untuk mengantisipasi dari bencana banjir bandang, dan untuk mengetahui perilaku adaptif masyarakat terhadap lingkungannya agar bisa mencegah bencana banjir bandang dan mengantisipasinya.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa masyarakat dapat melakukan antisipasi, mitigasi untuk menanggulangi bencana banjir bandang dengan cara melestarikan pohon di daerah aliran sungai, di pegunungan, maupun di tempat- tempat area pekarangna rumah (adaptation by reaction) serta melakukan aksi bergotong-royong, peduli terhadap lingkungan, membuat tanggul dari karung, membangun beronjong, membangun dinding di tepi aliran sungai dan memperdalam ataupun menormalisasi kawasan daerah aliran sungai bertujuan untuk perubahan lingkungan menjadi lebih baik (adaptation by adjustment).

Masyarakat juga mengetahui bahwa wilayahnya rentan terhadap bencana, tetapi mereka terus melangsungkan hidupnya disana ataupun bertahan hidup dan tidak ingin pindah mencari lokasi yang aman dari ancaman bencana(adaptation by survive). Faktor alam penyebab banjir bandang yaitu curah hujan yang tinggi, tanah yang tidak kuat menahan air, dan kemiringan lereng yang curam. Faktor manusia yaitu tingginya aktivitas masyarakat terhadap lingkungan. Pengalaman masyarakat diperoleh dari orang tuadan masyarakat yang pernah mengalami kejadian banjir bandang.

Kata-Kata Kunci: Adaptasi Lingkungan, Pandangan atau Pengetahuan Banjir Bandang, Pasca Bencana

(4)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan berkat, kasih, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan penulisan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca untuk kesempurnaan dalam tulisan ini.

Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini bukan semata-mata hanya karena kemampuannya saja, tetapi skripsi ini selesai karena adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari orang lain. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada mereka.

Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya T Simangunsong dan R Nababan yang telah penuh mendukung dan memotifikasi saya tanpa lelah. Kasih sayang serta doa selalu dia panjatkan buat saya, sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih buat saudara-saudara saya yang selama ini juga memotifasi yaitu, Ana, Lasta, Sarah, Marlina, Friska Dayanti, Rupitha Sari, serta seluruh keluarga besar yang tidak pernah lupa untuk memberi motifasi dan jugak bantuan dana untuk kelancaran penulisan.

Ucapan terima kasih yang paling brsar juga saya ucapkan kepada Bapak Prof, Dr, R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, beserta juga Bapak Farid Aulia sebagai Dose Pembimbing kedua Penulis. Beliau merupakan dosen yang paling berjasa dalam penyelesaian skripsi ini. Beliau memberi arahan, dan pandangan-pandangan yang berkaitan dengan skripsi ini.

Selain itu, Beliau juga membimbing dengan baik dengan penggunaan konsep, dan sebagainya, yang mengarahkan saya untuk membuat suatu skripsi yang baik.

(5)

iv

Penulis juga berterima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska M.Ant selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial, serta semua Dosen Antropologi Sosial yang telah memberi ilmu bagi saya mulai dari semester pertama hingga akhir, dan terima kasih juga saya ucapkan kepada kedua Staff Departemen Antropologi Sosial, yaitu Kak Nur dan Kak Sry.

Terima kasih juga kepada semua teman-teman saya, terkhusus buat sahabat-sahabat seperjuangan saya selama kuliah yaitu, Evi Darmayanti Gajahmanik, Friska Dayanti, Rupitha Shari, Friska Sinaga, Jusri Siburian Alumni Angkatan 52 Teknik Sipil dan Lingkungan IPB Darmaga, Radja Daud Sitepu Angkatan 55 Supervisor Jaminan Mutu dan Pangan IPB Darmaga.

Mereka merupakan teman untuk melakukan kegiatan perkuliahan, curhat serta bermain yang baik. Suka duka kami lalui hingga sampai saat ini dan kami juga membuat grup “Happy Selalu di Wa” untuk berbagi informasi serta curhat.

Terima kasih juga buat teman-teman saya di kampung yang senior atasan saya yaitu, Siska Mastina yang menjadi teman membantu menyusun skripsi ini yang selalu memperbaiki isi skripsi dan sekaligus memotifasi saya hingga skripsi ini selesai. Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,Oktober 2019 Penulis

Johannes Simangunsong 150905059

(6)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Johannes Simangunsong, lahir pada tanggal 21 September 1996 di Desa Lawe Tua gabungan, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh. Anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan T. Simangunsong dan R. Nababan. Saat ini peneliti menempuh perkuliahan di Universitas Sumatera Utara, Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Selama kuliah penulis tinggal di Jl.

Lorong 9 Djamin Ginting, Padang Bulan, Medan. Alamat email penulis yang bisa dihubungi yaitu johannesmangunsong539@gmail.com. Riwayat pendidikan penulis sebagai berikut:

1. Tahun 2003, masuk SD Negeri Lawe Tua Gabungan.

2. Tahun 2009, masuk SMP Negeri 1 Lawe Sigala-gala.

3. Tahun 2012, masuk SMA Swasta Pantiharapan Lawe Desky

4. Tahun 2015, kuliah di Universitas Sumatera Utara, Medan. Mengambil jurusan Antropologi Sosial, sampai wisuda.

Komunitas atau organisasi yang pernah diikuti penulis selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara di dalam kampus yaitu, komunitas KMK (Komunitas Mahasiswa Kristen). Di luar kampus sebagai Komunitas English Club, dimana saya sebagai guide di berbagai wisatawan di Aceh Tenggara seperti di, Ketambe, Pante Goyang, Pante Dona, dan di berbagai les bahasa inggris

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Antisipasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus di Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kabupaten Aceh Tenggara). Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Skripsi ini membahas bagaimana masyarakat untuk beradaptasi dari bencana banjir bandang penulis akan menguraikan upaya-upaya antisipasi apa saja yang penulis temukan di lapangan ketika melakukan penelitian yang dapat menjelaskan bahwa bagaimana cara mencegah dan menanggulanginya dengan baik agar banjir dapat terminimalisir dan bahkan tercegah dari bencana banjir bandang tersebut. Uraian tersebut akan dibuat kedalam sub-sub judul yang dapat memudahkan pembaca dalam memahaminya.

Namun, dalam kesempatan ini, peneliti sadar bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Untuk itu, jika ada kesalahan dan kekurangan dalam tulian ini, peneliti mohon maaf. Jika ada saran dan kritik yang dapat membangun, peneliti mengharapkannya, supaya peneliti dapat belajar menjadi lebih baik lagi. Sekian dan terima kasih.

Medan, September 2019 Penulis

Johannes Simangunsong 150905059

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR FOTO ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 9

1.2.1. Kebudayaan ... 9

1.2.2. Masyarakat ... 12

1.2.3. Adaptasi ... 14

1.2.4. Tindakan ... 19

1.2.5. Bencana Alam Banjir Bandang ... 22

1.2.6. Penanggulangan Bencana Alam ... 25

1.2.7. Persepsi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Bandang ... 35

1.3. Rumusan Masalah ... 38

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 33

1.5. Teknik Pengumpulan Data ... 39

1.5.1. Teknik Observasi Partisipasi ... 39

1.5.2. Teknik Wawancara ... 41

1.5.3. Studi Pustaka ... 43

1.5.4. Analisis Data ... 43

1.6. Lokasi dan Tempat Penelitian ... 44

1.7. Pengalaman Penelitian ... 44

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 54

2.2. Flora dan Fauna ... 57

2.3. Sejarah (Tano Alas) ... 59

2.4. Sistem Bahasa ... 62

2.5. Jumlah Penduduk ... 63

2.6. Keadaan Sosial... 64

2.7. Ekonomi Atau Mata Pencaharian ... 65

2.8.Sarana dan Prasarana ... 66

BAB III BANJIR BANDANG DESA LAWE SIGALA II 3.1. Topografis ... 68

3.2. Ekosistem Pemanfaatan DAS ... 70

3.3. Penyebab Banjir Bandang... 75

(9)

viii

3.4. Peringatan Sebelum Banjir Bandang ... 80

BAB IVANTISIPASI MASYARAKAT MENGHADAPI BANJIR BANDANG 4.1.Pengetahuan Masyarakat ... 84

4.2. Adaptasi Masyarakat ... 104

4.3. Kesiapsiagaan Masyarakat (Society Preparedness) ... 108

4.3. Peran Pemerintah Menanggulanhi Banjir Bandang ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 123

5.2. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA... 124 LAMPIRAN

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Komponen Manajemen Resiko Bencana ... 15

Gambar 1.2 Bagan Siklus Bencana ... 29

Gambar 2.1 Lokasi Penelitian ... 54

Gambar 3.1 Peta DAS Kabupaten Aceh Tenggara ... 69

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persentase Jenis Jalan Se-Kecamatan Lawe Sigala-gala ... 53

Tabel 2.2 Ekosistem Burung (Aves) DAS ... 56

Tabel 2.3 Ekosistem Serangga (Insecta) DAS ... 56

Tabel 2.4 Ekosistem Tumbuhan (Plantae) DAS ... 57

Tabel 25 Ekosistem Hewan (Animalia) DAS ... 57

Tabel 2.6 Jenis Flora ... 58

Tabel 2.7 Tanaman Budidaya ... 58

Tabel 2.8 Jenis Fauna ... 59

Tabel 2.9 Jumlah Penduduk ... 63

Tabel 2.10 Mata Pencaharian ... 66

Tabel 2.11 Jumlah Fasilitas Pendidikan ... 67

Tabel 2.12 Jumlah Rumah Ibadah ... 67

Tabel 3.1 Daftar Banjir Bandang di Aceh Tenggara ... 71

(12)

xi

DAFTAR FOTO

Foto 3.1Jembatan Terkena Banjir Bandang ... 78

Foto 3.2 Pembangunan Konsep Beronjong di Pinggiran DAS ... 83

Foto 4.1 Adaptasi Beton Rumah ... 91

Foto 4.2 Pembangunan Parit Drainase... 94

Foto 4.3 Penggalihan Tanah Jembatan ... 97

Foto 4.4 Konsep Pembangunan Beronjong ... 99

Foto 4.5 Penjebolan Jembatan ... 100

Foto 4.6 Pembuatan Tanggul ... 122

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara paling rawan bencana alam menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (United Nations International Stategy for Disaster Reduction/UN-ISDR). Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi, peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir. Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Posisi geografis yang terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia:

Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik membuat Indonesia memang tidak banyak bisa mengelak. Namun bagi Indonesia, ancaman gempa bumi dan banjir merupakan ancaman yang lebih besar.1

Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini ternyata berdampak pada terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu yang singkat. Curah hujan yang relatif sama, namun dengan durasi yang singkat berdampak pada meningkatnya intensitas banjir yang terjadi (Irianto, 2002). Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi akibat tidak tertampungnya aliran air pada badan-badan air atau sungai, sehingga meluap dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir menjadi masalah jika mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan, dan menimbulkan dampak negatif bagi manusia. Fenomena banjir

1https://www.bbc.com/Indonesia/berita_Indonesia/2018/08/110810_Indonesia_Tsunami

(14)

2

dewasa ini menarik perhatian banyak pihak, karena intensitasnya yang semakin tinggi dan ukuran banjir cukup besar (Widadgo, 2006).

Banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam namun juga diakibatkan oleh faktor manusia. Faktor alam yang mempengaruhi terjadinya banjir adalah curah hujan yang tinggi, topografi, geologi, wilayahnya. Sedangkan faktor manusia diakibatkan dari aktivitas manusia yang cukup besar saat ini, akibat tekanan penduduk yang tinggi kebutuhan lahan semakin tinggi pula, sehingga alih fungsi lahan pada wilayah yang berpotensi mengalami banjir. Dampak dari faktor tersebut mengakibatkan berkurangnya kapasitas tampung air, penampung aliran limpasan dan genangan, tidak berfungsinya daerah resapan air serta menurunnya daya dukung lingkungan (Widadgo, 2006).

Perubahan alih fungsi lahan yang terjadi di sekitar DAS yang semula sebagai daerah resapan air berubah menjadi kawasan perkebunan, permukiman, dan lahan kosong akibat penebangan kayu yang semakin luas menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya banjir salah satunya adalah banjir bandang. Banjir bandang merupakan salah satu jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, menurut Japan International Coorporation Agency (JICA) kerjasama dengan Tim Yayasan Pengabdi Masyarakat (YPM) dalam kegiatan kebencanaan diperkirakan bahwa kejadian banjir bandang sekitar 60% dari semua kejadian bencana di Indonesia (Yayasan Pengabdi Masyarakat (YPM), 2010).

Banjir bandang dapat mengangkut bebatuan dan lumpur yang merupakan erosi dari tebing maupun deposit sedimen pada dasar alur dan debris lain seperti:

batang pepohonan yang tumbang dan tercabut, dan akan menyapu daerah yang

(15)

3

dilandanya. Banjir bandang yang terjadi dapat merusak lahan pertanian atau perladangan sehingga menimbulkan gagal panen, menghancurkan jalan umum maupun jembatan, rumah-rumah dan bahkan korban jiwa (Kodoatie, 2002).

Banjir bandang merupakan bencana alam banjir yang terjadi secara cepat atau mendadak dengan volume banjir yang sangat besar. Banjir bandang jugak memngangkut material halus berupa lanau atau lempung serta material kasar berupa pasir, kerikil, hingga bongkahan batu dan sering kali pula batang-batang kayu pepohonan yang tumbang dan ikut terbawa arus. Bencana alam ini sangat berbahaya dan sifatnya merusak dan mendadak dan berkecepatan tinggi. Volume material banjir bandang yang sangat besar menerjang daerah permukiman di sepanjang bantaran sungai atau daerah dataran di depan mulut sungai. Sifatnya yang mendadak dan berkecepatan tinggi tersebut menimbulkan ancaman signifikan terhadap manusia sehingga menimbulkan risiko korban jiwa yang lenih tinggi (Jonkman & Vrijiling, 2008).

Indonesia dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia. Berdasarkan data buku statistik kehutanan Indonesia kemenhut 2011 diketahui bahwa luas hutan Indonesia adalah 99,6 juta hektar atau 52,3%

dari luas Indonesia (Word Wildlife Fund Indonesia, 2012). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu dan lahan semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individual maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya.

Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara illegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan, pencurian yang mengakibatkan

(16)

4

kerusakan hutan di Indonesia tidak terkendali pada tahun 1997-2000 laju kerusakan hutan Indonesia 2,8 juta hektar pertahun (Lembar fakta Word WildlifeFund Indonesia, 2007). Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan yang tidak terkendali tersebut mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin bertambah dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

Berbagai bentuk bencana alam ini mengakibatkan dampak buruk pada kondisi fisik ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu juga bencana alam mengakibatkan kerusakan pada pemukiman dan infrastuktur yang ada, bahkan sampai menelan korban luka dan korban meninggal dunia. Adaptasi yang dilakukan akan tergantung pada kondisi fisik, sosial, lingkungan, dan budaya yang dimiliki masyarakat tertentu. Besar kecilnya dampak yang diakibatkan oleh bencana alam dipengaruhi oleh besar kecilnya bencana alam yang terjadi. Begitu juga dengan bencana banjir bandang yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan fasilitas-fasilitas masyarakat seperti hancurnya ladang pertanian sehingga mengakibatkan gagal panen bagi warga, kerusakan permukiman, dan rumah masyarakat dan tentu sangat merugikan masyarakat dan mengganggu aktifitas sosial, budaya dan ekonomi.2

Seperti bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan Sentani Papua yaitu Doyan Baru, BTN, Grand Doyo, BTN Gajah Mada, BTN Bintang Timur dan Kampung Toladan. Menurut Sumartono selaku kepala (BPBD) Kabupaten Jayapura ada 3 dampak banjir bandang di Sentani Papua yaitu pertama jembatan putus, kedua akibat diterjang hujan deras mengguyur daerah tersebut kawasan

2 https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/risiko/bencana-alam/item243?

(17)

5

Sentani dan yang ketiga adanya korban jiwa hingga minggu (17/3/2019) pukul 10.15 Wib menimbulkan 50 orang meninggal dan 59 orang luka-luka.3

Karena itu, masyarakat perlu dikondisikan agar setiap saat siap menghadapi bencana melalui berbagai cara. Termasuk diantaranya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Masyarakat harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap berbagai kejadian bencana”, jelas Sekretaris Menko Kesra, Sugihartatmo, saat membuka Workshop Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors. Menurutnya, perubahan iklim belakangan ini telah memberikan dampak cukup serius bagi masyarakat Indonesia. Seperti banjir dimana-mana, suhu udara yang meningkat, kebakaran hutan, meningkatkan permukaan air laut dan sebagainya. Perubahan iklim dengan dampak bencana tersebut lanjut Sugihartatmo menjadi tantangan yang cukup serius dalam pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat.4

Banjir bandang Sentani ini diakibatkan tiga faktor yaitu: pertama faktor topografi kemiringan cagar alam Cycloop sangat terjal. Kemudian lapisan tanahnya sangat tipis dan dibawahnya terdapat bebatuan lalu ditutupi sejumlah tanaman. Kedua faktor cuaca atau iklim. Sebab intensitas hujan sangat tinggi, khususnya pada hari kejadian, yakni Sabtu, 16 Maret 2019 lalu. Dalam waktu lima jam terjadi penampungan air yang ada di kawasan cagar alam Cycloop, diduga daya tampungnya sudah terbatas, sehingga cepat mengalir ketempat yang rendah. Faktor yang ketiga banyak dari laporan masyarakat yang menyampaikan

3 https://m.liputan6.com/news/read/3918951/3-dampak-banjir-bandang-rendam-sentani- papua?related=dable&utm_expid=t4QZMPzJSFeAiwIBIOcwCW.1&utm_referrer=

4 http://poskotsnews.com/2013/10/04/indonesia-negara-paling-rawan-bencana/

(18)

6

bahwa sebagian kawasan cagar alam Cycloop sudah dijadikan sebagai kawasan perkebunan.5

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang sering dilanda oleh banjir bandang pada beberapa bagian wilayah beberapa tahun terakhir. Menurut ANTARA News (2017) banjir bandang di Kabupaten Aceh Tenggara menerjang sejumlah desa di Kecamatan Lawe Sigala- gala, akibat tingginya intensitas hujan akan berdampak negatif bagi mereka.

Hujan deras dalam beberapa hal pihaknya memastikan, para pengungsi akibat banjir bandang tersebut telah dikumpulkan menjadi dua titik yakni yang berada di Desa Lawe Tua Gabungan dan di Gereja Lawe Sigala-gala, akibat hujan dengan intensitas tinggi dan terjadi secara terus-menerus dengan debit air yang meluap dari pegunungan dalam terakhir. Banjir yang terparah terjadi di kawasan sepanjang Desa Lawe Sigala II hingga Desa Simpang Semadam. Bencana banjir bandang serta longsor di Aceh Tenggara diduga terjadi lemahnya mitigasi bencana di wilayah itu. Maraknya pembalakan liar dan pembukaan lahan di wilayah pegunungan juga menjadi salah satu faktor terjadinya musibah yang ikut merenggut korban tersebut.

Menurut direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh Tenggara, bencana melanda Aceh Tenggara merupakan akumulasi dari empat faktor yang bisa dipetakan secara cepat, diantaranya tingkat curah hujan yang tinggi, topografis, illegal logging dan pembukaan lahan. Masyarakat mengungsi ke posko pengungsian yang dibangun oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pihak yang terkait. Data yang didapat ada 648 Kepala Keluarga

5 https://kabarpapua.co/tiga-faktor-penyebab-banjir-bandang-sentani-versi-bnpb/

(19)

7

(KK) yang mengungsi. Banjir bandang menerjang 11 Desa di dua Kecamatan di Aceh Tenggara pada Selasa (11/4) kemarin sekitar pukul 18.00 WIB. Akibatnya 176 rumah rusak berat, 91 rumah rusak sedang, dan 139 rumah rusak ringan, dan dua orang warga meninggal dunia yaitu, Boru Panjaitan 80 tahun dan Terang Panjaitan 1,5 tahun setelah terseret banjir bandang (detikcom, Rabu (12/4/2017).

Selain itu, dua unit rumah ibadah yang terdiri dari 1 Masjid dan 1 Gereja yang rusak, dan terdapat rumah yang yang terendam lumpur sebanyak 29 unit.

Warga saat ini sudah mengungsi ke tempat pengungsian yang dibangun BPBD Aceh Tenggara bersama pihak terkait. Bantuan juga sudah mulai disalurkan.

Untuk makanan, BPBD membagikan nasi bungkus untuk pengungsi karena mobil dapur belum dapat menjangkau ke seluruh perkampungan yang dilanda banjir bandang [BPBD, 2017]

Desa Lawe Sigala II adalah salah satu desa yang rentan mengalami bencana banjir bandang . Peneliti yang berasal dari daerah ini mengetahui persis dan mengalami sendiri bahwa banjir bandang terjadi dihampir setiap tahunnya yang terjadi kadang lebih dari satu kali dalam setahun dengan skala banjir berbeda-beda. Bencana banjir bandang terjadi pada setiap akhrir tahun, bencana banjir bandang yang paling dahyast terjadi pada tahun 2017/12/4 silam. Bencana banjir bandang sudah terjadi sejak tahun 2005 sebelumnya, tahun demi tahun di Desa Lawe Sigala II ini semakin sering dilanda bencana banjir bandang tetapi tidak begitu dipublikasikan di media sosial, tetapi pada tahun 2017 bulan 4 tanggal 21 silam Desa Lawe Sigala II di landa bencana banjir bandang yang dikategorikan sangat besar dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan warga Desa Lawe Sigala II memprediksikan desa ini akan terus mengalami bencana banjir

(20)

8

bandang sehingga tak layak huni lagi untuk tahun kedepannya karena ekosistem hutannya sudah sangat parah.

Walaupun demikian, masyarakat masih tetap mau tinggal disana dan bahkan mereka masih membangun rumah di tempat yang sama dimana sebelumnya sudah dilanda bencana banjir bandang. Akan tetapi, konsep pembangunan rumah disana sudah berubah dan sangat berbeda dimana dulunya ada rumah yang berkolong dan ada juga sama ratanya sama tanah, mereka membangun rumah konsep baru dimana setiap pembangunan rumah sudag ditimbun dengan tanah setinggi 60 cm dari tanah sebelumnya, ada pula dimana setiap rumah membangun dinding tembok disekeliling setinggi 2 meter dan lebar 5-7 meter dari rumah, dan ada juga yang membangun tanggul di pinggiran pasar yang dekat dengan sungai yang sering mengalami bencana banjir bandang.

Dibelakang tembok masyarakat masih menanam pohon, semak belukar untuk menahan tanah agar kokoh menahan air hujan, seperti pohon jambu, ubi kayu, ubi jalar, pohon cokelat atau kakao dan semak-semak sayur-sayuran.

Ketertarikan untuk melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku adaptif masyarakat di lingkunganya, faktor penyebab utama bencana banjir yang sering terjadi pada masyarakat di Desa Lawe sigala II, serta tindakan kesiapsiagaan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarkat untuk antisipasi akan terjadinya banjir tersebut danpasca banjir bandang di Desa Lawe sigala II.Fakta yang menarik kedua dari masyarakat itu adalah ketertarikan tetap tinggal di lokasi tersebut dan kegiatan aktivitas masyarakat sehari-hari sehingga mereka tidak mau pindah ke tempat lain untuk mencari tempat tinggal yang aman dan tidak mengganggu aktivitas, pendidikan beserta psikologis mereka.

(21)

9 1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1. Kebudayaan

Kebudayaan adalah sistem, gagasan dan keyakinan yang mendominasi cara pendukungnya melihat, memahami dan memilih gejala yang dilihatnya merencanakan serta menentukan sikap dan perbuatan selanjutnya. Dapat dipahami bahwa kebudayaan sebagai pendorong dimensi pola tingkah laku anggota masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan yang dimiliki masyarakat melalui proses adaptasi. Adaptasi menuntut pengembangan pola- pola perilaku, yang akhirnya membantu suatu organisme agar mampu memanfaatkan suatu lingkungan tertentu dari kepentingannya, baik untuk memperoleh bahan pangan maupun menghindari diri dari bahaya. Seperti halnya dengan makhluk-makhluk hidup lainnya, agar ia tetap dapat mempertahankan hidupnya, maka manusia harus selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya.

(Poerwanto 2000:61-62).

Kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan dan persepsi tentang alam semesta yang berada di balik perilaku manusia. Semua itu adalah milik bersama anggota masyarakat, dan apabila orang berbuat sesuai itu, maka perilaku mereka dapat dianggap diterima di dalam masyarakat. Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa bukan diwariskan secara biologis, dan unsur- unsur kebudayaan berfungsi sebagai suatu keseluruhan yang terpadu. Orang memelihara kebudayaan untuk mengenai masalah dan persoalan yang mereka hadapi. Agar lestari, kebudayaan harus dapat memahami kebutuhan-kebutuhan pokok dari orang-orang yang hidup secara teratur. Kebudayaan harus memiliki

(22)

10

kemampuan untuk berubah agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan- keadaan baru atau mengubah persepsinya tentang keadaan yang ada6.

Menurut Spreadly, (1997:5), kebudayaan adalah pengetahuan yang diperoleh manusia, yang digunakannya untuk menginterpretasikan pengalaman, dan melahirkan tingkah laku. Konsep kebudayaan terfokus pada pengetahuan budaya yang diperoleh seseorang dari proses belajar untuk digunakannya dalam menginterpretasikan lingkungannya. Sehingga dilahirkan suatu strategi adaptasi.

Sebagai suatu sistem makna, pengetahuan budaya yang dimiliki bersama itu kemudian dipelajari, diperbaiki, dipertahankan dan didefenisikan dalam konteks berinteraksi. Manusia selalu membutuhkan sesuatu yang merupakan sistem pengetahuan untuk menginterpretasikan dunia mereka, yang menyebabkan terwujudnya tingkah laku sosial sebagai hasil pemahaman dan penafsiran , yang disebut juga “kebudayaan”.

Ahli antropologi Kluckhohn (dalam Geertz, 1973) mendefinisikan kebudayaan sebagai: (1) sebagai keseluruhan cara hidup manusia. (2) Warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. (3) Suatu cara berpikir,cara merasa, cara meyakini dan menganggap. (4) Karena kebudayaan adalah abstraksi, maka perlu untuk tidak mengacaukan pengertian kebudayaan dan masyarakat. (5) Kebudayaan adalah suatu “teori”. Tetapi jika suatu teori tidak dikontradiksikan dengan fakta yang relevan dan apabila teori membantu kita untuk memahami banyak sekali fakta yang tak teratur, maka teori itu akan berguna. (6) Suatu kebudayaan bagaikan “gudang” bagi pengetahuan kelompok itu.(7) Setiap kebudayaan memberikan orientasi-orientasi standar ke arah

6 William A. Haviland. Antropologi Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1985), hal 331.

(23)

11

masalah-masalah yang lebih dalam, seperti kematian. Setiap kebudayaan dirancang untuk mengabadikan kelompok itu dan solidaritasnya, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, individu-individu bagi tercapainya keteraturan dan kepuasan kebutuhan-kebutuhan biologi. (8) Tingkah laku yang dipelajari.

(9) Suatu mekanisme untuk penataan tingkah laku yang bersifat normatif. (10) Seperangkat teknik untuk menyesuaikan dengan lingkungan luar dan dengan orang lain. Atau kebudayaan bagaikan sebuah peta. Peta bukanlah suatu daerah melainkan suatu representasi abstrak daerah tersebut, sehingga suatu kebudayaan juga merupakan suatu deskripsi abstrak dari kecenderungan-kecenderungan (ternds) kearah keseragaman dalam bahasa, perbuatan dan hasil karya suatu kelompok manusia. (11) Setiap kebudayaan adalah pengendapan sejarah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, kebudayaan disini diartikan sebagai keseluruhan sistem pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang berisi perangkat-perangkat model pengetahuan atau sistem-sistem makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis. Model-model pengetahuan itu digunakan secara selektif oleh warga masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, dan bersikap secara bertindak dalam rangka bukan saja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang diperlukan (Suparlan, 1984).

Menurut Poerwanto (2000) keanekaragaman kebudayaan adalah disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal mereka yang berbeda (environmental determinism). Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mencari

(24)

12

pencaharian hidup. Mata pencaharian hidup masyarakat sederhana biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya (Suprihadi,1984).

Seperti masyarakat Desa Lawe Sigala II, Kabupaten Aceh Tenggara yang berada di lereng gunung Leuser Lawe Sigalagala, yang mana mayoritas mata pencaharian sebagai perladang atau perkebun.

1.2.2. Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat (1994) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat terus-menerus dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa masyarakat itu merupakan sekumpulan individu yang menjadi satu yang saling berhubungan sesuai dengan norma, adat istiadat dan aturan-aturan yang berlaku di dalam lingkungan tersebut yang didasari oleh suatu identitas yang sama. Menurut Paul B. Harton ada pun unsur-unsur terbentuknya masyarakat, yaitu: (a) Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak. (b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu. (c) Adanya aturan dan undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Menurut Marrion Levy, (1985:13) masyarakat dipandang dari sudut Antropologi terdapat dua macam tipe masyarkat : (1) Masyarkat kecil yang belum begitu kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal tulisan, dan teknologinya sederhana. (2) Masyarkat sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dan segala bidang bermasyarkat, karena

(25)

13

pengetahuan modern sudah maju, teknologi pun sudah berkembang dan sudah mengenal tulisan7

Menurut Talzi, (1990: 57-58) masyarakat yang baik (goodcommunity) mengandung sembilan nilai (the competent community), dimana (1) Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain berdasar hubungan pribadi. (2) Komunitas memiliki otonomi, kewenangan kemampuan mengurus kepentingan sendiri. (3) Memiliki viabilitas yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri. (4) Distribusi kekayaan yang merata setiap orang berkesempatan yang sama dan bebas menyatakan kehendaknya. (5) Kesempatan setiap anggota untuk berpartisipasi aktif dalam mengurus kepentingam masyarakat. (6) Komunitas anggota sejauh manakah pentingnya komunitas bagi seorang anggota. (7) Di dalam komunitas dimungkinkan adanya heterogenitas (keanekaragaman) dan perbedaan pendapat. (8) Didalam masyarakat, pelayanan masyarakat ditempatkan secepat mungkin bagi yang berkepentingan. (9) di dalam masyarakat bisa terjadi konflik, namun masyarakat memiliki kemampuan untuk mangatasi konflik tersebut.

Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Emile Durkheim (1951)

7http://woocara.blogspot.com/2016/03/pengertian-masyarakat-ciri-ciri- masyarakat.html?m=1. Oleh Mogu

(26)

14

menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

Menurut Tatawidjojo (2007) masyarakat yang tinggal di bantaran sungai memiliki karakteristik tipikal. Masyarakat dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok sesuai dengan ciri-ciri tertentu,seperti tingkat kepandaian, tingkat pendapatan, tingkat hubungan kekerabatan, tingkat usia dan sebagainya.

1.2.3. Adaptasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adaptasi merupakan penyesuaian terhadap lingkungan, pekerjaan dan pelajaran8. Adaptasi secara umum masyarakat dapat bertahan hidup harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mengenai adaptasi merupakan hal-hal merujuk pada keharusan bagi sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya agar dapat bertahan hidup, masyarakat diharapkan mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian atau adaptasi (Otto Soemarwoto:1999).

Adaptasi merupakan salah satu bagian dari konsep manajemen resiko bencana yang termasuk dalam pengurangan resiko bencana. Pengurangan resiko bencana adalah salah satu bentuk manajemen resiko bencana belum terjadinya bencana atau disebut pra bencana. Untuk lebih jelasnya mengenali kedudukan dalama manajemen resiko bencana dilihat pada gambar di bawah ini.

8 kbbi.web.id/adaptasi (akses 5 Mei 2019)

(27)

15

Gambar: 1.1 Komponen Manajemen Resiko Bencana Sumber: UNISDR, 2012

Adaptasi adalah proses terjalinnya dan terpeliharanya hubungan yang saling menguntungkan antara organisme dan lingkungannya (Hardesty dalam Hardoyo, 2011). Jika dikaitkan dengan konteks kebencanaan, adaptasi merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan diri terhadap bencana yang sedang terjadi sehingga dapat bertahan dalam bencana tersebut. Menurut Brooks (2003), adaptasi dapat digambarkan sebagaikemampuan atau kapasitas dari sebuah sistem yang dapat dirubah karakteristik maupun perilakunya sehingga dapat menanggulangi keadaan eksisiting atau mengantisipasi faktor eksternal.

Smit dan Wandel dalam Hardoyo (2011) menyatakan bahwa adaptasi manusia dalam perubahan global merupakan proses dan hasil sebuah sistem untuk mengatasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan tekanan, bahaya, resiko, dan kesempatan. Adaptasi dalam ketidakpastian lingkungan dan bencana sebagai penanganan terhadap dampak yang tidak dapat dihindari dalam perubahan lingkungan. Adapatasi dapat berupa penyesuaian diri terhadap kondisi yang

Disaster Risk Management

Disaster Risk Reduction Disaster Management

Prevention Mitigation Adaption preparedness Relief Recovery

(28)

16

tidak menentu yang dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan ekologi tertentu (Sunil dalam Hardoyo, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan upaya untuk meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga dapat meminimalisir dampak yang dirasakan masyarakat jika terjadi bencana.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anissa Kurnia Shalihat (2015) yang berjudul: “Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir Bandang di Perumahan Genuk Indah Kota Semarang”. Dijelaskan mengenai jenis adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi banjir adalah adaptasi struktural dan non-struktural. Pola adaptasi dilakukan masyarakat secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi setiap individu. Bentuk pola adaptasi masyarakat di Perumahan Genuk Indah yang memperkuat ketahanan bangunan (meninggikan lantai, menambah lantai bangunan, beserta melakukan penaikan jalan). Menyelamatkan harta benda (menaikkan ketempat yang lebih tinggi dan dianggap aman dari banjir). Adapun pompanisasi dan persiapan pelampung merupakan bentuk pola inisiatif masyarakat dalam menghadapi bencana banjir.

Adaptasi (adaptation) lebih menekankan pada upaya penyesuaian diri secara budaya, manusia berupaya menyesuaikan diri terhadap cara dan bertingkah laku yang bersumber dari hasil pemahamannya terhadap kondisi lingkungan itu sendiri, (Zainal 2005)9. Adaptasi lebih menekankan pada upaya penyesuaian diri dan berperilaku berdasarkan hasil pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Melalui pemahaman masyarakat, lingkungan bisa dimanfaatkan menjadi produktif sehingga mereka bisamelangsungkan hidup

9 Oktinaldi “ Pola Pengolahan Hutan Lindung Sebagai Lahan Pertanian Masyarakat” ( Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang, 2012 , hal 13)

(29)

17

yang sesuai dengan kondisi alam di sekitarnya. Manusia yang hidup di dataran tinggi tersedia lahan dan tanah yang subur sehingga berkebun merupakan mata pencaharian yang cocok bagi masyarakat yang tinggal di Desa Lawe Sigala II.

Berbeda dengan masyarakat yang hidup di pesisir pantai, mereka bekerja sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Berdasarkan realitas diatas dapat dilihat bahwa manusia berupaya menyesuaikan dan juga memanfaatkan lingkungan alamnya untuk mempertahankan kehidupan ekosistemnya. Petani (berladang) harus bisa menyesuaikan diri dengan pemahaman yang mereka miliki mengenai lingkungan tempat tinggalnya. Hubungan petani (masyarakat) tidak akan bisa terlepas dengan tanah maupun lahan. Konsep yang mereka bangun mengenai tanah dan lahan tersebut terkait dengan pemahaman yang diperoleh secara turun- temurun.

Adaptasi adalah suatu proses untuk memenuhi beberapa syarat dasar manusia agar tetap dapat melangsungkan kehidupan dalam lingkungan tempat tinggalnya. Interaksi manusia dengan lingkungannya dijembatani oleh aspek- aspek budaya yang dimiliki masyarakat. Melalui aspek budaya, manusia bisa memanfaatkan lingkungan untuk melangsungkan kehidupan dalam suatu lingkungan kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatau pengetahuan yang ada dalam kepala manusia, diterima lewat pengalaman-pengalaman lingkungan serta mendorong dan menjadi landasan tingkah laku manusia (Suparlan, 1984: 115).

Soekanto (2010) mengemukakan tentang adaptasi dalam beberapa batasan adaptasi sosial: (1) Proses mengatasi halangan-halangan dari

(30)

18

lingkungan. (2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. (3) Proses perubahan- perubahan menyesuaikan dengan situasi yang berubah. (4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. (5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem.

Menurut Gerungan(Imam Arifa‟illah Syaiful Huda, 2016:301). Bentuk adaptasi yang dilakukan manusia dapat dilihat ketika manusia mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubahlingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir mencakup beragam tindakan rekayasa, perbaikan, atau perubahan, dibeberapa aspek kehidupan, yang meliputi

a. Adaptasi Aktif

Sapoetra, di dalam Imam Arifa‟illah Syaiful Huda (2016:302) mengungkapkan bahwa aktivitas masyarakat dalam mempengaruhi atau merubah lingkungan merupakan bentuk adaptasi manusia secara aktif. Individu berusaha untuk mengubah lingkunan sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis). Sehingg adaptasi bisa disebut sebagai strategi aktif manusia dalam menghadapi lingkungannya.Aktivitas masyarakat demi mengurangi resiko terjadinya banjiryakni dengan cara (1) meninggikan perlengkapan dan peralatan rumahtangga dengan beberapa teknik seperti, memberikan tumpuhan padatempat tidur, meja, kursi, dan lain-lain agar lebih tinggi, sertamenempatkan barang-barang di bagian yang lebih tinggi. (2) Meninggikanrumah bagi warga yang mampu.

(31)

19 b. Adaptasi pasif

Adaptasi secara pasif menurut Gerungan adalah mengubahdiri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis),misalnya seorang warga desa yang baru harus dapat menyesuaikan diridengan norma-norma dan nilai- nilai yang dianut masyarakat desasetempat.(Imam Arifa‟illah Syaiful Huda, 2016:302).Masyarakat memahami dengan perkiraan bulan yang sering terjadi banjir. Biasanya banjir mulai terjadi antara bulan April, Mei,Juni, September, Oktober.

Mengurangi/menekan pengeluaran kebutuhan konsumsi sehari-hari ketika terjadi banjir .Ketika bencana banjir terjadi, masyarakat berusaha menekan kebutuhan sehari-hari agar dapat bertahan selama bencana banjir.

Penekanan pengeluaran merupakan strategi yang bersifat pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari- hari lainya).

1.2.4. Tindakan

Tindakan sosial merupakan serangkaian perilaku manusia yang dilakukan dengan pertimbangan interpretatif atas situasi, interaksi, dan hubungan sosial dikaitkan dengan prefensi nilai, kepercayaan, minat, emosi, otoritas, kultur, kesepakatan ide, kebiasaan, atau lainya yang dimiliki oleh invidu.10Tindakan manusia berdasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia

10http://www.google.com/amp/sosilogis.com/tindakan-sosial/amp

(32)

20

memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.11

Menurut Notoatmodjo (1993), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

(1)Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. (2) Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. (3) Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan. (4)Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Tindakan sosial menurut Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Disamping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedangkan unsur-unsur lainya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tindakan dipandang sebagai kenyataan sosial terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Sesuai dengan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindakan

11 http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/01/teori-tindakan-sosia-dan-sistem- sosial.html?m=1

(33)

21

tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang mana juga individu tersebut dipengaruhi oleh suatu kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai, ide dan norma. Antara alat dan kondisi itu berbeda, orang yang bertindak mampu menggunakan alat dalam usahanya untuk mencapai tujuan, sedangkan kondisi merupakan aspek situasi yang dapat dikontrol oleh orang yang bertindak.

Contoh dari tindakan sosial Parson yang ada di lokasi penelitian adalah Sesudah terjadi banjir bandang, masyarakat dengan adanya dorongan dari diri sendiri dan juga mobilisasi dari penghulu untuk membantu masyarakat yang terkena bencana banjir bandang dengan cara bergotong-rotong.

Menurut Perry dan Lindell, (2008) dua jenis kegiatan tindakan kesiapsiagaan untuk perlindungan keselamatan jiwa yang dapat digunakan pada setiap bahaya yaitu membuat perencanaan evakuasi keluarga (merencanakan titik kumpul, transportasi, dan rute evakuasi) dan pelatihan simulasi perencanaan evakuasi keluarga. Selain itu Perry dan Lindell berpendapat pada tingkat rumah tangga selain dilakukan perlindungan pada keselamatan jiwa, dilakukan juga pada perlindungan properti yang dimilikinya dengan mendaftarkan pada asuransi dan juga membuat langkah-langkah menghadapi bencana dalam keadaan darurat, membuat rencana aksi menghadapi bencana, membuat rencana jalur evakuasi untuk menghadapi bencana, melakukan pembagian tugas dalam menghadapi bencana, menyiapkan perlengkapan gawat darurat, menyepakati tempat evakuasi, melakukan pelatihan dan simulasi evakuasi, asuransi jiwa, dan asuransi harta benda (dalam FEMA, 2004).

(34)

22 1.2.5. Bencana Alam Banjir Bandang

Berdasarkan hasil survey YPM dan JICA (2011a) ternyata tanda-tanda sebelum terjadinya banjir bandang, terutama yang terjadi di Kabupaten Jember adalah sebagai berikut: (a) Hujan lebat (b) Banyak pohon tumbang (c) Kayu terbawa kepemukiman (d) Debit air lebih tinggi (e) Air keruh (f) Penyusutan muka air sungai (g) Adanya suara gemuruh.

Penelitian yang dilakukan oleh Azmeri (2013) yang berjudul: “Kajian Mitigasi Bencana Banjir Bandang Kecamatan Leuser Aceh Tenggara Melalui Analisis Perilaku Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)”. Menjelaskan mengenai bahwa bencana banjir bandang di Kecamatan Leuser salah satu penyebabnya adalah hujan dengan insensitas tinggi yang terjadi selama tiga hari (72 jam). Hujan yang jatuh ditampung dalam cekungan tebing yang diawali oleh proses pembendungan alamiah di daerah hulu sungai yang pada lereng-lereng perbukitan tinggi. Menurut informasi dari warga desa setempat bahwa pada tahun 1996-2004 terjadi aktivitas penebangan hutan yang dilakukan empat perusahaan yang pemilik HPH. Selain itu dalam lima tahun terakhir, warga sudah menanami ladang kritis dengan tanaman kemiri. Bahkan dalam tiga tahun terakhir warga beramai-ramai menanami jagung dan cokelat. Menurut aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) setempat sebagai pemantau kehutanan di Aceh Tenggara, saat ini setidaknya 100,000 Ha hutan dikawasan ekosistem leuser dalam situasi kondisi kritis.

Pengertian bencana menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan, ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau

(35)

23

memburuknya kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena bencana (Efendi dan Makhfudi, 2009)

Sedangkan jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 pasal 1 antara lain: (1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (2) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. (3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007).

Sedangkan menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana pasal 1 menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam ataupun faktor non alam dan faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Terjadinya bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan manusia seperti kerusakan lingkungan, kerusakan ekosistem alam, sosial, budaya, maupun kerugian financial, gangguan psikologis, serta korban jiwa. Kerugian financial yang jelas terlihat dari dampak bencana adalah hilang atau rusaknya tempat tinggal, hilangnya harta benda,

(36)

24

hilangnya sumber mata pencaharian penduduk (terutama bagi petani yang diakibatkan rusaknya lahan perkebunan atau perladangan), semua ini membuat proses pemiskinan bagi masyarakat yang mengalami bencana tersebut.dampak langsung maupun tidak langsung diakibatkan oleh bencana alam jelas terlihat terhadap kerusakan aset-aset produktif yang dapat menghilangkan output serta memperlambat pertumbuhan ekonomi serta turunnya standard kehidupan.

Karakteristik bencana banjir bandang merupakan banjir yang sifatnya cepat dan pada umumnya membawa material tanah (berupa lumpur), batu, dan kayu. Akibat dari kecepatan aliran banjir yang disertai dengan material tersebut, maka biasanya banjir bandang ini sifatnya sangat merusak dan menimbulkan korban jiwa pada daerah yang dilalui disebabkan tidak sempatnya dilakukan evakuasi pada saat kejadian, dan kerusakan pada bangunan terjadi karena gempuran banjir yang membawa material. Beberapa faktor yang diyakini menjadi penyebab terjadinya bencana banjir bandang adalah sebagai berikut: (1) Curah hujan yang ekstrim tinggi. (2) Geomorfologi yang bergunung dan lereng curam. (3) Formasi geologi terdiri dari batuan vulkanik muda. (4) Vegetasi penutup tidak mendukung penyerapan air hujan seperti hutan gundul dan lahan kritis. (5) Perubahan tutupan lahan, khususnya dari vegetasi hutan menjadi non hutan. (6) Kejadian longsor yang menyebabkan terbendungnya sungai dibagian hulu. (7) Perilaku manusia/masyarakat yang eksploitatif(kepentingan ekonomi semata) terhadap lingkungan sehingga pemanfaatan lahan tanpa dilakukan konservasi tanah dan air12.

12 Seno Adi, Jurnal Karakterisasi Bencana Banjir Bandang Di Indonesia, Jl. M. H.

Thamrin 8, Jakarta 10340

(37)

25

Berdasarkan tanda-tanda akan terjadinya banjir bandang tersebut maka dapat diterangkan bahwa adanya hujan lebat mengakibatkan debit air sungai meningkat, proses longsoran menyebabkan terbawanya kayu dan keruhnya air sungai hingga tersumbatnya aliran sungai. Proses tersumbatnya saluran sungai menyebabkan muka air menyusut karena air terbendung. Sedangkan suara gemuruh merupakan indikasi gerakan air yang sangat cepat dengan membawa material kayu dan batu sebagai akibat jebolnya sumbatan sungai.Daerah yang merupakan kawasan rawan banjir bandang dapat diidentifikasi sebagai berikut (http://ugm.ac.id)(1) Terdapat bentang lahan yang kontras antara perbukitan dengan kemiringan lereng yang curam menjadi dataran rendah. (2) Dataran rendah yang merupakan zona endapan yang membentuk bentang lahan berupa aluvial fan (kipas aluvial) yaitu zona akumulasi sedimen banjir yang membentuk morfologi seperti kipas. (3) Daerah hulu terdiri dari batuan lapuk pada zona gempa, sehingga adanya gempa bumi akan memicu terjadinya longsor pada tebing sungai dengan kelerengan tinggi.

1.2.6. Penanggulangan Bencana Alam

Menurut UU No 24 Tahun 2007 Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kasus bencana banjir di Indonesia dampaknya sudah sangat parah, setahun terakhir ini kasus bencana banjir terjadi dimana-mana, data BNPB menyebutkan bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2016, 31,3 % adalah bencana banjir.Mitigasi sangat berperan dalam pengurangan resiko bencana banjir, dengan mitigasi dampak bencana banjir dapat diminimalisir dengan baik.

(38)

26

pengetahuan dan kemampuan masyarakat maupun stakeholder dapat menigkat dalam penanganan bencana banjir, sehingga korban jiwa, kehilangan harta benda serta dampak dari bencana banjir lainnya dapat ditangani. Mitigasi yang koprehensif perlu adanya peran stakeholder dalam penangannnya, karena tanpa peran stakeholder maka penyelenggaraan mitigasi dalam bencana banjir tidak akan berjalan. Dalam Pembagian Tanggung Jawab Manajemen Bencana pada UU No. 24 Tahun 2007, pemeritah pusat, pemerintah daerah, BNPB (Badan Nasional, Penanggulangan Bencana Nasional) lembaga usaha, dan lembaga international adalah lembagabanjir. Oleh sebab itu mitigasi perlu dilakukan dengan peran dan fungsi masing-masing.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

(39)

27

Jenis bencana alam berdasarkan penyebabnya, dibedakan menjadi bencana alam ekstra-terestrial, bencana alam klimatologis, dan bencana alam geologis. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

 Bencana Alam Ekstra-terestrial merupakan bencana yang

disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, seperti impact atau hantaman atau benda dari angkasa luar.

 Bencana Alam Klimatologis merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca, seperti banjir, banjir bandang, angin puting beliungm kekerugan hutan.

 Bencana Alam Geologis merupakan bencana yang disebabkan

oleh endogen (gaya-gaya dari dalam bumi), seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, longsor, amblessan atau abrasi.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas tiga tahap meliputi, tahap pra-bencana, saat bencana, dan pasca bencana atau disebut dengan siklus bencana.

1. Pra-bencana, tahap ini mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini.

 Pencegahan, merupakan upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman.

 Mitigasi yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

 Kesiapsiagaan, merupakan persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana.

(40)

28

Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan- kebutuhan dalam keadaan darurat dan diidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memmenuhi kebutuhan tersebut.

Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

2. Saat bencana, tahap ini meliputi kegiatan tanggap darurat.

 Tanggap darurat, saat terjadi bencana yang mencakup

kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat, dan pengungsian.

3. Pasca bencana, tahap ini meliputi kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi

 Pemulihan adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan

pokok teroenuhi. Proses recovery terdiri atas rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi merupakan perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau berjangka pendek. Sedangkan, rekonstruksi merupakan perbaikan yang sifatnya permanen.

(41)

29

Gambar: 1.2Bagan Siklus Bencana Sumber: Studi Literatur 2019

Penelitian yang dilakukan oleh: Gunawan Pratama (2017) yang berjudul:

“Analisis Penanggulangan Bencana Banjir Oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)”. Penelitian ini mengenai banwa penanggulangan Bencana Banjir oleh BPBD Kota Bengkulu belum berjalan dengan maksimal, masih terdapat permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tersebut. Hal ini ditandai dengan pencegahan bencana banjir, penanganan darurat bencana banjir, Rehabilitasi dan Rekonstruksi bencana banjir masih banyak ditemukan kesalahan.

Mitigasi bencana pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan

(42)

30

kegiatan manusia. Selain itu, mitigasi bencana umumnya juga dimaksudkan untuk mengurangi konsekuensi-konsekuensi dampak lainnya akibat bencana, seperti kerusakan infrastruktur, terganggunya kegiatan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Untuk mendefinisikan rencana atau strategi mitigasi yang komprehensif, tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko. Melalui kajian ini, gambaran potensi bahaya yang mungkin terjadi di suatu wilayah tertentu dapat diketahui dengan lebih pasti, prioritas-prioritas bahaya dan kerentanannya pun dapat diidentifikasi serta disusun dengan lebih baik untuk lebih lanjut dimasukkan dalam kerangka langkah tindak mitigasi di wilayah tersebut.

Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang bersifat rutin dan berkelanjutan (sustainable), yang pada akhirnya diharapkan setiap masyarakat dapat beradaptasi dengan resiko potensi bencana yang ada (Sadisun, 2004, 2007). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kejadian bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan semula. Selain itu, kegiatan mitigasi bencana hendaknya dilakukan melalui pengembangan langkah tindak mitigasi dengan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat setempat, sehingga diharapkan mereka mampu mengorganisir diri mereka sendiri (swakelola) dan mampu mandiri dengan sumber daya yang ada (swadaya) secara lebih optimal.

Selain untuk keperluan mitigasi, kajian resiko untuk bahaya dari berbagai jenis potensi bahaya alam lebih lanjut dapat juga digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan rencana tanggap darurat atau emergency operation plan(EOP) yang terjangkau (achievable/workable),sederhana, dan tepat (appropriate).Pada

(43)

31

dasarnya EOP merupakan kerangka dasar dalam rencana tanggap darurat yang terkoordinasi dan efektif, karena di dalamnya umumnya telah mendefinisikan peranan dan tanggung jawab seluruh stakeholder seperti pemerintah, organisasi swasta dan sukarelawan, dan badanbadan lain yang terdapat di dalam suatu wilayah negara.

Mitigasi adalah serangkaian upaya atau tindakan yang dilakukan membatasi atau mengurangi resiko yang disebabkan dari bencana alam atau non alam dengan memaksimalkan pembangunan fisik serta penyadaran dalam masyarakat dan pemerintah serta peningkatan kemampuan untuk menghadapi ancaman bencana yang ada maupun yang akan datang. Adapun bencana-bencana yang sering terjadi di Indonesia, yaitu (1) Tsunami (2) Gempa bumi (3) Kebakaran hutan (4) Banjir (5) Gunung merapi (6) Banjir bandang.

Adapun langkah-langkah mitigasi bencan banjir adalah sebagai berikut (1) Sebelum terjadi banjir. Mengetahui apa itu banjir bandang, dengan cara mengetahui ini kita sudah peka dan siap siaga untuk mencari tempat yang aman sebelum terjadinya banjir. Membuat peta rawan banjir. Peringatan dini bagi warga masyarakat. “Menyiapkan tas siap bencana” yang berisikan dokumen- dokumen penting seperti sertifikat, surat-surat rumah/tanah, emas, uang, pakaian siap pakai, senter, jacket, sarung, serta makanan ringan. Mengurangi pemukiman di bantaran sungai, tidak membuang sampah sembarangan, membangun konsep rumah lebih tinggi dari dasar tanah. (2) Terjadinya banjir. Mengajak orang-orang atau kerabat yang ada di sekitar kita untuk melakukan penyelamatan diri mencari tempat yang aman, Janganlah panik, Memilih barang-barang yang masih bisa digunakan, Mendengarkan aba-aba atau informasi dari BNPBD, Mematikan

(44)

32

saluran listrik, Memberikan bantuan pertolongan bagi warga yang terkena bencana banjir bandang, mengecek keadaan rumah dan lain sebagainya. (3) Setelah terjadi banjir. Menuju ketempat pengungsian tenda yang didirikan maupun kerumah kerabat, mengecek anggota keluarga, membersihkan tempat tinggal yang terkena bencana banjir bandang, meminta bantuan dari Pemerintah dan lain sebagainya.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (1) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan (a) perbaikan lingkungan daerah bencana; (b) perbaikan prasarana dan sarana umum; (c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; (d) pemulihan sosial psikologis; (e) pelayanan kesehatan: (f) rekonsiliasi dan resolusi konflik; (g) pemulihan sosial ekonomi budaya; (h) pemulihan keamanan dan ketertiban; (i) pemulihan fungsi pemerintahan; dan (j) pemulihan fungsi pelayanan publik. Kegiatan rehabilitasi harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi. Perbaikan lingkungan daerah bencana merupakan kegiatan fisik perbaikan lingkungan untuk memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem suatu kawasan.

Perbaikan prasarana dan sarana umum merupakan kegiatan perbaikan prasarana

(45)

33

dan sarana umum untuk memenuhi kebutuhan transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat. Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum mencakup: (a) perbaikan infrastuktur dan (b) fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum memenuhi ketentuan mengenai: (a) persyaratan keselamatan; (b) persyaratan sistem sanitasi; (c) persyaratan penggunaan bahan bangunan; dan (d) persyaratan standar teknis konstruksi jalan, jembatan, bangunan gedung dan bangunan air. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat merupakan bantuan Pemerintah sebagai stimulan untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat bencana untuk dapat dihuni kembali. Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud dapat berupa bahan material, komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi tingkat kerusakan rumah yang dialami.

Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah- langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.

Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi

Gambar

Tabel 2.1 Persentase Jenis Jalan Se-Kecamatan Lawe Sigala-gala  2014-2016
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian Desa Lawe Sigala II, Kecamatan Lawe  Sigala-gala
Tabel 2.3 Ekosistem Serangga (Insecta) Daerah Aliran Sungai (DAS)  Lawe Sigala II
Tabel 2.4 Ekosistem Tumbuhan (Plantae) Daerah Aliran Sungai  (DAS) Lawe Sigala II
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Keinginan untuk dapat hidup. Keinginan dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau

Data-data yang telah didapat tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai hidrodinamik koefisien yang terdiri atas drag coefficient dan lift coefficient .Dari hasil

Sebagai seorang religius sejati Ibn Miskawaih meyakini bahwa manusia itu pada dasarnya diciptakan Tuhan dalam dua unsur yaitu unsur jasad dan jiwa jasad manusia akan hancur

Harga grosir jenis beras IR di PIBC naik disebabkan meningkatnya permintaan di wilayah Jabodetabek dan tingginya permintaan dari para pedagang antar pulau sedangkan kenaikan harga

Beberapa aspek lingkungan agroforestry yang baik secara sengaja ataupun tidak diperoleh adalah dalam proses tata air (hidrologi), menjaga sekaligus meningkatkan

Jakarta - Dalam rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah seorang anggota Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk dibentuk panitia kerja (panja) untuk

Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan pada setiap pokok bahasan atau tema dalam pembelajaran. Selain itu berdasarkan studi dokumen pendidikan multikultural