• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Eksistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian

64

konstitusional, melainkan dalam tingkatan tertentu merupakan pihak yang ikut ambil bagian. Objek kontroversi adalah tindakan negara yang diklaim telah melanggar hak dasar yang dijamin dalam konstitusi.75

Dengan sendirinya, Mahkamah Konstitusi tidak atau sekurang-kurangnya tidak seharusnya berpartisipasi dalam peraturan politik, tetapi dengan menafsirkan dan menerapkan konstitusi, dan dengan demikian mendefinisikan atau mendefinisikan kembali peranan berbagai instansi dan organ negara. interpretasi putusan hakim didasarkan pada semangat membangun budaya baru dalam sistem politik Indonesia. Oleh karena itu, tanpa dapat dihindari, Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dan memiliki peran serta dalam proses politik. Dengan fungsi yang dimiliki Mahkamah Konstitusi ni telah menempatkan Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga yang sangat sentral dan kuat kedudukannya dalam desain dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

F. Eksistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian

65

yang berperkara untuk menyelesaikan perkara mereka dengan sebaik-baiknya, sebab dengan putusan itu pihak yang berperkara mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang dihadapinya.76 Oleh karena itu, putusan pengadilan merupakan unsur penting dalam proses penegakan hukum demi terciptanya kepastian hukum dan keadilan.

Putusan itu sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai keputusan akhir atas hasil pemeriksaan terhadap suatu perkara.77 Menurut Maruarar Siahan putusan dalam suatu peradilan merupakan perbuatan hakim sebagai pejabat negara yang berwenang mengucapkan dalam sidang terbuka sengketa yang dihadapkan para pihak kepadanya.78 Perbuatan hukum (putusan) hakim yang akan menyelesaikan sengketa yang dihadapkan kepadanya merupakan tindakan negara yang kewenangannya berdasar pada UUD NRI Tahun 1945 maupun undang-undang.79

Pendapat senada dikemukakan pula oleh Sudikno Mertokusumo yang mengartikan putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan hanya diucapkan saja

76 Bambang Sutiyoso. 2006. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 117.

77 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok… Op.cit., Hlm. 228.

78 Maruarar Siahaan, Op.cit., Hlm. 193.

79 Ibid.,

66

yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim dipersidangan. Sebuah konsep putusan tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di persidangan oleh hakim.

Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitpraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonis).80 Dengan kata lain, dapatlah disimpulkan bahwa putusan pengadilan adalah refleksi pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang oleh UUD NRI Tahun 1945 dan undang-undang untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu sengketa yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dengan merujuk pendapat di atas, dapatlah dikatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi merupakan refleksi pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang oleh UUD 1945 atau undang-undang untuk memutuskan sengketa yang diajukan oleh para pemohon yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan akibat berlakunya suatu undang-undang. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan suatu putusan yang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili, dan diputus oleh para hakim konstitusi untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

Dalam meberikan keputusan berkenaan dengan pengujian konstitusional suatu undang-undang, landasan putusan Mahkamah Konstitusi harus merujuk pada ketentuan Pasal 45 Undang-Undang

80 Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberti. Yogyakarta. Hlm. 212

67

Mahkamah Konstitusi. Ada beberapa hal fundamental yang diatur dalam pasal tersebut berkenaan dengan kekuasaan para hakim yang akan melahirkan sebuah putusan pada pengujian undang-undang sebagai berikut.

a. Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim

b. Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.

c. Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.

d. Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang

e. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.

f. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan,

68

musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.

g. Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.

h. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.

i. Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.

j. Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan atay (8), pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.

Ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di atas menyebutkan tentang dasar, prosedur, atau mekanisme, dan tata cara pengambilan putusan secara musyawarah untuk mufakat di lingkungan Majelis Hakim Konstitusi. Beberapa hal fundamental yang menjadu titik tolak putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat dipandang sebagai

“instrument penuntun” bagi hakim konstitusi yang akan memberikan

69

putusan untuk mengakhiri suatu sengketa konstitusional suatu undang-undang yang diajukan kepadanya.

Dasar yang dipergunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara adalah Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Alat bukti dan keyakinan hakim merupakan syarat kumulatif yang harus dipenuhi untuk sahnya atau terbuktinya suatu peristiwa dalam pembuktian. Putusan Mahkamah Konsitusi dijatuhakn pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti. Sedangkan keyakinan hakim adalah keyakinan hakim berdasarkan alat bukti. Keyakinan hakim tidak boleh muncul secara tiba-tiba, tetapi harus berdasarkan pada alat bukti yang diajukan di persidangan. Putusan Mahkamah Konstitusi juga wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan. Fakta yang terungkap dan pertimbangan hukum dari putusan tidak lain adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggungjawaban mengapa ia mengambil putusan demikian sehingga putusan tersebut mempunyai nilai objektif.81

Hal terpenting bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi harus diambil dalam rapat permusyawaratan hakim dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang. Dalam proses pengambilan putusan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tetulis terhadap permohonan. Putusan harus diupayakan

81 Ibid., Hlm. 186.

70

semaksimal mungkin diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Apabila tidak dapat dicapai mufakat, musyawarah ditunda sampai Rapat Permusyawaratan Hakim berikutnya. Apabila tetap tidak dapat dicapai mufakat, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

71